Anda di halaman 1dari 22

RANGKUMAN MATERI FILSAFAT

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Ekonomi yang dibimbing
oleh

HM.Yusuf Saleh

Mahardika Burhan
4515013003
PROGRAM STUDI EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2015/2016

Pengertian dan Definisi Filsafat


Secara etimologis, istilah filsafat, yang merupakan padanan kata falsafah (bahasa
Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), berasal dari bahasa Yunani
(philosophia). Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata
(philos) dan (sophia). Kata berarti kekasih, bisa juga berarti sahabat.
Adapun berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti pengetahuan. Jadi,
secara harfiah berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat
pengetahuan. Oleh karena istilah telah di Indonesiakan menjadi filsafat,
seyogyanya ajektivanya ialah filsafati dan bukan filosofis. Apabila mengacu kepada
orangnya, kata yang tepat digunakan ialah filsuf dan bukan filosof. Kecuali bila
digunakan kata filosofi dan bukan filsafat, maka ajektivanya yang tepat ialah
filosofis, sedangkan yang mengacu kepada orangnya ialah kata filosof .
Menurut tradisi kuno, istilah digunakan pertama kali oleh Pythagoras (sekitar
abad ke-6 SM). Ketika diajukan pertanyaan apakah ia seorang yang bijaksana, dengan
rendah hati Pythagoiras menjawab bahwa ia hanyalah , yakni orang yang
mencintai pengetahuan. Akan tetapi, kebenaran kisah itu sangat diragukan karena
pribadi dan kegiatan Pythagoras telah bercampur dengan berbagai legenda; bahkan,
tahun kelahiran dan kematiannya pun tak diketahui dengan pasti. Yang jelas, pada
masa Sokrates dan Plato, istilah dan sudah cukup populer.
Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu saja tidak cukup hanya mengetahui
asal usul dan arti istilah yang digunakan, melainkan juga harus memperhatikan konsep
dan definisi yang diberikan oleh para filsuf menurut pemahaman mereka masingmasing. Akan tetapi, perlu pula dikatakan bahwa konsep dan definisi yang diberikan

oleh para filsuf itu tidak sama. Bahkan, dapat dikatakan bahwa setiap filsuf memiliki
konsep dan membuat definisi yang berbeda dengan filsuf lainnya. Karena itu, ada. yang
mengatakan bahwa jumlah konsep dan definisi filsafat adalah sebanyak jumlah filsuf itu
sendiri.
Aristoteles (murid Plato) juga memiliki beberapa gagasan megnenai filsafat. Antara lain,
ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya
mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Iapun mengatakan
bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari peri ada selaku
peri ada (being as being) atau peri ada sebagaimana adanya (being as such).
Ren Descartes, filsuf Perancis yang termahsyur dengan argumen je pense, donc je
suis, atau dalam bahasa Latin cagito ergo sum (aku berpikir maka aku ada)
mengatakan

bahwa

filsafat

adalah

himpunan

dari

segala

pengetahuan

yang

pangkal

penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia.


Bagi William James, filsuf Amerika yang terkenal sebagai tokoh pragmatisme dan
pluralisme, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas
dan terang. R.F. Beerling, yang pernah menjadi guru besar filsafat di Universitas
Indonesia, dalam bukunya Filsafat Dewasa Ini mengatakan bahwa filsafat memajukan
pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat, asas, prinsip dari
81

kenyataan.

Beerling juga, mengatakan bahwa filsafat adalah suatu usaha untuk

mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud, juga akar pengetahuan tentang diri
sendiri.
Konsep atau gagasan dan definisi filsafat yang begitu banyak tidak perlu
membingungkan, bahkan sebaliknya justru menunjukkan betapa luasnya samudera
filsafat itu sehingga tidak terbatasi oleh sejumlah batasan yang akan mempersempit
ruang gerak filsafat. Perbedaan-perbedaan itu sendiri merupakan suatu keharusan bagi
filsafat sebab kesamaan dan kesatuan pemikiran serta pandangan justru akan
mematikan dan menguburkan filsafat untuk selama-lamanya.
81

R.F. Berling, Filsafat Dewasa Ini (Jakarta: RN. Balai Pustaka, 1966), h1m. 22.

2
ASAL MULA FILSAFAT
ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan.
Ketakjuban. Banyak filsuf mengatakan bahwa yang menjadi awal kelahiran
filsafat ialah - thaumasia (kekaguman, keheranan atau ketakjuban). Dalam
karyanya yang berjudul Metafisika, Aristoteles mengatakan bahwa karena ketakjuban
manusia mulai berfilsafat. Pada mulanya manusia takjub memandang benda-benda
aneh di sekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah pada hal-hal yang
lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintangbintang, dan asal mula alam semesta.
Istilah ketakjuban menunjuk dua hal penting, yaitu bahwa ketakjuban itu pasti memiliki
subjek dan objek. Jika ada ketakjuban, sudah tentu ada yang takjub dan ada
sesuatuyang menakjubkan. Ketakjuban hanya mungkin dirasakan dan dialami oleh
makhluk yang selain berperasaan juga berakal budi. Makhluk yang seperti itu sampai
saat ini yang diketahui hanyalah manusia. Jadi, yang takjub adalah manusia. Jika
subjek dari ketakjuban itu? Objek ketakjuban ialah segala sesuatu yang ada dan yang
dapat diamati. Itulah sebabnya, bagi Plato pengamatan terhadap bintang-bintang,
matahari, dan langit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Penelitian
terhadap apa yang diamati demi memahami hakikatnya itulah yang melahirkan filsafat.
Pengamatan yang dilakukan terhadap objek ketakjuban bukanlah hanya dengan mata,
melainkan juga dengan akal budi. Pengamatan akal budi tidak terbatas hanya pada
objek-objek dapat dilihat dan diraba, melainkan juga terhadap benda-benda yang dapat
dilihat tetapi tidak dapat diraba, bahkan terhadap hal-hal yaitu yang tak terlihat dan tak

teraba. Oleh karena itu pula, Immanuel Kant bukan hanya takjub terhadap langit
berbintang-bintang di atas, melainkan juga terpukau memandang hukum moral dalam
hatinya, sebagaimana yang tertulis pada kuburnnya: coelum stellatum supra me, lex
moalis intra me.
Ketidakpuasan. Sebelum filsafat la hir, berbagia mitos dan mite memainkan
peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai mitos dan mite
berupaya menjelaskan asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta
serta sifat-sifat peristiwa itu. Akan tetapi, ternyata penjelasan yang diberikan oleh mitosmitos dan mite-mite itu makin lama makin tidak memuaskan manusia. Ketidakpuasan
itu membuat manusia mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan
meyakinkan. Kenyataannya memang demikian. Ketidakpuasan akan membuat manusia
melepaskan segala sesuatu yang tak dapat memuaskannya, lalu ia akan apa yang
dapat memuaskannya.
Manusia yang tidak puas dan terus menerus mencari penjelasan dan lebih pasti itu
lambat-laun mulai berpikir secara rasional. Akibatnya, akal budi semakin berperan.
Berbagai mitos dan mite yang diwariskan oleh tradisi turun-temurun semakin tersisih
dan perannya semula yang begitu besar. Ketika rasio berhasil menurunkan mitos-mitos
dan

mite-mite dari singgasananya, lahirlah filsafat, yang pada masa itu mencakup seluruh
ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikenal.
Hasrat Bertanya. Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan
dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan itu tak kunjung habis.
Pertanyaan tak boleh dianggap sepele karena pertanyaanlah yang membuat kehidupan
serta pengetahuan manusia berkembang dan maju. Pertanyaanlah yang membuat
manusia melakukan pengamatan, penelitian dan penyelidikan. Ketiga hal itulah yang
menghasilkan

penemuan

baru

yang

semakin

memperkaya

manusia

dengan

pengetahuan yang terus bertambah. Karena itu, pertanyaan merupakan sesuatu yang
hakiki bagi manusia. Menurut Sartre, kesadaran pada manusia senantiasa bersifat
bertanya yang sungguh-sungguh bertanya.
Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan itu tidak sekedar terarah padawujud sesuatu, melainkan juga
terarah pada dasar dan hakikatnya. Inilah yang menjadi salah satu ciri khas filsafat.
Filsafat selalu mempertanyakan sesuatu dengan cara berpikir radikal, sampai ke akarakamya, tetapi juga bersifat universal.
Jika dikatakan bahwa manusia mempertanyakan segalanya, berarti manusia
bukan hanya mempertanyakan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Manusia
juga mempertanyakan dirinya sendiri yang memiliki hasrat bertanya. Bahkan, ia juga
dapat mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sedang dipertanyakannya itu.
Itulah yang membuat filsafat itu ada, tetap ada, dan akan terus ada. Filsafat akan
berhenti apabila manusia telah berhenti bertanya secara radikal dan universal.

Keraguan. Manusia selaku penanya mempertanyakan sesuatu dengan maksud untuk


memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai sesuatu yang dipertanyakannya itu.
Tentu saja hal itu berarti bahwa apa yang dipertanyakannya itu jelas atau belum terang,
manusia perlu dan harus bertanya. Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh
kejelasan dan keterangan yang pasti pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan
tentang adanya - aporia (keraguan atau ketidakpastian dan kebingungan pihak
manusia yang bertanya.
Memang ada yang mengatakan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan oleh
seseorang sesungguhnya senantiasa bertolak dari apa yang telah diketahui oleh si
penanya lebih dahulu. Bukankah setiap orang yang bertanya itu sedikit banyak telah
memiliki bayangan atau gambaran dari apa yang dipertanyakannya? Jika tidak, ia tidak
akan dapat mengajukan pertanyaan itu. Oleh karena itu, sebagaimana yang dikutip oleh
Beerling, Spinoza mengatakan:
Saya bertanya padamu, siapakah yang dapat mengetahui bahwa ia mengerti sesuatu,
kalau dari mula-mulanya ia tak mengerti tentang hal itu, artinya, siapakah yang dapat
mengetahui bahwa sesuatu adalah pasti baginya, kalau dari mula-mula hal itu sudah
tak pasti baginya?
Akan tetapi, karena, apa yang diketahui oleh si penanya baru merupakan gambaran
yang samar, maka ia bertanya. Ia bertanya karena masih meragukan kejelasan dan
kebenaran dari apa yang telah diketahuinya. Jadi, jelas keraguanlah yang turut
merangsang manusia untuk bertanya dan terus bertanya, yang kemudian menggiring
manusia untuk berfilsafat.
403

Proses Kelahiran Filsafat


Filsafat, sebagai bagian dari kebudayaan manusia yang amat menakjubkan, lahir
di Yunani dan dikembangkan sejak awal abad ke-6 SM. Proses kelahiran filsafat itu
membutuhkan waktu yang amat panjang. Ketika suku-suku bangsa Hellenes menyerbu
masuk ke tanah Yunani sekitar tahun 2000 SAMA, mereka masih merupakan
pengembara-pengembara kasar yang belum mengenal peradaban. Mereka baru
berhasil menaklukkan Yunani dan menyingkirkan penduduk aslinya setelah mereka
mengambil alih peradaban dan kebudayaan penduduk asli, yang pada masa itu telah
mencapai tingkat cukup mengagumkan.
Selanjutnya, kendati orang-orang Yunani telah memperoleh tempat pemukiman yang
tetap, banyak di antara mereka yang gemar merantau, khususnya ke dunia timur yang
saat itu telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang tinggi. Mereka merantau
sampai ke Mesir dan Babylonia yang telah mengembangkan pengetahuan tulismenulis, astronomi, dan matematika, yang prinsip dasarnya telah diletakkan oleh
bangsa Sumeria. Bagaimanapun juga, orang-orang Yunani tentu saja berhutang budi
kepada orang-orang Sumeria yang telah menemukan sistem hitungan sixagesimal yang
didasarkan atas jumlah enam sebagai satuan kelipatan sehingga mereka telah
mengenal pembagian waktu: satu jam terdiri dari enam puluh menit dan satu menit
terdiri dari enam puluh detik. Bangsa Sumeria jugalah yang menemukan pembagian
lingkaran ke dalam tiga ratus enam puluh derajat.
Memang, orang-orang Yunani berhasil mengolah berbagai ilmu pengetatahuan
yang mereka peroleh dari dunia Timur itu menjadi benar-benar rasional ilmiah dan
berkembang pesat. Pemikiran rasional-ilmiah itulah yang melahirkan filsafat. Para filsuf

Yunani pertama, yang mulai berfilsafat di Asia Kecil, sebenarnya adalah ahli-ahli
matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Karena itu,
pada tahap awal, filsafat mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Para filsuf Yunani
pertama tersebut dikenal sebagai filsuf-filsuf alam. Mereka berpikir tentang alam:
apakah intinya, bagaimanakah menerangkan peri adanya dan apakah sifat-sifatnya
yang paling hakiki. Dengan demikian, filsafat yang pertama lahir adalah filsafat alam.
Akan tetapi, filsafat pada masa awal itu sulit untuk diuraikan dan dipaparkan
secara jelas dan pasti karena banyak filsuf tidak menulis sesuatu apa pun sehingga
ajaran mereka hanya dapat diketahui dari orang lain. Ada juga filsuf-filsuf yang menulis,
tetapi sebagian karya tulis mereka hilang sehingga yang tinggal hanya beberapa
fragmen. Ada pula yang hanya tersisa satu atau dua kalimat yang kebetulan dikutip
oleh pemikir lainnya.
Terlepas dari keadaan dan keberadaan para filsuf yang baru mengembangkan
filsafat itu, yang penting dicatat ialah bahwa mereka telah berani
mengayunkan langkah awal yang amat menentukan bagi pertumbuhan perkembangan
filsafat serta ilmu pengetahuan. Mereka berani menolak meninggalkan cara berpikir
yang irasional dan tidak logis, kemudian mulai menempuh jalan pemikiran rasionalilmiah yang semakin sistematis. Cara berpikir rasional-ilmiah itu pulalah yang
menghasilkan gagasan-gagasan yang terbuka untuk diteliti oleh akal budi. Selain itu,
dapat didiskusikan lebih lanjut demi meraih konsep-konsep baru dan kebenankebenaran baru yang diharapkan lebih sesuai dengan realitas sesungguhnya.
404

3
SIFAT DASAR FILSAFAT
Berpikir Radikal
Berfilsafat berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang berpikir yang
radikal. Karena berpikir secara radikal, ia tidak akan pernah terpaku hanya pada
fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud
realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya
untuk menemukan akar seluruh kenyataan. Bila dikatakan bahwa filsuf selalu berupaya
menemukan radix seluruh kenyataan, berarti dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah
termasuk ke dalamnya sehingga iapun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan
tentang dirinya.
Mengapakah radix atau akar realitas begitu penting untuk ditemukan? Ini karena bagi
seorang filsuf, hanya apabila akar realitas itu telah ditemukan, segala sesuatu yang
bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya apabila akar suatu
permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat mestinya.
Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan
segala sesuatu, melainkan dalam arti yang sebenarnya, yaitu berpikir secara
mendalam, untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal
justru hendak memperjelas realitas, lewat penemuan serta pemahaman akan akar
realitas itu sendiri.
Mencari Asas
Filsafat bukan hanya mengacu kepada bagian tertentu dari realitas, melainkan kepada
keseluruhannya. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berupaya

mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Seorang filsuf akan selalu
berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari realitas.
Para filsuf Yunani, yang terkenal sebagai filsuf-filsuf lain, mengamati keanekaragaman
realitas di alam semesta, lalu berpikir dan bertanya, Tidakkah di balik keanekaragaman
itu hanya ada suatu asas? Mereka lalu mulai mencari (asal usul, asas pertama)
alam semesta. Thales mengatakan bahwa asas pertama alam semesta itu adalah
(air), Anaximandros mengatakan (yang tidak terbatas), dan Anaximenes
mengatakan (udara). Adapun bagi Empedokles ada empat (akar segala
sesuatu) yang membentuk realitas alam semesta, yaitu api, udara, tanah, dan air.
Mencari asas pertama berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi
realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, realitas itu dapat diketahui dengan
pasti dan menjadi jelas. Mencari asas adalah salah satu sifat dasar filsafat.
Memburu Kebenaran
Filsuf adalah pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburunya adalah kebenaran
hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Oleh sebab itu,
dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala sesuatu.
Tentu saja kebenaran yang hendak digapai bukanlah kebenaran yang meragukan.
Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan,
405

setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka untuk dipersoalkan
kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti. Demikian seterusnya.
Jelas terlihat bahwa kebenaran filsafati tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan
terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti.
Kebenaran yang baru ditemukan itu juga terbuka untuk dipersoalkan kembali demi
menemukan kebenaran yang lebih meyakinkan.
Dengan demikian, terlihat bahwa salah satu sifat dasar filsafat ialah Senantiasa
memburu kebenaran. Upaya memburu kebenaran itu adalah demi kebenaran itu
sendiri, dan kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang lebih meyakinkan serta
lebih pasti.
Mencari Kejelasan
Salah satu penyebab lahimya filsafat ialah keraguan. Untuk menghilangkan
keraguan diperlukan kejelasan. Ada filsuf yang mengatakan bahwa berfilsafat berarti
berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas. Ada pula
yang mengatakan bahwa filsuf senantiasa mengejar kejelasan pengertian (clarity of
understanding). Geisler dan Feinberg mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafati
84

ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual (intellectual claity).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berpikir secara filsafati berarti berusaha
memperoleh kejelasan. Mengejar kejelasan berarti harus berjuang dengan gigih untuk
mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, dan yang gelap, bahkan
juga yang serba rahasia dan berupa teka-teki. Tanpa kejelasan, filsafat pun akan
menjadi sesuatu yang mistik, serba rahasia, kabur, gelap, dan tak mungkin dapat
menggapai kebenaran. r

Jelas terlihat bahwa berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan


untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Perjuangan
mencari kejelasan itu adalah salah satu sifat dasar filsafat.
Berpikir Rasional
Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari
kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional.
Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis adalah
bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal
sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang
tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.
Berpikir logis juga menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis ialah
rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara
logis. Tanpa berpikir yang logis-sistematis dan koheren, tak mungkin diraih kebenaran
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berpikir kritis berarti membakar kemauan untuk terus-menerus mengevaluasi argumenargumen yang mengklaim diri benar. Seorang yang berpikir kritis tidak akan mudah
menggenggam suatu kebenaran sebelum kebenaran itu dipersoalkan dan benar-benar
diuji terlebih dahulu. Berpikir logis-sistematis-kritis adalah ciri utama berpikir rasional.
Adapun berpikir rasional adalah salah satu sifat dasar filsafat.
84

Norman L. Geisler dan Paul D. Feinberg, Introduction toPhilosophy (Grand Rapids:

Baker Book House, 1982), hlm. 18-19.


406

4
PERANAN FILSAFIAT
Menyimak sebab-sebab kelahiran filsafat dan proses perkembangannya,
sesungguhnya filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan utama dalam sejarah
pemikiran manusia. Ketiga peranan yang telah diperankannya itu ialah sebagai
pendobrak, pembebas, dan pembimbing.
Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi
dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh
sesak dengan hal-hal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite.
Manusia menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa
mempersoalkannya lebih lanjut. Orang beranggapan bahwa karena segala dongeng
dan takhayul itu merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang,
sedang tradisi itu benar dan tak dapat diganggu gugat, maka dongeng dan takhayul itu
pasti benar dan tak boleh diganggu-gugat.
Oleh sebab itu, orang-orang Yunani, yang dikatakan memiliki suatu rasionalitas yang
85

luar biasa, juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk di meja perjamuan di
Olympus sambil menggoncangkan kahyangan dengan sorakan dan gelak tawa tak
henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu sama lain,
86

licik, sering memberontak, dan kadang kala seperti anak-anak nakal.


Keadaan tersebut berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintupintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama itu tak boleh diganggu-

gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang, kenyataan
sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan selaku pendobrak
yang mencengangkan.
Pembebas
Filsafat bukan sekedar mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh
dengan berbagai mitos dan mite itu, melainkan juga merenggut manusia keluar dari
dalam

penjara

itu.

Filsafat

membebaskan

manusia

dari

ketidaktahuan

dan

kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara


berpikir yang mistis dan mitis.
Sesungguhnya, filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia
dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi
picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak
teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berpikir tidak
kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran-kebenaran semu yang
menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia dari segala jenis
penjara yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
85

86

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta, Kanisius, 1984), hlm. 22.


Edith Hamilton, The Greek Way to Western Civilization (New York: The New

American Library,n.d.), hlm. 207.


407

Pembimbing
Bagaimanakah filsafat dapat membebaskan manusia dari segala jenis penjara yang
hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia itu? Sesungguhnya, filsafat
hanya sanggup melaksanakan perannya selaku pembimbing.
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dan mitis dengan
membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat membebaskan manusia
dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir
secara luas dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal sambil berupaya
mencapai radix dan menemukan esensi suatu permasalahan. Filsafat membebaskan
manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing
manusia untuk berpikir secara sistematis dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari
cara berpikir yang tak utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk
berpilkir secara integral dan koheren.
408

5
KEGUNAAN FILSAFAT
Bagi Ilmu Pengetahuan
Tatkala filsafat lahir dan mulai tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari filsafat. Pada masa itu, para pemikir yang terkenal sebagai
filsuf adalah juga ilmuwan. Para filsuf pada masa itu adalah juga, ahli-ahli matematika,
astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Bagi mereka, ilmu
pengetahuan itu adalah filsafat, dan filsafat adalah ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, jelas terlihat bahwa pada mulanya filsafat mencakup seluruh ilmu
pengetahuan.
Cara berpikir filsafati telah mendobrak pintu serta tembok-tembok tradisi dan kebiasaan,
bahkan telah menguak mitos dan mite serta meninggalkan cara berpikir mistis. Lalu
pada saat yang sama telah pula berhasil mengembangkan cara berpikir rasional, luas
dan mendalam, teratur dan terang, integral dan koheren, metodis dan sistematis, logis,
kritis, dan analitis. Karena itu, ilmu pengetahuan pun semakin bertumbuh subur, terus
berkembang, dan menjadi dewasa. Kemudian, berbagai ilmu pengetahuan yang telah
mencapai tingkat kedewasaan penuh satu demi satu. mulai mandiri dan meninggalkan
filsafat yang selama itu telah mendewasakan mereka. Itulah sebabnya, filsafat disebut
sebagai mater scientiarum atau induk segala ilmu pengetahuan. Itu merupakan fakta
yang tidak dapat diingkari, yang dengan jelas menunjukkan bahwa ia benar-benar telah
menampakkan kegunaannya lewat melahirkan, merawat, dan mendewasakan berbagai
ilmu pengetahuan yang begitu berjasa bagi kehidupan manusia.

Ilmu pengetahuan dikatakan begitu berjasa bagi kehidupan umat manusia karena lewat
ilmu pengetahuan manusia telah dimungkinkan meraih kemajuan yang sangat
menakjubkan dalam segala bidang kehidupan. Teknologi canggih yang semakin
mencengangkan dan fantastis merupakan salah satu produk dari ilmu pengetahuan.
Abad-abad terakhir ini, dalam peradaban dan kebudayaan Barat, ilmu pengetahuan
telah berperan sedemikian rupa sehingga telah menjadi tumpuan harapan banyak
orang.
Memang harus diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga
manusia mulai percaya bahwa ilmu pengetahuan benar-benar mahakuasa, manusia
semakin terpukau oleh pesona ilmu pengetahuan, dan hal itu telah membuat begitu
banyak orang mendewakan ilmu pengetahuan. Bagi mereka, ilmu pengetahuan adalah
segala-segalanya. Mereka berupaya untuk meyakinkan semua orang bahwa ilmu
pengetahuan dapat menyelesaikan segala persoalan. Anggapan itu dikukuhkan oleh
berbagai penemuan yang menggemparkan dan tampilnya teori-teori serta metodemetode baru yang lebih meyakinkan kegunaan, dan ketepatannya sehingga, semakin
mengembangkan suatu optimisme yang hampir tak terbatas.
Kemajuan ilmu pengetahuan yang amat mempesonakan itu telah membuat banyak
orang menjadi sinis terhadap filsafat. Orang-orang mulai meragukan kegunaan filsafat.
Banyak orang yang menganggap filsafat hanya sebagai suatu benda antik yang layak
dipajang di dalam museum. Filsafat sudah terlampau tua untuk mengandung dan
melahirkan suatu ilmu pengetahuan baru. Filsafat tidak bisa menghasilkan sesuatu
apapun juga, sehingga sama sekali tidak berguna lagi.

Benarkah ilmu pengetahuan telah sanggup merengkuh langit dan menguasai


alam semesta? Ternyata itu hanya merupakan suatu impian yang harus segera
dilepaskan

tatkala menghadapi kenyataan sesungguhnya. Fakta, menunjukkan bahwa hasilhasil yang dapat diraih oleh ilmu pengetahuan bersifast tsementara, maka senantiasa
membutuhkan perbedaan dan penyempurnan. Senantiasa ada batas yang membatasi
ilmu pengetahuan. Yang pasti, ilmu pengetahuan senantiasa dibatasi oleh bidang
penelitian yang sesuai dengan kekhususannya. Itu membuat ilmu pengetahuan hanya
sanggup meneliti bagian-bagian kecil (sesuai dengan bidangnya) dari seluruh realitas.
Di samping itu, ilmu pengetahuan tidak mempersoalkan asas dan hakikat realitas. Pada
umumnya ilmu pengetahuan, teristimewa yang diketengahkan oleh positivisme,
cenderung lebih bersifat kuantitatif. Karena itu, tentu saja pengetahuan itu tak sanggup
menguji kebenaran pnnsip-pnnsip, yang menjadi landasan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu pengetahuan membutuhkan bantuan dari sesuatu yang bersifat tak terbatas yang
sanggup menguji kebenaran prinsip-prinsip yang melandasi ilmu pengetahuan. Hal itu
hanya dapat dilakukan oleh filsafat, sang induk segala ilmu pengetahuan.
Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu bidang
tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan
tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat pun selalu mempersoalkan hakikat,
prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat
dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.
Ketakterbatasan filsafat yang demikian itulah yang amat berguna bagi ilmu
pengetahuan. Itu karena ketakterbatasan filsafat tidak melulu berguna selaku
penghubung antar disiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, dengan ketakterbatasannya
itu,

filsafat

sanggup

memeriksa,

mengevaluasi,

mengoreksi,

dan

lebih

menyempurnakan prinsip-prisip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu


pengetahuan itu.
Dalam Kehidupan Praktis
Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti filsafat sama sekali tidak bersangkut paut
dengan kehidupan sehari-hari yang konkret. Keabstrakan filsafat tidak berarti bahwa
filsafat itu tak memiliki hubungan apa pun juga dengan kehidupan nyata setiap hari.
Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik dan
elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan memberi pemahaman tentang apa itu
artistik dan elok dalain kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh lewat
pemahaman

itu

akan

menjadi

patokan

utama

bagi

pelaksanaan

pekerjaan

pembangunan tersebut.
Filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.
Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang konkret
berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.

Anda mungkin juga menyukai