Anda di halaman 1dari 22

ASSALAMUALAIKUM WR.

WB

LAPORAN KASUS
Asupan Tinggi Serat dan Intake Cairan Untuk
Mencegah Konstipasi Pada Lansia
Oleh :
Zahra Puspita (1102011301)
Kelompok 4 Geriatri

Dosen pembimbing :
dr. Ida Ratna Nurhidayati sp.S
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Tahun Ajaran 2014-2015

Abstrak
Latarbelakang : Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang
terbanyak pada usia lanjut. prevalensi 50% pada lanjut usia yang tinggal
di masyarakat dan 74% pada penghuni panti jompo. Terjadi peningkatan
keluhan ini dengan bertambahnya usia.
Kasus : Ny. S berusia 70 tahun sejak tinggal di Panti 5 th yang lalu Ny.
S sering mengeluhkan sulit dan jarangnya BAB , beliau harus mengejan
keras saat BAB dan feses yang keluar juga sedikit hanya berupa
printilan, terkadang butuh bantuan jari-jarinya untuk membantu
mengeluarkan feses sehingga tidak jarang ia mengalami sakit didaerah
anusnya. Padahal sebelum tinggal di Panti Ny. S tidak pernah
mengalami hal tersebut.
Kesimpulan : Pencegahan konstipasi dapat dilakukan dengan berbagai
cara salah satunya adalah dengan meningkatkan asupan tinggi serat dan
intake cairan yang cukup. Jika tidak ditangani dengan baik dan
konstipasi terus berlanjut dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
Kata kunci : Konstipasi pada lansia , Prevensi , Management konstipasi

Latar Belakang
Konstipasi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
mempengaruhi 20% populasi di dunia dan merupakan
keluhan saluran cerna yang terbanyak pada usia lanjut.
Prevalensi 50% pada lanjut usia yang tinggal di masyarakat
dan 74% pada penghuni panti jompo. Terjadi
peningkatan keluhan ini dengan bertambahnya usia; 3040% orang berusia diatas 65 tahun mengeluh konstipasi.
Gangguan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup dan juga
meningkatkan resiko berbagai macam komplikasi sehingga
harus dicegah dan segera ditangani sebelum menimbulkan
berbagai komplikasi.

Presentasi Kasus
Ny. S berusia 70 tahun sudah tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha selama 5 tahun setelah ditemukan petugas
penertiban dipinggir jalan. Sejak tinggal di Panti Ny. S
sering mengeluhkan sulit dan jarangnya BAB , beliau harus
mengejan keras saat BAB dan feses yang keluar juga
sedikit hanya berupa printilan, terkadang butuh bantuan
jari-jarinya untuk membantu mengeluarkan feses sehingga
tidak jarang ia mengalami sakit didaerah anusnya. Padahal
sebelum tinggal di Panti Ny. S tidak pernah mengalami hal
tersebut. Ny. S mengaku bahwa hal tersebut biasanya
terjadi apabila ia kurang mengkonsumsi sayursayuran/buah-buahan dikarenakan jarang terdapat sayur
mayur pada menu makanan ataupun buah-buahan yang
cukup yang disediakan pihak panti.

Selain itu Ny. S juga kurang minum, Ny. S hanya


mengkonsumsi air mineral paling banyak 5 gelas perhari
dan apabila air minum yang disediakan telah habis maka
para penghuni panti terpaksa harus memasak sendiri air
untuk dikonsumsi sehingga tak jarang mereka kekurangan
minum. Ny. S juga mengaku tidak sedang mengkonsumsi
obat-obatan ataupun memiliki riwayat penyakit tertentu
sebelumnya.
Meskipun sering mengalami konstipasi Ny. S tidak pernah
melaporkan keluhan nya tersebut kepada dokter klinik
Panti tempat ia tinggal sehingga Ny. S tidak pernah
mendapatkan pengobatan untuk konstipasi yang
dialaminya.

Tinjauan Pustaka
Perubahan sistem saluran pencernaan bagian bawah

berhubungan dengan usia


Usia seseorang sangat berkaitan dengan perubahan
anatomi saluran pencernaan bagian bawah yang
mungkin berkontribusi dalam memperlambat waktu
transit (perjalanan feses) dan mengurangi kandungan air
di dalam feses. Perubahan ini dapat berupa atropi
dinding usus, pengurangan pasokan darah, dan
perubahan saraf intrinsik. Di daerah duodenum enzim
yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga
menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein,
vitamin B12 dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu
muda.

Juga perubahan pada usus besar termasuk penurunan


sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltic
kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang
dapat menyebabkan konstipasi. Pada usus besar kelokankelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas
kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan
menyebabkan absorpsi air dan elektrolik meningkat (pada
kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses
menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air
besar merupakan keluhan yang sering didapat pada
lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif
karena dinding abdomen sudah melemah.

Penyebab konstipasi

Dapat dibagi menjadi primer dan penyebab sekunder.


Penyebab utama konstipasi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok yaitu Konstipasi fungsional,
konstipasi transit lambat, dan disfungsi anorektal.
Sedangkan penyebab konstipasi sekunder adalah kondisi
medis dan psikologis pasien, yang paling penting adalah
penggunaan obat-obatan, terutama yang mempengaruhi
sistem saraf pusat, saraf konduksi, dan fungsi otot polos.
Riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik
diperlukan untuk menyingkirkan konstipasi sekunder
sebagai penyebab yang mendasarinya.

Prevensi dan management konstipasi pada lansia


1.Tindakan Umum

Pasien harus bersih, area toilet yang nyaman, dengan


toilet yang dirancang dengan baik, dan harus, sejauh
mungkin, hindari menggunakan pispot.
2. Latihan usus (Bowel training)
lansia harus termotivasi untuk memiliki waktu buang
air besar yang tepat secara teratur, terutama di pagi hari
atau setelah makan. Selain itu, latihan usus juga
berguna dalam mencegah feses yang keras, yang juga
bisa menyebabkan konstipasi pada lansia.

3. Asupan serat
meningkatkan
asupan
serat
makanan
dapat
menyebabkan penurunan waktu transit kolon dan
konsistensi feses. Asupan serat harian yang disarankan
adalah 20 sampai 35 g perhari.
Sumber makanan yang tinggi serat antara lain : sayur
-sayuran, buah-buahan, sereal, biji-bijian dan kacangkacangan.
Namun menambahkan serat untuk diet yang terlalu
cepat dapat menyebabkan gas yang berlebihan dan
kembung.

4. Intake cairan
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal. Kolon
menggunakan banyak air untuk memecah makanan padat.
Air yang membawa sisa metabolisme akan bertindak
sebagai pelumas untuk membantu sisa metabolisme ini
bergerak di sepanjang kolon. Semakin tubuh
membutuhkan air, semakin besar usahanya untuk
menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus. Proses
ini memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar
airnya dapat diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding
selaput dari kolon. Dampaknya tinja menjadi lebih kering
dari normal, menghasilkan feses yang keras. Penurunan
asupan cairan juga dapat memainkan peran yang lebih
besar dalam pengembangan dari impaksi feses.

5. Latihan
Konstipasi relative paling sering di antara orang-orang
yang tidak aktif, terutama pasien yang terbaring di
tempat tidur dan banyak yang merekomendasikan
latihan, meskipun sebenarnya tidak ada bukti yang jelas
bahwa hal tersebut mengurangi konstipasi. The
National Health and Nutrition Examination Survey
menemukan bahwa tingkat aktivitas fisik yang rendah
berhubungan dengan dua kali lipat peningkatan risiko
konstipasi. Bedrest lama dan imobilitas sering dikaitkan
dengan terjadinya konstipasi.

6. Laxative
Pada orang tua, penggunaan laksatif harus hati-hati dengan
perhatian khusus pada sejarah medis pasien (cardiac and
renal co-morbid conditions) interaksi obat, biaya, dan
efeknya. Obat pencahar yang paling umum digunakan dalam
praktek klinis termasuk susu magnesium, laktulosa, senyawa
senna, bisacodyl dan polietilen glikol (PEG). Dalam 4
minggu penelitian yang melibatkan pasien konstipasi usia
lanjut , 70% sorbitol berkhasiat seperti laktulosa, tapi lebih
murah dan toleransinya lebih baik. Demikian pula kombinasi
serat senna (Agiolax) pada lansia penghuni panti jompo dapat
meningkatkan konsistensi feses, frekuensi dan kemudahan
dalam pengeluaran bila dibandingkan dengan laktulosa. Serat
senna juga 40% lebih murah.

Meski begitu, pada kebanyakan studi penggunaan obat


pencahar pada orang tua sangat terbatas karena ukuran
sampel yang kecil dan adanya masalah pada metodelogi.
Efek samping dari obat pencahar seperti ketidaknyamanan
pada perut, ketidakseimbangan elektrolit, reaksi alergi,
dan hepatotoksisitas sebelumnya juga telah dilaporkan.
7. Pelunak feses, supositoria dan enema
Supositoria dapat digunakan pasien-pasien di panti jompo
dengan buang air besar yang terhambat untuk membantu
pengeluaran dari dubur. Demikian pula, enema digunakan
dalam kelompok populasi ini mencegah impaksi feses.
Namun efek samping juga perlu diperhatikan.

Diskusi
Pada kasus seperti Ny. S ini yang sering mengalami konstipasi
akibat kurangnya konsumsi makanan tinggi serat dan intake
cairan yang cukup semenjak ia tinggal dipanti merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya konstipasi.
Konsumsi makanan tinggi serat dapat membantu menghasilkan
feses yang lembek yang akan mempercepat proses defekasi.
Selain itu intake cairan yang tidak adekuat juga besar
pengaruhnya terhadap pengeluaran feses.
Kemudian faktor usia pasien yang sudah lanjut pada kasus ini
juga mempengaruhi perubahan-perubahan fungsional yang
terjadi pada sistem pencernaan bagian bawah seperti proses
metabolisme makanan yang melambat yang diakibatkan
penurunan sekresi enzim sehingga makanan sulit untuk di
metabolisme.

Pasien tersebut juga tidak pernah mendapatkan


pengobatan yang adekuat untuk keluhan konstipasi yang
dideritanya dikarenakan tidak pernah melapor kepada
petugas kesehatan di klinik panti tempat ia tinggal,
sehingga konstipasi yang dialaminya sering berulang
kembali dan pasien sering menggunakan jari-jari
tangannya untuk membantu pengeluaran dari feses
sehingga menyebabkan nyeri pada daerah anusnya.
Jika konstipasi pada pasien ini terus berlanjut dapat
menimbulkan komplikasi, antara lain yaitu impaksi
feses, volvulus daerah sigmoid, haemorrhoid, kanker
kolon, penyakit divertikular.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dari laporan kasus ini adalah selain faktor
asupan tinggi serat dan juga intake cairan, usia juga sangat
mempengaruhi terjadinya insiden konstipasi pada lansia.
Sebelum terjadinya konstipasi ataupun untuk mencegah
berulang nya konstipasi maka sebaiknya dicegah dengan
berbagai cara, antara lain yaitu Bowel training, mengatur
asupan tinggi serat dan intake cairan yang adekuat
didukung oleh aktivitas fisik cukup. Terutama untuk lansia
di Panti agar lebih diperhatikan nutrisi nya sehingga hal
serupa seperti yang dialami Ny. S tidak terjadi pada lansia
lainnya.

Jika sudah mengalami konstipasi sebaiknya segera


melapor kepada petugas kesehatan sekitar agar segera
dibantu dengan terapi farmakologis sehingga tidak terlalu
mengalami kesulitan saat BAB sampai harus butuh
bantuan jari-jari tangan untuk mengeluarkan feses karena
dapat mengakibatkan gangguan lainnya seperti infeksi dsb
dan pengobatan juga dapat membantu mengurangi resiko
komplikasi dari konstipasi tersebut.

Acknowledgment
Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberi saya
ilmu untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Ucapan terima
kasih saya berikan kepada dosen pembimbing saya yaitu dr.
Ida Ratna Nurhidayati sp.S, pihak Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulya 3 khususnya Ny. S yang sudah bersedia
memberikan informasi yang saya butuhkan yang berhubungan
dengan tugas ini. Dan juga kepada keluarga serta temanteman yang telah mensupport saya dalam proses penyelesaian
laporan kasus ini juga teman-teman kelompok 4 yang sudah
bekerja sama dalam berbagai kegiatan di Blok Elektif.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Daftar Pustaka
1.Darmojo, Martono. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Yudistira ; 2006
2.Guyton, A.C., Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC ; 2008
3.Hsieh Christine, M.D. Treatment of Constipation in Older Adults. Am Fam Physician

2005 ;72:2277-84, 2285


4.Kurniawan Indra, Simadibrata Marcellus. Management of Chronic Constipation in The
Elderly. Acta Med Indones-Indones J Intern Med : July 2011 ; Vol 43 No.3.
5.Kusharto CM, Rusilanti. Sehat dengan makan berserat. Jakarta : PT. AgroMedia
pustaka ; 2007
6.McCrea G Lindsay et.al. Pathophysiology of constipation in the older adult. World J
Gastroenterol : May 2008 ; 14(17): 2631-2638
7.Pranarka K, Andayani R. Konstipasi dan Inkontinensia Alvi. In; Sudoyo A et.al . Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1 ed.V. Jakarta ; InternaPublishing ; 2009
8.Rao Satish SC, Go Jorge T. Update on the management of constipation in the elderly:
new treatment options. Clinical Interventions in Aging : 19 June 2010 ; 5 163171.
9.Spinzi Giancarlo et.al. Constipation in the Elderly Management Strategies. Drugs
Aging : Division of Gastroenterology ; Valduce Hospital, Como, Italy 2009 ; 26 (6).

TER IM A K A S IH

Anda mungkin juga menyukai