Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. KERANGKA TEORI


Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi
yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:
1. Miopia
2. Hipermetropia
3. Astigmatisma
4. Afakia

Ad 1. Miopia
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata
tanpa akomodasi akan dibiaskan didepan retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa sferis
minus.
Bentuk dari Miopia menurut penyebabnya 13,14,15,16,17,18,19,20:
1.1. Miopia aksial
Diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal, walaupun
kornea dan kurvatura lensa normal dan lensa dalam posisi anatominya normal. Miopia
dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari tidak normalnya besar
segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan exaggerated cincin skleral, dan
stafiloma posterior.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Miopia kurvatura


Mata memiliki diameter antero-posterior normal, tetapi kelengkungan dari kornea
lebih curam dari rata-rata, missal : pembawaan sejak lahir atau keratokonus, atau
kelengkungan lensa bertambah seperti pada hiperglikemia sedang ataupun berat, yang
menyebabkan lensa membesar.
1.3. Miopia karena peningkatan indeks refraksi
Peningkatan indeks refraksi daripada lensa berhubungan dengan permulaan dini
atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan penyebab umum terjadinya
Miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan lensa meningkatkan indeks refraksi,
dengan demikian membuat mata menjadi myopik.
1.4. Miopia karena pergerakan lensa ke anterior
Keadaan ini sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan meningkatkan
miopia pada mata.

Ad 2. Hipermetropia
Hipermetropia (hyperopia) atau Far sightedness adalah suatu kelainan refraksi
daripada mata dimana sinar sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi dibiaskan dibelakang retina, oleh karena itu bayangan yang dihasilkan kabur.
Untuk mengoreksinya dipakai lensa sferis plus.
Struktur Hipermetropia berdasarkan pada konfigurasi anatomi dari bola mata :
2.1. Hipermetropia Aksial
Bola mata lebih pendek dari normal pada diameter antero-posterior, meskipun
media refraksi (misalnya lensa atau kornea) normal.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Hipermetropia kurvatura


Keadaan dimana kelengkungan lensa atau kornea lebih tipis dari normal dan
power refraksinya turun. Sekitar setiap 1 mm penurunan dari radius kelengkungan
tersebut menghasilkan Hipermetropia 6 D
2.3. Hipermetropia indeks refraksi
Terjadi penurunan indeks refraksi akibat penurunan dari densitas beberapa atau
seluruh bagian dari system optik mata, juga penurunan power refraksi mata. Biasanya
terjadi pada usia tua dan juga pada penderita diabetes terkontrol.

Ad 3. Astigmatisma
Astigmatisma adalah suatu kondisi dengan kurvatura yang berlainan sepanjang
meridian yang berbeda-beda pada satu atau lebih permukaan refraktif mata ( kornea,
permukaan anterior atau posterior dari lensa mata ), akibatnya pantulan cahaya dari suatu
sumber atau titik cahaya tidak terfokus pada satu titik di retina.
Pada astigmatisma, karena adanya variasi dari lengkungan kornea atau lensa pada meridian
yang berbeda-beda mencegah berkas sinar itu memfokuskan diri kesatu titik.
Jenis-jenis Astigmatisma
3.1. Astigmatisma Reguler
Secara teori, pada setiap titik pada permukaan yang lengkung, arah dari
kelengkungan yang terbesar dan yang terkecil selalu terpisah 90 derajat tetapi arah ini
bias beribah saat melewati satu titik ke titik yang lain. Bila meridian utama dari
astigmatisma mempunyai orientasi yang konstan pada setiap titik yang melewati pupil
dan apabila ukuran astigmatisma ini sama pada setiap titik. Kondisi refraktif ini
dikenal sebagai astigmatisma regular. Dan ini bisa dikoreksi dengan kacamata lensa
silindris.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan axis dan sudut antara 2 meridian utama, astigmatisma reguler dibagi atas:
3.1.1. Horizonto-vertikal astigmatisma
Dibagi dalam 2 bentuk :
3.1.1.1. Astigmatisma with the rule
Suatu astigmatisma dimana meridian vertical lebih curam dari horizontal, dikoreksi
dengan lensa silindris positif dengan axis 9020 atau lensa silindris negatif dengan
axis 18020.
3.1.1.2. Astigmatisma against the rule
Suatu astigmatisma dimana meridian horizontalnya lebih curam dari meridian vertical.
Koreksinya dengan lensa silindris positif dengan axis 18020 atau lensa silindris
negatif dengan axis 9020.
3.1.2. Astigmatisma oblique
Suatu bentuk regular astigmatisma dimana garis meridian utamanya tidak tegak lurus
tapi miring dengan axis 45 dan 135.

Tipe Refraktif Dari Astigmatisma Reguler


Bergantung pada posisi dari 2 garis fokus yang berhubungan ke retina, astigmatisma
regular lebih lanjut dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe :
3.1.1. Simple astigmatisma
Berkas cahaya pada satu meridian terfokus tepat did retina, dan cahaya pada meridian
yang lain terfokus pada titik didepan retina disebut simple myopic astigmatisma. Jika
cahaya itu terfokus dibelakang retina disebut simple hypermetropic astigmatisma.
Contoh : C 2 x 90 atau C 2 x 90.

Universitas Sumatera Utara

3.1.2. Compound astigmatisma


Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian terfokus didepan retina disebut
astigmatisma Miopia compound dan jika terfokus dibelakang retina disebut
astigmatisma Hipermetropia compound.
Contoh : S 4, C 2 x 90 atau S 4, C 2 x 90
3.1.3. Mixed astigmatisma
Pada jenis ini berkas cahaya pada satu meridian terfokus pada titik di depan retina dan
cahaya pada meridian yang lain terfokus di belakang retina.
Contoh : S 4, C 2 x 90 atau S 4, C 2 x 90

3.2. Astigmatisma Irregular


Suatu astigmatisma dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang dibias tidak
teratur. Astigmatisma irregular ini bersifat / mempunyai perubahan-perubahan
irregular dari tenaga refraksinya pada meridian-meridian yang berbeda. Terdapat multi
meridian yang tidak dapat dianalisa secara geometris. Lensa silindris hanya sedikit
memperbaiki penglihatan dalam kasus-kasus ini, tapi dapat diterapi dengan lensa
kontak rigid.

Ad 4. Afakia
Afakia secara literature berarti tidak adanya lensa dalam mata. Afakia akan
mengakibatkan Hipermetropia tinggi.
Penyebab :
1.

Kongenital.
Suatu keadaan yang jarang dimana lensa tidak ada sejak lahir.

2.

Afakia paska operasi.


Terjadi setelah operasi ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction ), ECCE

Universitas Sumatera Utara

( Extra Capsular Cataract Extraction ).


3.

Post Traumatik.
Diikuti oleh trauma tumpul atau tembus, yang mengakibatkan subluksasi atau
dislokasi dari lensa.

4.

Posterior dislokasi dari lensa ke vitreus akan menyebabkan optikal Afakia.

Optik Afakia dari mata : perubahan optik terjadi setelah keluarnya lensa.
1.

Mata menjadi Hipermetropia tinggi

2.

Total power mata berkurang dari 60 D menjadi 44D

3.

Fokal poin anterior menjadi 23.2 mm didepan kornea

4.

Posterior fokal poin sekitar 31 mm dibelakang kornea atau sekitar 7 mm


dibelakang mata normal ( panjang bola mata anterior-posterior sekitar 24 mm )

Terapi : untuk mengkoreksi Afakia terdiri dari kacamata, kontak lensa, intraokular lensa.
Kelainan refraksi telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang
mencolok diberbagai belahan dunia. Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan
akibat kelainan refraksi juga telah dilaporkan terjadi diseluruh dunia, gangguan refraksi ini
dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi.
Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat 45 juta orang mengalami kebutaan
dan 135 juta orang dengan low vision atau terdapat kurang lebih 180 juta orang dengan
gangguan penglihatan diseluruh dunia.
Salah satu penyebab kebutaan adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Hal; ini
dapat diketahui dari laporan-laporan penelitian mengenai kelainan refraksi. Kelainan
refraksi menjadi penyebab kebutaan ( ditandai dengan tajam penglihatan < 20/200 pada
mata yang terbaik ) pada 0,3% populasi did Andra Pradesh India. Prevalensi kebutaan
akibat kelainan refraksi pada usia 40 tahun atau lebih adalah 1,06% di Andra Pradesh India
dan 0,11% di Victoria Australia.

Universitas Sumatera Utara

Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah dilaporkan dalam 10 tahun terakhir ini dari
beberapa penelitian-penelitian survey, seperti Baltimore Eye Survey, The Blue Mountains
Eye Study, The Victoria Visual Impairment Project, dan Andra Pradesh Eye Diseases
Study.
Sebagian besar penelitian epidemiologi terhadap kelainan refraksi difokuskan pada
Miopia, mungkin hal ini disebabkan karena Miopia merupakan penyebab tersering
gangguan penglihatan pada kelainan refraksi.
Miopia juga dapat berhubungan dengan kelainan mata yang lain seperti retinal
detachment dan myopic retinal degeneration, dimana hal ini dapat mengakibatkan
hilangnya penglihatan.

Universitas Sumatera Utara

2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN LANGKAT.


Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera Utara.
Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3 14 4 13 Lintang Utara, 9752
98 45 Bujur Timur dan 4 105 m dari permukaan laut. Kabupaten Langkat menempati
area seluas 6.263,29Km (626.329 Ha) yang terdiri dari 23 Kecamatan dan 277 Desa
serta 34 Kelurahan Definitif. Area Kabupaten Langkat di sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Karo,di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah
Alas, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan luas
daerah menurut kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah kecamatan
Batang Serangan dengan luas 934,90 km2 atau 14,93persen diikuti kecamatan Bahorok
dengan luas 884,79 km2 atau 12,25 persen. Sedangkan luas daerah /terkecil adalah
Kecamatan Binjai dengan luas 49,55 km2 atau 0,79 persen dari total luas wilayah
Kabupaten Langkat.
Seperti umumnya daerah daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara,
Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis. Sehingga daerah ini memiliki 2
musim yaitu : musim kemarau dan musim hujan.
Berdasarkan Kabupaten Langkat Dalam Angka 2008, Kabupaten Langkat memiliki
jumlah penduduk sekitar 1.042.523 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 164,04 jiwa /
km2 . Perkembangan jumlah penduduk tahun 2004, 2005, 2006, 2007 berkisar 955.348,
970.433, 1.013.849 dan 1.027.414 dengan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Langkat
pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2004 adalah sebesar 7,014 %.
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Langkat meliputi 3 Rumah Sakit Umum
Pemerintahan, 1 Rumah Sakit Umum Swasta. Sementara pada daerah Kecamatan dan

Universitas Sumatera Utara

Pedesaan Kabupaten Langkat pada tahun 2007 ini memiliki sarana kesehatan yang cukup
memadai yaitu : 28 buah Puskesmas, 153 Puskesmas pembantu dan 1.256 buah Pos Yandu
yang semuanya tersebar di tiap Kecamatan22.
Banyaknya sarana / pelayanan kesehatan menurut Kecamatan

Bahorok

Puskesmas
pembantu
7

Salapian

11

10

25

Sei Bingei

10

16

Kuala

18

Selesai

10

13

Binjai

Stabat

12

10

Wampu
Batang
Serangan
Sawit Seberang

13

Padang Tualang

10

Hinai

50

Secanggang

10

15

Tanjung Pura

19

Gebang

10

Babalan

Sei Lepan

14

Brandan Barat

Besitang

10

11

11

Pangkalan Susu

17

153

110

14

260

Kecamatan

Puskesmas

Balai
Pengobatan
9

Rumah
Bersalin
0

Pos Yandu
22

Serapit
Kutambaru
Pematang Jaya
Jumlah Total
28
Sumber : BPPS Kabupaten Langkat

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai