Anda di halaman 1dari 3

TARSIUS

Indonesia merupakan salah satu negara dengan ragam jenis primata terkaya di dunia.
Sekitar 195 jenis primata yang ada, 40 jenis ditemukan di Indonesia, dan 24 jenis di
antaranya merupakan satwa endemik yang hanya hidup di negeri ini. Banyak dari spesies
primata tersebut terancam punah karena ancaman perburuan liar dan pembukaan lahan yang
merusak habitatnya, dan salah satunya adalah Tarsius atau sering disebut monyet hantu
(Supriatna dan Wahyono, 2000). Tarsius merupakan primata endemik Asia Tenggara, yang
tersebar di Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Filipina (Shekelle dkk., 1997;
Brandon-Jones dkk., 2004). Gron (2008) mengelompokkan Tarsius dalam delapan spesies,
yakni T. bancanus, T. dentatus (T. dianae), T. lariang, T. pelengensis, T. pumilus, T.
sangirensis, T. syrichta, T. tarsier (T. spectrum).
A. Habitat
Tarsius merupakan primata primitif (Prosimii) dari famili Tarsidae yang
merupakan primata endemik Indonesia yang tersebar di Kepulauan Sumatera, Sulawesi
dan Kalimantan. Tarsius mendiami hutan tropik primer, hutan sekunder, dan lahan
pekebunan dari dataran rendah sampai ketinggian 1300 m dpl, disamping itu juga
mendiami semak belukar. Hutan-hutan yang dijadikan sebagai tempat hidup tarsius mulai
dari hutan pantai, hutan bakau, hingga hutan pegunungan. Tarsius hidup di pohon
(arboreal), dan tempat tinggal yang disukainya yaitu di ranting-ranting pohon atau di
rimbunan dedaunan. Tarsius bergerak dengan meloncat dari satu dahan ke dahan lainnya
atau sering disebut vertical clinging and leaping. Tarsius juga hidup di rimbunan alangalang. Tarsius sering ditemukan pada rongga pohon kayu terutama pohon Ficus sp. dan
rongga yang terbentuk diantara pohon bambu yang rapat, karena di tempat tersebut gelap
dan dapat terhindar dari sinar matahari.
Tarsius menyukai hutan hujan tropis karena hutan tersebut memiliki sumber air
yang banyak sehingga mendukung ketersediaan makanan. Selain itu tarsius juga
menyukai hutan sekunder karena kebanyakan pohon-pohon di hutan tersebut berukuran
kecil dan sedang, sehingga tarsius dapat dengan mudah berpindah tempat dari pohon stu
ke pohon lain (Yasuma dan Alikondra, 1990). Pada habitat aslinya, terdapat beberapa
predator diantaranya adalah kucing hutan, ular, beruang madu, dan musang (Animal
Diversity, 1995). Tarsius jantan dewasa akan menjaga keamanan anggota keluarganya.
Jika dirasanya aman maka tarsius jantan akan berteriak dengan suara yang melengking
dan khas untuk memberi tahu anggota keluarga yang lain bahwa keadaan disekitarnya

aman. Jika dirasa tidak aman oleh adanya predator dan pemburu di sekitar sarang, maka
Tarsius jantan akan kembali masuk sarang dan beberapa saat lagi akan keluar sarang
untuk melakukan pengintaian sampai keadaan aman (Kiroh 2002).
B. Feeding
Tarsius merupakan hewan insektivora yang berbagai jenis serangga seperti
belalang, kepik, kumbang, ngengat, dan kecoa. Namun, terkadang tarsius juga memakan
kadal, kepiting atau bahkan beberapa jenis ular kecil. Tarsius menangkap serangga
dengan melompat ke arah serangga tersebut. Tarsius juga diketahui memangsa vertebrata
kecil seperti burung dan kelelawar. Saat melompat dari satu pohon ke pohon lain, tarsius
menangkap burung yang sedang bergerak. Cara yang digunakan tarsius dalam
menangkap mangsanya yaitu dengan menggerak-gerakkan kedua telinganya untuk
mendeteksi bunyi serangga yang sedang terbang di dekatnya dan memastikannya dengan
penglihatan, kemudian disertai gerakan melompat yang sangat cepat langsung
menangkap mangsanya. Tarsius terlebih dahulu akan memakan mangsanya di bagian
kepala, setelah itu memakan bagian yang lain.
Tarsius termasuk hewan yang hidupnya nokturnal. Tarsius mencari makan pada
malam hari. Proses mencari makan antara tarsius jantan dan betina berbeda. Betina
mencara makan lebih kurang 500-an meter dari sarang, sedangkan jantan dapat mencapai
2 km atau lebih. Hal ini disebabkan karena jantan mengontrol wilayah teritorialnya. Luas
jelajah tarsius dapat mencapai 2-4 ha. Saat mencari makan, tarsius dapat saling
berkomunikasi dengan suara dan bau (seperti air urin) yang mereka tinggalkan untuk
menandai keberadaannya. Bau tersebut dikeluarkan oleh epigastric glands (kelenjar antar
kedua lipatan paha). Selain itu, saat mencari makan tarsius akan berkomunikasi
menggunakan suara lengkingan yang keras yang berulang-ulang dan saling bersahutan
satu sama lain.
C. Morfologi Bagian Luar
Tarsius bertubuh kecil. Berat badan tarsius sekitar 110-120 gram. Panjang
tubuhnya sekitar 115-120 mm. Telinga tarsius besar, tipis dan transparan, berwarna gelap
atau cokelat kemerahan. Bibir pendek. Kepalanya bulat dan berleher pendek. Tarsius
mempunyai mata yang bulat, besar dan lebar. Tiap bola matanya berdiameter sekitar 16
mm dan keseluruhan matanya berukuran sebesar otaknya. Kaki belakang tarsius sangat
panjang. Panjangnya hampir dua kali panjang tubuhnya. Pada kaki belakang tarsius
terdapat tulang tarsus yang ukurannya sangat panjang, dari tulang tarsus inilah nama
tarsius berasal. Karena adanya struktur tersebut, tarsius dapat meloncat sejauh 3 meter
dari satu pohon ke pohon yang lain. Panjang kepala dan tubuhnya adalah 10 sampai 15

cm. Tarsius mempunyai ekor yang ramping dengan panjang 20 hingga 25 cm dan
ujungnya berambut kasar. Bagian ekor yang memiliki bulu kira-kira 7 cm. Jari-jari
tarsius memanjang, dengan jari ketiga kira-kira sama panjang dengan lengan atas. Di
ujung jarinya terdapat kuku. Kuku pada jari kedua dan ketiga dari kaki belakang
digunakan untuk merawat tubuhnya. Rambut tarsius sangat lembut dan mirip beludru.
Rambutnya berwarna cokelat abu-abu, cokelat muda, atau kuning-jingga muda. Tidak
seperti prosimia lain, tarsius tidak mempunyai sisir gigi. Pertumbuhan gigi tarsius
berkembang sebagai binatang pemakan serangga. Tarsius merupakan hewan nokturnal,
namun pada sistem penglihatannya, tarsius tidak memiliki daerah pemantul cahaya
(tapetum lucidum) di matanya, namun tarsius mempunyai fovea yang tidak biasa dimiliki
oleh hewan nokturnal. Berikut ini adalah perbedaan morfologi tarsius dalam berbagai
spesies.

Anda mungkin juga menyukai