Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Gambar 1. Trauma Kimia Berat dengan Neovaskularisasi Kornea

A. Latar Belakang
Trauma kimia merupakan salah satu kedaruratan pada penyakit mata. Ketika
bahan kimia mengenai mata dapat menyebabkan iritasi dalam penglihatan, kerusakan
berat yang biasanya diakibatkan oleh bahan alkalin atau bahan asam. Bahan alkalin lebih
sering terjadi dan lebih merusak. Paparan bahan kimia yang bilateral khususnya yang
dapat merusak, sering memberikan hasil gangguan penglihatan yang komplet. Irigasi
berkepanjangan, yang diikuti dengan manajemen awal yang agresif dan monitoring
jangka lama dan dekat merupakan pengobatan penglihatan awal yang dapat
dipertimbangkan dan untuk menyediakan kesempatan terbaik untuk rehabilitasi
ketajaman penglihatan mata (Ventocilla, 2015).
Lebih dari 25.000 bahan kimia sebagai penyebab trauma kimia pada mata,
seperti bersifat pengoksidasi, agen penurun, korosif dan lainnya. Tidak ada data
internasional yang menyimpan data untuk trauma kimia mata ini. Namun terdapat
informasi dari Statistik Departemen Ketenagakerjaan US (BLS) menyatakan bahwa
terdapat jumlah cuti kerja, jumlah trauma kimia pada mata, segmen industri dan diniai
sebanyak 10.000 pekerja waktu penah bisa terkena trauma (Hall, 2011).
Terdapat 7.000 trauma percikan kimia di Prancis per tahun, setengah dari jumlah
tersebut mengenai pada mata (Josset et all, 1986). Percikan kimia pada mata sebanyak
9,2% ditemukan di US dan 7,2% ditemukan di UK, paling banyak diakibatkan karena alat

pengering rambut (hairspray) dan sampo (Herr, 1991). Bahan asam dan basa mengenai
hingga 1,6% dan 0,6%, yang bisa mengakibatkan trauma mata total (Herr, 1991).
Sebanyak 7-18% muncul mata yang terbakar diakibatkan sebagian besar karena
kebakaran kimia. Data tersebut ditemukan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit yang
berada di US, sekitar 3-5% trauma mengenai pada para pegawai. Pasien dengan trauma di
wajah 15-20% bisa mengakibatkan gangguan dalam penglihatan. Rasio perbandingan
angka mata yang terbakar akibat bahan kimia asam atau alkali 1:1 sampai 1:4
(Melsaether, 2007).
Total 60.868 pasien di Rumah Sakit, 148 pasien dirawat karena trauma kimia pada
mata, dengan insidensi tertinggi selama bulan musim panas. Laki-laki lebih banyak
terkena dibandingkan perempuan sebanyak 84,5% dan paling banyak mengenai pada
populasi umur pekerja (rata-rata 44,4 16,2 tahun). Umumnya paling banyak agen
kausatif yang menyebabkan yaitu alkali (73,0%), bahan asam (18,2%) dan bahan lainnya
(8,8%). Tidak ada satupun dari 35,1% pasien yang mendapatkan pelindung untuk
melindungi dari bahan kimia. Trauma utama yang luas bisa menempati nilai (grade) II
sebanyak 31,1% dan nilai III sebanyak 42,6% serta yang paling berat diakibatkan oleh
bahan alkali. Lamanya opname 17,7 24,1 hari dapat berkolerasi dengan tingkat
keparahan trauma (Radosavljevi, 2013).
A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu apa yang dimaksud dengan trauma kimia
pada mata?
B. Tujuan
Tujuan makalah untuk mengetahui mengenai trauma kimia pada mata.
C. Manfaat
1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang hubungan trauma kimia pada mata
2. Meningkatkan kesadaran tentang trauma kimia pada mata
3. Dapat dijadikan landasan pemikiran untuk penelitian tentang trauma pada mata

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trauma pada mata merupakan kedaruratan pada mata yang dapat
menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat hingga kehilangan penglihatan.
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak
struktur bola mata (Randleman, 2009).
Bentuk-bentuk zat kimia dapat berupa padat, cair, tepung, asap atau uap.
Trauma yang terjadi di rumah disebabkan deterjen, desinfektan, komestik dan lain
lain. Trauma kimia yang terjadi di industri biasanya disebabkan oleh zat-zat kimia
keras dan bahan pelarut. Beratnya trauma kimia tergantung pada pH, volume dan
lamanya kontak, serta sifat toksik dari bahan kimia tersebut (Sari, 2009).
Bahan kimia juga dapat menimbulkan mata seperti terbakar. Keparahan itu
tergantung pada substansi bahan kimia tersebut, berapa lama bahan kimia mengiritasi
juga. Kerusakan bisanya hanya terbatas pada segmen anterior mata, termasuk kornea,
konjungtiva dan struktur mata bagian dalam termasuk lensa. Penetrasi lebih dalam
dari kornea bisa menimbulkan katarak dan glaukoma (Baer, 2015).
B. Epidemiologi
Di US, frekuensi trauma kimia mengenai 7% pada pekerja yang dirawat di
Instalagi Gawat Darurat Rumah Sakit United Stated. Lebih dari 60% diakibatkan
kecelakaan kerja, 30% mengenai pada rumah tangga, 10% karena penyerangan. 90%
dicapai karena terjadi kecelakaan. Kacamata pengaman dapat membantu mencegah
terjadinya trauma, tetapi trauma di industri melibatkan karena di bawah tekanan yang
tinggi. Kacamata pengaman tidak bisa menghindari hal tersebut. Sekitar 20% trauma
kimia signifikan hasilnya terjadi ketidakmampuan dalam penglihatan dan merusak
kosmetik tubuh. Sebanyak 15% pasien dengan trauma kimia yang berat dilakukan
rehabilitasi fungsional penglihatan mata. Pada laki-laki 3 kali lebih besar berisiko
terkena daripada perempuan. Trauma kimia bisa terkena pada semua populasi umur,
rata-rata yang terkena pada usia kerja antara 16-45 tahun (Ventocilla, 2015).

C. Etiologi
Bahan kimia yang menyebabkan trauma pada mata sebagian besar diakibatkan
karena basa dan asam. Basa dapat menyebabkan trauma pada mata 2 kali lebih besar
dibandingkan karena asam. Bahan-bahan basa seperti amoniak, sodium hydroxide dan
kapur. Sementara bahan-bahan asam seperti suphurik, sulphurous, hydrofluoric acid
dan chromic. Beratnya keadaan trauma kimia berhubungan dengan jenis bahan kimia
yang terkontaminasi, lesi pada okular dan lamanya bahan kimia yang mengenai lesi
tersebut. Bahan kimia basa biasanya penetrasinya lebih dalam daripada asam karena
koagulasi protein akan dihasilkan di barrier. Keadaan ini bisa menimbulkan iritasi
ringan sampai berat. Selain itu trauma kimia dapat menimbulkan destruksi yang
kompit pada epithelium okuli, kekeruhan kornea, hilangnya penglihatan dan kadangkadang menimbulkan erosi mata (Sari, 2009).

D. Klasifikasi
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga
bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta
indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan
kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai
patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda) (Kanski, 2000).

Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan

terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)


Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris

tidak jelas dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)


Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus
(prognosis sangat buruk) (Trudo, 2008).
Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada

kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa, dan tekanan intra okular
(Trudo, 2008).

Gambar 2. Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d)
derajat 4

Klasifikasi lainnya berdasarkan bahan penyebabnya yaitu Trauma asam dan


trauma basa. Bahan kimia dikatakan asam bila pH <7 dan basa bila pH>7. Biasanya
bahan tersebut mengenai mata karena semprotan atau percikan.
Trauma Asam

Gambar 3. Trauma Asam pada Mata


Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.

Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat
asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung
lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa (Randleman, 2009).
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat
melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan
memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan
magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi
sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan
pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki
sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan,
gastrointestinal, dan neurologic (Randleman, 2009).
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.
Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa (Eye Teachers of
American Foundation, 2011).
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi
tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada
daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai
jaringan yang lebih dalam (Gerhard, 2006).
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida.
Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida
dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan
cairan pembersih yang kuat (American Academy of Optahlmology, 2011).
Trauma Basa

4. Trauma
Basa
pada Mata
Trauma basaGambar
biasanya
lebih berat
daripada
trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,
apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi (Randleman, 2009).
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi
asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah
penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang
dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan
bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan
sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai
dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel
basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang
baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas
juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan
penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi
perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya
terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi
lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah
masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.
Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang

berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan
kornea (Randleman, 2009).
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin
lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam
rumah tangga, soda kuat (American Academy of Opthalmology, 20011).
E. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal sebagai
berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan
oklusi pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten
pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan
dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
b. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari
sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru (Kanski, 2000).

F. Penegakan diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan

dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya
diperlukan anamnesis singkat.
Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya
dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea.
Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa
hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa
lebih berat dibanding trauma asam (Gerhard K, 2006).
Anamnesis
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya
tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya
trauma tersebut (Cohlmia Eye Center, 2011).
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma.
Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah
satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan (Gerhard K, 2006).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan
kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan
dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea,
derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea,
neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang
(Cohlmia Eye Center, 2011).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan
sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan

indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular (Cohlmia Eye Center, 2011).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma
ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam
mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya
infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka
panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan
anamnesis dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata
dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan
untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal.
Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000
ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi
topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama
lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan
sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.

Gambar 5. Alat Irigasi

Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material


yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.

10

Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga


dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada
mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air mata buatan).

Gambar 6. Cara Irigasi pada Mata


Gambar 7. Proses irigasi pada mata
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obatobatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari.
Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea.
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan
sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan
secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan
Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior
Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam

askorbat

mengembalikan

keadaan

jaringan

scorbutik

dan

meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh

11

fibroblast kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis
sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral
asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan
sistemik (doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan
mengurangi respon nflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama
10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah
trauma.
Pembedahan
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

12

Gambar 8. Keratoplasti

Gambar 9. Keratoprosthesis
H. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain:

13

1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia,


lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan
akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun
perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang
terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi

Gambar 10. Simblepharon

Gambar 11. Phthsis Bulbi

I. PROGNOSIS

14

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan
prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan
gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat
terjadi kebutaan.
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra
dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi).
Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder (Gerhard, 2006).
Prognosis trauma kimia biasanya diambil berdasarkan Klasifikasi Huges yaitu:
1. Ringan:
Prognosis baik
Terdapat erosi epitel kornea
Terdapat kekeruhan ringan pada kornea
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea atau konjungtiva
2. Sedang:
Prognosis baik
Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil dengan
terperinci
Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
3. Sangat berat:
Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan Jclera pucat
(Gerhard, 2006)

15

BAB III
KESIMPULAN

Gambar 12. Cooked Fish Eye Appearance

Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH <7
dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak
yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu
hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung
sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma
mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat. Trauma kimia merupakan satusatunya jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
sampai pH mata kembali normla dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, dll. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif
kepada pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah. Apabila dalam
menjalankan suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

16

DAFTAR PUSTAKA
American
Academy
of
Ophthalmology.
Chemical
http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm
Baer, William. 2015. Chemical Eye Burns. WebMD Journal.
Cohlmia
Eye
Center.
2011.
Chemical
Eye
Burn
http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eyeburns.php

Burn.

Emergency

2011.

Care.

Eye

Teachers
of
American
Foundation.
Eye
Trauma..
2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video
Gerhard K. Lang. 2006. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.
Hall, Alan H. 2011. Epidemiology of Okular Chemical Burns Injuries. Colorado, USA:
School of Public Health.
Herr, R.D., White, G.L., Bernhisel, K., Mamalis, N., Swanson, E. 1991. Clinical comparison
of okular irrigation fluids following chemical injury. Am J Emerg Med 9, 228231
Josset, P., Meyer, M.C., Blomet, J. 1986. Pntration dun toxique dans le corne. Etude
experimental et simulation [French] [Penetration of a toxic agent into the cornea.
Experimental study and simulation]. SMT 85, 2533
Kanski, JJ. 2000. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia:
Elseiver Limited.
Melsaether, C.N., Rosen, C.L. 2007. Burns, Okular. http://www.emedicine.com
Radosavljevi, Aleksandra., Kalezi, Tanja., Golubovi, Slobodan. 2013. The Frequency of
Chemical Injuries on The Eye in a Tertiary Referral Centre. Serbia: Clinic of Eye
Disease, Clinical Center of Serbia.
Randleman, J.B. Bansal, A. S. 2009. Burns Chemical. eMedicine Journal.
Sari, Kaherma. 2009. Tesis Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Langkat.
Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara (USU).
Trudo, Edward W dan William Rimm. 2008. Chemical Injuries of the Eye. Washington.
Ventocilla, Mark. 2015. Opthalmologic Approach to Chemical Burns. UK: Department of
Optahlmology. Journal of Medscape

17

Anda mungkin juga menyukai