Sindroma Nefrotik
Sindroma Nefrotik
SINDROMA NEFROTIK
Definisi
Sindroma Nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala klinis edema,
proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai
dengan hematuria dan penurunan fungsi ginjal. Sindroma ini merupakan penyakit
antigen-antibodi dan ada kecenderungan untuk kambuh.
(1,2)
Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Kebanyakan (90 %) anak
yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik,
penyakit lesi minimal ditemukan sekitar 85 %, proliferasi mesangium sekitar 5 % dan
sklerosis setempat sekitar 10 %. Pada anak sisanya yang menderita nefrosis (10 %) ,
sindrom nefrotik diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang
tersering adalah membranosa dan membranoproliperatif.
( 3)
pembentukan
edema
pada
nefrosis
tidak
dimengerti
akibat
penurunan
kehilangan
tekanan
protein
onkotik
urine.
plasma,
yang
Hipoalbuminemia
memungkinkan
volume
intravaskuler
juga
merangsang
pelepasan
hormone
intrarenal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang
menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan
lipoprotein meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan
sebagian penjelasan :
a.. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein
b.. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,
system enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein
lipase keluar melalui urin belum jelas.(5)
Gejala klinis
Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40%
dari berat badan bahkan dan didapatkan sampai anasarka. Penderita sangat rentan
terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria.
Terdapat proteinuria terutarna albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini
dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak,
biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal
atau berupa torak hialin, granula, lipoid terdapat pula sel darah putih, dalam urin
mungkin dapat juga ditemukan double refractile bodies. Pada fase non-nefritis uji
fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap
sehingga
terdapat
perbandingan
albumin-globulin
yang
terbalik.
d. Diuretikum (3)
e. Mencegah infeksi karena penyakit ini merupakan penyakit immunocompromise
jadi sangat rentan terhadap infeksi(1,3)
f.Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi
g. Lain-lain:
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal
jantung, diberikan digitalis.(2,3,4)
2. KORTIKOSTEROID
Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian
korteks adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan
pada banyak system fisiologis pada tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolism
karbohidrta, pemecahan protein, kadar elektrolit daraj serta tingkah laku. 6
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis
yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang berperan
mengendalikan metabolisme klarbohidrat, lemak dan protein, juga bersifat anti
inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula
menurunkan
kerja
eosinofil.
Kelompok
lain
dari
kortikosteroid
adalah
menunjukkan kedua jenis aktivitas tersebut dalam beberapa derajad, dan lainnya
hanya mengeluarkan satu jenis efek.
Hormon kortikosteroid dihasilkan dari kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang
terletak diatas
sitokrom P450.
Dalam bidang farmasi, obat-obatan yang disintesis sehingga memiliki efek seperti
hormon
kortikosteroid
alami
dan
memiliki
manfaat
yang
cukup
penting.
3. Metilprednisolon
Definisi
Metilprednisolon adalah glukokortioid turunan prednisolon yang mempunyai efek
kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon
tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikoid yang lain. Obat ini
bekerja secara intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi
dan imunosupresan.10
Adrenokortikoid:
Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan
membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut
kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman
messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan
bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini
dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).
Efek Glukokortikoid:
Anti-inflamasi (steroidal)
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses
inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.
Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan
leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis,
pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia
edema
dan
migrasi
leukosit;
dan
meningkatkan
sintesis
pasien
yang
resisten
terhadap
korticosteroid
diberikan
terapi
Selain itu, metilprednisolon juga dapat menjadi terapi pilihan bagi penderita
Sindroma Nefrotik resisten Steroid10 dan Sindroma Nefrotik dengan fokal
segmental glomerulosklerosis11, dengan teknik pemberian pulse therapy atau
terapi puls. Terapi puls adalah pemberian obat dosis tinggi sekaligus dengan cara
bolus intravena.9
Terdapat berbagai cara pemberian terapi puls.
a. Metilprednisolon dengan dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1500 mg) dilarutkan
dalam 50-100 ml dekstrose 5%, diberikan melalui infus selama 1 jam atau dapat
juga selama 6 jam. Selama pemberian perlu pemantauan tanda vital terutama
tekanan darah dan frekuensi jantung. Terapi puls diberikan selang sehari 3 kali
seminggu pada minggu 1 sampai 2. Pada minggu 3 sampai 10 metil-prednisolon
30 mg/kgbb diberikan satu kali seminggu, pada minggu 11 sampai 18
metilprednisolon 30 mg/kgbb diberikan setiap 2 minggu, pada minggu 19 sampai
50 metilprednisolon 30 mg/kgbb diberikan setiap 4 minggu, dan pada minggu 51
sampai 82 metilprednisolon 30 mg/kgbb diberikan setiap 8 minggu. Mulai minggu
ke tiga diberikan prednison oral dengan dosis 2 mg/kgbb/hari selang sehari dan
pada minggu ke sebelas prednison diturunkan secara perlahan-lahan sampai
minggu ke-82.
Jika dengan pengobatan ini terdapat perbaikan yang menetap, maka obat
alkilating tidak diberikan. Obat alkilating diberikan jika tetap terdapat proteinuri
nefrotik persisten setelah 10 minggu pengobatan metilprednisolon puls atau jika
disritmia jantung atau fibrilasi atrium. Nausea merupakan efek samping yang
sering ditemukan selama dan setelah pemberian metilprednisolon puls kemudian
metilprednisolon juga dapat menyebabkan leukopeni reversible. 9