Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BIODIVERSITAS

INDONESIA SEBAGAI NEGARA MEGABIODIVERSITAS

Maya Dewayanti
Aulia Hanum

080911037

PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1

Latar belakang
Indonesia terdiri atas 17.508 pulau, mempunyai daratan seluas 1,9 juta km 2 dan garis

pantai sepanjang 80.791 km, serta cakupan laut seluas 3,1 juta km2. Di negara ini terdapat
pula gunung api yang berjumlah tidak kurang dari 200, berukuran rendah sampai tinggi dan
bersalju, sungai-sungai lebar dan panjang, serta danau yang sifatnya bermacam-macam.
Keadaan demikian menyuguhkan berbagai tipe lingkungan hidup (habitat) alami bagi
tumbuhan, hewan dan mikrobia. Sistem hubungan timbal balik antara lingkungan fisik/kimia
dengan tumbuhan, hewan atau mikrobia dikenal sebagai ekosistem alami. Indonesia
diperkirakan memiliki tidak kurang dari 47 tipe ekosistem alami (Anonim, 1996).
Dalam hal kekayaan jenis tumbuhan, hewan dan mikroba, Indonesia merupakan salah
satu pusat kekayaannya. Sebanyak 28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis binatang dan 10.000
mikrobia diperkirakan hidup secara alami di Indonesia. Luas daratan Indonesia yang hanya
1,32% luas seluruh daratan di bumi, ternyata menjadi habitat 10% jenis tumbuhan berbunga,
12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga
yang ada di dunia. Dari 515 jenis mamalia besar dunia, 36% endemik di Indonesia, dari 33
jenis primata, 18% endemik, dari 78 jenis burung paruh bengkok, 40% endemik, dan dari 121
jenis kupu-kupu dunia, 44% endemik di Indonesia (Mc Neely et al., 1990).
Dalam hal keanekaragaman di dalam jenis, Indonesia pun menjadi unggulan dunia dan
dianggap sebagai salah satu pusat keanekaragaman tanaman ekonomi dunia. Jenis-jenis kayu
perdagangan, buah-buahan tropis (durian, duku, salak, rambutan, pisang dan sebagainya),
anggrek, bambu, rotan, kelapa dan lain-lain sebagian besar berasal dari Indonesia. Beberapa
jenis tumbuhan, seperti pisang dan kelapa telah menyebar ke seluruh dunia. Oleh karena itu
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekarangaman hayati terbesar di dunia
(megadiversity) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia (megacenter of
biodiversity) (Mac Kinnon, 1992). Forest Watch Indonesia (2000) mengatakan, hutan di
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia, meskipun luas daratannya
hanya 1,3 persen dari luas daratan di permukaan bumi. Kekayaan hayati ini meliputi 11 persen
spesies tumbuhan di dunia, 10 persen spesies mamalia dan 16 persen spesies burung di dunia.
Hutan tropis merupakan ekosistem daratan terkaya di bumi ini (Yuda, 2009). Bahkan,

Indonesia telah diakui oleh komunitas internasional sebagai satu di antara 7 negara yang
memiliki megabiodiversitas.
Kehidupan di dunia ditandai dengan hadirnya manusia, hewan, tumbuhan dan
mikrobia. Sejarah perkembangan kehidupan menunjukkan bahwa mikrobia merupakan awal
bentuk kehidupan, lalu dikuti tumbuhan berhijau daun, kemudian hewan, dan yang terakhir
manusia. Walaupun muncul paling akhir, manusia mengalami perkembangan organ dengan
fungsi paling sempurna. Tumbuhan berhijau daun merupakan makhluk yang mandiri, karena
mampu mengubah air dan CO2 menjadi karbohidrat yang diperlukan kehidupan. Makhluk lain
yang tidak memiliki hijau daun, memperoleh pangan dari tumbuhan atau makhluk lainnya.
Manusia, seperti juga mahluk hidup lain, memerlukan O2 untuk bernapas, air untuk menyusun
sebagian besar tubuh dan pangan untuk kekuatan tubuh. Pangan diperoleh manusia dari
tumbuhan, hewan dan mikrobia. Tumbuhan, hewan, mikrobia beserta habitatnya tercakup
dalam pengertian keanekaragaman hayati, sehingga keanekaragaman hayati merupakan
tumpuan hidup manusia (Astirin, 2000).
Kenyataan bahwa manusia menggantungkan diri pada keanekaragaman hayati, masih
jelas terlihat di negara-negara sedang berkembang, dimana kebutuhan dasarnya masih terbatas
pada kebutuhan primer, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Ekonomi
negara-negara demikian tergantung pada keanekaragaman hayati. Pertumbuhan ekonomi
merupakan ukuran keberhasilan pembangunan suatu negara. Pada mulanya, pertumbuhan
ekonomi Indonesia mengandalkan diri pada sumber daya alam non hayati (tidak
terperbarukan), berupa gas, minyak dan sebagainya. Dalam dua dasawarsa terakhir,
pemanfaatan keanekaragaman hayati (terperbarukan), misalnya kayu dan ikan laut yang
masih hidup liar meningkat pesat (Astirin, 2000).
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka dapat dirumuskan
bahwa tujuan dari makalah ini adalah antara lain:
1. Mengetahui tentang pengertian Indonesia sebagai Negara Megabiodiversitas
2. Mengetahui berbagai jenis keanekaragamaan hayati di Indonesia.

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Keanekaragaman Hayati (Biodiversity)
Keanekaragaman

hayati

atau

biodiversity

merupakan

ungkapan

pernyataan

terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada
berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan
tingkatan genetika. Pada dasarnya keragaman ekosistem di alam terbagi dalam beberapa tipe,
yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan, ekosistem lahan basah dan ekosistem laut.
Kanekaragaman tipe-tipe ekosistem tersebut pada umumnya dikenali dari ciri-ciri
komunitasnya yang paling menonjol, dimana untuk ekosistem daratan digunakan ciri
komunitas tumbuhan atau vegetasinya karena wujud vegetasi merupakan pencerminan
fisiognomi atau penampakan luar interaksi antara tumbuhan, hewan dan lingkungannya.
Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati , seringkali yang lebih banyak menjadi
pusat perhatian adalah keanekaragaman jenis, karena paling mudah teramati. Sementara
keragaman genetik yang merupakan penyusunan jenis-jenis tersebut secara umum lebih sulit
dikenali. Sekitar 10 % dari semua jenis makhluk hidup yang pada saat ini hidup dan
menghuni bumi ini terkandung pada kawasan negara Indonesia, yang luas daratannya tidak
sampai sepertujuh puluh lima dari luas daratan muka bumi. Secara rinci dapat diuraikan
bahwa Indonesia dengan 17.058 pulau-pulaunya mengandung 10 % dari total jenis tumbuhan
berbunga di dunia, 12 % dari total mamalia di dunia, 16 % dari total reptil dan ampibia di
dunia, 17 % dari total jenis burung di dunia dan 25 % atau lebih dari total jenis ikan di dunia.
Dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (Bappenas, 1991) menuliskan bahwa
hutan tropika Indonesia adalah merupakan sumber terbesar keanekaragaman jenis jenis
palm, mengandung lebih dari 400 species meranti-merantian dari Famili Dipterocarpaceae
(yang merupakan jenis kayu pertukangan paling komersil di Asia Tenggara); dan diperkirakan
menyimpan 25.000 species tumbuhan berbunga. Tingkatan Indonesia untuk keragaman jenis
mamalia adalah tertinggi di dunia ( 515 species, di antaranya 36 species endemis ), terkaya
untuk keragaman jenis kupu-kupu ekor walet dari famili Papilionidae (121 species, 44 %
endemis), terbesar ketiga utuk keragaman jenis reptilia (lebih dari 600 species), terbesar
keempat untuk jenis burung (1519 species, 28 % endemis), terbesar kelima untuk jenis
amphibi (270 species) dan ke tujuh di dunia untuk tumbuhan berbunga. Selain itu luasnya

kawasan perairan teritorial Indonesia yang merupakan kawasan laut terkaya di wilayah IndoPasifik juga mendukung kekayaan habitat laut dan terumbu karang. Kawasan terumbu karang
di Sulawesi dan Maluku adalah salah satu bagian dari sistem terumbu dunia yang kaya akan
species karang, ikan dan organisme karang lainnya (Anonim, -).
2.2 Indonesia sebagai Negara Megadiversitas
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan
Australia. Luas wilayah Indonesia mencapai 7,7 juta km2, yang terdiri atas teritori daratan
seluas 1,9 juta km2, teritori laut 3,1 juta km2, dan teritori perairan laut terbatas seluas 2,7 juta
km2. Indonesia memiliki 17.508 pulau berukuran besar dan kecil (Supriatna, 1988).
Karakteristik pulau di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari pulau yang sempit hingga pulau
yang sangat luas; dan dari yang datar hingga berbukit serta bergunung tinggi. Hal-hal tersebut
mampu menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroorganisme yang beranekaragam.
Indonesia memiliki lebih dari 40 tipe ekosistem sehingga dapat disebut sebagai salah
satu negara megadiversitas. Bersama dengan Brazil, Zaire, Peru, dan Colombia, Indonesia
tergolong ke dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling
tinggi. Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia secara umum dapat disebabkan
oleh dua hal, yaitu : luas wilayah Indonesia yang terdiri atas banyak pulau dan proses
biogeografi Indonesia yang terletak di antara Asia dan Australia.

Negara Indonesia sebagai salah satu Negara Megadiversitas menyimpan potensi


keanekaragaman hayati (Biodiversity) yang tidak ternilai harganya. Selama ini lebih dari 6000

spesies tanaman dan binatang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehati-hari
masyarakat, dan lebih dari 7000 jenis ikan laut dan tawar selama ini mendukung kebutuhan
masyarakat. Keragaman hayati dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu (Anonim, -):
1. Keragaman Genetik
Genetik adalah berbagai variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme
yang diturunkan secara fisik dari induknya (orang tuanya). Genetik ini dibentuk dari
AND (Asam Deoksiribo Nukleat) yang berbentuk molekul-molekul yang terdapat
pada hampir semua sel.
Dalam satu spesies tumbuhan atau hewan bisa terdapat variasi genetik,
sehingga menimbulkan perbedaan yang jelas. Manusia meskipun satu spesies (Homo
sapiens), tapi ada orang kulit putih, Negro, Melayu, Mandarin, dan lainnya. Macan
Tutul dan Kumbang sama-sama spesies Panthera pardus. Bahkan sering kakak
beradik yang satu tutul yang lain hitam. Variasi genetik misalnya terlihat pada jagung.
Ada berbagai bentuk, ukuran dan warna jagung: jagung Metro, jagung Kuning, jagung
Merah. Contoh lain adalah padi. Kita mengenal ribuan varietas padi, walaupun padi itu
hanya satu spesies (Oriza sativa). Variasi genetika merupakan sumber daya pokok
yang penting untuk menciptakan varietas unggul tanaman pertanian baru. Karena itu
istilahnya sumberdaya genetika tanaman. Indonesia menawarkan berbagai
sumberdaya genetika tanaman dan binatang yang sangat berharga guna pemanfaatan
saat ini atau di masa mendatang. Sedikitnya 6.000 spesies flora dan fauna asli
Indonesia dimanfaatkan sehari-hari oleh orang Indonesia untuk makanan, obat,
pewarna dan lain-lain.
Pembentukan genetik suatu individu tidak statis. Selalu berubah akibat faktor
internal dan eksternal. Keragaman materi genetik memungkinkan terjadi seleksi alam.
Umumnya, kian besar populasi suatu spesies kian besar keanekaragaman genetiknya,
sehingga makin kecil kemungkinannya punah.
2. Keragaman Spesies
Spesies adalah kelompok organisme yang mampu saling berbiak satu dengan
yang lain secara bebas, dan menghasilkan keturunan, namun umumnya tidak berbiak
dengan anggota dari jenis lain.

Spesies didefinisikan secara biologis dan morfologis. Secara biologis, spesies


adalah Sekelompok individu yang berpotensi untuk ber-reproduksi diantara mereka,
dan tidak mampu ber-reproduksi dengan kelompok lain. Sedangkan secara morfologis,
spesies adalah Sekelompok individu yang mempunyai karakter morfologi, fisiologi
atau biokimia berbeda dengan kelompok lain. Ancaman bagi spesies adalah
kepunahan. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu pun individu dari
spesies itu yang masih hidup di dunia. Terdapat berbagai tingkatan kepunahan, yaitu :

Punah dalam skala global


Jika beberapa individu hanya dijumpai di dalam kurungan atau pada situasi
yang diatur oleh manusia, dikatakan telah punah di alam

Punah dalam skala lokal (extirpated)


Jika tidak ditemukan di tempat mereka dulu berada tetapi masih ditemukan di
tempat lain di alam

Punah secara ekologi


Jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit sehingga efeknya pada
spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan

Kepunahan yang terutang (extinction debt)


Hilangnya spesies di masa depan akibat kegiatan manusia pada saat ini
Secara konseptual, biologis, dan hukum, spesies merupakan fokus utama

dalam konservasi. Sebagian besar masyarakat telah memahami konsepsi spesies dan
mengetahui bahwa dunia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi tetapi sebagian
di antaranya sedang menuju kepunahan. Ahli biologi telah memfokuskan pada spesies
selama berabad abad dan telah mengembangkan sistem penamaan, pengkatalogan, dan
perbandingan antar spesies. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari
pendanaan sampai program recovery difokuskan pada spesies. Peraturan perundangan
tentang konservasi juga memfokuskan pada spesies. Misalnya: US Endangered
Species Act, Convention on International Trade in Endangered Species, Perlindungan
Floran dan Fauna di Indonesia.
Berbagai uraian tentang keanekaragaman hayati, mulai dari berbagai kriteria
keragaman hayati, spesies terancam punah beserta kategorisasinya, serta berbagai
ancaman yang dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, melengkapi

pemahaman mahasiswa mengenai pentingnya melakukan kegiatan konservasi


sumberdaya alam hayati bagi kepentingan umat manusia dan keselamatan bumi.
3. Keragaman Ekosistem
Ekosistem adalah suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan
abiotik yang saling berinteraksi dan antara komponen-komponen tersebut terjadi
pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan produktivitas.
Negeri kita Indonesia memiliki 47 jenis ekosistem alam khas, mulai padang
salju di Irian Jaya hingga hutan hujan dataran rendah, dari danau dalam hingga rawa
dangkal, dan dari terumbu karang hingga taman rumput laut dan mangrove.
Keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia disebabkan karena letaknya pada
persilangan pengaruh antara benua Asia dan Australia. Pencetus gagasan pemisahan
biogeografi kedua benua itu adalah Alfred Russel Wallace, pakar biologi yang hidup
sezaman dengan Charles Darwin. Garis itu berawal dari sebelah selatan Pulau
Mindanao (Filipina) menyusuri Selat Makasar, Selat Lombok hingga ujung barat
Australia. Kawasan biogeografi Asia dan bagian-bagiannya disebut Orientalis.
Wilayah Indonesia yang termasuk kawasan ini adalah Sumatra, Kalimantan dan Jawa.
Seluruh Pulau Irian, Australia dan Tasmania termasuk kawasan Australia. Sedangkan
Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku peralihan antara keduanya. Pemisahan ini
terutama belaku bagi jenis-jenis mamalia. Untuk satwa yang bisa terbang, garis
pemisahan lebih rumit. Pada umumnya, semakin ke timur jenis-jenis burung IndoMalaya semakin berkurang, demikian pula sebaliknya. Beberapa hewan khas kawasan
Wallacea adalah Nuri, Kesuari, Cendrawasih, Maleo, Babirusa, Anoa, Komodo,
Kuskus.
a. Ekosistem Padang Rumput
Padang rumput adalah kawasan yang didominasi oleh rumput dan spesies lain
sejenisnya dengan beberapa pohon (kurang dari 10-15 pohon/ha), akibat
kekeringan yang periodik. Mereka dikenal dengan berbagai nama di berbagai
belahan dunia: savanah di Afrika, rangeland di Australia, steppe di Eurasia,
prairie di Amerika Utara, cerrados atau pampas di Amerika Selatan.

Padang rumput ini terjadi secara alami, semi alami, atau diolah. Padang rumput
yang diolah biasanya ditanami dan dirawat secara intensif, seperti padang rumput
gandum di Eropa Barat. Tipe padang rumput ini hanya mempunyai andil kecil bagi
pemeliharaan keanekaragaman hayati. Sedangkan padang rumput semi alami,
walaupun tidak ditanami

tapi mereka

berkembang

secara luas

akibat

penggembalaan ternak domestik. Mereka penting bagi keragaman hayati karena


sejumlah spesies di padang rumput tergantung padanya.
Tingkat keanekaragaman flora di padang rumput alami dan semi alami tinggi,
namun kekayaan spesies satwanya rendah. Kurang dari 5% spesies burung dunia
dan 6% spesies mamalia dunia beradaptasi atau hidupnya tergantung pada padang
rumput.
b. Ekosistem Hutan
Hutan menyediakan bahan makanan, sandang, bahan bakar, bahan bangunan
dan bahan-bahan lain bagi kehidupan manusia. Jutaan orang menggantungkan
hidup pada sumber daya hutan, bagi hajat mereka di bidang ekonomi, sosial
budaya, lingkungan dan religi.
Berdasarkan faktor iklim, hutan dibagi menjadi dua: hutan hujan dan hutan
musim. Hutan hujan ada yang terletak pada daerah tropis, ada yang di daerah
beriklim sedang. Hutan hujan tropis sangat kaya akan spesies. Walaupun luas
seluruh hutan hujan tropis hanya 0,2 persen (292.000 km 2) dari luas permukaan
bumi, mengandung tak kurang dari 34.400 spesies tanaman endemik. Sekitar 13
persen spesies tumbuhan dunia hidup di hutan hujan tropis.
Kawasan tropika juga punya jenis hutan ranggas musiman, yaitu di tempat
yang curah hujan pada musim keringnya di bawah 100 mm. Pada musim itu
pepohonan menggugurkan daun. Tapi juga ada beberapa tumbuhan yang justru
berbunga pada masa itu. Jadi berbeda dengan hutan ranggas di daerah beriklim
sedang, yang pada musim dingin tampak seolah mati sama sekali.
Luas hutan Indonesia kurang lebih masih 75% dari seluruh wilayah daratan dan
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber obat. Potensi hutan dicirikan
keanekaragaman vegetasi sebagai sumberdaya paling dominan dari komponen
hutan, yang memiliki beragam fungsi dan mudah digunakan. Pendekatan ekologi

dalam pemeliharaan kawasan hutan di Indonesia sulit dilakukan karena hutan


masih merupakan sumber kayu yang menjadi penyumbang devisa andalan dan
sumber pendapatan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan strategi pengelolaan
hutan yang bernilai ekonomi tinggi dan berwawasan lingkungan (Rijai, 2003).
Secara filosofi potensi sumberdaya bahan alam dalam kehidupan manusia
tergantung pada jumlah dan jenis kandungan senyawa kimianya. Sumber daya
hayati yang digunakan sebagai obat-obatan, agrokimia, dan material sains
umumnya mengandung alkaloid, terpenoid, flavanoid, dan senyawa fenol lainnya.
Variasi dan komposisi senyawa-senyawa tersebut menjadikan sumberdaya hayati
bernilai ekonomi, tetapi nilai ekonomi itu pula yang memicu kerusakannya karena
dimanfaatkan atau dieksploitasi secara berlebihan (Rijai, 2003).
Potensi senyawa alam kawasan hutan tropis indonesia belum dimanfaatkan
dengan baik. Pemanfaatan secara tradisional seperti untuk obat tradisional sudah
dilakukan, namun penggalian dan pengembangan lebih lanjut belum banyak
dilakukan. Tumbuhan di hutan-hutan Kalimantan Tengah merupakan salah satu
sumber senyawa bioaktif yang belum banyak diungkapkan.
c. Ekosistem Lahan Basah
Lahan basah mencakup berbagai jenis habitat dan komunitas, yang sangat
dipengaruhi uleh kehadiran perairan di sekitarnya. Hampir lahan basah dunia
terdapat di Kanada, yaitu lebih dari 1,2 juta km 2. Daerah lahan basah utama yang
lain terdapat di Afrika Tengah, Asia (khususnya Cina dan Indonesia), Amerika
Selatan dan bekas Uni Soviet. Lahan basah di Indonesia mencapai 4,34% dari luas
daratan.
Definisi lahan basah berdasarkan Konvensi Ramsar adalah daerah payau, paya
tanah gambut atau perairan, baik yang bersifat alami maupun buatan, tetap maupun
sementara, dengan perairannya yang tergenang maupun mengalir, tawar, agak asin
maupun asin, termasuk daerah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari
enam meter pada waktu alir surut. Lahan basah dapat dibagi menjadi dua:

Lahan basah pesisir


Dangkalan yang permanen di air laut dengan kedalaman dibawah 6
meter pada saat surut terendah termasuk didalamnya teluk dan selat; padang
lamun (sea grass, sea weed); terumbu karang; pantai berbatu tubir; tubir, pantai

berpasir; perairan estuarin (muara);pantai interdal berlumpur, berpasir atau


bergaram; rawa/paya interdial; lahan basah berhutan (hutan mangrove, nipah,
hutan rawa); pesisir payau karst atau sistem perairan bawah tanah lainnya di
laut atau pesisir (Susmianto, 2004).
Meliputi pesisir yang tergenang air, umumnya payau, permanen atau
musiman. Umumnya dipengaruhi pasang surut air laut. Termasuk dalam
kelompok ini ekosistem hutan mangrove, dataran lumpur dan pasir, muara
sungai, padang lamun, dan rawa-rawa pesisir.

Lahan basah daratan


Delta permanen; sungai permanen; anak sungai permanen, air terjun;
Sungai musiman, anak sungai musiman; danau air tawar permanen (luas lebih
dari 8 ha); danau air tawar musiman (luas lebih dari dari 8 ha); payau
permanen, danau alkalin permanen; payau musiman, danau dan daratan alkalin
musisman; payau permanen, rawa alkalin permanen, kolam-kolam permanen;
payau musiman, kolam-kolam musiman; rawa air tawar permanen, kolam (di
bawah 8 ha), rawa dengan tanah organik dengan tumbuhan air penting; rawa
air tawar musiman, kolam dengan tanah organik; lahan gambut tak berhutan.
Lahan basah pegunungan, termasuk padang rumout pegunungan yang
kadang berair dari salju yang mencair. Lahan basah tundra, termasuk kolam
tundra, yang kadang berair dari salju yang mencair; lahan basah dengan
dominasi semak, rawa bersemak, rawa air tawar bersemak; air tawar, lahan
basah yang didominasi pohon, termasuk hutan rawa air tawar, hutan dengan
banjir musiman, rawa dengan pohon berkayu di tanah inorganik; lahan gambut
berhutan, hutan rawa gambut berhutan, hutan rawa gambut; mata air, oasis;
lahan basah geothermal; karst atau sistem perairan bawah tanah lainnya di
lahan basah daratan.
Meliputi daerah yang tergenang air permanen maupun musiman, di
darat atau dikelilingi daratan, tapi tidak terkena pengaruh air laut. Kelompok
ini meliputi ekosistem danau, telaga, sungai, rawa air tawar, kolam dan danau
musiman. Ciri ekosistem lahan basah antara lain:

1. Paling tidak secara periodik ditumbuhi tumbuhan air


2. Kondisi substratnya jenuh air atau tertutup air dangkal, paling tidak secara
periodik yaitu pada musim tumbuh.
Mengacu pada sistem klasifikasi lahan basah utama menurut konvensi
Ramsar, Indonesia memiliki jenis-jenis ekosistem lahan basah sebagai berikut:
1. Kawasan laut (marin) meliputi kelompok lahan basah pesisir yang berair
asin, termasuk pantai berbatu, terumbu karang dan padang lumut.
2. Kawasan muara (estuarin) meliputi muara sungai, delta, rawa pasang surut,
yang berair payau dan hutan bakau (hutan mangrove).
3. Kawasan rawa (palustrin) meliputi tempat-tempat yang bersifat merawa
(berair tergenang atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar, hutan rawa
gambut, dan rawa rumput.
4. Kawasan danau (lakustrin) meliputi semua lahan basah yang berhubungan
dengan danau dan rawa rumput.
5. Kawasan sungai (riverin) meliputi lahan basah yang terdapat sepanjang
sungai atau perairan yang mengalir.
Hutan Mangrove
Salah satu lahan basah utama adalah kawasan mangrove. Areal
mangrove terluas terdapat di Indonesia (lebih dari 4 juta ha) dan Asia lainnya,
Afrika, Australia, Karibia, Amerika Tengah dan Selatan.
d. Ekosistem Laut
Laut merupakan habitat terbesar di bumi, tapi sisi bioliginya paling sedikit
diketahui dan diteliti. Ekosistem laut dimulai dari perbatasan ekosistem lahan
basah pesisir, yaitu daerah pantai pasang surut, terumbu karang, laut dangkal,
hingga pakung-palung laut dalam yang tidak pernah terkena cahaya matahari.
Walaupun saling berhubungan, namun semua eksistem di laut memiliki batas
wilayah. Masing-masing merupakan tempat hidup dan mencari makan dari satwa
laut yang berbeda.
Ekosistem terumbu karang adalah satu ekosistem alami dunia yang paling
beragam, sehingga sering disebut hutan hujan tropiknya laut. Secara global

terdapat sekutar 600.000 km2 terumbu karang; lebih dari setengahnya terdapat di
Samudra Hindia (termasuk Laut Merah dan teluk Persia). Ekosistem laut dalam
adalah bagian laut dengan kedalaman lebih dari 200 m, sehingga hampir berada
dalam suasana gelap abadi. Bagian terdalam, yaitu 600 meter lebih, disebut zona
afotik, yang tidak mendapat cahaya sama sekali. Sedangkan zona eufotik masih
mendapat cahaya, sehingga di sinilah berlangsung semua produksi primer.
Terumbu karang Indonesia merupakan 15% dari seluruh terumbu karang dunia.
Pulau Sulawesi, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan bagian dari
Indonesia yang letaknya sangat strategis, yaitu merupakan daerah lintasan arus laut
Indonesia. Daerah tersebut merupakan lintasan arus laut dari Laut Pasifik menuju
Samudra Hindia. Arus laut tersebut membawa larva plankton ke dalam perairan
Wallacea. Hal tersebut menyebabkan tingginya jenis-jenis spesies perairan. Di
teluk Maumere pernah teridentifikasi sebanyak 1.200 jenis ikan termasuk di
dalamnya spesies baru.
Perairan kawasan Wallacea termasuk ke dalam10 kawasan penting terumbu
karang dunia dengan luas total 346.782 km2 kekayaan kehidupan perairan lautnya
sangat kaya. Ancaman terbesar berasal dari polusi dari daratan, sedimentasi yang
berasal dari proses penebangan hutan, pertambangan, dan kegiatan eksploitasi
perikanan serta perdagangan ikan untuk memenuhi permintaan pasar Asia
Tenggara.
Selain terumbu karang terdapat pula rumput laut, merupakan salah satu sumber
senyawa fitokimia yang memiliki potensi bioaktif, antara lain karotenoid,
fikobilin, polisakarida, vitamin, sterol, tokoferol, fikosianin dan lain-lain.
Metabolit sekundernya memiliki potensi sebagai obat atau bahan obat yang
aplikasinya dapat digunakan sebagai bahan nutrasetikal, antikanker, anti mikroba,
dan toksisitas. Rhodymenia palmata (Linnaeus) adalah satu jenis alga merah dan
dikenal dengan nama dulse, dilisk atau sillosk. Rumpur laut (alga) R. Palmata
tersedia sangat ,elimpah, khususnya di perairan laut selatan Indonesia (Wikanta,
2010).

Dari beberapa ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki berbagai
macam keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga Indonesia dikatakan sebagai Negara
Megadiversitas. Oleh karena itu sebagai masyarakat Indonesia, kita harus dapat
mengupayakan berbagai pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia yang telah rusak agar
tetap terjaga kaseimbangan ekosistem di Indonesia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun beberapa permasalahan yang dapat disimpulkan antara lain:
1. Indonesia merupakan negara megabiodiversitas terbukti bahwa sebagai salah satu dari
tujuh

negara

mega

biodiversitas

yang

dikenal

sebagai

pusat

konsentrasi

keanekaragaman hayati dunia yang memiliki lebih dari 40 tipe ekosistem yang mampu
menunjang kehidupan flora, fauna, dan mikroorganisme yang beranekaragam.
2. Secara umum keanekaragaman jenis hayati Indonesia dapat diuraikan bahwa
Indonesia dengan 17.058 pulau-pulaunya mengandung 10 % dari total jenis tumbuhan
berbunga di dunia, 12 % dari total mamalia di dunia, 16 % dari total reptil dan ampibia
di dunia, 17 % dari total jenis burung di dunia dan 25 % atau lebih dari total jenis ikan
di dunia
3.2 Saran
Keanekaragaman hayati Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversitas di
dunia perlu dijaga kelestariaannya agar beberapa kasus mengenai kepunahan dapat diatasi
dengan baik, baik pada tingkat ekosistem, jenis maupun genetika. Oleh karena itu, perlu
dilakukan inventaris, dicacah dipahami, direvisi, dimutakhirkan atau dimanfaatkan dan
diteliti secara cermat sehingga kelestarian eksistensinya dapat dimanfaatkan secara
optimum.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, -. Konservasi Keanekaragaman Hayati. http://elisa1.ugm.ac.id


Anonim. 1996. Strategi nasional pengelolaan keanekaragaman hayati. Makalah Forum
Curah Pendapat Pengkayaan Keanekaragaman Hayati Dalam Silabus Pendidikan
Pelatihan dan Penyuluhan di Pusat Studi Lingkungan. Jakarta: PPSML-LPUI dan
Yayasan Kehati.
Astirin, 2000. Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia (Problems
of Biodiversity Management in Indonesia). Jurnal Biodiversitas 1 (1). FMIPA UNS:
Surakarta. 36-40
Bahan Ajar Diktat 11, Biodiversitas dan Konservasi, Biologi Umum, Modul Universitas
Indonesia.
Mac Kinnon, K. 1992. Natures Treasurehouse-The Wildlife of Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia
Pustaka
Utama.
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0101/D0101pdf/D010107.pdf. Diakses tanggal
1 April 2012.
Mc Neely, J.A., K.R. Miller, W.V. Reid, R.A. Mittermeier & T.B. Werner. 1990.
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0101/D0101pdf/D010107.pdf. Diakses tanggal
1 April 2012.
Rijai, L.. 2003. Bioprospeksi suatu Paradigma Baru dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Bogor: Program Pascasarjana S3, Institut Pertanian Bogor.
Susmianto, A. 2004. Aspek pengumpulan data dan Informasi sumberdaya perairan darat dlam
Rangka Konservasi Sumberdaya alam Hayati dan Ekosistemnya. Bogor : Limnotek.
Wikanta, T, 2010. Pemanfaatan Organisme Laut Untuk Mendukung Industri Pangan dan
Farmasi. Jakarta: Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa
Tahun 2010.
Yuda, I.G.N.P. 2009. Membangun Solidaritas Trans Spisies Untuk Menghadapi Krisis
Keanekaragaman Hayati. Pidato Ilmiah Dies Natalis ke 44 Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Penerbitan Atma Jaya Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai