Anda di halaman 1dari 14

Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

Lahirnya Pendidikan Muhammadiyah


Pertama-tama

saya

ingin

mengatakan

bahwa

ide

atau

gagasan dasar konsep pendidikan yang dibangun oleh KH. Ahmad


Dahlan adalah sebuah lompatan (quantum) kemajuan yang sangat
maju dan progresif. Soalnya, sebagaimana diketahui, secara filosofis
sebuah ide atau gagasan bisa dikatakan sangat baik jika ia datang
dengan membawa satu pesan penting bahwa ide ataupun gagasan
yang datang sebelumnya kurang lengkap atau kurang memadai.
Kekuatan untuk mengkritik dan melihat sisi kelemahan daripada ide
sebelumnya inilah yang membuat idea tau gagasan baru yang
datang kemudian layak diapresiasi. Oleh karena itulah, sampai pada
tataran tertentu, ide atau gagasan tentang pendidikan yang dibawa
oleh KH. Ahmad Dahlan tampak sekali sangat baik dan maju pada
zamannya. Hal ini karena ide Dahlan soal pendidikan adalah
sesuatu yang baru yang hadir sebagai komplemen, perbaikan bagi
sistem yang telah ada sebelumnya. Ia menggabungkan konsep
pendidikan Barat plus pendidikan agama yang berorientasi modern.
Pada zamannya Dahlan, sistem pendidikan mewujud dalam
dua kutub ekstrim yang sangat berlawanan. Di satu ujung, terdapat
sistem pendidikan pesantren yang sangat tradisional yang hanya
mengajarkan agama. Dan di ujung yang lain, terdapat sistem
pendidikan modern model sekuler/Barat (penjajah) saat itu yang
hanya mengajarkan ilmu umum, mengabaikan sama sekali sisi
keagamaannya. Dampak dari kedua distingsi tersebut sangat
mebahayakan. Menurut Yusuf Abdullah Puar, sejak permulaan abad

ke-20, jurang yang memisahkan antara golongan yang memisahkan


antara golongan yang mendapatkan pendidikan dengan golongan
yang

mendapatkan

pendidikan

agama

semakin

melebar.

Perbedaannya Nampak jelas dalam bebagai aktivitas sosial dan


intelektual meliputi cara berpakaian, cara berbicara, cara hidup dan
berpikir.1
Nah, Dahlan melihat kedua sistem tersebut sama-sama
memiliki kelemahan yang sangat mendasar. Sistem yang pertama
lemah lantaran menjadikan anak didiknya hanya melek spiritual,
ukhrawi namun minus kecakapan, skill modern. Sedangkan yang
kedua menjadikan anak didik cakap dengan keterampilan duniawi
namun buta akan persoalan agama. Padahal, agama mensabdakan
pentingnya menguasai baik ilmu dunia maupun ilmu agama.
Dikatakan bahwa seseorang yang hanya tahu ilmu agama namun
tidak mengenal ilmu dunia sbagai orang yang pincang. Pula,
seseorang yang hanya tahu ilmu umum/dunia namun tidak memiliki
pengetahuan agama sebagai orang buta. Maka kemudian, Dahlan
dengan satu konsep Islamisai sistem pendidikan; dimana Dahlan
menggunakan model pendidikan Barat namun pada saat yang
bersamaan mengintrodusirnya dengan pengetahuan agama. Jadilah
sebuah sistem pendidikan yang komplit. Dengan kata lain, Dahlan
bermaksud

membekali

anak

didiknya

bukan

saja

dengan

pengetahuan umum saja namun juga pengetahuan agama yang


baik dan benar, yang sesuai dengan alquran dan sunnah. Menjadi
Islam tanpa perlu gagap dengan zaman modernitas, sekaligus
menjadi modern tanpa perlu kehilangan agamanya sehingga
memiliki kontribusi bagi kemajuan bangsanya. KH Ahmad Dahlan
1

Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, (Jakarta:


Pustaka Antara, 1989) hal 45

sangat menyadari bahwa pada zaman yang akan datang generasi


muda islam tidak hanya membutuhkan pengetahuan agama saja
tetapi juga pengetahuan umum.
Karena itu, pendidikan model Muhammadiyah didirikan. Pada
waktu itu, terdapat dua metode yang ditempuh oleh dahlan.
Pertama, memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda
yang

sekuler.

Kedua,

mendirikan

sekolah

sendiri;

dimana

pengajaran agama dan pengetahuan umum diberikan secara


bersamaan. Pagi-pagi KH Ahmad Dahlan memberikan pengajaran
agama di Kweekschool (sekolah guru) pemerintah di Yogyakarta,
meskipun pelajaran yang ia berikan diberikan di luar pelajaranpelajaran yang formal.2 Di samping itu, Dahlan secara berangsurangsur juga mendirikan madrasah Muallimin dan Muallimat. Ini
merupakan

bentuk

pemaruan

dan

modernisasi

dari

bentuk

pesantren yang telah ada. Buku-buku, metede pengajaran, latihan


dan ujiannya diambilkan dari sekolah model barat.3
Dengan jalan ini, Muhammadiyah ingin mencetak sarjana
muslim yang kaya dengan pengetahuan agama. Otaknya penuh
dengan teori-teori keduniaan, dan pada saat yang bersamaan
memiliki semangat iman yang menyala-nyala di dadanya. Mereka
memiliki pengetahuan sebagaimana yang dimiliki oleh golongan
pelajar sekuler, sekaligus mampu menilai sesuatu berdasarkan
pandangan

agama.4

Dengan

begitu,

Muhammadiyah

telah

mengadakan pembaruan/ tajdid dalam bidang pendidikan agama


2

M Basit Wahid, Sistem pendidikan dalam Proses Perubahan Sosial atas dasar
Tajdid fil Islam dalam M Amien rais (ed) Pendidikan Muhammadiyah dan
Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M, 1985) hal 14
3

M Basit Wahid, Sisitem Pendidikan dalam, hal 15

Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, hal 46

dengan jalan memodernisasi sistem pedidikan, menukar sistem


pesantren yang tradisional dengan sistem yang lebih modern yang
sesuai dengan kehendak zaman. Ini tidak berarti bahwa Dahlan
atau Muhammadiyah sangat anti terhadap pesantren karena beliau
sendiri juga pernah dididik dalam sistem itu. Bahkan, dalam
perkembangannya

Muhammadiyah

juga

mendirikan

pesantren

untuk mecetak para ahli agama.


Gagasan tentang konsep pendidikan yang ditawarkan oleh
Dahlan tidak cuma itu. Bahkan, Dahlan juga meminta anak siswa
didik Muhammadiyah untuk mempelajari bahasa Asing. Oleh karena
itu, bahkan pengantar yang digunakan oleh Muhammadiyah adalah
bahasa Belanda. Padahal waktu itu, belajar bahasa Asing termasuk
bahasa Belanda di dalamnya dianggap tabu oleh sebagian besar
masyarakat Muslim di Indonesia. Menariknya lagi, Muhammadiyah
juga

mengadopsi

pendidikan

Barat

dan

hanya

memberikan

pengajaran agama Islam sebagai tambahan saja. Ijtihad ini didasari


atas suatu pemahaman bahwa orang Islam harus maju, dan bahwa
ber-Islam haruslah adaptif dan responsif terhadap perkembangan
zaman.
Dengan kata lain, bahwa dengan pendidikan umum plus mata
pelajaran agama itu, Muhammadiyah berusaha mempertahankan
iman serta menyesuaikan lembaga-lembaga keagamaan dengan
perubahan sosial. Sistem pendidikan itu sengaja dirancang untuk
memberikan bekal yang memadai dalam memasuki masyarakat
industry yang mensyaratkan adanya keterampilan-keterampilan
tertentu.5
5

Rusli Karim, Pendidikan Muhammadiyah Dilihat dari Perspektif Islam dalam M


Yunan Yusuf et all (ed), Cita dan citra Muhammadiyah, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1985) hal 89

Konteks permasalahan pendidikan, dalam pengertiannya yang


luas, adalah satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari proses
pendirian Gerakan Islam Muhammadiyah pada masa KH. A. Dahlan.
Mukti

Ali

mengatakan

melatarbelakangi

bahwa

berdirinya

salah

satu

Muhammadiyah

faktor

yang

adalah

tidak

efisiennya lembaga-lembaga pendidikan agama waktu itu. Dilihat


dari perspektif agama, pendidikan yang gagaskan oleh Dahlan agar
muncul pemahaman agama yang benar, serta terjauhkan dari
praktik-praktik peribadatan yang menyimpang. Sementara dilihat
dari perspektif murni pendidikannya adalah untuk membentuk
manusia

yang

cerdas,

terhindarikan

dari

kebodohan,

serta

berwawasan luas.
Hingga kini pun, Muhammadiyah tetap kental dikenal sebagai
gerakan Islam yang sangat konsen dengan masalah pendidikan.
Amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan sangat besar
mulai dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi yang
berarti kontribusi Muhammadiyah bagi kemajuan dan intelektualitas
bangsa Indonesia dan umat Islam pada khususnya juga sangat
besar. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa semangat dasar
pendidikan bagi Muhammadiyah adalah mencerdaskan umat dan
bangsa secara luas.
Untuk membicarakan lebih jauh mengenai filsafat pendidikan
Muhammadiyah, mau tidak mau kita harus menyelami sejarah serta
semangat bermulanya pendidikan Muhamadiyah, yang itu juga
terkait dengan sejarah Muhammadiyah itu sendiri. Ditilik secara
historis, ada hubungan yang sangat terkait antara pendirian
Muhammadiyah

dengan

tujuan

pendidikan

Muhammadiyah.

Muhammadiyah memandang pendidikan sebagai amal yang cukup

strategis

sebagai

upaya

untuk

mencapai

visi

perjuangan

Muhammadiyah.
Terdapat sejumlah alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
merasa

perlu

mendirikan

Muhammadiyah.

Yakni,

pertama,

membersihkan Islam dari pengaruh-pengaruh dan kebiasan yang


bukan berasal dari Islam. Kedua, memformulasikan kembali doktrin
Islam menurut alam pikiran modern. Ketiga, mereformasi ajaran dan
pendidikan Islam. Keempat, mempertahankan Islam dari pengaruh
dan serangan Islam. Dan kelima, terakhir, adalah melepaskan
Indonesia dari belenggu penjajahan.6
Landasan Pendidikan Muhammadiyah
Menurut M Syafii Maarif, perkataan mendidik baru dijumpai
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pada tahun 1934 yaitu
dalam artikel 2f yang berbunyi: Mendidik anak-anak dan pemudapemuda supaya kelak bisa menjadi orang Islam yang berarti.
Dalam artikel 2 (a) terdapat perkataan pengajaran dan pelajaran
yang selengkapnya berbunyi: Memajukan dan menggembirakan
pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Nederland.7
Perkataan pendidikan sendiri baru mengemuka dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyahtahun 1943, yakni pada masa
pendudukan Jepang. Kata itu pun hanya disinggung secara sambil
lalu dalam surat Ki bagoes Hadi Koesoemo sebagai wakil pendiri
Muhammadiyah kepada pemerintah pasukan Dai Nippon di Jakarta.
6

M Rusli Karim, Pendidikan Muhammadiyah, hal 87

A Syafii Maarif Pendidikan Muhammadiyah (Aspek Normatif dan Filosofis)


dalam M Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir (ed) Filsafat Pendidikan
Muhammadiyah (Naskah Awal), (Jakarta: Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah,
2000) hal 19

Surat Ki Bagoes itu berbunyi: Menyiar-tjitakan boeat tabligh dan


pendidikan oemoem. Dalam Anggaran dasar tahun 1950 pasal
pasal

(b) rumusan

itu

berkembang

menjadi:

Memajukan

pendidikan dan pengajaran. Kemudian, rumusan yang lebih


lengkap terdapat dalam Anggaran dasar tahun 1959 bab IV pasal 4
(c) yang berbunyi: Memajukan dan memperbaharui pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan
menurut tuntunan Islam. Rumusan ini tetap bertahan dalam
Anggaran Dasar 1968.8
Rumusan ini kemudian mengalami perluasan sebagaimana
terekam dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah tahun 1985 bab II
pasal 4 (c) yang berbunyi: Memajukan dan memperbaharui
pendidikan dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan,
teknologi dan penelitian menurut tuntunan Islam. Kata pengajaran
dihilangkan, dan menambahkan kata teknologi dan penelitian. 9
Secara hermeneutik, ini dapat diartikan bahwa Muhammadiyah
sangat memperhatikan perkembangan teknologi dan berbagai
bentuk penelitian keilmuan sebagai sesuatu yang harus digarap
dalam pendidikan Muhammadiyah.
Dalam

akidah

Perguruan

Dasar

dan

Menengah

Muhammadiyah tahun 1988 bab I pasal 3 ayat 1 mengenai tujuan


pendidikan

Muhammadiyah

dijelaskan

sebagai

berikut:

Terwujudnya manusia Muslim yang bertaqwa, berakhlak mulia,


cakap dan percaya pada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna
bagi masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlio Allah Swt.
Ayat 2 berbunyi: Memajukan dan memperkembangkan ilmu
8

A Syafii Maarif, Pendidikan Muhammadiyah, hal 20

M Syafii Maarif, Pendidikan Muhammadiyah, hal 20

pengetahuan dan keterampilan untuk kemajuan umat dalam


pembangunan masyarakat bangsa dan negara.
Dilihat dari semangat yang terlihat dalam dokumen-dokumen
Muhammadiyah itu, kemudian Syafii Maarif memberikan satu
kesimpulan bahwa rumusan Anggaran Dasar 1934 yang berbunyi
Mendidik anak-anak dan pemuda supaya kelak bisa menjadi orang
Islam yang berarti dapatlah dikembangkan sebagai sebuah filsafat
pendidikan Islam menurut versi Muhammadiyah.10
Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
Sebagaimana telah disinggung di atas, pembaruan model atau
sistem pendidikan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan
menggabungkan sisitem pendidikan Islam dengan pendidikan
model

Barat

adalah

untuk

keterbelakangan

umat

Muhammadiyah

memiliki

lingkungan

pendidikan,

Islam.

menjawab
Menurut

cirri-ciri

ketertinggalan
Zamroni.

sebagai

kurikulum,

etos

dan

Sekolah

beikut,meliputi
kerja

dan

penyelenggaraan.11
1. Lingkungan pendidikannya mencakup iman, ilmu dan amal

Sekolah

Muhammadiyah

bertujuan

membentuk

siswa

didiknya menjadi manusia yang utuh, beriman, berilmu serta


beramal. Ini merupakan karakteristik yang memungkinkan
seorang manusia bermanfaat bagi dirinya sekaligus bagi
orang lain. Di Muhammadiyah, iman diajarkan dengan ilmu
10

11

A Syafii Maarif, Pendidikan Muhammadiyah, hal 21

Zamroni, Mengembangkan Sekolah, Membangun Masyarakat: Mencari Format


Sekolah Muhammadiyah yang Antisipatoris, dalam Sugeng Riyadi (ed),
Muhammadiyah dan Transformasi Pendidikan: Mencari Format Pendidikan yang
Antisipatoris, (Jakarta: Uhamka Press, 2000) hal 12

sehingga iman dapat dipupuk secara mantab. Namun, iman


dituntut tidak hanya dilafalkan dalam ilmu pengetahuan
semata melainkan dihujamkan dalam bentuk tindakan amal.
Untuk mewujudkan ciri keterpaduan iman, ilmu dan amal
sekaligus di tubuh pendidikan Muhammadiyah dikembangkan
nafas religi lewat keberadaan masjid sebagai lambang iman.
Setiap sekolah Muhammadiyah pasti memiliki masjid di
lingkungannya. Kemudian, kurikulum
dan

kegiatan

ekstra

kurikuler

sebagai lambang ilmu


seperti

kepanduan,

hizbulwathan, drum band dan olah raga sebagai perlambang


amal.12
2. Kurikulumnya mencakup ilmu amaliyah, ulama intelek dan

intelek yang ulama


Kurikulum Muhammadiyah memiliki dua cirri utama yang
melekat.

Pada

aspek

materiil

pelajaran,

sekolah

Muhammadiyah memadukan ilmu agama dan ilmu umum.


Sementara pada aspek idiil, apa yang ingin dikembangkan
oleh Muhammadiyah adalah penggabungan antara ilmu dan
amal.

Keduanya

bagi

Muhammadiyah

tidaklah

boleh

dilepaskan. Oleh karena itu, dalam Muhammadiyah dikenal


adagium ilmu yang amaliah dan amal ilmiah.
Tekanan kurikulum pada perpaduan antara ilmu umum dan
ilmu agama dengan semboyan ulama yang intelek dan
intelektual

yang

ulama

atau

alim

telah

berhasil

menumbuhkembangkan semangat, kesadaran dan kemauan


di kalangan para siswa untuk mempelajari agama tidak
terbatas apa yang sudah didapatkan di sekolahan. Mereka
12

Zamroni, Mengembangkan Sekolah, hal 12

termotivasi untuk mempelajari agama melalui madrasah sore


yang

khusus

mengajarkan

agama

tanpa

adanya

suatu

paksaan apa pun. Ini berarti bahwa sekolah Muhammadiyah


berhasil menyadarkan siswanya untuk belajar agama secara
lebih mendalam.13
3. Etos kerjanya siapa menanam mengetam
Menurut Zamroni, motivasi dan semangat untuk maju amat
penting

dalam

menanam

pendidikan.

mengetam

Kultur

diharapkan

dan

semangat

mampu

siapa

mengantarkan

siswa sekolah Muhammadiyah untuk bekerja keras guna


mencapai puncak prestasi terbaiknya.14 Inilah etos kerja yang
ditanamkan

oleh

Muhammadiyah

kepada

siswa

didik

dilingkungan pendidikannya.
4. Organisasi

penyelenggaraannya

bersifat

mandiri

dengan

prinsip hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari


kehidupan di Muhammadiyah
Sekolah-sekolah Muhammadiyah tumbuh berkembang dari
bahwah

untuk

memenuhi

kebutuhan

masyarakat.

Penyelenggaraannya dilaksanakan secara mandiri dengan


swadaya masyarakat lingkungan warga Muhammadiyah pada
khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Hampir
seluruh sekolah Muhammadiyah pada umumnya dimulai dari
nol dan secara bertahap.15

13

Zamroni, Mengembangkan Sekolah.., hal 12

14

Zamroni, Mengembangkan Sekolah, hal 13

15

Zamroni, Mengembangkan Sekolah, hal

Tujuan dari pendidikan sebagaimana yang dicita-citakan oleh


KH Ahmad Dahlan meliputi tiga aspek yakni: pertama, baik budi
dalam

artian

alim

terhadap

ilmu-ilmu

agama.

Kedua,

luas

pandangan yakni alim dalam ilmu umum. Dan terakhir, ketiga,


bersedia

berjuang

untuk

kesejahteraan

rakyat.

Ketiga

aspek

tersebut bila ditelisik lebih dalam sangatlah menarik karena


menyimpan makna yang luas. Pertama dan yang paling utama
disoroti oleh Dahlan adalah pendidikan budi atau akhlak sebagai
core dari pengajaran ilmu-ilmu agama. Penekanannya bukan pada
aspek agama sebagai sebuah pengetahuan an sich ataupun pada
masalah peribadatan saja, tetapi dititikberatkan pada aspek akhlak.
Pada poin ini, tampak bahwa Dahlan paham betul akhlak adalah
goal yang paling utama dari sebuah pendidikan Islam, sebagaimana
visi

utama

kerasulan

menyempurnakan

akhlak.

Nabi
Kendati

Muhammad
demikian,

adalah
ini

tidak

untuk
boleh

ditafsirkan bahwa Dahlan mengenyampingkan aspek lainnya seperti


masalah ibadah. Soalnya, dalam perspektif tasawuf, akhlak atau
ihsan adalah tingkatan tertinggi sesudah iman dan Islam. Kedua,
pengetahuan umum dijadikan Dahlan sebagai wahana untuk
memperluas wawasan, menghindari sikap kolot serta agar orang
dapat hidup menyesuaikan dengan zaman modern. Perkembangan
zaman membutuhkan orang dengan wawasan yang luas serta skill
yang mumpuni, dan oleh karenanya sistem pendidikan Barat yang
menempatkan hal itu sebagai fokusnya diterapkan dalam sistem
pendidikan

model

Muhammadiyah.

Pengintegrasian

antara

wawasan umum dengan pengetahuan yang sesuai dengan alam


pikir modern inilah yang diharapkan bisa membekali seseorang

dalam mengarungi cepatnya perkembangan zaman tanpa harus


kehilangan pegangan pada ajaran agama yang benar.
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Berbicara mengenai filsafat pendidikan Muhammadiyah sama
halnya dengan berbicara mengenai filsafat pendidikan Islam pada
umumnya. Sebab, Muhammadiyah tak lain dan tak bukan adalah
organisasi dan gerakan Islam yang bertujuan untuk kemajuan Islam
pula. Menurut M Syafii Maarif, karena selama ini belum ada
rumusan baku mengenai filsafat pendidikan Muhammadiyah dan
sementara kebutuhan akan hal tersebut dipandang perlu, maka
Muhammadiyah punya hak dan kewajiban untuk merumuskan
pendidikan Muhammadiyah berdasarkan pemahaman yang kreatif
dan cerdas terhadap al-Quran.16
Secara

umum,

filsafat

pendidikan

Islam

berupaya

mengintegrasikan otak dan hati, individu dan sosial, dunia dan


akhirat, serta tubuh dan roh. Ia berupaya membangunkan seluruh
aspek potensi dalam diri. Filsafat pendidikan Islam memadukan
potensi dzikir dan fikir sehingga menghasilkan apa yang disebut
oleh al-Quran sebagai manusia yang ulul albab/ ulin nuha dan atau
ulil abshar. Jika demikian filsafat pendidikan Islam, maka demikian
juga

seharusnya

filsafat

pendidikan

Muhammadiyah.

Dimensi

ukembali segitiga hubungan antara manusia-Tuhan dan masyarakat.


Inti dari semua ini adalah bagaimana membentuk apa yang
disebut dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai orang
16

Ahmad Syafii Maarif, Pendidikan Muhammadiyah (Aspek Normatif dan


Filosofis) dalam M Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir (ed) Filsafat Pendidikan
Muhammadiyah (Naskah Awal), (Jakarta: Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah,
2000)

Muslim yang berarti serta Muslim yang sebenar-benarnya. Inilah


idealisme yang ingin diemban oleh Muhammadiyah. Namun, filsafat
pendidikan Muhammadiyah bukan idealisme semata. Ia juga
memuat dimensi pragmatisme. Jalan yang ditempuh oleh Dahlan
dan Muhammadiyah untuk menuju ke arah pembentukan pribadi
muslim

yang

sebenar-benarnya

dengan

menggabungkan

pengetahuan agama dengan pengetahuan umum adalah sebuah


pragmarisme. Jadi Muhammadiyah berada di antara dua karang
yakni idealisme dan pragmatisme. Boleh jadi saat ini, pragmatisme
yang sudah dilakukan Muhammadiyah sudah pula dilakukan banyak
orang dan mungkin juga sudah using mengingat tantangan
pendidikan

di

zaman

membutuhkan

pikiran

yang
baru

tengah

berubah

bagaimana

ini.

Sehingga,

membuat

aspek

pragmatisme agar lebih sesuai dengan tantangan dan perubahan


zaman.
Masalah pembentukan pribadi Muslim yang sebenar-benarnya
serta kemajuan Islam pastilah merupakan idealism yang tidak akan
pernah selesai dibahas karena ini menyangkut sesuatu yang citacita abadi. Di lain pihak, langkah-langkah pragmatis yang dilakukan
oleh Dahlan dan Muhammadiyah dengan menggabungkan sistem
pendidikan Barat

dengan sistem pendidikan tradisional ala

pesantren saat ini boleh jadi memerlukan tinjauan ulang. Soalnya,


tantangan umat Islam yang dhadapi saat ini jauh lebih kompleks
untuk bisa diselesaikan dengan cara di atas tersebut. diperlukan
sebuah tajdid baru atas tajdid yang telah dilakukan/ dirintis oleh
Dahlan hampir seabad yang lalu. Inilah tugas mendesak yang harus
dilakukan oleh segenap aktivis Muhammadiyah ke depan jika ingin
menjaga spirit utama Muhammadiyah. Wa Allah alam.

Yusron Razak

Anda mungkin juga menyukai