DEFINISI
Valvular heart disease - Valvular heart disease terjadi bila katup-katup tidak mampu membuka
secara penuh( dikenal dengan istilah stenosis ktup) atau tidak mampu menutup secara
penuh( dikenal dengan istilah insufisiensi katup atau regurgitas katup).(wajan juni udjianti 2010).
Mitral Stenosis adalah suatu penyakit jantung, dimana katup atau pintu yang menghubungkan
ruang atrium (serambi) dan ventrikel (bilik) jantung bagian kiri mengalami penyempitan,
sehingga tidak bisa membuka dengan sempurna. Secara normal pembukaan katub mitral adalah
selebar tiga jari (4cm2) ( Brunner & Suddarth, 2001).
Pasien dengan Mitral Stenosis (MS) secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal,
kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. (Farmacia,edisi
Februari 2008)
Stenosis mitral (MS) adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-bilah katub mitral, yang
menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progesif aliran darah. ( Arif Muttaqin, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa mitral stenosis atau yang kerap disebut MS merupakan
penyempitan katup mitral yang disebabkan penebalan daun katup, komisura yang menyatu dan
korda tendinae yang menebal dan memendek sehingga mengakibatkan aliran darah mengalami
hambatan atau aliran darah melalui katup ttersebut akan berkurang. Yang pada normalnya katub
mitral berukuran 4-6 cm2.( Suzanne,2002)
Tipe Gangguan Katup
Kelainan Katup Bikuspid
1. Sindrom Prolaps Katup Mitral
Sindrom prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah-bilah katup mitral
yang tidak dapat menutup dengan sempurna dengan mengakibatkan regurgitas
katup, sehingga darah merembes dari ventrikel kiri ke atrium kiri. Sindrom ini
kadang tidak menimbulkan gejala atau dapat juga berkembang cepat dan
menyebabkan kematian mendadak. Pada tahun-tahun belakangan sindrom ini
a. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah primer, sebagai kelainan autosom
dominan. Kelainan terkait dengan kromosom Xq28 dan 16p11.2p12.1. Prolaps katup mitral dapat pula terjadi penyakit herediter
jaringan ikat yang memperlebar daun dan aparatus mitral,
seperti/pada
sindrom
osteogenesis
Marfan,
imperfecta,
sindrom
Ehlers-Danlos,
pseudoxanthoma
elasticum,
ostium
sekundum
dan
anomali
Ebstens.
Pada
akibat
Predisposisi
atau
prolaps
hanya
katup
koinsinden
mitnral
dapat
antara
keduanya.
ditemukan
pada
.
b. Patofisiologi
Sindrom prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah-bilah katup
mitral
yang
tidak
menutup
dengan
sempurna
dan
kiri
ke
atrium
kiri.
Sindrom
ini
kadang
tidak
kematian
mendadak.
Pada
tahun-tahun
3. Stenosis Mitral
Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif
aliran darah.
a. Etiologi
Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebah tiga jari. Pada kasus
stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel kiri
tidak terpengaruh, namun atrium kiri mengalami kesulitan dalam mengosongkan
darah melalui lumen yang sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya atrium akan
melebar dan mengalami hipertrofi, karena tidak ada katup yang melindungi vena
pulmonal terhadap aliran balik dari atrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami
kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban tekanan arteri
pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan berlebihan, yang berakhir
dengan gagal jantung.
b. Manifestasi Klinis
Pasien dengan stenosis mitral biasanya mengalami kelelahan sebagai
akibat curah jantung yang rendah, batuk darah (hemoptisis), kesulitan bernapas
(dipsnea) saat latihan akibat hipertensi vena pulmonal, batuk, dan infeksi saluran
nafas berulang.
Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur, karena fibrilasi atrial yang
terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertrofi atrium. Akibar perubahan
tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris, akibatnya terjadi disritmia
atrium
permanen.
Alat
bantu
diagnostik
bagi
kardiologis
adalah
2)
3)
4)
5)
Auskultasi
EKG
Rontgen Toraks
8)
Katerisasi jantung
Peningkatan selisih tekanan atrium dan ventrikel kiri, tekanan baji kapiler dan tekana arteri
pulmonalis
9)
dan Penurunan curah jantung dan penyempitan lubang katup (1,5 cm)
Echocardiografi
c. Patofisiologi
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
selama diastolik ventrikel, untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih
besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Oleh karena itu
terjadi peningkataan perbedaan tekanan antara kedua ruang tersebut, dalam keadaan
normal perbedaan tekanaan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertropi untuk meningkatkan kekuatan
pemompaan darah, makin lama kontraksi atrium makin berperan aktif sebagai faktor
pembantu pengisiaan ventrikel. Atrium kiri kini tidak lagi berfungsi primer sebagai
penampung pasif tetapi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium
terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat ketidak mampuaan atrium untuk
mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan kebelakang kedalam
pembuluh darah ,paru tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat.
Akibatnya terjadi kongesti paru-paru mulai dari kongesti vena yang ringan sampai
edemainterstisial yang kadang-kadang disertai transudasi cairan kedalam alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat akibat
peningkataan kronis resistensi vena pulmonalis. Respon ini memastikan perbedaan
tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Namun
demikian hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan
menuju arteri pulmonalis. Ventrikel kanan berespons terhadap peningkataan beban
tekanan ini dengan hipertropi otot.
paru. Jadi dispnea yang timbul saat melakukan kegiatan fisik terjadi akibat kongesti
paru-paru, rasa lemah dan lelah juga merupakan gejala awal yang sering ditemukan
akibat curah jantung yang menetap jumlahnya dan akhirnya berkurang.
Dengan berlanjutnya penyakit gejala-gejala pernafasan akan semakin
menonjol, kerentanan terhadap infeksi terhadap paru-paru menjadi tinggi pada waktu
istirahat dapat timbul ortopnea dan dispnea paroksismal, penyebaran tekanan
pembuluh darah paru-paru yang meningkat ke kapiler bronkus dapat mengakibatkan
ruptura kapiler atau vena bronkus dan hemoptisis ringan.akhirnya paru-paru menjadi
fibrotik dan tidak dapat mengembang. Distribusi aliran darah dalam paru-paru
bergeser, dalam keadaan normal perfusi lobus bawah lebih besar dari lobus atas sesuai
efek gaya tarik bumi terhadap aliran darah, pada stenosis mitralis aliran banyak
terdapat pada lobus bagian atas, hal ini agaknya akibat penyakit pembuluh darah besar
paru dan edema interstisial pada lobus bagian bawah.
Hipertropi kronis dan dilatasi atrium dapat menyebabkan fibrilasi atrium, bila
fibrilasi atrium dapat terjadi kekambuhan gejala-gejala yang berat, otot atrium yang
bergetar tidak dapat lagi menghasilkan kontraksi otot yang terkoordinasi. Hilangnya
kegiatan aktif atrium ini akan mengurangi pengisian ventrikel, pengisian ventrikel
semakin berkurang oleh respon ventrikel yang cepat terhadap fibrilasi atrium,
Fibrilasi atrium yang timbul mendadak ini dapat mengakibatkan curah jantung rendah
dan edema paru-paru, tubuh mampu melakukan adaptasi hemodinamik, biasanya
setelah diberikan obat-obatan akan tetapi awitan fibrilasi atrium akan menyebabkan
akserbasi resiko pembentukan trombus dan embolisasi sistemik karena statis darah di
atrium kiri yang terletak di sebelah proximal katup yang mengalami stenosis. Palpitasi
juga dapat dijumpai pada fibrilasi atrium.
Stenosis mitralis stadium akhir berkaitan dengan gagal jantung kanan yang
disertai dengan pembesaran vena sistemik, hepatomegali, edema perifer, dan asites.
Gagal jantung kanan dan dilatasi ventrikeldapat menimbulkan regurgitasi trikuspidalis
fungsional. Namun stenosis mitralis tidak perlu dibiarkan berlanjut sampai stadium ini
begitu gejala timbul penyakit ini dapat ditangani secara medis dan perlu dengan
koreksi pembedahan. Temuan berikut ini sering dijumpai pada stenosis mitralis:
1. Auskultasi: bising diastolik berfrekuensi rendah dan bunyi jantung pertama
mengeras, dan timbul suara saat pembukaan daun katup akibat hilangnya
kelenturan daun katup.
2. Ekokardiografi: alat diagnostik noninvasif utama yang digunakan untuk menilai
keparahan stenosis mitralis. EKG biasanya memberikan perhitungan katup yang
akurat.
b)
Atrial Fibrilasi, pulse tidak teratur dan terjadinya pulse deficit antara heart rate
e)
Keterangan :
LVIDs
: Diameter ventrikel kiri internal, sistolik;
LVPWd
: Dinding posterior ventrikel kiri, diastolik;
LVIDd
: Diameter ventrikel kiri internal, diastolik;
IVSd
: Septum interventriculare, diastolik;
EDV
: Volume diastolik akhir;
FS
: memperpendek fraksi;
ESV
: Volume sistolik akhir ;
EF
: Fraksi ejeksi.
Kateterisasi jantung
Berfungsi untuk menentukan luas dan jenis penyumbatan serta melihat perbedaan
pressure gradient antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Walaupun demikian pada
keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap.
Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan
intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan adanya
reaktivasi reuma.
PENATALAKSANAAN
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif
atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering
digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif
seperti -blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang
memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. (Novita,2007)
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat
hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat.
Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan
penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau
irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984
dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon,
tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi
cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton
pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah
dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas
antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat
dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah
itureparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm) dan keluhan,
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
Usia tua dengan fibrilasi atrium,
Pernah mengalami emboli sistemik,
Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas
keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium,
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan
klasifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu bermanfaat dan efektif.
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu
prosedur atau pengobatan, a.II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif,
b.II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya.
KOMPLIKASI
1.
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang simtomatis, walaupun hanya
sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya
fibrilasi atrium belum diketahui secara jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri yang
lama cenderung menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, dan perubahan struktur ini
diduga dapat merubah keadaan elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor predeposisi
untuk menimbulkan aritmia atrium.
Pada fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract dan perubahan struktur
SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua keadaan yang memperlihatkan
fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung reumatik. Fibrilasi atrium biasanya ditemukan
pada pasien dengan usia diatas 40 tahun.
2. Emboli sistemik
Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral. Lebih 90% emboli
sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung reumatik. Pasien penyakit jantung
reumatik yang mengalami embolisasi terutama terjadi pada pasien dengan kerusakan katup
mitral, dan stenosis mitral. Diduga antara 9-20% pasien penyakit jantung reumatik yang
menyerang katup mitral mengalami embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien mengalami stenosis
mitral dengan konplikasi emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin tua usia, walau tanpa
fibrilasi atrium ,semakin cenderung timbul komplikasi emboli. Mortalitas akibat emboli serebri
sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga sekitar 15%.
3. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan keadaan lanjut akibat perubahan
hemodinamik yang timbul karena stenosis mitral, dimana mekanisme adaptasi fisiologis sudah
dilampaui.
4. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan mengahancurkan baktri-bakteri
penyebab endokarditis. Tetapi pada katub jantung yang rusak dapat menyebabkan bakteri
tersebut tersangkut pada katup tersebut (Medicastore, 2012).
5. Prolaps Katub Mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katub menonjol ke dalam atrium kiri kadang-kadang
memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil darah ke dalam atrium.
Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun dan korda katub
mitral, yang menyebabkan katub menjadi floopy dan inkompeten saat sistol. MVP jarang
menyebabkan masalah jantung yang serius namun bisa menjadi penyulit sindrom marfan atau
penyakit jaringan ikat serupa dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autosomal yang
berkaitan dengan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai kasus yang sporadik.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1.
a. Anamnesa
1)
Data Demografi
- Nama
- Usia
- Jenis Kelamin
- Suku/ bangsa
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Alamat
2)
Keluhan Utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosis dan
batuk-batuk.
3)
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
sianosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
4)
Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit Demam rematik,
SLE(Systemic Lupus Erithematosus), RA(Rhemautoid arthritis), Miksoma (tumor jinak di atrium
kiri).
5)
Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya
stenosis mitral.
1.
B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada rendah di apeks dengan menggunakan bell dengan
posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa fibrilasi atrium
( denyut jantung cepat dan tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi
melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ 1 keras murmur
sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur
B3 (Brain) : nyeri dada dan abdomen
B4 ( Bladder): Ketidakseimbangan cairan excess, oliguri
B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
B6 (Bone) : kelemahan, keringat dingin, cepat lelah.
1.
c. Pengkajian Psikososial
d. Pemeriksaan Diagnostik
1)
Elektrokardiogram. Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai
beberapa aspek :
1. Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
2. Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan
hemodinamik.
3. Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2)
Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan
radiologis adalah :
a) Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
b) Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
c) Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada
septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3)
Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang
ultrasonik).
4)
Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode,
tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
5)
Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis
penyumbatannya. (www.Medicastore.com)
3.2 Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
2. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn
tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area
interstitial/jaringan).
3. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
Tujuan
adekuat.
Kriteria hasil:
Intervensi
rasional
Pantau pernafasan.
1. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam
area interstitial/jaringan).
Tujuan
Kriteria Hasil :
Intervensi
Rasioanal
Pantau masukan dan pengeluaran, catat Penting pada pengkajian jantung dan fungsi
keseimbangan cairan (positif atau
ginjal dan keefektifan terapi deuritik.
negative), timbang berat badan tiap
Keseimbangan cairan positif berlanjut
hari.
(pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dab
berat badan meningkat menunjukkan makin
buruknya gagal jantung
Auskultasi bunyi nafas dan jantung.
Kolaborasi :
1. Berikan deuritik, contoh
flurosemig (Lazix), asam
etakrinik (edekrin) sesuai
indikasi
1. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Kolaborasi :
1. Berikan diet tanpa garam
hidronclakton.
1. Tindakan pembedahan
komisurotomi
Tujuan
Kriteria hasil:
Intervensi
Rasional
jaringan.
Tujuan
: dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari terpenuhi dan
meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
sakit kritis.
Berikan waktu istirahat diantara waktu Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh
aktivitas.
dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan oksigen sesuai Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
instruksi.
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea,
sianosis, kerja napas, dan frekuensi
napas, serta keluhan subjektif.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan Perbedaan gejala perlu untuk
dengan episode sebelumnya. Gunakan skala mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku
nyeri 0-10 untuk rentang intensitas. Catat dan perubahan tanda vital membantu
ekspresi verbal atau non verbal nyeri,
menentukan derajat/adanya
respon otomatis terhadap nyeri (berkeringat, ketidaknyamanan pasien khususnya bila
TD dan nadi berubah, peningkatan atau
pasien menolak adanya nyeri.
penurunan frekuensi pernafasan)
Evaluasi respon terhadap obat