Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Striktur uretra merupakan masalah yang jarang ditemui di masyarakat.
Striktur uretra ini dapat memberi gangguan dalam pembuangan air seni berupa
retensio urin dapat juga tidak menimbulkan keluhan (asimtomatis). Pengetahuan
akan susunan anatomi dan teknologi dalam bidang bedah urologi merupakan cara
terbaik dalam menangani pasien dengan striktur uretra. Sebab striktur uretra dapat
menyebabkan suatu kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan
secepatnya1.
Striktur uretra adalah suatu penyempitan patologis uretra karena adanya
jaringan fibrotik pada dindingnya. Berbeda dengan stenosis uretra, yang
merupakan suatu penempitan uretra tetapi dinding uretranya tidak mengalami
kerusakan1,2,7.
Dalam sejarah perkembangan ilmu bedah, striktur uretra sudah dikenal
sejak zaman Yunani kuno. Pada saat itu pengobatan yang dilakukan adalah dengan
melakukan dilatasi dengan menggunakan suara. Hamilton Russell menjelaskan
teknik pembedahan pertama untuk memperbaiki striktur uretra pada tahun 1914.
Sejak saat itu banyak sekali perkembangan dalam metode operasi striktur uretra1,2.
Gejala dan tanda striktur uretra sangat variatif. Dapat bermanifestasi tanpa
gejala sampai dengan gejala yang berat, umumnya gejala tersebut akibat
terdapatnya hambatan di sepanjang saluran uretra akibat adanya jaringan parut.
Jaringan parut ini dapat disebabkan oleh infeksi, iskemik, maupun trauma. Ketiga
proses ini dapat menimbulkan jaringan paru sehingga dapat memperkecil diameter
lumen uretra. Sehingga pada striktur uretra dapat menyebabkan retensi urin aliran
air seni antegrade. Obstruksi saluran kemih dapat mengakibatkan hidroureter, dan
kemudian berlanjut menjadi hidronefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal
ginjal 6,7.
Diagnosis striktur uretra dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi.

Pemeriksaan radiologi meliputi uretrogram retrograd, uretrogram antegrade,


uretrosistografi, bipolar uretrosistrogram, uretroskopi, endoskopi 1,4.
Berikut adalah sebuah laporan kasus seorang laki-laki dengan striktur
uretra. Pada pasien ini telah dilakukan berbagai pemeriksaan terutama
pemeriksaan radiologi berupa Bipolar uretrocystografi. Laporan kasus ini
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa kedokteran, terutama
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan radiologis kasus striktur
uretra.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

ANATOMI
Sistem saluran kemih seluruhnya terletak di bagian retro peritoneal
sehingga proses patologi seperti obstruksi, radang, dan pertumbuhan tumor
terjadi di luar rongga abdomen, tetapi gejala dan tandanya mungkin
tampak menembus peritoneum parietal belakang. Saluran kemih terdiri
dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra 2,3,4.
A. Ginjal
Ginjal terletak pada rongga retroperitoneal setinggi vertebra thorak XII
sampai dengan vertebra lumbal III. Ginjal kanan terletak lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri. Berat ginjal dewasa kurang lebih 115-170
gram dengan ukuran panjang 10-12 cm, lebar 5-6 cm, dengan tebal 3 cm 2,3,4.
Permukaan ginjal berupa kapsul fibrosis yang tipis tetapi kuat, dan
disebelah eksternal kapsul ini adalah jaringan lemak yang cukup banyak yang
dikenal sebagai kapsul adiposa. Jaringan lemak ini memungkinkan ginjal
diidentifikasi dengan mudah pada foto polos, karena ini lebih radioluscent
dibandingkan struktur otot sekitarnya 2,3,4.
Seksi longitudinal melalui ginjal memperlihatkan bahwa ginjal terdiri
dari bagian-bagian sebagai berikut :
1. Korteks
2. Medula
3. Pelvis renalis
4. Kaliks mayor
B. Ureter
Ureter adalah hubungan tubuler antara ginjal dan kandung kemih.
Panjang uretra kira-kira 25 cm dan seluruh perjalanannya adalah
retroperitoneal, terletak di jaringan subperitoneal pada abdomen dan pelvis.

Bagian ureter yang ada di abdomen terletak pada otot besar psoas dan
diproyeksikan pada ujung-ujung prosesus transversal pada vertebra lumbal.
Ureter kanan biasanya bersimpangan dengan arteri iliaca eksterna dan ureter
kiri bersimpangan dengan arteri iliaca komunis, tetapi tidak selalu
demikian2,3,4.
Lumen ureter ukurannya bervariasi dan terus menerus mengalami
peristaltik. Terdapat daerah konstriksi normal tertentu pada tiga lokasi :
1. Ureteropelvical junction
2. Ureter bersimpangan dengan arteri iliaca eksterna atau arteri iliaca
komunis
3. Ureterovesical junction
C. Kandung Kemih
Kandung kemih terletak di dalam pelvis minor kecuali apabila
mengalami distensi. Ini berbatasan dengan simfisis pubis di sebelah anterior
dan terpisah dari rektum pada pria oleh duktus deferens dan vesika seminalis,
dan pada wanita oleh uterus dan vagina 2,3,4.
Untuk visualisasi kandung kemih secara akurat, biasanya diperlukan
media kontras. Ditinjau dari struktur globuler kandung kemih yang
mengalami distensi, ini harus diteliti dengan beberapa proyeksi untuk
memvisualisasikan seluruh tepinya. Dalam keadaan tidak mengalami distensi,
adalah sulit untuk memastikan tentang adanya defek pengisian 2,3,4.
D. Urethra
Uretra dibagi dua bagian yaitu bagian anterior dan bagian posterior.
Uretra dibagi lagi menjadi meatus uretra, pendulans uretra, dan bulbus uretra.
Uretra anterior ini berupa tabung lurus dan terletak bebas diluar tubuh,
sehingga bila ada tindakan operasi relatif lebih mudah mengerjakannya.
Uretra posterior dibagi menjadi prostat uretra dan membranaceae uretra.
Uretra posterior terletak di posterior tulang pubis dan di anterior rektum.
Terdapat juga spingter internus dan eksternus sehingga mempersulit dalam

operasi. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch dan perempuan


30 ch. Anak-anak 1 ch. Bila 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra normal lakilaki 7,2 mm dan perempuan 9 mm. Urethra wanita adalah kanal yang pendek
dari kandung kencing ke orifisium urethra eksterna yang terletak di atas
lubang vagina. Kebanyakan foto diambil dengan pasien terlentang, walaupun
sekurang-kurangnya satu film dalam pelaksanaan pemeriksaan urografik
lengkap diambil dengan pasien dalam posisi tegak untuk mengukur ekskresi
ginjal dalam perubahan dari posisi berbaring ke posisi tegak 2,3,4.
Pada urethra laki-laki terbentang dari serviks vesika ke ostium urethra
eksternum. Tidak lurus dan jauh lebih panjang daripada wanita. Terbagi atas
3 bagian 2,3,4 :
a. Pars Prostatica
Dalam prostat dan letaknya hampir vertikal, mudah diregangkan dan
bentuk ruangnya fusiform. Pada dinding dorsal terdapat krista uretralis
yang melanjut pada uvula vesika. Pada krista terdapat kolikulus
seminalis. Pada puncak kolikulus terdapat utrikulus prostatikus. Kanan
kiri utrikulus prostatikus terdapat muara duktus ejakulatorius.
b. Pars Membranasea
Membentang dari apeks prostat ke bulbus penis. Merupakan bagian yang
terpendek dan tersempit, terdapat dalam diafragma pelvis dan diafragma
urogenital.
c. Pars Spongiosa
Seluruhnya terdapat dalam bulbus korpus spongiosum dan glans penis.
Bagian yang terdapat dalam bulbus penis lebar, disebut fossa
intrabulbaris. Pada glans juga ada pelebaran yang bentuknya fusiform,
disebut fossa navikularis urethra. Muara duktus glandula bulbourethralis
terdapat dalam fossa intrabulbaris urethra sedang muara duktus glandula
urethralis terdapat pada bagian pars spongiosa yang ditandai dengan
adanya lekukan-lekukan disebut lakuna urethralis.

II.

DEFINISI DAN ETIOLOGI


Striktur uretra adalah suatu adalah penyempitan patologis uretra
karena adanya jaringan fibrotik pada dindingnya. Jadi dalam hal ini ada
pengurangan diameter lumen uretra atau juga elastisitas yang berkurang.
Berbeda dengan stenosis uretra, yang merupakan suatu penempitan uretra
tetapi dinding uretranya tidak mengalami kerusakan1,3,5.
Penyebab striktur uretra dapat berupa 1,3,7 :
1. Infeksi (uretritis) GO, yang hanya mengenai epitel kolumnar,
sehingga bila terjadi striktur hanya mengenai uretra anterior. Untuk
terjadinya striktur uretra pada GO biasanya infeksinya sudah sangat
berat dan mengakibatkan striktur yang panjang dan multipel.
Infeksi juga dapat disebabkan bakteri lain atau juga pemasangan
kateter yang terklalu lama sehingga menyebabkan infeksi dari luar
yang masuk melalui meatus uretra.
2. Trauma, yang dapat menyebabkan striktur uretra adalah :
A. Fraktur pelvis (fraktur os pubis atau simfisiolisis) yang
menyebabkan fraktur uretra posterior (pars membranacea).
B. Saddle injury, yaitu trauma pada perineum akibat benturan
benda keras sehingga uretra pads bulbaris tergencet antara
os pubis dan benda keras tersebut, sehingga terjadi rupture
pars bulbaris.
C. Trauma iatrogenic, yaitu akibat tindakan kateterisasi,
businasi, dan uretroskopi. Pada pemasangan kateter tetap
dalam jangka lama, dimana kateter tidak difiksasi dalam
abdomen bagian bawah atau inguinal, maka kateter akan
menekan uretra di penoscrotal junction sehingga bisa
nekrosa dan penyembuhannya berakibat striktur uretra di
penoscrotal.
D. Kemungkinan lain yang sangat jarang terjadi yaitu trauma
langsung batang penis dan keluarnya batu, atau juga proses

fibritik pada operasi prostatektomi yang menyempitkan


leher vesika urinaria, dan lain-lain.
III.

BIOMEKANIK STRIKTUR URETRA


Dalam ilmu fisika dikenal hukum Boyle-Gay-Lussac.
P = tekanan
C = konstanta

PxV=CxR

V = volume
R = tahanan
Jadi dikenal tahanan berbanding terbalik dengan diameter. Pada striktur
uretra, lumen uretra mengecil sehingga tahanan meninggi. Maka untuk
mempertahankan volume sesuai denga hukum Boyle-Gay-Lussac, tekanan
harus tinggi. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing vesika urinaria
harus meningkatkan tekanan. Dalam ilmu fisika ada dua macam aliran
benda cair. Aliran striare dimana aliran cairan dengan kecepatan yang
sama dan aliran turbulen dengan kecepatan yang berbeda. Pada striktur
uretra yang terjadi adalah aliran turbulen dengan kecepatan urine yang
berbeda. Hal ini menyebabkan aliran urin kecil disamping lumen uretra
yang mengecil dan juga bercabang, urine yang kecepatannya meningkat
jauh jatuhnya dibandingkan dengan yang rendah kecepatannya 4.
IV.

PATOFISIOLOGI STRIKTUR URETRA


Trabekulasi, Sakulasi, dan Divertikel
Pada stiktur uretra vesika urinaria harus kontraksi lebih kuat sesuai
dengan hukum starling. Bila diberi beban akan berkontraksi lebih kuat
sampai suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot
vesika urinaria akan menebal dan terjadi trabekulasi pada fase kompensasi.
Setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel.
Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah vesika urinaria pada

sakulasi masih di dalam otot vesika urinaria. Sedangkan pada divertikel


menonjol diluar vesika urinaria tanpa disertai dinding ototnya 6,7.
Residu Urine
Pada proses kompensasi dimana otot vesika urinaria berkontraksi
makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi, maka akan
timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada
sisa kencing di vesika urinaria, dimana dalam keadaan normal residu ini
tidak ada6,7.
Refluks Vesikouretral
Dalam keadaan normal waktu kencing, urine dikeluarkan dari
vesika urinaria melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan
intra vesika urinaria yang meningkat maka akan terjadi refluks dimana
urine dari vesika urinaria masuk ke ureter kembali bahkan ke ginjal6,7.
Infeksi Saluran Kemih dan Ginjal
Dalam keadaan normal vesika urinaria dalam keadaan steril. Salah
satu cara tubuh mempertahankan vesika urinaria dalam keadaan steril
adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan vesika urinaria sewaktu
buang ai kecil. Dalam keadaan kompensasi akan timbul residu. Akibatnya
vesika urinaria mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang
biak di vesika urinaria dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis
akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya6,7.
Infiltrat urine, abses, dan infiltrat
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intra vesika yang meningkat
maka bisa timbul inhibisi urine keluar vesika urinaria atau uretra
proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari vesika urinaria
atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati
infiltrat urine akan timbul abses. Abses pecah kemudian timbul fistel di
supra pubis atau uretra proximal dari striktur6,7.
Striktur uretra umumnya terjadi pada uretra anterior dan biasanya
terjadi pada jaringan ikat erektil spongiosum dari corpus spongiosum.

Dapat juga terjadi striktur uretra yang kongenital yang diakibatkan fusi
yang tidak adekuat dari uretra anterior dan posterior yang lebih pendek
dan tidak berhubungan dengan proses inflamasi. Akibat lumen uretra yang
menyempit maka penderita cenderung untuk mengejan kuat agar dapat
mengeluarkan air seni 6,7.
V.

GAMBARAN KLINIK
Gejala yang paling sering muncul adalah simptom voiding
obstruksi, retensi uri, dan intermitten urinarius. Simptom voiding obstruksi
terdiri dari penurunan tekanan pancaran air seni yang keluar dari uretra,
pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna kadang dapat menjadi
retensio urinaria, intermitten urinarius, dan terminal dribbling. Gejalagejala ini dapat berjalan progresif. Pasien yang perlu ditangani dengan
segera atau pasien yang berada dalam kondisi gawat darurat adalah pasien
dengan gejala simptom voiding obstruksi yang parah, kalkulus vesika
urinaria, infeksi traktus urinarius, atau pengobatan konservatif yang
gagal1,6,7.

VI.

DIAGNOSIS
Penegakan

diagnosis

dilakukan

berdasarkan

anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan


radiologi dan teknik endoskopi. Seluruh uretra baik proksimal maupun
distal striktur uretra harus tetap dievaluasi secara endoskopi maupun
radiografi.
1.

Anamnesis 6,7
Pada kasus-kasus striktur uretra kadang-kadang tidak memberikan keluhan
pada penderita tetapi kadang memberikan keluhan yang sangat tidak
nyaman dalam berkemih oleh karena adanya retensi urine. Terutama dari
tanda dan gejala seperti yang dijelaskan dalam gambaran klinis.

2.

Pemeriksaan Fisik 6,7.

Perhatikan pada waktu penderita miksi dan nilai pancaran air seninya,
waktu, dan lain-lain. Lihat juga apakah ada fistula atau abses perium.

3.

Pada palpasi uretra, daerah striktura teraba keras dan nyeri tekan.

Pemeriksaan Penunjang 6,7

Tes Laboratorium
Pemeriksaan urine kultur untuk melihat adanya infeksi.
Pemeriksaan ureum kreatinin untuk menilai fungsi faal ginjal.

Rontgenologis
-

Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan uretrography.

Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior dan


anterograde uretrografi untuk melihat uretra posterior.

Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan


anterograde uretrografi dengan retrograde uretrografi.

Dari peeriksaan diatas diharapkan dapat menentukan letak striktur


uretra dan panjang striktur sehingga dapat merencanakan pengelolaan
yang lebih tepat.

Uretroskopi, pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara


langsung striktur uretra.

Uroflometri, adalah pemeriksaan untuk mengetahui jumlah urine yang


dipancarkan penderita. Normal flow maximum laki-laki adalah 15
ml/dtk dan wanita 25 ml/dtk.

VII.

TERAPI
Terapi yang dilakukan pada penderita ditentukan oleh berat
ringannya komplikasi yang sudah dikeluhkan penderita. Bila penderita
datang dengan retensio urine maka pertolongan pertama yang harus
dilakukan adalah dengan melakukan cystostomi kemudian setelah itu
dilanjutkan dengan pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya
striktur uretra. Bila penderita datang dengan infiltrate urine atau abses

10

dilakukan incisiinfiltrat atau abses dan dilakukan cystostomi, setelah itu


dilanjutkan dengan uretrografi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan
trokar dan dilakukan dengan local anestesi. Diawali dengan melakukan
tusukan di atas pubis di garis tengah membentuk sudut 45 derajat. Setelah
trokar masuk, dilanjutkan dengan kateter dan trokar dilepas. Setelah itu
kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. 1,6,7
Ureteroplasty
Indikasi untuk melakukan uretroplasty adalah penderita dengan
striktur uretra yang panjangnya lebih dari 2 cm atau penderita dengan
fistel ureterokutan atau penderita residif striktur pasca ureterotomi sache.
Operasi ureteroplasty ini bermacam-macam. Pada umumnya setelah
daerah striktur dieksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit
penis dan dengan free graft atau pedikelgraft yaitu dibuat tabung uretra
baru dari kulit preputium atau kulit penis dengan menyertakan pembuluh
darahnya.
Bedah Endoskopi
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sache
adalah striktur uretra anterior atau posterior yang masih ada lumen
walaupun sangat kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm dan tidak ada
fistel kateter dipasang selam 2-3 hari pasca tindakan. Setelah penderita
pulang, pendertia harus tetap kontrol tiap minggu sampai sebulan
kemudian. Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan sampai seumur
hidup. Pada waktu control dilakukan pemeriksaan uroflowmetri. Kalau
kecepatannya kurang dari 10 ml/dtk dilakukan bouginasi.
Otis uretrotomi
Tindakan ini dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fosssa navicularis. Otis uretrotomi
ini juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.

11

BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

Tn. Leman

Umur

70 tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Alamat

Bangkleyon RT 01 RW 01 jati Blora

Pekerjaan

Petani

Agama

Islam

Tanggal Masuk RSDK :

24 Juni 2004

Ruang/No. CM

740705

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesa pada tanggal 6 Juli 2004
Keluhan Utama

: Tidak bisa kencing

Riwayat Penyakit Sekarang :


2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa sulit bila buang air
kecil, jika kencing pancaran melemah, pada saat kencing harus mengejan,
kencing tidak lancar. Ada riwayat keluar darah. Riwayat kencing berpasir
disangkal. Pasien dibawa ke RS Blora dan dirawat selama 2 hari kemudian
dilakukan sistostomi dan dipasang infus set, kemudian pasien dibawa ke
RSDK.
3 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien pernah jatuh terpeleset ketika
sedang mengambil air disumur. Pasien jatuh terduduk dengan kemaluan
pasien terkena batu. Semenjak itu pasien kencing tidak lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal

12

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat DM dan hipertensi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang petani. Istri tidak bekerja. Biaya ditanggung oleh JPS
Kesan : Sosial Ekonomi kurang
C.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak lemah

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital

: Tensi : 90/60mmHg
Suhu : 37,2 oC

Nadi

: 60 x/menit

RR

: 20 x/menit

BB

: 50 kg

TB

: 170 cm

Kepala

: Bentuk normal (mesosefal), Turgor dahi cukup

Mata

: Conjunctiva palpebre pucat +/+, echymosis -/-,


sklera ikterik -/-, pupil isokor 2,5 mm/ 2,5 mm,
reflek cahaya +N/+N

Telinga

: discharge -/-, nyeri ketok mastoid -/-, tinnitus -/-

Hidung

: discharge /-, epistaxis -/- , nafas cuping -/-

Mulut

: bibir pucat (-), bibir kering (-)

Tenggorok

: T1-1, mukosa faring hiperemis (-)

Leher

: JVP R 2 cm H2O, trachea di tengah, pembesaran


nnll (-)

Thorax

: Retraksi suprasternal (-), sela iga melebar (-),


spider nevi (-), bulu ketiak rontok (-)

Cor

: Ictus cordis tak tampak

Pa : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial linea


mid clavicula sinistra, tak melebar, tak kuat

13

angkat, pulsasi para sternal (-), sternal lift (-),


pulsasi epigastrial (-)
Pe : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra.
Konfigurasi jantung : dbn
Au : Suara Jantung : A1 < A2, P1 < P2, T1 > T2, M1 >
M2, SJ I-II : murni, bising (-), gallop (-).
Pulmo ( depan dan belakang )
I

: simetris statis dinamis

Pa : stem fremitus kanan = kiri


Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : SD vesikuler, ST (-)
Abdomen

: Terpasang sistostomi

Au : bising usus (+) meningkat


Pe : timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-), nyeri
ketok costovertebra kanan (+)
Pa : supel, hepar tidak teraba, lien tak teraba,nyeri tekan
supra pubik (-), ginjal kanan dan kiri tidak teraba,
nyeri tekan (-)
Genitalia

: Meatal stenosis (+)

Rectal toucher

: TSA cukup, Mukosa Licin, Ampula recti tak


kolaps, nodul (-)

Prostat

: L-L 2,5, Sulcus medianus cekung, Polus anterior


teraba, nodul (-)

14

Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedem

-/-

-/-

Pucat

+/+

+/+

Petechiae

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Eritema palmaris

-/-

-/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 6 Juli 2004
Laboratorium Darah :
Hb

: 10,0 gr/dl

Ht

: 29.5 %

Lekosit

: 13.300/mm3

Eritrosit

: 3.680.000/mm3

Trombosit

: 691.000/l

Ureum

: 21 mg/dl (10-50)

Creatinin

: 0.95 mg/dl (0,5-1,1)

Na

: 131 mmol/l

: 4,1 mmol/l

Cl

: 99 mmol/l

Kesan

: Anemia, trombositosis

Laboratorium urine :
pH

: 6,0

Lekosit

: 100/L

Protein

: 25 mg/dL

Glukosa

: 50 mg/dL

Eritrosit

: 250 /L

Keton

:-

15

Urobilinogen

: normal

Bilirubin

:-

Warna

: kuning

Kekeruhan

: jernih

Sedimen urin

Epitel

: 1-3 /LPK

Lekosit

: 1-2 /LPB

Eritrosit

: 3-5 /LPB

Kristal

:-

Kesan

: Hematuria mikroskopis

Pemeriksaan Bipolar Urethrocystography


BNO : Tak tampak diskontinuitas tulang, tak tampak batu opak pada
uretra.
Uretrosistografi:
Tampak kontras masuk melalui kateter sistostomi mengisi vesika
urinaria sampai penuh. Tampak bladder neck membuka.
Vesika Urinaria : dinding tak rata, tak tampak additional shadow,
filling defect, maupun indentasi.
Tampak masuk melalui abbocath mengisi uretra.
Passage kontras di anterior lancar, terhambat pada uretra pars
posterior.
Kontras masih dapat mengalir pada uretra pars posterior, tetapi lumen
tampak menyempit.
Tak tampak ekstravasasi kontras.
Tampak kontras pada uretra pars anterior berjalan berputar dan pada
saat mengejan tampak hubungan antara uretra pars anterior dan uretra
pars posterior.
Kesan : Striktur uretra pars posterior.

16

E.

DIAGNOSIS
Striktura uretra pars posterior.

F.

TERAPI
Rencananya akan dilakukan Bedah Endoplasti yang akan
dilakukan oleh bagian bedah urologi setelah pemeriksaan Bipolar
Uretrocystography.

17

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada penderita ini ( laki-laki 70 tahun ) ditegakkan diagnosis striktur
uretra pars posterior melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapat keluhan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
asien merasa sulit bila buang air kecil, jika kencing pancaran melemah, pada saat
kencing harus mengejan, kencing tidak lancar. Ada riwayat keluar darah.
Penderita juga punya riwayat jatuh 3 bulan sebelum masuk rumah sakit dan sejak
saat itu mulai timbul keluhan-keluhan seperti yang tersebut diatas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya meatal stenosis.
Pemeriksaan penunjang pada penderita ini dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah, didapatkan kesan anemis (Hb < 13 g/dl). Dari pemeriksaan
urin tidak didapatkan adanya kelainan dalam fungsi ginjal.
Pada pemeriksaan radiologis foto polos abdomen tidak tampak
diskontinuitas tulang atau batu opak pada uretra. Pada pemeriksaan bipolar
uretrosistografi kontras mengisi vesika urinaria melalui kateter sistostomi, bladder
neck mulai membuka. Tidak didapatkan additional shadow, indentasi maupun
filling defect. Terlihat dinding vesica urinaria tidak rata yang menandakan adanya
suatu infeksi pada vesica urinaria. Pada passage kontras didapatkan hambatan
pada uretra pars posterior. Kontras masih dapat mengalir pada uretra pars
posterior, tetapi lumen tampak menyempit.
Pada pengisian melalui abocath, tampak kontras mengisi uretra pars
spongiosa dan pars membranasea, berjalan berputar dan pada saat mengejan
tampak hubungan antara uretra pars anterior dan uretra pars posterior. Tidak
didapatkan tanda-tanda ekstravasasi. Penderita ini kemudian didiagnosis sebagai
striktur uretra posterior.
Penderita ini rencananya dilakukan Bedah Endoplasti dengan alasan
striktur yang terjadi tidak melebihi 2 cm dan masih ada hubungan antara uretra
pars anterior dan pars posterior. Operasi akan dilakukan oleh bagian bedah urologi
setelah kondisi pasien memungkinkan untuk operasi..

18

BAB V
KESIMPULAN

Striktur uretra adalah suatu penyempitan patologis uretra karena


adanya jaringan fibrotik pada dindingnya. Kelainan ini sering terjadi pada lakilaki dan etiologi tersering adalah akibat trauma pada pelvis maupun genitalia.
Penyebab lain yang jarang adalah infeksi N. Gonorrhea berat yang menyebabkan
uretritis GO.
Pada kasus ini seorang laki-laki 70 tahun datang ke RSDK dengan
keluhan tidak bisa kencing setelah. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan radiologi berupa foto polos abdomen dan Bipolar
uretrocystografi, pasien didiagnosis dengan striktur uretra pars posterior akibat
trauma pelvis. Pada penderita ini akan dilakukan bedah endoskopi dengan alasan
striktur yang terjadi tidak lebih dari 2 cm dan masih ada hubungan antara uretra
anterior dan posterior.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R.Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC .Jakarta 1997
; 1024-30
2. Graqinger RG ,Allison DJ .Diagnostic Radiology.Second Edition .Vol 2.
Churchil Livingstone 1992.
3. Budjang Nurlelo. Traktus Uurinaria. Dalam Radiologi Diagnostik. Rasad
S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Ed FKUI Jakarta , 1998: 287-292.
4. Davidsons Hartman .Radiology of Kidney. Fifth edtion. Volume I. Little
Brown and Lamp Boston, USA1993 : 729-34,811-9.
5. Resnick MI, Novick AC .Urology Secrets. Info Acces and Distribution
Pte.Ltc. Singapore, Hanley and Belfus Inc 1995;10-21, 76-82, 239-40, 244
6. Possey, Jon Timothy. Urethral Stricture : available on URL :
http://www.emedicine.com/specialties/surgey/urology/articles.htm. last
updated 6 May 2002
7. Mercks manual Diagnosis and therapy. Clinical evaluation of
Genitourinary disorders. Available on URL :
http://www.merck.com/htbin/redirects/pubs/subnav.pl?url=/articles.asp
last updated 2 August 2003

20

Anda mungkin juga menyukai