PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan back to nature, dalam memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat mulai kembali menggunakan bahan-bahan alami,
tak terkecuali dalam bidang obat-obatan. Hal ini memiliki dampak positif bagi
pertanian di Indonesia. Banyak tumbuhan berkhasiat obat yang selama ini
dibiarkan hidup secara liar, mulai intensif dibudidayakan. Kumis kucing
merupakan salah satu jenis tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh secara liar
dan umumnya ditanam hanya sebagai pagar hidup. Tanaman ini dapat tumbuh
optimal di daerah dengan ketinggian antara 500-1200 m dpl (Anonim, 2008a).
Bagian tanaman kumis kucing yang dimanfaatkan sebagai obat yaitu
daunnya. Beberapa zat yang terkandung di dalamnya antara lain orthosiponin
glikosida, minyak atsiri, garam kaliun dan juga sinensetin. Garam kalium
berkhasiat diuretik dan peluruh batu ginjal, sedangkan sinensetin berkhasiat
sebagai antibakteri (Badan POM RI, 2004).
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Air yang sangat sedikit maupun
berlebihan dapat berakibat buruk bagi tanaman. Kemampuan tanaman dalam
menggunakan air selain ditentukan oleh mutu air yang berkaitan dengan
kandungan hara, juga dipengaruhi oleh jumlah (tingkat ketersediaan air) dan
waktu (frekuensi penyiraman) (Januwati et al., 2002).
Unsur hara mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Tanah yang umumnya
digunakan sebagai media tumbuh tanaman sebenarnya sudah mengandung
hara-hara penting yang dibutuhkan tanaman, namun belum tentu jumlahnya
sesuai dengan kebutuhan tanaman, termasuk juga untuk tanaman kumis
kucing. Oleh karena itu untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman yang
nantinya dapat pula meningkatkan hasil, maka perlu pemberian unsur hara
tambahan melalui pemupukan.
Salah satu jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik.
Pupuk organik mudah diperoleh dan harganya lebih terjangkau dibanding