Oleh :
Feby Febryani Santana (240110130102)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.
Perkembangan batik sendiri dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Terlebih lagi setelah batik dikukuhkan oleh UNESCO pada tahun 2009 sebagai
Warisan Budaya Dunia atau World Heritage. Hal itu menjadikan tren batik tidak
hanya berkembang di dalam negeri tetapi juga berkembang di luar negeri dan
mulai banyak dicari oleh masyarakat dunia.
Salah satu sentra batik yang cukup terkenal adalah Sentra Batik Trusmi di
Desa Trusmi Kulon, Kecamatan Plered. Daerah ini merupakan suatu kawasan
industri batik, mulai dari industri mikro hingga menengah. Adanya Sentra Batik
Trusmi ini memberikan dampak yang baik bagi masyarakat karena mampu
menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan memiliki peluang yang sangat baik
untuk dijadikan sebagai suatu kawasan wisata industri. Disamping itu,
pengelolaan industri yang kurang baik pada akhirnya akan dapat menyebabkan
dampak buruk, terutama bagi kondisi lingkungan di sekitar Sentra Batik Trusmi.
Salah satunya adalah pengolahan limbah dari proses produksi batik yang tidak
dilakukan dengan baik serta pembuangan limbah secara sembarangan ke sungai
yang pada akhirnya menyebabkan pencemaran lingkungan serta kerusakan
ekosistem di lingkungan tersebut.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan studi kasus
Sentra Batik Trusmi ini dilakukan untuk menganalisis dampak yang
ditimbulkan dari keberadaan Sentra Batik Trusmi ini. Analisis ini dilakukan dari
berbagai aspek, mulai dari aspek lingkungan, ekonomi, hingga sosial demografi.
AMDAL mengenai Sentra Batik Trusmi ini diperlukan untuk dapat
mengembangkan Sentra Batik Trusmi agar menjadi kawasan industri yang
berwawasan lingkungan, sehingga tidak hanya memberikan dampak positif dari
aspek ekonomi, tetapi juga dari aspek lain seperti lingkungan dan social
demografi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini diantaranya adalah:
1. Mahasiswa mampu menyusun kerangka acuan AMDAL;
2. Mahasiswa mampu menyusun Rona Awal sebagai bagian dokumen
kerangka acuan AMDAL.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Batik
Industri batik di Indonesia umumnya merupakan industri kecil menengah
(UKM) yang menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat. Industri batik di
Indonesia tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa yang kemudian menjadi
nama dari jenis-jenis batik tersebut seperti batik Pekalongan, batik Surakarta,
batik Yogya, batik Lasem, batik Cirebon, batik Sragen. Setiap batik dari daerah
tersebut memiliki ciri motif yang spesifik. Jenis batik yang diproduksi ada tiga
yaitu batik tulis, batik cap dan batik printing. Perkembangan Industri batik di
Indonesia sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagian besar
masyarakat Indonesia telah mengenal batik baik dalam coraknya yang tradisionil
maupun modern. Kata batik sendiri dalam bahasa Jawa berarti menulis. Batik
adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kain bermotif yang dibuat dengan
teknik resist menggunakan material lilin (malam).
Produk batik yang dihasilkan oleh industri batik di Indonesia ada 3 (tiga)
yaitu, batik tulis, batik cap dan batik printing. Proses pembuatan ketiga batik ini
berbeda. Pada awalnya, pengrajin batik hanya membuat batik tulis yang
menggunakan pewarna dari alam seperti jati, pohon mengkudu, soga, nila.
Disebut batik tulis karena proses penggambaran motifnya menggunakan tangan.
Proses pembuatan batik tulis agak lama memakan waktu berminggu-minggu
bahkan bulanan bila desain motifnya memang sulit sehingga harga jualnya juga
relatif mahal. Selembar kain batik tulis dapat dihargai 200 ribu rupiah sampai
dengan jutaan rupiah. Sangat tergantung pada kerumitan proses pembuatannya.
Karena tingkat kesulitan pegerjaan atau lama tidaknya pengerjaan menentukan
harga batik. Sehingga produksi batik tulis ini hanya diproduksi sesuai pesanan.
Jenis batik yang kedua adalah batik cap. Disebut batik cap karena motif batik
dibentuk dengan cap, biasanya dibuat dari tembaga. Batik cap juga disebut dengan
batik cetak. Sehingga pada pengembangannya muncul jenis produksi sablon yaitu
penggunanan klise atau hand print untuk mencetak motif diatas kain. Dengan
proses produksi menggunakan sistem cap ini, para pengrajin dapat menghasilkan
produksi batik lebih banyak. Karena proses pembuatannya tidak terlalu lama.
Pada perkembangan selanjutnya muncul jenis printing yaitu produksi batik
melalui mesin.
2.2 Proses Pembuatan Batik
Proses pembuatan batik dapat memakan waktulama, bahkan bermingu-minggu
hingga berbulan-bulan tergantung dari tingkat kerumitan corak batik yang dibuat.
Sedikitnya ada lima tahap pembuatan batik, belum termasuk proses penjemuran
hingga kering. Kelima proses tersebut yaitu proses lengreng (menggambar
sketsa),
esen-esen
(penebalan
sketsa),
penembokan
(pelapisan
malam),
Kain yang sudah di-block tadi diletakkan di alat seperti timbangan atau
ayunan bayi. Salah satu sisinya kemudian diisi cairan pewarna dan digoyanggoyang agar menyerap rata ke kain. Permukaan-permukaan kain yang sudah
di-block tidak menyerap warna dan akan tetap putih.
Selain dengan teknik digoyang, proses pewarnaan juga dapat dilakukan
dengan teknik celup, yaitu dengan mencelupkan kain yang telah dilapisi
malam ke dalamwadah yang berisi larutan warna. Proses pewarnaan ini dapat
menggunakan pewarna alami maupun pewarna tekstil. Saat ini yang banyak
digunakan adalah jenis pewarna tekstil karena lebih mudah didapatkan.
5. Lorot (Pelunturan)
Tahap terakhir ialah lorot atau proses pelunturan. Tinta malam yang sudah
dilekatkan ke kain tadi dihilangkan menggunakan air panas. Kain yang diblock tadi akan tetap putih. Setelah dilorot, proses berikutnya bergantung
pada pengrajin.
Jika warna yang dibutuhkan lebih dari satu, maka proses penembokan, pewarnaan
dan pelorotan diulangi lagi sesuai kebutuhan dalam proses pembuatan batik
tersebut. Perbedaannya, pada pengulangan kedua dan seterusnya, bagian kain
yang sudah berwarnalah yang ditembok. Sementara permukaan kain yang putih
dibiarkan, agar saat proses pewarnaan kelak permukaan putih ini menyerap warna.
Setelah semua kain sudah berwarna, barulah kain dikeringkan.
2.3 Limbah Industri Batik
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah,
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi,
limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu
dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Karakteristik limbah adalah berukuran mikro, dinamis, penyebarannya berdampak
luas dan antar generasi akan berdampak dalam jangka panjang. Faktor yang
mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan
pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4
bagian yaitu : limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun). Untuk mengatasi limbah ini diperlukan
pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat
dibedakan menjadi pengolahan menurut tingkatan perlakuan dan pengolahan
menurut karakteristik limbah.
Industri batik dan tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair yang
berasal dari proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah
industri batik dan tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut
atau sukar diuraikan. Setelah proses pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah
cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya warna air limbah tergantung pada
zat warna yang digunakan. Limbah air yang berwarna-warni ini yang
menyebabkan masalah terhadap lingkungan. Limbah zat warna yang dihasilkan
dari industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik non-biodegradable,
yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan.
Senyawa zat warna di lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami
dekomposisi secara alami oleh adanya cahaya matahari, namun reaksi ini
berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke
permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi zat warna ke dasar perairan
atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya.
Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung jenis proses yang
dilakukan, pada
diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat digunakan untuk
menilai kandungan COD dan BOD.
Air bekas cucian pembuatan batik yang menggunakan bahan-bahan kimia
banyak mengandung zat pencemar/racun yang dapat mengakibatkan gangguan
terhadap lingkungan, kehidupan manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.
Zat warna dapat mengakibatkan penyakit kulit dan yang sangat membahayakan
adalah dapat mengakibatkan kanker kulit. Dengan banyaknya zat pencemar yang
ada di dalam air limbah, akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang
terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan matinya ikan dan bakteri-bakteri di
dalam air, juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air,
sehingga proses self purification yang seharusnya dapat terjadi pada air limbah
menjadi terhambat. Semakin banyak zat organik dalam perairan akan mengalami
pembusukan akibat selanjutnya adalah timbulnya bau hasil penguraian zat
organik. Di samping bau yang ditimbulkannya, maka menumpuknya ampas akan
memerlukan tempat yang banyak dan mengganggu keindahan tempat di
sekitarnya. Dan selain bau dan tumpukan ampas yang mengganggu, maka warna
air limbah yang kotor akan menimbulkan gangguan pemandangan.
BAB III
HASIL
3.1 Hasil
Tabel 1. Ringkasan Metode Studi
No.
1.
Dampak Penting
Metode Prakiraan
Hipotetik (DPH)
Dampak
Peningkatan
runoff
Q = 0,00278 . C . I .
dari
Data
curah
hujan
kegiatan
Metode Pengumpulan
Prakiraan
Isohyets pro
Data primer
Personal
pembukaan
wilayah administrasi
lahan
2.
Peningkatan
dari
debu
proses
Parameter
kualitas
udara
Membandingkan
dengan
konstruksi
3.
Kebisingan
akibat
proses konstruksi
Data
kebisingan
tingkat
Parameter
tingkat
kebisingan
Data sekunder
Data primer
kebisingan
(secara keseluruhan
dampak)
Data sekunder
Luas lahan
Metode Evaluasi
pada
wilayah industri
4.
Penurunan kualitas
air
Metode Storet
Parameter
akibat
kualitas
air
Data primer
Membandingkan
Sampling
dengan
pembuangan limbah
air
No.
Deskripsi Rencana
Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan yang
Berpotensi
Menimbulkan
Dampak Lingkungan
Kegiatan
Pelingkupan
Komponen
Lingkungan
Terkena
Dampak
Dampak
Dampak Penting
Potensial
Hipotetik (DPH)
Evaluasi
Dampak
Batas
Wilayah Studi
Waktu
Kajian
Potensial
Tahap Pra-Konstruksi
1.
2.
Mediasi
Perizinan
Masyarakat
Masyarakat
Keresahan
Tempat tinggal
Penyuluhan
Desa Trusmi,
masyarakat
masyarakat
atau
Plered,
terganggu
lobbying
Cirebon
Sengketa
Masyarakat yang
Relokasi
Desa Trusmi,
lahan dengan
setuju direlokasi
Plered,
3 bulan
3 bulan
masyarakat
pindah sedangkan
Cirebon
masyarakat yang
tidak setuju tetap
menetap
Tahap Konstruksi
3.
Pengadaan bahan
Masyarakat
material
Aktivitas
Pengadaan bahan
Menentukan
Desa Trusmi,
masyarakat
material tidak
waktu
Plered,
mengganggu
mobilisasi
Cirebon
aktivitas
yang sesuai
3 bulan
masyarakat
4.
5.
Pembangunan sarana
Komponen
Penurunan
Kondisi
Menggunakan
Desa Trusmi,
prasarana
tentang perindustrian
fisik dan
kualitas udara,
lingkungan tetap
material dan
Plered,
kimia,
kebisingan,
terjaga dan
teknologi
Cirebon
masyarakat
kemacetan
masyarakat tidak
ramah
terganggu
lingkungan
Perencanaan usaha
Masyarakat,
Terancamnya
Mengurangi
Diadakannya
Desa Trusmi,
industri kecil
industri kecil
pengangguran,
kerjasama
Plered,
mengembangkan
industri kecil
Cirebon
industri kecil
Tahap Pasca Kosntruksi
1 tahun
3 bulan
6.
Pengoperasian
Produksi
Komponen
Konflik sosial
Penurunan kualitas
Meningkatkan
Desa Trusmi,
fisik, kimia,
BOD, COD,
Plered,
biologi,
adanya limbah
TSS;
Cirebon
masyarakat
pabrik yang
mengadakan
mencemari sungai
pengolahan
limbah
BAB IV
DESKRIPSI
4.1
di Desa Trusmi Kulon, Kecamatan Plered. Kegiatan pada rencana usaha Sentra
Batik Trusmi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap pra-konstruksi, konstruksi dan
pasca konstruksi. Permasalahan yang ada pada tahap pra-konstruksi yaitu pada
kegiatan mediasi dan perizinan membangun usaha atau kegiatan. Pada kegiatan
mediasi, pihak yang memiliki peran kunci cukup besar yaitu adalah masyarakat.
Hal ini dikarenakan masyarakatlah yang terlebih dahulu akan menerima dampak
dari rencana usaha pembangunan Sentra Batik Trusmi. Pada tahap ini akan
timbul keresahan pada masyarakat mengenai tempat tinggal yang akan terganggu.
Setelah tahap mediasi ini selesai selanjutnya adalah tahap perizinan untuk
membangun usaha Sentra Batik Trusmi ini.
Tahap yang selanjutnya adalah tahap konstruksi. Pada tahap ini yang terbagi
menjadi beberapa kegiatan yaitu pengadaan bahan material, pembangunan sarana
dan prasarana usaha, serta kegiatan perencanaan usaha. Pada tahap ini
kemungkinan akan timbul permasalahan baru, yaitu terganggunya aktivitas
masyarakat akibat lalu-lalang kedaraan proyek konstruksi serta menurunnya
kualitas udara akibat proses konstruksi. Dan tahap yang terakhir adalah tahap
pasca konstruksi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengoperasian
atau proses produksi. Kegiatan ini berpotensi menimbulkan penurunan kualitas air
akibat pembuangan limbah dari industri batik ke sungai atau lingkungan di
sekitarnya.
4.1.1 Deskripsi rona Lingkungan Awal
Kegiatan usahaSentra Batik Trusmi ini berpotensi untuk mencemari
lingkungan dan merusak ekosistem lingkungan akibat pengelolaan limbah yang
tidak benar. Limbah yang paling banyak dihasilkan dari proses produksi batik
adalah limbah cair dari proses pewarnaan dan pelilinan. Limbah cair yang dibuang
langsung ke lingkungan tanpa pengolahan atau pengelolaan terlebih dahulu dapat
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis studi kasus Sentra Batik Trusmi ini
adalah:
1. Usaha Sentra Batik Trusmi ini dibangun di Desa Trusmi Kulon, Kecamatan
Plered.
2. Proses pelingkupan pada usaha Sentra Batik Trusmi ini terbahi menjadi 3
tahap yaitu tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.
3. Tahap pra-konstruksi meliputi kegiatan mediasi dengan masyarakat dan
perizinan, membutuhkan total waktu 6 bulan.
4. Tahap konstruksi meliputi pengadaan bahan material, pembangunan saran dan
prasarana, serta perencanaan usaha, membutuhkan total waktu 1 tahun 6
bulan.
5. Tahap pasca konstruksi meliputi proses pengoperasian usaha atau proses
produksi, dengan waktu evaluasi setiap 6 bulan.
6. Komponen yang terkena dampak dari pembangunan usaha Sentra Batik
Trusmi ini diantaranya adalah lingkungan dan masyarakat.
7. Usaha Sentra Batik Trusmi ini berpotensi mencemari lingkungan dan
merusak ekosistem lingkungan akibat pengelolaan limbah yang tidak benar.
8. Limbah yang paling banyak dihasilkan pada usaha Sentra Batik Trusmi ini
adalah berupa limbah cair sisa proses pewarnaan dan pelilinan.
9. Untuk mengatasi atau mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah cair
dari usaha Sentra Batik Trusmi ini dapat dilakukan dengan membuat kolam
penampungan limbah cair untuk kemudian dikelola lebih lanjut sebelum
dibuang ke lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, Jonathan. 2015. Mengintip Proses Pembuatan Batik Cirebon. Terdapat
pada: http:// travel. kompas. com/ read/ 2015/ 09/11 /082655727 /Mengintip.
Proses.Pembuatan.Batik.Cirebon (Diakses pada tanggal 29 Mei 2016 pukul
11.17 WIB)
Amalia Sani, Rizqi. 2013. Pengolahan Limbah Batik. Terdapat pada: http://
rizqiamaliasani.blogspot.co.id/2013/05/pengolahan-limbah-batik-dengan.html
(Diakses pada tanggal 29 Mei 2016 pukul 11.13 WIB)
Nurainun, dkk. 2008. Analisis Industri Batik di Indonesia. Terdapat pada:
file:///C:/Users/useRC/Downloads/1647-1432-1-SM.pdf
(Diakses
pada
tanggal 29 Mei 2016 pukul 11.24 WIB)
Ramelan, Rahardi. 2008. Industri Batik dan Permasalahannya. Terdapat pada:
http://www.leapidea.com/presentation?id=94 (Diakses pada tanggal 29 Mei
2016 pukul 11.31 WIB)