ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran suatu
serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak akan
mencapai suatu keseimbangan. Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya
adalah sebagai polinator, dekomposer, predator (pengendali hayati), parasitoid
(pengendali hayati), hingga sebagai bioindikator bagi suatu ekosisitem.
Polinator Secara umum serangga tidak berperan langsung pada proses polinasi,
serangga hanya bertujuan memperoleh nektar dari bunga yaitu sebagai sumber
makanannya. Namun dalam hal ini serangga memiliki peran yang sangat
penting, secara tidak sengaja polen atau serbuk sari menempel dan terbawa
pada tubuh serangga hingga polen tersebut menempel pada kepala putik bunga
lain dan terjadilah proses polinasi. Seperti yang disampaikan oleh Satta et al.,
(1998) dalam laporannya bahwa lebah lokal memiliki peranan penting pada
proses polinasi dari bunga Sulla (Hedysarum conorarium L.) di daerah
Mediterania. Lebah lokal anggota ordo Apidae (A. mellifera) dan ordo
Anthoporidae (E. numida) mampu meningkatkan prosentase terjadinya polinasi
silang serta miningkatkan produksi biji tumbuhan sulla. Williams I.H.(2002) juga
menambahkan dalam laporannya bahwa lebih dari 140 spesies tanaman di
Eropa, diuntungkan dengan adanya peran serta serangga dalam proses
penyerbukan atau polinasi. Lebah atau serangga jenis lain secara tidak sengaja
membawa pollen dari satu bunga ke bunga lainnya, sehingga sangat membantu
proses polinasi. Dekomposer Serangga memeliki peranan yang sangat penting
dalam proses dekomposisi terutama di tanah. Kotoran atau feases dari hewan
dapat mengakibatkan pencemaran terhadap padang rumput. Tinja sapi yang
dibiarkan dipermukaan tanah dapat mematikan atau memperlambat
pertumbuhan tanaman rumput, serta menyebabkan tanaman di sekitarnya
kurang disukai ternak sapi. Selain itu kotoran atau tinja tersebut dapat pula
sebagai tempat meletakan telur bagi vektor pembawa penyakit, dan merupakan
tempat hidup bagi larva parasit pada saluran pencernaan ruminansia. Namun
dengan keberadaan beberapa spesies kumbang pendekomposisi tinja, maka hal
tersebut dapat diminimalisir (Shahabuddin, et al., 2005). Kumbang yang bersifat
dekomposer biasanya merupakan anggota dari ordo Coleoptera, dan famili
Scarabaeidae, yang lebih dikenal sebagai kumbang tinja. Kumbang ini memiliki
perilaku makan dan reproduksi yang dilakukan di sekitar tinja, dengan demikian
kumbang tinja sangat membantu dalam menyebarkan dan menguraikan tinja
sehingga tidak menumpuk di suatu tempat. Aktifitas ini secara umum
berpengaruh terhadap struktur tanah dan siklus hara sehingga juga berpengaruh
terhadap tumbuhan disekitarnya. Dengan membenamkan tinja, kumbang dapat
memperbaiki kesuburan dan aerasi tanah, serta meningkatkan laju siklus nutrisi.
Dekomposisi tinja pada permukaan tanah, oleh kumbang tinja menyebabkan
penurunan pH tanah setelah 9 minggu dan meningkatkan kadar nitrogen,
yodium, fosfor, magnesium, dan kalsium sampai 42-56 hari setelah peletakan
tinja (Gallante, E. dan Garcia, A.M,.2001). Predator Dalam kehidupan di suatu
ekosistem, serangga juga berperan sebagai agen pengendali hayati, kaitannya
dalam predasi. Serangga berperan sebagai predator bagi mangsanya baik
nematoda, protozoa, bahkan sesama serangga lain. Seperti yang dilaporkan oleh
Marheni (2003) bahwa, wereng batang coklat mempunyai banyak musuh alami
di alam terutama predator, mencapai 1922 famili dan parasitoid 810 famili.
Predatorpredator tersebut cocok untuk pengendalian wereng batang coklat
karena kemampuannya memangsa spesies lain (polyfag) sehingga
ketersediaannya di alam tetap terjaga walaupun pada saat populasi wereng
tersebut rendah atau di luar musim tanam. Dari hasil penelitiannya, dapat
diketahui bahwa predator Paradosa pseudoanulata merupakan predator yang
paling efektif dalam menekan populasi wereng batang coklat dan intensitas
serangan terhadap padi. Dalam Santoso (2007) melaporkan pula bahwa terdapat
sejenis lalat Diatracophaga striatalis (Lalat Jatiroto), dimana larvanya dapat
menyerang dan memangsa hama penggerek Chilo yang berada dalam lubang
tebu dan menghisap cairan haemolimpnya sampai mati kering. Dari uraian
tersebut, dapat kita ketahui bahwa serangga serangga predator sangat
membantu atau berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Parasitoid Serangga parasitoid adalah serangga yang berperan sebagai parasit
serangga lain yang merugikan manusia atau ternak. Spalangia endius dan S.
nigroaenea serta Pacchyrepoideus vindemiae merupakan parasitoid yang
menyerang pupa lalat rumah dan lalat kandang untuk kehidupan larva dan
pupanya, sedangkan dewasanya hidup bebas (Koesharto, 1995). Pada kehidupan
parasitoid secara umum makanannya berupa nektar dan haemolim inang.
Haemolim inang digunakan dalam pembentukan dan pematangan telur
sedangkan nektar dipelukan sejak awal sebagai sumber energi. Berbeda dengan
diptera yang memiliki alat penusuk pada proboscisnya, parasitoid termasuk
dalam ordo Hymenopteratidak dapat menembus kulit puparium.cairan hemolom
diperoleh dari rembesan yang keluar waktu menusukan ovipositor ke dalam pupa
lalat (Stireman, et al., 2006) Bioindikator Serangga merupakan hewan yang
sangat sensitif/responsif terhadap perubahan atau tekanan pada suatu
ekosisitem dimana ia hidup. Penggunaan serangga sebagai bioindikator kondisi
lingkungan atau eksosisitem yang ditempatinya telah lama dilakukan. Jenis
serangga ini mulai banyak diteliti karena bermanfaat untuk mengetahui kondisi
kesehatan suatu ekosistem. Serangga akuatik selama ini paling banyak
digunakan untuk mengetahui kondisi pencemaran air pada suatu daerah,
diantaranya adalah beberapa spesies serangga dari ordo
Ephemeroptera,Diptera, Trichoptera dan Plecoptera yang kelimpahan atau
kehadirannya mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut telah tercemar,
karena serangga ini tidak dapat hidup pada habitat yang sudah tercemar.
Adapun untuk serangga daratan (terrestrial insect) studi sejenis telah banyak
dilakukan pada berbagai kawasan hutan di berbagai negera termasuk di
kawasan hutantropis (Shahabuddin, 2003). Ditambahkan oleh Wardhani (2007)
dalam laporannya bahwa, larva Odonta juga berpotensi sebagai bioindikator
pencemaran air, karena larva ini sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air.
Bila kualitas air sungai sebagai habitatnya tercemar, maka larva odonata akan
mati. DAFTAR PUSTAKA Galante, E., and Gracia, A.M., 2001. Decomposer Insect.
South African Journal of Sciences 75:257-260. Koesharto, F.X., 1995. Mass
Rearing of Arthropod Parasitoid (Hymenoptera:Pteromaldae) of Poultry and Cattle
Farms Filth Flies. Dec.1995 hlm.65-67 ISSN 0854-8587 vol.2,No.2 Marheni, 2003.
Kemampuan Beberapa Predator pada Pengendalian Wereng Batang Coklat
(Nilaparvata lugens Stal.). Jurnal Natur Indonesia 6(2): 84-86 (2004) ISSN 1410-
9379. Santoso, M. B., 2007. Predator Musuh Alami yang Berguna. Satta,A.,
Acciaro,M., Floris,I., Lentini,A., and Sulas, L., 1998. Insect Pollination of Sulla(H
edysarum coronarium L.) and Its Effect on Seed Production in a Mediterranean
Environment. CIHEAM Options Mediterraneennes pgs 373-377. Shahabuddin,
2003. Pemanfaatan Serangga Sebagai Bioindikator Kesehatan Hutan. Pengantar
Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor
Oktober 2003. Shahabuddin, Hidayat,P., Noerdjito,W.A., and Manuwoto, S., 2005.
Research