Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

LAPORAN KASUS DAN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

APRIL 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

OS ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA

DISUSUN OLEH:
Athirah Farhana Binti Anuar
C 111 11 855
PEMBIMBING :
dr. Andi Pratiwi
SUPERVISOR:
Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN

Nama
Jenis kelamin
Umur
Agama
Suku / Bangsa
Pekerjaan
Alamat
No. Rekam Medis
Tanggal pemeriksaan
Rumah sakit
Pemeriksa

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. B
Laki-Laki
44 tahun
Islam
Indonesia
BUMN
Gunung Kewa
057387
1 April 2016
Poliklinik Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin
dr Riska

II. ANAMNESIS
Keluhan utama

: Penglihatan kabur pada mata kiri

Anamnesis terpimpin : Penglihatan kabur pada mata kiri sejak 10 hari yang lalu
secara tiba-tiba setelah pasien bermain voli. Awalnya pasien melihat bayangan hitam
yang bergerak mengikuti gerakan bola mata. Kemudian, pasien mengeluh mata
kirinya tidak dapat melihat objek di depan matanya seperti ada tirai yang menutupi
pandangan bagian kiri dan bawah, dan pasien hanya melihat jelas di bagian tengah.
Pasien juga sering sering melihat kilatan cahaya pada mata kiri. Keesokan harinya,
penglihatan pasien terus semakin kabur. Mata merah (-), kotoran mata berlebih (-), air
mata berlebih (-), nyeri (-), rasa berpasir dan mengganjal pada mata (-), gatal pada
mata (-). Riwayat trauma (-). Riwayat memakai kaca mata tidak pernah. Riwayat
diabetes melitus tidak ada. Riwayat hipertensi ada 6 tahun lalu, tetapi tidak berobat
teratur. Riwayat penyakit sama pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit mata
sebelumnya disangkal.

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


A. INSPEKSI
PEMERIKSAAN

OD

OS

Palpebra
Apparatus Lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Bola mata
Mekanisme muscular

Edema (-)
Lakrimasi (-)
Normal
Hiperemis (-)
Normal
Normal ke segala arah :

Edema (-)
Lakrimasi (-)
Normal
Hiperemis (-)
Normal
Normal ke segala arah :

Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral
Jernih

Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral
Jernih

ODS
OD
OS
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa

B. PALPASI
Pemeriksaan
Tensi okuler
Nyeri tekan
Massa tumor
Glandula preaurikuler

OD
Tn
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran

OS
Tn
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran

C. TONOMETRI
Non-contact tonometri : 11/10
D. VISUS
VOD 20/20
VOS 1/300
E. CAMPUS VISUAL
OD

OS

+
LP = +

+
+

F. LIGHT SENSE
Tidak dilakukan Pemeriksaan

+
LP = -

G. PENYINARAN OBLIK
Pemeriksaan
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa

OD
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+), RAPD (-)
Jernih

OS
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+), RAPD (-)
Jernih

H. OFTALMOSKOPI

FOS
FOS

Refleks fundus (+) kesan suram, papil N.II berbatas tegas, CDR sulit

dievaluasi. Macula: reflex fovea (-). Retina perifer tampak detached di regio superior
dan daerah macula.
I. SLIT LAMP
SLOD :

konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan kesan

normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa jernih
SLOS :
konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan kesan
normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa jernih
J. PEMERIKSAAN USG B-SCAN

USG B-Scan OS : echo kesan baik, lensa tampak jernih, vitreous kesan jernih, retina
detachment (+), koroid dan sclera intak, nervus optikus intak.
IV.

CT-SCAN KEPALA
Tidak dilakukan pemeriksaan

V.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

VI.

WBC

6.00

4.0 - 10.0 (10^3/ul)

VI.

RBC

5.53

4.50 - 6.50(10^6/ul)

VI.

HGB

16.1

14.0 - 18.0 g/dl

VI.

HCT

46.8

40.0 - 54.0 %

VI.

PLT

332

150 400 (10^3/ul)

Waktu Pendarahan

3-7 menit

Waktu bekuan

4-10 menit

PT/APTT

12.5/31.8

10.8-14.4/26.4-37.6 detik

Glukosa sewaktu

99

80-180 mg/dl

VI.

ureum

19

0-53 mg/dl

VI.

RESUME

VI.
VI.
VI.
VI.
VI.

Pasien laki-laki berumur 47 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur pada
mata kiri sejak 10 hari yang lalu secara tiba-tiba setelah mengangkat bermain voli.
Awalnya pasien melihat bayangan hitam yang bergerak mengikuti gerakan bola mata.
Kemudian, pasien mengeluh mata kirinya tidak dapat melihat objek di depan matanya
seperti ada tirai yang menutupi pandangan bagian kiri dan bawah, dan pasien hanya
melihat jelas di bagian tengah. Pasien juga sering sering melihat kilatan cahaya pada
mata kiri. Keesokan harinya, penglihatan pasien terus semakin kabur. Mata merah (-),
kotoran mata berlebih (-), air mata berlebih (-), nyeri (-), rasa berpasir dan mengganjal
pada mata (-), gatal pada mata (-). Riwayat trauma (-). Riwayat memakai kaca mata tidak
pernah. Riwayat diabetes melitus disangkal. Riwayat hipertensi ada 6 tahun lalu, tetapi
tidak berobat teratur. Riwayat penyakit sama pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit
mata sebelumnya disangkal.
Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan pada inspeksi OD lensa jernih dan OS
lensa jernih. Pemeriksaan palpasi tekanan bola mata kanan Tn, tekanan bola mata kiri
Tn. Pemeriksaan non-contact tonometri TODS 11/10. Pada pemeriksaan visus VOD:
20/20 dan VOS: 1/300. Pada pemeriksaan Slit lamp SLODS didapatkan konjungtiva
hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil
bulat sentral, RC (+), lensa ODS kesan jernih. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan
FOS Refleks fundus (+) kesan suram, papil N.II berbatas tegas, CDR sulit dievaluasi.
Macula: reflex fovea (-). Retina perifer tampak detached di regio superior dan daerah
macula. Pada pemeriksaan USG B-scan terlihat adanya ablasio retina OS.
VII. DIAGNOSIS
OS Ablasio Retina Rhegmatogenosa
VIII. Anjuran terapi
OS Rencana vitrektomi
IX.

PROGNOSIS
Quo ad Vitam: Bonam
Quo ad Visam
: Dubia et Malam
Quo ad Sanationam
: Dubia et Malam
Quo ad Comesticam: Bonam

X.

DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesa yang didapatkan adanya keluhan pasien dengan

penglihatan kabur pada mata kiri yang dialami secara tiba-tiba setelah bermain voli. Awalnya
pasien mengeluh mata kirinya tidak dapat melihat objek di depan matanya, seperti ada tirai

yang menutupi pandangan bagian kiri dan bawah serta adanya bayangan hitam yang bergerak
mengikuti gerakan bola mata. Keluhan pasien semakin memburuk sehingga penglihatan mata
kirinya kabur. Gejala yang dirasakan pasien merupakan gejala yang khas yang dapat dijumpai
pada keadaan-keadaan terjadinya ablasio retina. Adapun gejala tersebut yaitu adanya floaters
berupa bintik-bintik hitam berterbangan dan penurunan ketajaman penglihatan.
Hasil pemeriksaan didukung dengan pemeriksaan ophthalmologi berupa pemeriksaan
funduskopi yang memberikan kesan OS Ablasio retina (retinal detachment), yang merupakan
suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada
keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch.
Ablasio retina terdiri dari 3 yaitu regmatogenosa, ablasio traksi dan eksudatif. Bentuk
tersering dari ketiga jenis ablasio ini adalah ablasio retina regmatogenosa. Karakteristik dari
ablasio retina ini adalah adanya pemutusan total suatu rhegma di retina sensorik, traksi
korpus vitreum dengan derajat yang bervariasi dan mengalirnya korpus vitreum cair melalui
defek retina sensorik kedalam ruang subretina. Gejala yang sering dikeluhkan penderita
adalah adanya floaters (terlihatnya benda-benda yang melayang-layang), yang terjadi karena
adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas, atau degenerasi
vitreus itu sendiri. Photopsia atau kilatan cahaya tanpa adanya sumber cahaya disekitarnya
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh separuh lapangan
pandangnya terganggu.
Pasien ini dianjurkan untuk Vitrektomi yang bertujuan untuk melekatkan kembali
lapisan neurosensorik retina yang terlepas. Pada mata kiri dilakukan vitrektomi dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya atrofi dari bola mata dan juga memperbaiki visus jika
memungkinkan.

Daftar pustaka
Ablasio retina
I.

Pendahuluan
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena
terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya
cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh
jaringan ikat atau membran vitreoretina. Terdapat tiga tipe utama ablasio retina,
yakni ablasio regmatogen, ablasio traksi, dan ablasio eksudatif. Jenis ablasio yang
paling sering terjadi dari ketiga tipe tersebut adalah ablasio regmatogen. Juga
merupakan salah satu kasus emergensi oftalmologi karena dapat menyebabkan
kebutaan jika tidak ditangani dengan segera. 1
Faktor risiko ablasio retina adalah umur (paling sering pada umur 40-60
tahun), jenis kelamin laki-laki, myopia (sekitar 40%), afakia, degenerasi retina
(degenerasi Lattice, retinoskisis), trauma, senile posterior vitreous detachment
(PVD), riwayat pada keluarga, diabetes mellitus yang tidak terkontrol.2

II.

Anatomi dan fisiologi bola mata dan retina


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus

oleh

tiga jaringan,

yaitu

sklera,
jaringan

uvea,

dan

lapisan

ketiga

bola

mata

adalah

retina

yang

terletak
paling

dalam

dan

mempunyai
susunan
sebanyak 10
lapis

yang
merupakan

lapisan membran neurosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan


pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi
retina.3

Gambar 1. Anatomi bola mata1

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola

mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan
akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi
nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan
sklera. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat
fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila
dilihat dengan oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina
dan terdiri atas lapisan :1,3

1. Lapisan epitel pigmen


2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber, yaitu koriokapiler yang berada
tepat di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk lapisan

pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta
cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua per tiga sebelah dalam.1,3

Gambar 2 : Lapisan pada retina1

Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor
mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan
oksipital. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis,
terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf
yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar
yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian
retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama
untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1

III.

Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan dimana lapisan neurosensorik retina terpisah

dengan lapisan epitel pigmen retina. Dalam keadaan normal, kedua lapisan ini saling
melekat satu sama lain dengan adanya celah potensial di antaranya. Lepasnya lapisan
epitel pigmen retina akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah
koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.1
IV.

Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah miopia, katarak removal, dan

trauma. Sekitar 40-50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki miopia.
Ablasio retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada pasien berusia
25-45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang tua. Pasien dengan
miopia tinggi (> 6 D), lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, memiliki
risiko seumur hidup 5% dari ablasio retina. Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000
kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30-40 % dari
semua ablasio retina yang dilaporkan. Faktor-faktor risiko yang terkait dengan ablasio
retina dalam katarak removal yang tidak disengajakan (accidental) adalah posterior
kapsul pecah pada saat operasi, usia muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata
depan yang dalam, dan jenis kelamin laki-laki. Kira-kira 10-20% dari ablasio retina
dikaitkan dengan trauma mata langsung.2
Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih sering terjadi pada orang yang
lebih muda. Meskipun tidak ada penelitian telah memperkirakan kejadian ablasio retina
dalam olahraga, olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya ablasio retina. Ada juga beberapa laporan bahwa
laser capsulotomy dikaitkan dengan peningkatan risiko ablasio retina. Di Amerika
Serikat, kelainan struktural, operasi sebelumnya, trauma, dan uveitis adalah faktor risiko
utama untuk ablasio retina. Miopia yang tinggi, trauma, kelainan struktural, dan operasi
sebelumnya adalah faktor risiko utama di Asia.2
V.

Patogenesis

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah :2,4
a. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki

ruangan

subretina

dan

menyebabkan

ablasio

progresif

(ablasio

regmatogenosa).

Gambar 3 : Ablasi Retina


horshoe tear

Regmatogenosa dengan

b. Terjadi

akibat

subretinal

akumulasi

cairan

dengan tanpa adanya

robekan retina ataupun traksi pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau
neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh
darah sehingga berkumpul di bawah retina. Walaupun jarang terjadi, bila cairan
berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi
selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif).
c. Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen
retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang
daerah vaskular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan
makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih
terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan
kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada
diabetes mellitus (ablasio retina traksional).

VI.

Klasifikasi
Ada tiga klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi retina regmatogenosa, ablasi retina

eksudatif, ablasi retina traksi (tarikan).1,2,5


1. Ablasi retina regmatogenosa

Pada 90-95% kasus ablasio retina, kerusakan retina dapat ditemukan, dengan
menggunakan aturan Lincoff.4 Ablasio retina regmatogenous sopontan biasanya
didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior. Miopia, aphakia,
trauma pada mata biasanya berhubungan dengan tipe ini. 2 Oftalmoskopi tidak
langsung dengan depresi skrelal menunjukkan elevasi dari robekan retina. Pencarian
yang hati-hati biasanya dapat menunjukkan satu atau lebih robekan retina seperti
berbentuk tapal kuda, lubang atrofi bulat, atau dialisis retina. Lokais kerusakan retina
bergantung dari tipenya; bentuk air mata kuda (horseshoe tear) yang paling umum di
kuadran superotemporal, lubang atrofi bulat pada kuadran temporal, retina dialisis
pada kuadran inferotemporal. Jika banyak robekan pada retina, kerusakan biasanya
dalam 90 derajat antara satu sama lain.2
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmantosa antara lain: 2
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun, usia tidak
menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki laki dengan perbandingan
laki : perempuan adalah 3 : 2.
c. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa adalah seseorang yang
menderita rabun jauh.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada yang fakia.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina
dalam banyak kasus.
g. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-without or
occult pressure, acquired retinoschisis
Degenerasi lattice adalah degenerasi vitreoretina yang paling sering ditemukan
yang ditandai perubahan pada retina dan juga vitreous. Perkiraan insidens penyakit ini
adalah sebesar 6 10% dalam populasi umum, dan hampir separuhnya (48,1%)
merupakan kelainan bilateral. Digenerasi lattice sering ditemukan pada mata miopia
dengan sedikit keenderungan familial. Degenerasi ini menimbulkan penipisan retina yang
kemudiannya menjadi fibrotik yang berbentuk daerah-daerah bundar, oval, atau linier
yang disertai pigmentasi, garis-garis putih bercabang, dan bintik-bintik kuning keputihan,
dan perlekatan erat vitreoretina pada tepinya. Vitreous kemudiannya membentuk suatu
kantong liquefaksi (lacuna) di bagian atas dari retina yang yang rusak. 80 % degenerasi

lattice terjadi di bagian distal perifer dari retina, dan hanya pada daerah ekuatorial yaitu
zona di antara ora serrata dan 2 DD anterior dari ekuator. Panjang lesi bervariasi antara 1
sampai 4 DD, manakala lebarnya bervariasi antara 0,5 sampai 1,75 DD. Degenerasi
lattice menimbulkan ablasio retina hanya pada sejumah kecil mata, tetapi 2030% mata
yang ablatio retinae disertai dengan degenerasi lattice.2

Gambar 4. Ablasio retina diakibatkan karena: A. Robekan berbentuk tapal kuda, b.


Lingkaran c. Dialisis anterior5
Pengobatan ditujukan untuk melekatkan kembali bagian retina yang lepas
dengan diatermi dan laser. Diatermi ini dapat berupa Diatermi permukaan (surface
diathermy) atau diatermi setengah tebal sklera (partial penetrating diatermy) sesudah
reseksi sklera. Hal ini dapat dilakukan dengan atau tanpa mengeluarkan cairan
subretina. Pengeluaran dilakukan di luar daerah reseksi dan terutama di daerah di
mana ablasi paling tinggi. Implan diletakkan di dalam kantong sklera yang sudah
direseksi yang akan mendekatkan sklera dengan retina dan mengakibatkan pengikatan
yang terlokalisir. Sabuk (band) yang melingkar pada bola mata merupakan tindakan
yang mulai popular karena memperbaiki prognosis dan mobilisasi yang cepat. 2,3,5
2. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasi retina yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai
akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini
disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak
dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin.
Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau
menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang. 2,3,5
3. Ablasi retina traksi (tarikan)

Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa
rasa sakit. Pada badan kaca, terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan
jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut sebagai
vitrektomi. 2,3,5
VII.

Gejala klinis
Pertimbangkan pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti pasien

dengan miopia tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun
perempuan, yang tiba-tiba mengalami gejala flashes dan floaters, yang biasanya
terjadi secara spontan atau sesaat setelah menggerakkan kepala. Lakukan penggalian
secara lebih detail terhadap gejala yang dialami.5,6
1. Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang
waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama
sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan
pandang perifer. Gejala ini harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada
migrain, yang biasanya muncul sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain
biasanya berupa garis zig-zag, pada tengah lapangan pandang dan menghilang dalam
waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan defek pada sirkulasi vertebrobasilar
dapat mendeskripsikan tipe lain fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul
hanya saat leher digerakkan setelah membungkuk.5,6
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang
sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan
cemas. Tetapi jika titik hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini
menjadi tanda signifikan suatu keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien
sering menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini
mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan
floaters muncul karena vitreus telah menarik retina, menghasilkan sensasi kilatan
cahaya, dan sering ketika robekan terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke dalam

vitreus yang menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini
muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga ditemukan
dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat menyebabkan
perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan mendadak.5,6
3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan
medis dan pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak segera mencari
pengobatan medis atau bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami. Memang
dalam beberapa saat gejala akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa hari
hingga tahunan akan muncul bayangan hitam pada lapangan pandang perifer. Jika
retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka bayangan akan terlihat pada
lapangan pandang bagian bawah dan dapat membaik secara spontan dengan tirah
baring, terutama setelah tirah baring pagi hari. Kehilangan penglihatan sentral atau
pandangan kabur dapat muncul jika fovea ikut terlibat.5
Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah
terjadi bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya
gejala. Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan
benda asing intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga
mengenai kondisi pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis,
perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat penyakit
mata dalam keluarga juga penting untuk diketahui.5

VIII. Pemeriksaan fisis dan penunjang


Pemeriksaan menyeluruh diindikasikan pada kedua mata. Pemeriksaan pada mata
yang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab dari ablasio
retina pada mata yang lainnya.7,8
a
b
c
d

Periksa ketajaman penglihatan


Lakukan pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma
Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen (pupil Marcus Gunn)
Periksa konfrontasi lapangan pandang, akan memperlihatkan skotoma sesuai area

e
f

retina yang terlepas


Periksa tekanan bola mata
Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan
dilatasi)

g
h

Elektroretinogram biasanya subnormal atau absen


Ultrasonografi untuk mengonfirmasi diagnosis
Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan

akibat

terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau corpus
vitreous yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila
makula lutea ikut terangkat. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan
pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan
ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan
fotopsia. 2,7,8
Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan
ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina.
Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat
akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina
ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus
yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang
bebas. 2,7,8
Pada pemeriksaan ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi karena
katarak atau perdarahan, maka ultrasound dapat membantu mendiagnosis ablasio retina
dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior. USG dapat membantu
membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik
untuk ablasio retina tetapi tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi robekan retina
yang tersembunyi. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan
yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis. 7,8
IX.

Diagnosa banding
Retinoskisis degeneratif
Retinoskisis degeneratif adalah kelainan retina perifer didapat yang sering
ditemukan dan diyakini terbentuk dari gabungan degenerasi kistoid perifer yang sudah
ada. Elavasi kistik terebut paling sering ditemukan di kuadran inferotemporal, diiukuti
kuadran superotemporal. Degenerasi kistoid berkembang menjadi salah satu dari dua
bentuk retinoskisis, tipikal atau reticular, walaupun secara klinis keduanya sulit
dibedakan.1,5

Retinoskisis menyebababkan suatu skotoma absolut dalam lapangan pandang,


sedangkan ablasio retina menimbulkan suatu skotoma relative. Elevasi kistik pada
retinoskisis biasanya halus tanpa disertai sel-sel pigmen vitreus. Permukaan ablasio
retina biasa berombak-ombak dengan sel-sel pigmen di dalam vitreus.1,5
Korioretinopati Serosa Sentralis
Korioretinopati serosa sentralis (CSR) ditandai oleh pelepasan serosa retina
sensorik akibat adanya daerah-daerah dengan pembuluh-pembuluh koroid yang
hipermeabel dan gangguan fungsi pompa epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya
mengenai pria usia muda dan pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kepribadian
tipe A, penggunaan steroid kronik, mikropsia, metamorfopsia dan skotoma sentralis
yang semuanya timbul mendadak. Ketajaman penglihatan sering hanya berkurang
secara moderat dan dapat diperbaiki mendekati normal dengan koreksi hiperopia
kecil. Banyak pasien mengalami defek penglihatan ringan yang menetap seperti
penurunan sensitivitas warna, mikropsia atau skotoma relatif. 1
X.
Penanganan
A. Penatalaksanaan line pertama oleh general practitioner (non-ophtalmologist):8

Semua pasien dengan onset ablasio retina yang baru didapat harus segera dirujuk,

sebaiknya langsung ke spesialis mata yang akan melakukan operasi.8


Namun jika rujukan tidak dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat, pasien
perlu diinstruksikan untuk berbaring dengan posisi kepala/wajahnya sesuai arah
ablasio atau bagian retina yang lepas (berlawanan arah dengan defek lapangan)
untuk meminimalisasi pelepasan lapisan retina ke arah macula.8

B. Prinsip dasar terapi ablasio retina oleh ophthalmologist:

Satukan retina yang robek. Semua kerusakan retina harus dideteksi, diketahui
lokasinya dan disatukan dengan memproduksi aseptic chorioretinitis, dengan
cryocoagulation, atau fotokoagulasi atau diatermi. Teknik cryocoagulation paling
sering digunakan.2,7

Gambar 5. Cryocoagulation pada area robekan retina di bawah pengamatan langsung


dengan oftalmoskopi indirek

Drainase cairan subretinal, dilakukan secara hati-hati dengan menyisipkan jarum


halus melalui sclera dan koroid ke ruang subretinal dan membiarkan cairan

subretinal mengalir keluar. Teknik ini tidak dianjurkan pada beberapa kasus.4,5
Mempertahankan posisi chorioretinal. Dapat dilakukan dengan proseur berikut,
tergantung pada kondisi klinis mata
1) Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Tujuan skleral buckling adalah untuk
melepaskan tarikan vitreous pada robekan retina, mengubah arus cairan
intraokuler, dan melekatkan kembali retina ke epitel pigmen retina. Prosedur
meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe,
dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari
spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan
tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama tama dilakukan
cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan
epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe matras
pada sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi
penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan
subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.Komplikasi dari
skleral buckling meliputi myopia, iskemia okuler anterior, diplopia, ptosis, ulitis
sel orbital, perdarahan subretina, inkarserasi retina.2,7

Gambar 6. Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina
setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi

Gambar 7. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat
kembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan
2) Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan
vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola
mata kemudian memasukkan instrumen pada ruang vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas
badan kaca (vitreuos stands), membran, dan perlengketanperlengketan. Drainase
internal cairan subretina melalui insisi retina dengan jarum halus, untuk meratakan
retina dilakukan dengan cara injeksi minyak silikon atau cairan perflurokarbon.
Kemudian dilakukan endolaser di sekitar area robekan retina untuk menciptakan
adhesi chorioretinal. Untuk temponade retina baik dngan gas silikon di dalamnya
maupun dengan pertukaran longacting gas (pertukaran udara minyak silikon).
Gas yang digunakan untuk temponade retina adalah sulfur hexafluorida (SF 6) atau
perfluoropropane (C3F8).2,7
Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-

teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu
kali operasi.2,7

Gambar 8. (a) Otot ocular ditarik dan mata diposisikan untuk operasi. Tamponade
dijahit pada permukaan luar sklera (b) Penampakanmelintang pada mata,
terlihat lubang pada retina. (c) tamponade ditempatkan, retina
tersambung kembali. (d) Irisan di bawah horseshoe tear (tanda panah)
adalah tamponade radial (ujung panah), retina kembali berhubungan
dengan jaringan di bawahnya.
3) Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan pada
ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian
superior retina. Tujuan dari retinopeksi pneumatik adalah untuk menutup
kerusakan pada retina dengan gelembung gas intraokular dalam jangka waktu
yang cukup lama hingga cairan subretina direabsorbsi. Teknik pelaksanaan
prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6atau C3F8) ke
dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan
mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi

oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari.
Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum
gelembung disuntikkan.Parasentesis ruang anterior bisanya dibutuhkan untuk
menurunkan tekanan intraokuler yang dihasilkan oleh injeksi gas. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.Untuk pasien ablasio retina dengan
durasi < 14 hari yang melibatkan makula, prosedur retinopeksi traumatic lebih
baik daripada skleral buckling. Komplikasi dari prosedur ini meliputi migrasi gas
ke subretina, migrasi gas ke ruang anterior, endoftalmitis, katarak, dan ablasio
retina rekurens dengan terbentuknya kerusakan retina yang baru2,7

Gambar 9.Retinopeksi traumatik

XI.

KOMPLIKASI
Jika pengobatan tertunda, perlepasan retina secara parsial dapat berlanjut
sampai seluruh retina terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan normal tidak dapat
dipulihkan, dan penurunan ketajaman visual atau kebutaan terjadi pada mata yang
terkena. Komplikasi yang dapat terjadi adalah katarak komplikata, uveitis, dan
phthisis bulbi. Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan
mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous
(vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan
ablasio retina lebih lanjut. 1,2,4

DAFTAR PUSTAKA
1

Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asburys General Opthalmology. 17th ed.

New York : McGraw-Hill. 2007.


Khurana A. Disease of the vitreous. In: Khurana A, editor. Comprehensive

ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age International, Ltd; 2007. p. 167-201, 247-48
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2014. p. 1925, 210-22.

Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. American Academy of Ophthalmology : Retina and
Vitreous. Singapore: LEO; 2011. p. 280-4.

Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease And

Their Management. 3rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. p. 81-90, 103-10.


Pandya HK. In : Retinal Detachment. 2013. (Cited on 2016). Available from URL
http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview

diakses tanggal 10 Maret

2016
Lang GK. In : Opthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York : Thieme Stuttgart.

2006. p. 174-86, 339-44.


Taher Rashid, Woldrof Andrew. Chapter 9, Retina and Vitreus. In: Chern Kenneth, ed.
Emergency Ophthalmolgy, A Rapid Treatment Guide. 1st Ed. New York: McGraw-Hill.
2009. p. 156-67

Amico DJ. In : Primary Retinal Detachment. New England Journal Medicine. 2008. p.
2346-54.

Anda mungkin juga menyukai