Anda di halaman 1dari 25

STENOSIS MITRAL

DEFINISI
Valvular heart disease - Valvular heart disease terjadi bila katup-katup tidak mampu membuka
secara penuh( dikenal dengan istilah stenosis ktup) atau tidak mampu menutup secara
penuh( dikenal dengan istilah insufisiensi katup atau regurgitas katup).(wajan juni udjianti 2010).
Mitral Stenosis adalah suatu penyakit jantung, dimana katup atau pintu yang menghubungkan
ruang atrium (serambi) dan ventrikel (bilik) jantung bagian kiri mengalami penyempitan,
sehingga tidak bisa membuka dengan sempurna. Secara normal pembukaan katub mitral adalah
selebar tiga jari (4cm2) ( Brunner & Suddarth, 2001).
Pasien dengan Mitral Stenosis (MS) secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal,
kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. (Farmacia,edisi
Februari 2008)
Stenosis mitral (MS) adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-bilah katub mitral, yang
menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progesif aliran darah. ( Arif Muttaqin, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa mitral stenosis atau yang kerap disebut MS merupakan
penyempitan katup mitral yang disebabkan penebalan daun katup, komisura yang menyatu dan
korda tendinae yang menebal dan memendek sehingga mengakibatkan aliran darah mengalami
hambatan atau aliran darah melalui katup ttersebut akan berkurang. Yang pada normalnya katub
mitral berukuran 4-6 cm2.( Suzanne,2002)
Tipe Gangguan Katup
Kelainan Katup Bikuspid
1. Sindrom Prolaps Katup Mitral
Sindrom prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah-bilah katup mitral
yang tidak dapat menutup dengan sempurna dengan mengakibatkan regurgitas
katup, sehingga darah merembes dari ventrikel kiri ke atrium kiri. Sindrom ini
kadang tidak menimbulkan gejala atau dapat juga berkembang cepat dan
menyebabkan kematian mendadak. Pada tahun-tahun belakangan sindrom ini

semakin banyak dijumpai, mungkin karena metode diagnostik yang semakin


maju.
2. Prolaps Katup Mitral

a. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah primer, sebagai kelainan autosom
dominan. Kelainan terkait dengan kromosom Xq28 dan 16p11.2p12.1. Prolaps katup mitral dapat pula terjadi penyakit herediter
jaringan ikat yang memperlebar daun dan aparatus mitral,
seperti/pada

sindrom

osteogenesis

Marfan,

imperfecta,

sindrom

Ehlers-Danlos,

pseudoxanthoma

elasticum,

periarteritis nodosa, hipertiroiditis, dan malformasi kongenital,


seperti

ostium

sekundum

dan

anomali

Ebstens.

Pada

keadaan/penyakit yang mengenai satu atau lebih komponen


aparatus mitral, dinyatakan prolaps terjadi sekunder. Etiologi
PKM sekunder masih kontroversial, apakah suatu hubungan
sebab

akibat

Predisposisi

atau

prolaps

hanya
katup

koinsinden
mitnral

dapat

antara

keduanya.

ditemukan

pada

perawakan astenikus karena ventrikel kiri lebih kecil dibanding


aparatus daun katup.

.
b. Patofisiologi
Sindrom prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah-bilah katup
mitral

yang

tidak

menutup

dengan

sempurna

dan

mengakibatkan regurgitasi katup, sehingga darah merembes dari


ventrikel

kiri

ke

atrium

kiri.

Sindrom

ini

kadang

tidak

menimbulkan gejala atau juga dapat berkembang cepat dan


menyebabkan

kematian

mendadak.

Pada

tahun-tahun

belakangan sindrom ini semakin banyak dijumpai, mungkin


karena metode diagnostic yang semakin maju.
c. Manifestasi Klinis
Banyak orang yang mempunyai sindrom ini tapi tidak menunjukan gejala.
Terkadang gejala pertama kali ditemukan pada saat pemeriksaan fisik jantung,
dengan ditemukanya bunyi jantung tambahan yang dikenal sebagai mitral click.
Adanya klik merupakan tanda awal bahwa jaringan katup menggelembung ke
atrium kiri dan telah terjadi gangguan aliran darah. Mitral klik dapat berubah
menjadi murmur seiring dengan semakin tidak berfungsinya bilah-bilah katup.
Dengan berkembangnya proses penyakit, bunyi murmur menjadi tanda terjadinya
regurgitas mitral (aliran balik darah). Prolaps katup mitral terjadi lebih sering
pada wanita dibanding pria.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis ditujukan untuk mengontrol gejala yang terjadi.
Beberapa pasien mengalami disritmia yang menggangu dan memerlukan
antidisritmia, sedangkan yang lain mengalami gagal jantung ringan memerlukan
terapi. Pada tahap lanjut, penggantian katup mungkin diperlukan.
Pasien dengan sindrom ini perlu diberi penyuluhan mengenai pentingnya
terapi profilaksis antibiotik sebelum menjalani prosedur invasif (misalnya terapi
intra vena [IV]) yang dapat menyebabkan masuknya bahan infeksius kedalam
sistem tubuh. Apabila klien merasa ragu mengenai faktor risiko dan perlunya
antibiotika, maka anjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter.

3. Stenosis Mitral
Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif
aliran darah.

a. Etiologi
Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebah tiga jari. Pada kasus
stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel kiri
tidak terpengaruh, namun atrium kiri mengalami kesulitan dalam mengosongkan
darah melalui lumen yang sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya atrium akan
melebar dan mengalami hipertrofi, karena tidak ada katup yang melindungi vena
pulmonal terhadap aliran balik dari atrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami
kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban tekanan arteri
pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan berlebihan, yang berakhir
dengan gagal jantung.
b. Manifestasi Klinis
Pasien dengan stenosis mitral biasanya mengalami kelelahan sebagai
akibat curah jantung yang rendah, batuk darah (hemoptisis), kesulitan bernapas
(dipsnea) saat latihan akibat hipertensi vena pulmonal, batuk, dan infeksi saluran
nafas berulang.
Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur, karena fibrilasi atrial yang
terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertrofi atrium. Akibar perubahan
tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris, akibatnya terjadi disritmia

atrium

permanen.

Alat

bantu

diagnostik

bagi

kardiologis

adalah

elektrokardiografi, ekokardiografi dan kateterisasi jantung dengan angiografi


untuk menentukan beratnya stenosis mitral.
Berikut ini merupakan beberapa tanda dan gejala yang timbul pada kelainan mitral stenosis
(Schwartz,Shires, dan Spencer, 2000) yaitu :
1)

Kelemahan, dispnea saat beraktifitas ( karena penurunan curah jantung )

2)

Paroxysmal Noctural Dyspnea (PND) dan orthopnea ( akibat edema paru)

3)

Batuk kering dan hemoptisis ( akibat edema paru )

4)

Hepatomegali, peningkatan JVP, pitting edema ( akibat gagal jantung kanan )

5)

Auskultasi

Apical diastolik murmur, rumbling ( bergemuruh )


Bunyi Jantung 1 (BJ1) mengeras dan mitral opening snap
6)

EKG

Gelombang P memanjang dan berlekuk puncaknya (P mitral) di lead II.


Gelombang P komponen negatif yang dominan di lead V1 , yaitu atrium kiri mengalami
hipertrofi.
Hipertrofi ventrikel kanan ( RVH )
Fibrilasi atrium atau atrial vibrilasi (akibat hipertrofi dan dilatasi kronis atrium)
7)

Rontgen Toraks

Hipertrofi atau pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan


Kongesti vena pulmonalis, edema paru (perkabutan lapang paru)
Redistribusi vaskular ke lobus atas paru

8)

Katerisasi jantung
Peningkatan selisih tekanan atrium dan ventrikel kiri, tekanan baji kapiler dan tekana arteri

pulmonalis
9)

dan Penurunan curah jantung dan penyempitan lubang katup (1,5 cm)

Echocardiografi

Kalsifikasi dan kekakuan katup mitral


Dilatasi atrium kiri

c. Patofisiologi
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
selama diastolik ventrikel, untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih
besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Oleh karena itu
terjadi peningkataan perbedaan tekanan antara kedua ruang tersebut, dalam keadaan
normal perbedaan tekanaan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertropi untuk meningkatkan kekuatan
pemompaan darah, makin lama kontraksi atrium makin berperan aktif sebagai faktor
pembantu pengisiaan ventrikel. Atrium kiri kini tidak lagi berfungsi primer sebagai
penampung pasif tetapi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium
terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat ketidak mampuaan atrium untuk
mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan kebelakang kedalam
pembuluh darah ,paru tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat.
Akibatnya terjadi kongesti paru-paru mulai dari kongesti vena yang ringan sampai
edemainterstisial yang kadang-kadang disertai transudasi cairan kedalam alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat akibat
peningkataan kronis resistensi vena pulmonalis. Respon ini memastikan perbedaan
tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Namun
demikian hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan
menuju arteri pulmonalis. Ventrikel kanan berespons terhadap peningkataan beban
tekanan ini dengan hipertropi otot.

Pembuluh darah paru mengalami perubahan anatomis yang tampaknya


bertujuaan melindungi kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kanan dan aliran
darah paru yang meninggi. Terjadi perubahan struktur hipertropi lapisan intima pada
pada dinding arteri kecil dan arteriola. Mekanisme yang menimbulkan respons
anatomis ini masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini
menyempitkan lumen pembuluh dan meningkatkan resistensi pembuluh paru.
Konstriksi artiolar ini jelas meningkatkan tekanan arteri pulmonalis. Tekanan
pulmonalis dapat meningkat progresif sampai setinggi tekanan setinggi tekanan
sistemik.
Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa bertekanan tinggi
untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu ventrikel kanan akhirnya tidak dapat
berfungsi sebagai pompa , kegagalan ventrikel kanan dipantulkan kebelakang
kedalam sirkulasi sistemik , menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema
perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup
trikuspidalis akibat pembesaraan ventrikel kanan.
Sesudah beberapa tahun, Lesi Setonesis Mitralis akan memperkecil luban
katup. Gejala-gejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil
samapi sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal 4-5 cm2 menjadi kurang dari 2,5 cm2.
Saat lubang katup sudah menyempit, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk
mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung akibatnya tekanan vena
prumunalis akan meningkat sehingga menimbulkan dispnea, pada tahap awal
biasanya dapat didengar bising jantung diastolik yang merupakan petunjuk adanya
aliran abnormal melalui lubang katup yang menyempit. Lebar katup yang kurang dari
1 cm2 menunjukkan stenosis mitralis yang gawat.
Gambaran klinis dapat bervariasi bergantung pada gangguan hemodinamik
yang terjadi, tetapi biasanya gejala yang paling dini adalah sesak nafas sewaktu
bekerja. Dua perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh kerja kurang dapat
ditoleransi pada stenosis mitralis yaitu:
1. Takikardi.
2. Peningkatan tekanan atrium kiri.
Takikardi akan mengurangi lama diastolik, yaitu waktu pengisian ventrikel
dari atrium. Lama diastolik ini sangat penting pada stenosis mitralis karena lesi
tersebut mengganggu pengisian ventrikel sehingga mempersulit pengosongan atrium,
takikardi menyebabkan lama pengisian ventrikel menurun, curah jantung berkurang
dan kongesti paru-paru meningkat. Peningkatan tekanan atrium kiri sewaktu
melakukan kegiatan fisik semakin memperberat kongesti paru-paru; aliran darah
mengalami hambatan sehingga peningkatan tekanan diteruskan ke belakang ke paru-

paru. Jadi dispnea yang timbul saat melakukan kegiatan fisik terjadi akibat kongesti
paru-paru, rasa lemah dan lelah juga merupakan gejala awal yang sering ditemukan
akibat curah jantung yang menetap jumlahnya dan akhirnya berkurang.
Dengan berlanjutnya penyakit gejala-gejala pernafasan akan semakin
menonjol, kerentanan terhadap infeksi terhadap paru-paru menjadi tinggi pada waktu
istirahat dapat timbul ortopnea dan dispnea paroksismal, penyebaran tekanan
pembuluh darah paru-paru yang meningkat ke kapiler bronkus dapat mengakibatkan
ruptura kapiler atau vena bronkus dan hemoptisis ringan.akhirnya paru-paru menjadi
fibrotik dan tidak dapat mengembang. Distribusi aliran darah dalam paru-paru
bergeser, dalam keadaan normal perfusi lobus bawah lebih besar dari lobus atas sesuai
efek gaya tarik bumi terhadap aliran darah, pada stenosis mitralis aliran banyak
terdapat pada lobus bagian atas, hal ini agaknya akibat penyakit pembuluh darah besar
paru dan edema interstisial pada lobus bagian bawah.
Hipertropi kronis dan dilatasi atrium dapat menyebabkan fibrilasi atrium, bila
fibrilasi atrium dapat terjadi kekambuhan gejala-gejala yang berat, otot atrium yang
bergetar tidak dapat lagi menghasilkan kontraksi otot yang terkoordinasi. Hilangnya
kegiatan aktif atrium ini akan mengurangi pengisian ventrikel, pengisian ventrikel
semakin berkurang oleh respon ventrikel yang cepat terhadap fibrilasi atrium,
Fibrilasi atrium yang timbul mendadak ini dapat mengakibatkan curah jantung rendah
dan edema paru-paru, tubuh mampu melakukan adaptasi hemodinamik, biasanya
setelah diberikan obat-obatan akan tetapi awitan fibrilasi atrium akan menyebabkan
akserbasi resiko pembentukan trombus dan embolisasi sistemik karena statis darah di
atrium kiri yang terletak di sebelah proximal katup yang mengalami stenosis. Palpitasi
juga dapat dijumpai pada fibrilasi atrium.
Stenosis mitralis stadium akhir berkaitan dengan gagal jantung kanan yang
disertai dengan pembesaran vena sistemik, hepatomegali, edema perifer, dan asites.
Gagal jantung kanan dan dilatasi ventrikeldapat menimbulkan regurgitasi trikuspidalis
fungsional. Namun stenosis mitralis tidak perlu dibiarkan berlanjut sampai stadium ini
begitu gejala timbul penyakit ini dapat ditangani secara medis dan perlu dengan
koreksi pembedahan. Temuan berikut ini sering dijumpai pada stenosis mitralis:
1. Auskultasi: bising diastolik berfrekuensi rendah dan bunyi jantung pertama
mengeras, dan timbul suara saat pembukaan daun katup akibat hilangnya
kelenturan daun katup.
2. Ekokardiografi: alat diagnostik noninvasif utama yang digunakan untuk menilai
keparahan stenosis mitralis. EKG biasanya memberikan perhitungan katup yang
akurat.

3. Elektrokardiogram: pembesaran atrium kiri, gelombang P melebar dan bertakik


paling jelas pada sadapan II, dikenal sebagai P mitral, bila iramanya sinus normal
hipertrofi ventrikel kanan fibrilasi atrium lazim terjadi tetapi spesifik untuk
stenosis mitralis.
4. Radiografi dada: pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena
pulmonalis, edema paru interstisial, redistribusi pembuluh darah paru ke lobus
bagian atas, klasifikasi katup mitralis.
5. Temuan hemodinamik: peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis
kemudian peningkatan tekanan atrium kiri dan baji kapiler pulmonalis dengan
gelombang A yang menonjol, peningkatan tekanan arteria pulmonalis, curah
jantung rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan vena
jugularis, dengan gelombang V yang bermakna di bagian atrium kanan atau vena
jugularis jika terdapat isufisiensi trikuspidalis.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dari penyakit Mitral Stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi
(EKG) atau ekokardiografi. Riwayat penyakit yang biasanya didapat dari pasien adalah:
a)
Dyspneu deffort/ dyspneu saat beraktifitas
b)
Hemoptisis = Batuk darah yg dibatukkan Berasal dari saluran pernapasan bawah
c)
Nyeri Dada
d) Riwayat Demam Rematik sebelumnya
e)
Paroksimal Nokturnal Dispnea
f)
Palpitasi
Dari pemeriksaan fisik pada pasien akan didapatkan :
Inspeksi
a)
Nampak Pulsasi Ictus Cordis
b)
Malar Flush, perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena saturasi oksigen
berkurang
c)
Sianosis Perifer
d) Distensi vena jugularis, menonjol karena hioertensi pulmonal dan stenosis tricuspid
e)
Digital clubbing
f)
Respiratory distress
g) Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem
perifer
Palpasi
a)
Diastolik thrill teraa getaran pada puncak jantung ( Ictus Cordis teraba), terutama
dengan pasien dalam posisi kea rah lateral kiri

b)

Atrial Fibrilasi, pulse tidak teratur dan terjadinya pulse deficit antara heart rate

dengan nadi lebih dari 60 x per menit.


Auskultasi
a)
Murmur diastole yang ditandai dengan M1 yang berbunyi lebih keras disebabkan
oleh peningkatan usaha katub mitral untuk menutup. Berikut gambar skema murmur
diastole.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis Mitral Stenosis:
Foto Thorax :
Hal-hal yang dapat dilihat dari pemeriksaan foto thorax antara lain.
a)
Pembesaran atrium, terlihat kontur ganda atrium pada batas jantung kanan.
b)
Pelebaran arteri pulmonal
c)
Dilatasi ventrikel kanan, tampak dari batas kanan bergeser ke kanan.
d) Aorta yang relative kecil
e)
Perkapuran di daerah katup mitral atau pericardium
f)
Pada paru terlihat tanda bendungan vena
g)
Edema interstitial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan
atrium kiri <20mmHg dan 70% pada tekanan atrium >20mmHg.
Keterangan :
RPA : Right Pulmonal Artery
RPA: arteri pulmonalis kanan;
LA: atrium kiri (bayangan dalam bayangan; kontur gandaatrium)
RA: atrium kanan;
MPA: arteri pulmonalis utama;
LAA: tambahan atrium kiri.
EKG
Gambaran EKG menunjukkan adanya
a)
pembesaran atrium kiri ( amplitude P > 2 mm)
b)
fibrilasi atrium,
c)
hipertrofi ventrikel kanan
d) Right Axis Deviation
e)
R > S pada V1
f)
Depresi gelombang ST dan gelombang T inverse pada V1-V3
Berikut adalah contoh beberapa gambaran EKG.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dengan perekaman M-mode dan 2D-Doppler dapat
digunakan untuk: (a) menentukan derajat stenosis, (b) dimensi ruang untuk jantung, (c)
ada tidaknya kelainan penyerta, dan (d) ada tidaknya trombus pada atrium kiri.
Pada pemeriksaan ekokardiografi M-mode dapat dilihat hal-hal berikut.
a)
E-F slope mengecil dan gelombang amenghilang
b)
Pembukaan katup mitral berkurang
c)
Pergerakan katup posterior berubah
d) Penebalan katup akibat fibrosis

e)

Pelebaran atrium kiri,kadang RVH

Keterangan :
LVIDs
: Diameter ventrikel kiri internal, sistolik;
LVPWd
: Dinding posterior ventrikel kiri, diastolik;
LVIDd
: Diameter ventrikel kiri internal, diastolik;
IVSd
: Septum interventriculare, diastolik;
EDV
: Volume diastolik akhir;
FS
: memperpendek fraksi;
ESV
: Volume sistolik akhir ;
EF
: Fraksi ejeksi.
Kateterisasi jantung
Berfungsi untuk menentukan luas dan jenis penyumbatan serta melihat perbedaan
pressure gradient antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Walaupun demikian pada
keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap.
Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan
intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan adanya
reaktivasi reuma.

PENATALAKSANAAN
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif
atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering
digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif
seperti -blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang
memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. (Novita,2007)
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat
hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat.
Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan
penyekat beta atau antagonis kalsium.

Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau
irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984
dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon,
tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi
cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton
pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah
dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas
antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat
dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah
itureparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm) dan keluhan,
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
Usia tua dengan fibrilasi atrium,
Pernah mengalami emboli sistemik,
Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas
keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium,

3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan
klasifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu bermanfaat dan efektif.
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu
prosedur atau pengobatan, a.II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif,
b.II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya.

KOMPLIKASI
1.

Fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang simtomatis, walaupun hanya
sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya
fibrilasi atrium belum diketahui secara jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri yang
lama cenderung menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, dan perubahan struktur ini
diduga dapat merubah keadaan elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor predeposisi
untuk menimbulkan aritmia atrium.
Pada fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract dan perubahan struktur
SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua keadaan yang memperlihatkan
fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung reumatik. Fibrilasi atrium biasanya ditemukan
pada pasien dengan usia diatas 40 tahun.
2. Emboli sistemik

Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral. Lebih 90% emboli
sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung reumatik. Pasien penyakit jantung
reumatik yang mengalami embolisasi terutama terjadi pada pasien dengan kerusakan katup
mitral, dan stenosis mitral. Diduga antara 9-20% pasien penyakit jantung reumatik yang
menyerang katup mitral mengalami embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien mengalami stenosis
mitral dengan konplikasi emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin tua usia, walau tanpa
fibrilasi atrium ,semakin cenderung timbul komplikasi emboli. Mortalitas akibat emboli serebri
sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga sekitar 15%.
3. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan keadaan lanjut akibat perubahan
hemodinamik yang timbul karena stenosis mitral, dimana mekanisme adaptasi fisiologis sudah
dilampaui.
4. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan mengahancurkan baktri-bakteri
penyebab endokarditis. Tetapi pada katub jantung yang rusak dapat menyebabkan bakteri
tersebut tersangkut pada katup tersebut (Medicastore, 2012).
5. Prolaps Katub Mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katub menonjol ke dalam atrium kiri kadang-kadang
memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil darah ke dalam atrium.
Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun dan korda katub
mitral, yang menyebabkan katub menjadi floopy dan inkompeten saat sistol. MVP jarang
menyebabkan masalah jantung yang serius namun bisa menjadi penyulit sindrom marfan atau
penyakit jaringan ikat serupa dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autosomal yang
berkaitan dengan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai kasus yang sporadik.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1.

a. Anamnesa

1)
Data Demografi
- Nama
- Usia
- Jenis Kelamin
- Suku/ bangsa
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Alamat
2)
Keluhan Utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosis dan
batuk-batuk.
3)
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
sianosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
4)
Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit Demam rematik,
SLE(Systemic Lupus Erithematosus), RA(Rhemautoid arthritis), Miksoma (tumor jinak di atrium
kiri).
5)
Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya
stenosis mitral.
1.

b. ROS (Review of System)

B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada rendah di apeks dengan menggunakan bell dengan
posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa fibrilasi atrium
( denyut jantung cepat dan tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi
melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ 1 keras murmur
sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur
B3 (Brain) : nyeri dada dan abdomen
B4 ( Bladder): Ketidakseimbangan cairan excess, oliguri
B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
B6 (Bone) : kelemahan, keringat dingin, cepat lelah.
1.

c. Pengkajian Psikososial

1) Sesak napas berpengaruh pada interaksi


2) Aktivitas terbatas

3) Takut menghadapi tindakan pembedahan


4) Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang buruk
1.

d. Pemeriksaan Diagnostik

1)
Elektrokardiogram. Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai
beberapa aspek :
1. Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
2. Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan
hemodinamik.
3. Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2)
Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan
radiologis adalah :
a) Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
b) Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
c) Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada
septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3)
Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang
ultrasonik).
4)
Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode,
tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
5)
Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis
penyumbatannya. (www.Medicastore.com)
3.2 Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.
2. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn
tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area
interstitial/jaringan).
3. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.

4. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan


ke dalam area interstitial/alveoli).
5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung ke jaringan.
6. Nyeri akut b.d regangan atrium kiri
3.3 Intervensi dan Rasional
1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran
arteri-vena; penurunan aktifitas.

Tujuan
adekuat.

Kriteria hasil:

: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan

1. Vital sign dalam batas yang dapat diterima


2. Intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-),
3. Nadi perifer kuat
4. Pasien sadar/terorientasi
5. Tidak ada oedem
6. Bebas nyeri/ketidaknyamanan.

Intervensi dan rasional :

Intervensi

rasional

Monitor perubahan tiba-tiba atau


gangguan mental kontinu (camas,
bingung, letargi, pinsan).

Perfusi serebral secara langsung


berhubungan dengan curah jantung,
dipengaruhi oleh elektrolit/variasi
asam basa, hipoksia atau emboli
sistemik.

Observasi adanya pucat, sianosis,


belang, kulit dingin/lembab, catat
kekuatan nadi perifer.

Vasokonstriksi sistemik diakibatkan


oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi

Kaji tanda Homan (nyeri pada betis


dengan posisi dorsofleksi), eritema,
edema

Indikator adanya trombosis vena


dalam

Dorong latihan kaki aktif/pasif.

Menurunkan stasis vena,


meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan resiko tromboplebitis

Pantau pernafasan.

Pompa jantung gagal dapat


mencetuskan distres pernafasan.
Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi
tromboemboli paru

Kaji fungsi GI, catat anoreksia,


penurunan bising usus, mual/muntah,
distensi abdomen, konstipasi.

Penurunan aliran darah ke mesentrika


dapat mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan peristaltic

Pantau masukan dan perubahan keluaran Penurunan pemasukan/mual terusurine.


menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi dan
organ

1. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam
area interstitial/jaringan).

Tujuan

Kriteria Hasil :

: Keseimbangan volume cairan

1. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran


2. Berat badan stabil
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
4. Tidak ada edema

Intervensi dan rasional :

Intervensi

Rasioanal

Pantau masukan dan pengeluaran, catat Penting pada pengkajian jantung dan fungsi
keseimbangan cairan (positif atau
ginjal dan keefektifan terapi deuritik.
negative), timbang berat badan tiap
Keseimbangan cairan positif berlanjut
hari.
(pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dab
berat badan meningkat menunjukkan makin
buruknya gagal jantung
Auskultasi bunyi nafas dan jantung.

Tambahan bunyi nafas(crackels) dapat


menunjukkan timbulnya edema paru akut atau
GJK kronik. Terdengarnya S3 adalah salah satu
temuan klinik pertama sehubungan dengan
dekompensasi. Ini mungkin sementara (gagal
paru kongestif akut) atau permanen (gagal
jantung luas atau kronis sehubungan penyakit
katub berat)

Pantau Tekanan Darah

Hipertensi umum sebagai akibat gangguan


katup. Namun peninggian tekanan darah di atas
normal dapat menunjukan kelebihan cairan.

Jelaskan tujuan pembatasan


cairan/natrium pada pasien/ orang
terdekat. Libatkan dalam rencana
jadwal pemasukan/pilihan diet yang
tepat.

Dapat meninggkatkan kerjasama pasien.


Memberikan beberapa rasa control dalam
menghadapi upaya pembatasan.

Kolaborasi :
1. Berikan deuritik, contoh
flurosemig (Lazix), asam
etakrinik (edekrin) sesuai
indikasi

1. Batasi cairan sesuai indikasi


(oral dan intravena)

Menghambat reabsorbsi natrium atau klorida


yang meningkatkan ekskresi cairan dan
menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan
edema paru.

Dapat diperlukan untuk menurunkan volume


cairan ekstrasel atau edema.

Menurunkan retensi cairan.


1. Berikan batasan diet natrium
sesuai indikasi

1. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.

Tujuan

: dalam waktu 3x24 jam pola napas kembali efektif.

Kriteria hasil

1. Klien tidak sesak napas.


2. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-20x per menit.
3. Respon batuk berkurang.
4. Output urin 30ml/jam.

Intervensi dan rasional :

Intervensi

Rasional

Auskultasi bunyi napas (crackles)

Indikasi edema paru, akibat sekunder


dekompensasi jantung.

Kaji adanya edema

Waspadai adanya gagal kongestif/kelebihan


volume cairan.

Ukur intake dan output cairan

Penurunan curah jantung, mengakibatkan


perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan
penurunan output urin.

Timbang berat badan

Perubahan berat badan tiba-tiba


menunjukan gangguan keseimbangan
cairan.

Pertahankan pemasukan total cairan


2000ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.

Memenuhi kebutuhan cairan tubuhorang


dewasa, tetapi perlu pembatasan dengan
adanya dekompensasi jantung.

Kolaborasi :
1. Berikan diet tanpa garam

1. Berikan diuretik, contoh :


furosemide, sprinolakton,

Natrium meningkatkan retensi cairan dan


meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban
kerja jantung dan akan meningkatkan
kebutuhan miokardio.
Diuretik bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurunkan retensi

hidronclakton.

cairan di jaringan sehingga menurunkan


resiko terjadinya edema paru.

Hipokalemia dapat membatasi efektivitas


1. Pantau data laboratorium elektrolit terapi.
kalium.

1. Tindakan pembedahan
komisurotomi

Tindakan pembedahan dilakukan apabila


tindakan untuk menurunkan masalah klien
tidak teratasi. Intervensi bedah meliputi
komisurotomi untuk membuka atau
menyobek komisura katup mitral yang
lengket atau mengganti katup mitral dengan
katup protesa.

1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan


ke dalam area interstitial/alveoli).

Tujuan

Kriteria hasil:

: pertukaran gas adekuat

1. Melaporkan tidak adanya atau penurunan dyspnea


2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal
3. Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi dan rasional :

Intervensi

Rasional

Kaji dyspnea, takipnea , tak normalnya bunyi


nafas, peningkatan upaya pernafasan,
terbatasnya ekspansi dinding dada, dan
kelemahan.

Mitral stenosis menyebabkan edema paru


sehingga alveolus terdesak. Ini berakibat pada
terganggunya difusi O2 dan CO2 . Efek
pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea
berat sampai distress pernafasan.

Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran.


Perembesan darah akan terakumulasi di paru
Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan

kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.

jaringan.

Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan


Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan
bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala.

1. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung ke jaringan.

Tujuan
: dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari terpenuhi dan
meningkatnya kemampuan beraktivitas.

Kriteria hasil

1. Klien menunjukan peningkatan kemampuan beraktivitas/mobilisasi di tempat tidur.


2. Frekuensi pernapasan dalam batas normal.

Intervensi dan rasional :

Intervensi

Rasional

Catat frekuensi jantung, irama, dan


perubahan tekanan darah selama dan
sesudah aktivitas.

Respon klien terhadap aktivitas dapat


mengindikasikan penurunan oksigen
miokardium.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas,


dan berikan aktivitas senggang yang
tidak berat.

Menurunkan kerja miokardium/konsumsi


oksigen.

Anjurkan menghindari penignkatan


Mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan
tekanan abdomen seperti mengejan saat vasokonstriksi yang dapat meingkatkanpreload,
defekasi
tahanan vaskuler sistemis, dam beban jantung.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari Aktivitas yang maju memberikan kontrol
tingkat aktivitas, contoh bangun dari
jantung, meningkatkan regangan dan mencegah
kursi, bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan aktivitas berlebihan.
istirahat selama 1 jam setelah makan.
Pertahankan klien tirah baring
sementara sakit akut.

Untuk mengurangi beban jantung.

Tingkatkan klien duduk di kursi dan


tinggikan kaki klien.

Untuk meningkatkan aliran balik vena.

Pertahankan rentang gerak pasif selama Meningkatkan kontraksi otot sehingga

sakit kritis.

membantu aliran balik vena.

Evaluasi tanda vital saat kemajuan


aktivitas terjadi.

Untuk mengetahui aktivitas fungsi jantung.

Berikan waktu istirahat diantara waktu Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh
aktivitas.
dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan oksigen sesuai Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
instruksi.
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea,
sianosis, kerja napas, dan frekuensi
napas, serta keluhan subjektif.

Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi


jantung.

Berikan diet sesuai pesanan


(pembatasan cairan dan natrium).

Mencegah retensi cairan dan edema akibat


penurunan kontraktilitas jantung.

1. Nyeri akut b.d regangan atrium kiri

Tujuan

Kriteria hasil

: Nyeri menurun / hilang


:

1. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol

Intervensi dan rasional :

Intervensi

Rasional

Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan Perbedaan gejala perlu untuk
dengan episode sebelumnya. Gunakan skala mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku
nyeri 0-10 untuk rentang intensitas. Catat dan perubahan tanda vital membantu
ekspresi verbal atau non verbal nyeri,
menentukan derajat/adanya
respon otomatis terhadap nyeri (berkeringat, ketidaknyamanan pasien khususnya bila
TD dan nadi berubah, peningkatan atau
pasien menolak adanya nyeri.
penurunan frekuensi pernafasan)
Evaluasi respon terhadap obat

Penggunaan terapi obat dan dosis. Catat


nyeri yang tidak hilang atau menurun
dengan nitrat menunjukkan MVP,
berhubungan dengan nyeri dada tidak
khas/non angina.

Berikan lingkungan istirahat dan batasi


aktivitas sesuai kebutuhan.

Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan


oksigen miokard (contoh : kerja tiba-tiba,

stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat


mencetuskan nyeri dada.
Kolaborasi :
Berikan vasodilator, contoh : nitrogliserin,
nifedipin (prokardia) sesuai indikasi

Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi


miokard (vasodilator).

Anda mungkin juga menyukai