( ) Keterampilan ( - ) Penyegaran
( - ) Tinjuan Pustaka
( ) Menajemen
( - ) Masalah
( - ) Istimewa
( - ) Bayi
(-) Anak (-) Remaja ()Dewasa (-) Lansia
Seorang pasien Perempuan usia 40 tahun datang ke IGD RSUD MA
Hanafiah Batusangkar dengan keluhan Sakit Kepala dan Tengkuk
Disertai dengan keluar darah dari hidung sejak 1 hari sebelum masuk
Rumah Sakit.
Tujuan
Melakukan diagnosis Hipertensi Heart Disease
Melakukan penatalaksanaan Hipertensi Heart Disease
Bahan Bahasan
(-) Tinjauan Pustaka
( - ) Riset ( ) Kasus ( - ) Audit
Cara Membahas
(-) Diskusi
() Presentasi dan Diskusi (-) email (-) Pos
Data Pasien
Nama : Ny.D
No. Reg
Nama RS
RSUD Prof Dr M.A Hanafiah SM
Terdaftar Sejak : Data Utama Untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Seorang pasien Perempuan usia 40 tahun datang ke IGD RSUD MA Hanafiah Batusangkar
dengan keluhan Sakit Kepala dan Tengkuk Disertai dengan keluar darah dari hidung sejak 1
hari sebelum masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Pengobatan : Tidak Jelas
3. Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi
4. Riwayat Penyaki Keluarga : Tidak jelas.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien sehari-hari bekerja sebagai Ibu rumah tangga
6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama suami dan anak-anaknya.
7. Riwayat Kebiasaan : Tidak Merokok, tidak minum-minum alkohol
Daftar Pustaka
1.
Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 984-985.
2.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. [diakses tanggal 10 Maret 2016].
Dikutip dari: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
3.
Universitas Sumatera Utara. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
USU : Medan
4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2. Cetakan I. [diakses tanggal 10 Maret 2016] Dikutip dari :
1
Borang Portofolio
www.tbindonesia.or.id/www.tbindonesia.or.id/
5.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011 Pedoman Penanggulangan TB di
Indonesia. [diakses tanggal 10 Maret 2016] Dikutip dari : http://www.depkes-ri-2011pedoman-penanggulangan-tb-di-indonesiapdf.html
Hasil Pembelajaran
1. Melakukan diagnosis Hipertensi Heart Disease
2. Melakukan penatalaksanaan Hipertensi Heart Disease
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif :
Seorang pasien baru masuk IGD perempuan, usia 40 tahun, tanggal 26 Mei 2016 jam
08:45 WIB dengan :
Keluhan Utama : Sakit Kepala dan Tengkuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Di alami Os 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sifat sakit terus menerus dan
terasa berat, Selain itu, Os mengeluhkan sakit pada kepala sering datang pada pagi hari
setelah bangun tidur, otot dan persendian terasa pegal-pegal, badan terasa letih.
Keluhan Keluar darah dari hidung, dialami pasien dalam 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, awalnya hanya sedikit, namun pada pagi ini darah yang menetes semakin
banyak. Darah kental, saat berdarah pasien menutup lubang hidung dengan menekan
hidung dengan handuk kecil.
Dalam 1 bulan terakhir Os mengakui tidak ada gangguan nafsu makan, tidak ada
aktifitas yang berlebihan. Mual (-) Muntah (-) Buang air besar dan buang air kecil (+)
dalam batas normal, riwayat penyakit keluarga yang menderita hipertensi tidak jelas,
Riw HT (+), riw peyakit jantung (-), riw DM (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Hipertensi
Riwayat pemakaian Obat :
Tidak jelas
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riw. Keluarga yang mempunyai penyakit seperti ini tidak jelas
Riwayat Kebiasaan hidup :
Tidak merokok
Objektif :
Sensorium : Compos Mentis
Tek.Darah
: 170/110 mmHg
Nadi
Anemis : (-)
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Edema : (-)
2
Borang Portofolio
Pernapasan : 22 x/i
Suhu
: 36.5 0C
: Mata: Konj. palp. inf. pucat (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), RC (+)/(+),
Pupil isokor 2.5 mm
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), tampak darah mengalir di septum
nasii.
Telinga/Mulut: Dalam batas normal, tidak ada tampak darah mengalir pada
nasopharing.
Leher
Thoraks
Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: SP: vesikuler
ST: Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung: HR: 84x/i, regular, desah sistolik(-)
Abdomen
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Pinggang
Inguinal
Genitalia
( N : 3,5-10 )
3
Borang Portofolio
RBC
HGB
HCT
PLT
4,10 106/mm3
12,8 g/dl
36,8 %
231 103/mm3
( N : 3,8-5,8 )
( N : 11-15 )
( N : 35-50 )
( N : 100-350 )
Borang Portofolio
Assesment :
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 40 tahun dengan diagnosis
Hipertensi Heart Disease. Dasar diagnosis adalah dari anamnesa di dapatkan pasien mengalami
sakit kepala dan tengkuk sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sifat sakit terus menerus
dan terasa berat,
Keluhan Keluar darah dari hidung, dialami pasien dalam 1 hari sebelum masuk rumah
sakit
Dari pemeriksan fisik di temukan keadaan pasien tampak baik, tekanan darah: 170/110
mmHg, HR : 84 x/i, regular, t/v cukup, RR : 22 x/i, Suhu : 36,5 0C, IMT : 25.0. Pada
pemeriksaan fisik Hidung tampak adanya luka disertai darah yang mengalir dari septum nasii
kanan dan kiri. Pada pemeriksaan fisik Thoraks didapatkan pada Inspeksi dada kanan dan kiri
simetris, pada Palpasi fremitus dada kanan dan kiri sama, auskultasi tidak didapatkan adanya
kelainan pada paru maupun jantung, pada Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapangan paru.
Dari pemeriksaan penunjang darah rutin di jumpai WBC 4,8 10 3/mm3, RBC 4,10
106/mm3, HGB 12,8 g/dl, HCT 36,8 % , PLT : 231 10 3/mm3, KGDR 102 mg/dl. Kesan
didapatkan normal. Dari pemeriksaan Faal hati SGOT 40, SGPT 30 Kesan didapatkan normal.
Dari pemeriksaan Faal ginjal Uric Acid 3,5, Ureum 28, Creatinin 0,75, didapatkan kesan normal.
Dari pemeriksaan Lipid dijumpai hasil Cholesterol Total 211, Cholesterol HDL 46, Cholesterol
LDL 142, Trigilserida 113 kesan normal. Dari pemeriksaan EKG terdapat T inverted pada v3
sampai ke v6 kesan Iskemik Miocard anterolateral.
Pada pasien ini diberikan pengobatan, Tampon anterior dengan kassa basah tanpa diberi
epinefrin/adrenalin. IVFD RL selama 8 jam/kolf, Inj.Kalnex 3 x 1 amp, Inj.vit K 3 x 1 amp,
amlodipin 1 x 10 mg, candesartan 1 x 8 mg. Perlu diperhatikan
Plan :
Diagnosis Klinis :
Hipertensi Heart Disease
5
Borang Portofolio
Epitaksis
Tatalaksana :
Tampon Basah
IVFD RL selama 8 jam/kolf
Inj.Kalnex 3 x 1 amp
Inj.vit K 3 x 1 amp
Amlodipin 1 x 10 mg
Candesartan 1 x 8 mg
Pendidikan ;
Keluarga dan pasien di berikan penjelasan tentang penyakit pasien, dan rencana penatalaksaan
selanjutnya.
Follow Up :
27 Mei 2016
S: Mimisan (+) Sakit kepala (+) Sakit tengkuk (+) Muntah (-)
O: Sens: CM, TD: 170/110 mmHg, HR: 74x/I, RR: 22 x/I, T: 36,7 0C
Pemeriksaan fisik :
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-) luka pada septum nasii (+) darah (+)
Thoraks :
I : Dada simetris
P : Stem Fremitus Kesan
Ka = Ki
Normal
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : SP : Vesikuler
ST : Ronkhi (-), Wheezing (-)
A:
Hipertensi Heart Disease
Epitaksis
Iskemik miocard
P : Terapi
Tampon Basah
IVFD RL selama 12 jam/kolf
Inj.Kalnex 3 x 1 amp
Inj. Vit K 3 x 1 amp
Amlodipin 1 x 10 mg
Candesartan 1 x 16 mg
Cefixime 2 x 100 mg
Concor 1 x 2,5 mg
6
Borang Portofolio
Anjuran : EKG ulang
28 Mei 2016
S: Mimisan (+) sudah sedikit, sakit kepala (+) sakit tengkuk (-) muntah (-)
O: Sens: CM, TD: 140/90 mmHg, HR: 78 x/I, RR: 22 x/I, T: 36,5 0C
Pemeriksaan Fisik:
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-) luka pada septum nasii (+) darah (+) minimal.
Thoraks :
I : Dada simetris
P : Stem Fremitus Kesan
Ka = Ki
Normal
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : SP : Vesikuler
ST : Ronkhi (-), Wheezing (-)
A:
Hipertensi Heart Disease
Epitaksis
Iskemik miocard
P : Terapi
Tampon Basah
IVFD RL selama 12 jam/kolf
Inj.Kalnex 3 x 1 amp
Inj. Vit K 3 x 1 amp
Amlodipin 1 x 10 mg
Candesartan 1 x 16 mg
Cefixime 2 x 100 mg
Concor 1 x 2,5 mg
30 Mei 2016
S:
O: Sens: CM, TD: mmHg, HR: 82 x/I, RR: 22 x/I, T: 36,6 0C
7
Borang Portofolio
Pemeriksaan Fisik:
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-) luka pada septum nasii () darah ().
Thoraks :
I : Dada simetris
P : Stem Fremitus Kesan
Ka = Ki
Normal
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : SP : Vesikuler
ST : Ronkhi (-), Wheezing (-)
A:
Hipertensi Heart Disease
Epitaksis
Iskemik miocard
P : Terapi
Tampon Basah
IVFD RL selama 12 jam/kolf
Inj.Kalnex 3 x 1 amp
Inj. Vit K 3 x 1 amp
Amlodipin 1 x 10 mg
Candesartan 1 x 16 mg
Cefixime 2 x 100 mg
Concor 1 x 2,5 mg
Anjuran : Pasien Kontrol Hipertensi ke Poli Penyakit Dalam.
Borang Portofolio
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
1. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian
kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian
Borang Portofolio
peradangan saluran
Borang Portofolio
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis postprimer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama
yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin
pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
4. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).
11
Borang Portofolio
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
ii.
positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
iii.
ii.
iii.
M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
12
Borang Portofolio
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan
di suatu
Borang Portofolio
A. GAMBARAN KLINIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan
lainnya
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
a. batuk 3 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak
napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara
1. Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
14
Borang Portofolio
2. Dahak Pagi ( keesokan harinya )
3. Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup
berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut
dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium.
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
a. 2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
b. 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian
c. bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
d. bila 3 kali negatf Mikroskopik negative
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1.
2.
3.
4.
6. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama
dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (Kategori I) adalah 2 RHZE/4 H3R3
15
Borang Portofolio
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE ). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid
(H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3).
Obat ini diberikan untuk:
a. Penderita baru TBC Paru BTA Positif
b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif
c. Penderita TBC Ekstra Paru.
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
a. Empat obat AntiTuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
b. Dua obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 150 mg
Berat
Badan
(kg)
30-37
38-54
55-70
>71
selama 16 minggu RH
2 Tablet 4KDT
3 Tablet 4KDT
4 Tablet 4KDT
5 Tablet 4KDT
(150/150)
2 Tablet 2KDT
3 Tablet 2KDT
4 Tablet 2KDT
5 Tablet 2KDT
Borang Portofolio
Dosis OAT
Nama OAT
Efek Samping
Rifampisin
Urine/cairan tubuh
berwarna merah, flu
3x Seminggu
10
(8-12)
17
Borang Portofolio
Isoniazid
Pirazinamid
Streptomicin
Etambutol
10
(8-12)
10
(8-12)
25
(20-30)
35
(30-40)
15
(12-18)
15
(12-18)
15
(15-20)
30
(20-35)
: 2 RHZE / 4 R3H3
Borang Portofolio
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan
-
C. EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Pemantauan kemajuan hasil
pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara
mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah
(LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik
untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu specimen positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Pemantauan Ulang BTA
Keduanya negative = NEGATIVE
Pemeriksaan ulang BTA
2x
(sewaktu dan pagi)
19
Salah satu Positif = POSITIF
Borang Portofolio
Uraian
Pasien Baru
Hasil BTA
Negatif
Positif
pengobatan
Kategori I
Akhir bulan ke 5
atau akhir
Pengobatan
Negatif
Positif
Pasien baru
Negatif
Pengobatan
Positif
Kategori I
Negatif
Pasien baru
Ro (+) dgn
Negatif
Pengobatan
Kategori I
Tindak Lanjut
Tahap Lanjutan Dimulai
Dilanjutkan dgn OAT sisipan
Akhir bulan ke 5
atau Akhir
Pengobatan
SEMBUH
Belum ada pengobatan, disebut
Positif
20
Borang Portofolio
Penjelasan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman
untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada
kehamilan karena bersifat permanent ototoxic
TB pada Kehamilan
Borang Portofolio
diberikan kepada bayi tersebut
sesuai dengan berat badannya.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi
hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB),
sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB
Borang Portofolio
kelainan:
Bilirubin > 2 OAT Stop
SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (+) : OAT
stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (-)
teruskan pengobatan, dengan pengawasan
23
Borang Portofolio
24
Borang Portofolio
antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun
bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok.
Paparan Partikel Inhalasi
Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya
asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui
sebagai penyebab PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang
merupakan perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain
environmental smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi
tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup
bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik
adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya
perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih
rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3
tahun pertama menjadi meningkat.
Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran
hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan
peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara
diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi
tinggi seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor.
Infeksi
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar
terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan
dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan
peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap
infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti
rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan
jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat
tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas
pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.
Komorbiditas.
25
Borang Portofolio
Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan
dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive
Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi
risiko menderita PPOK.
3. PATOFISIOLOGI
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil
bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang
menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan
emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada,
mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang
nyata.
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang
disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi
yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami
metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses
ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses
remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi
dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan
memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel
goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi
yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin
dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan
pada protease dan anti protease serta defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis
PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan
26
Borang Portofolio
melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada
saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran
nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah
berhenti merokok.
27
Borang Portofolio
cytotoxicity, inflammation, dan imunomodulation yang berimplikasi terhadap beberapa
kondisi inflamasi. Sitokin ini tidak hanya diproduksi oleh aktivasi makrofag tetapi juga
oleh sistim imun yang lainnya meliputi : lymphocytes, natural killer cells, mast cells dan
jaringan stromal meliputi : endotelhelial cells, fibroblasts, microglial cells.
4. DIAGNOSIS
Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau produksi
sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya dipikirkan
sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan spirometri paksa
bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa menyempit merupakan gejala
non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu yang dapat muncul pada seluruh derajat
keparahan PPOK.
Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis PPOK. Tanda
fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga terdapat kerusakan yang
bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas
yang rendah. Pada inspeksi dapat di temukan sentral sianosis, bentuk dada barelshaped, takhipneu, edema tungkai bawah sebagai tanda kegagalan jantung kanan.
Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi
yang akan mengaburkan batas jantung dan menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering
memberikan kelemahan saluran nafas, dapat dengan disertai adanya mengi.
Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di lakukan pada
penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih memastikan diagnosa yang
ada sekaligus memantau progresifitas penyakit. Perangkat ini merupakan alat bantu
diagnosis yang paling objektif, terstandarisasi dan most reproducible akan adanya
hambatan aliran nafas. Spirometri akan menilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan
Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1) yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis
28
Borang Portofolio
kelamin dan ras. Diagnosa PPOK ditegakkan bila didapati nilai paksa paska
bronkodilatornya VEP1/KVP < 0,70 dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan
penilaian VEP1 tadi, dapat dinilai derajat keparahan dari PPOK
29
Borang Portofolio
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1
Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :
1. Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed lips breathing
2. Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
3. Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.
SESAK BERTAMBAH
PRODUKSI SPUTUM BERTAMBAH
Eksaserbasi berat
Eksaserbasi sedang
Eksaserbasi ringan
5. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding PPOK Adalah :
a.Asma
b. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
c.Pneumotoraks
d. Gagal jantung kronik
30
Borang Portofolio
e.Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed
lung.
f. Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.
(Sumber : PDPI,2010)
6. PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi PPOK eksaserbasi akut :
1. Optimalisasi penggunaan obat
a.Bronkodilator
i. Agonis 2 kerja singkat kombinasi dengan anti kolinergik per
inhalasi (nebulizer)
ii. Xantin intravena (bolus atau drip)
b.
Kortikosteroid sistemik
c.Antibiotik
i. Golongan makrolid (azitromicin,clarithomicin)
ii. Golongan quinolon
iii. Golongan sefalosporin gen.III atau IV
d.
Mukolitik
e.Ekspektoran
31
Borang Portofolio
2. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.
Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat
dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada
PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.
3. Terapi nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan
mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
4. Rehabilitasi fisik dan respirasi
5. Evaluasi progresivitas penyakit
6. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi.
32
Borang Portofolio
Algoritma PPOK
33