Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria masif
( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2mg/mg atau dipstick
2+ ), hipoalbuminemia ( 2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia.1
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1:
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) selama 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m 2 LPB/jam) selama 3 hari berturutturut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan pertama atau
4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan di mana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan atau
dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan prednison
dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
2.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada
anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien
dibawah umur 6 tahun; 4 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada
penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan
penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.2
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan berkisar
2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun.

Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum
berusia 10 tahun.3
2.3 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 2,4,
1.

Sindrom nefrotik primer (idiopatik)


Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah
sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak
itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.2
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis: Sindrom nefrotik kelainan
minimal,

glomerulonephritis

proliferatif

(mesangial

proliferation),

dan

glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit


berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan ini
mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal. 4
PATHOLOGI. 4
Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom nefrotik
pada anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada
sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya
negative, dan mikroskop electron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot
processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon
dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation) (5% dari total kasus SN)
ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada
pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluoroscence dapat memperlihatkan
jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop electron memperlihatkan peningkatan

dari sel mesangial dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50%
pasien dengan lesi histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulosklerosis fokal segmental (focal segmental glomerulosclerosis / FSGS)
(10% dari kasus SN), glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan
parut

segmental

pada

pemeriksaan

dengan

mikroskop

biasa.

Mikroskop

immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami


sclerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut
segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler
glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi HIC, reflux vesicoureteral, dan
penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon
dengan terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat
melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage
renal disease) pada kebanyakan pasien.
2. Sindrom nefrotik sekunder,
timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab
yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga,
bisa ular. Penyakit sistemik imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura HenochSchinlein, sarkoidosis.Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
2.4 PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tubulus

(proteinuri

tubular).

Perubahan

integritas

membrana

basalis

glomerulus

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein


utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran
basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran

protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan
yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme
penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan
lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan nonselektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif
apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun. 4
EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan
bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi
terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. 2
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi
natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum
dan edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu
juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang

menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan
penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi
penurunan ekskresi natrium. 2,7
HIPERLIPIDEMIA
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,
normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid
distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 5
2.5 Manifestasi Klinis 2,4,6
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan
terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah
wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema
di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana awalnya terjadi disekitar
mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi
karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari kehari. Seiring waktu, edema
semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia,
iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan.
Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung
kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. 4
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi yang
jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak yang
lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati
edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21 % pasien
mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah
mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin

berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap
hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai
sebagai gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.1
Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated Renal
Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV
Nephropathy, IgA Nephropathy.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:1
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein / keriatinin pada urin
pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah antara lain
3.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
3.2 Kadar albumin dan kolesterol plasma
3.3 Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
3.4 Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus sistemik, pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear antibody) dan anti ds-DNA
Indikasi biopsi ginjal: 1
-

Sindrom Nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun.

Sindrom Nefrotik resisten steroid

Sindrom Nefrotik dependen steroid

2.7 Penatalaksanaan 1
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi
orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan
obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau
syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan
pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup
diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2
g/kg BB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan
hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak
menderita edem.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in
Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian
prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi
dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung berdasarkan berat
badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dalam dosis penuh inisial
diberikan selama 4 minggu. Setalah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama,
remisi telah terjadi pada 80% ksus, dan remisi mencapai 94 % setelah pengobatan
steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal)
secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak tarjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

4 minggu

4 minggu

....................................
Remisi (+)
Dosis alternating
Proteinuri (-)
(AD)
Edema (-)
Remisi (-): Resisten steroid

prednisone FD : 60 mg/m 2LPB/hari


Prednison AD : 40 mg/m 2 LPB/hari

Imunosupresan lain

Gambar 1. Pengobatan inisial dengan kortikosteroid 1

b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi
pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya
mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar. 2, yaitu
diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan
dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik yang
mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian
prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila
ada infeksi , diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik
kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak
awal ditemukan proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan
diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat
penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps
yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat
dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu:
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)

4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi
2 kali berturut-turut.

remisi

FD

AD

Prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari
Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari

Gambar 2. Pengobatan sindrom nefrotik relaps 1

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid


Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan,
yaitu:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)
Selain itu perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau
cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering / dependen
steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan
steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kg BB
sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu anatara 0,1-0,5 mg/kkg BB
alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan,
kemudian dicoba dihentikan (Gambar 3). Umumnya anak usia sekolah dapat
mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB
secara alternating.

d. Penderita lama (Pengobatan Relaps)

Relaps tidak frekuen : prednison 2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan 3


hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermiten dibagi dalam 3 dosis selama
4 minggu.

Relaps frekuen : berikan prednison dosis penuh sampai remisi, kemudian


dilanjutkan

dengan

sitostatika

atau

imunosupresen,

siklofosfamid

atau

klorampusil bersama-sama dengan prednison dosis intermiten selama 8 minggu.


e. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi


badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda lainnya.

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar
urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total (tanpa

terapi), remisi parsial/rest protein 1 + tanpa (obat) , proteinuria +/++ tanpa edema dan
disertai gejala infeksi, berikan antibiotka (ampisilin atau amoksisilin) 3-5 hari. Bila
tetap ada proteinuri maka dianggap sebagai relaps.
f. Pengobatan tambahan:
a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-2
mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral.
b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 10-20
ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali.
c. Mengatasi renjatan yang diduga kerana hipoalbuminemia (1,5 g/dl) berikan
albumin atau plasma darah..
2.8 Komplikasi 1
1. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D
di urin.Bila terjadi penyulit infeksi bakterial ( pneumonia pneumokokal atau peritonitis,

selulitis, sepsis, ISK ) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian
imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus.
Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti campak, herpes.
Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman gram negatif dan
Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.
2. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol
LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan kolesterol HDL menurun
atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik
sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan
pengurangan diit lemak.
3. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena:

Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan


osteopenia

Kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik resisten steroid
dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi
tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik relaps dapat
mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstrimitas dingin dan
sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal
akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan keadaan
ini pada umumnya .Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan
transplantasi ginjal.

2.9 Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik terhadap
pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang sindrom
nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5% menjadi
gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.1,2

Anda mungkin juga menyukai