Fuad Harwadi
Dosen Fakultas Teknik-Universitas Borneo (UB) Tarakan
E mail : fuhar_70@yahoo.com.
Abstrak : Tanah gambut merupakan tanah organik yang terbagi atas gambut berserat dan
gambut tidak berserat; dari beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa, sifat
fisik tanah gambut yang rendah (angka pori besar, kadar air tinggi dan berat volume tanah
kecil), berakibat pada daya dukung tanah gambut yang rendah, terlebih tanah gambut
merupakan tanah non kohesi. Untuk itu diperlukan suatu perbaikan apabila tanah gambut
akan dijadikan penopang bangunan sipil. Penentuan metode yang digunakan didasarkan
pada tiga hal, yaitu : tebal lapisan tanah gambut, jenis tanah gambut dan besarnya
pemampatan yang terjadi. Metode yang telah dikenal selama ini terbagi atas metode
mekanis dan metode stabilisasi. Tetapi metode yang ada masih bersifat tidak ramah
lingkungan sehingga perlu dikembangkan suatu metode perbaikan tanah gambut yang
lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan limbah produksi.
Kata kunci : tanah gambut, sifat fisik & teknik, metode perbaikan.
Abstract : Peat soil is very soft soil with high organic content ( 75%) divide as fibrous
peat and amorphous granular peat; some research indicate that, peat soil have low physical
parameter (high void ratio, high water content and low unit weight), because of that
parameter, peat soil have low bearing capacity and non cohesion soil; peat soil
improvement needed to increase the bearing capacity to support civil building. Peat soil
improvement method determine base on : thickness of peat, type of peat soil, and level of
compression that happened. The method have been recognized divisible during the time as
mechanical method and stabilization method. But the method have been done had
environmental effect (except stabilization) because damage other environment. So that,
method of environmental friendlier for peat soil need to develop exactly by exploiting
waste substance produce.
Key word : peat soil, physic & engineering parameter, method of peat soil improvement.
I.
PENDAHULUAN
Tanah gambut atau lebih dikenal dengan nama Peat Soil adalah tanah yang mempunyai
kandungan organic cukup tinggi dan pada umumnya terbentuk dari campuran fragmen-fragmen
material organic yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah berubah sifatnya menjadi fosil.
Menurut Van de Meene (1982) tanah gambut terbentuk sebagai hasil proses penumpukan sisa
tumbuhan rawa seperti berbagai macam jenis rumput, paku-pakuan, bakau, pandan, pinang, serta
tumbuhan rawa lainnya. Gambut Indonesia merupakan jenis gambut tropis dengan luas area tanah
gambut mencapai kurang lebih 15,96 juta hektar (Wijaya, Adhi, dkk, 1991) yang sebagian besar
terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan papua dengan variasi kedalaman yang berbeda serta
merupakan areal gambut terbesar ketiga di Dunia (panduan Geoteknilk, 2001).
Luas area tanah gambut yang cukup besar merupakan suatu kendala dalam pengembangan
infrastruktur suatu wilayah. Hal ini disebabkan tanah gambut merupakan tanah sangat lunak (very
soft soil) dengan daya dukung yang sangat rendah dan mempunyai sifat mudah mampat jika
terdapat beban yang bekerja diatasnya. Apabila kemampuan untuk mendukung beban lebih rendah
dari pada berat konstruksi yang harus dipikulnya maka akan terjadi kelongsoran (bearing capacity
failure). Begitu juga dengan pemampatan yang tidak merata (differential settlement) akan
menyebabkan terjadinya retak-retak struktur atau miringnya konstruksi yang ada. Karena sifat tanah
gambut yang tidak menguntungkan tersebut maka para Civil Engineer selalu mengalami kesulitan
untuk membangun diatas lapisan tanah tersebut. Untuk mengatasi hal tesebut diperlukan suatu
metode perbaikan yang tepat untuk tanah gambut.
Tulisan ini akan manyajikan hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode perbaikan
tanah yang tepat untuk tanah gambut serta beberapa metode perbaikan tanah gambut yang telah
dilakukan dan pengaruh yang didapatkan akibat metode perbaikan tanah gambut tersebut dari
beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti serta pengamatan penulis selama
melakukan penelitian tentang tanah gambut.
II
TINJAUAN PUSTAKA
MacFarlane dan Radforth (1965), membedakan tanah gambut menjadi 2 (dua) kelompok
menurut serat yang terkadung yaitu : kandungan serat 20% dinamakan Fibrous Peat (Gambut
Berserat), sedang tanah gambut dengan kandungan serat < 20% dinamakan Amorphous Granular
Peat (Gambut Tidak Berserat). Tanah gambut berserat dan gambut tidak berserat dapat
dikelompokkan sebagai tanah sangat lembek dan pada umumnya mempunyai kemampuan
mendukung beban (daya dukung/bearing capacity) yang sangat rendah dan pemampatan
(settlement) yang sangat besar.
Sifat fisik tanah gambut ditunjukkan pada Tabel 1. Suatu yag sangat khusus dari fisik tanah
gambut adalah nilai kandungan organic yang tinggi; hal ini sesuai dengan proses pembentukan
tanah gambut itu sendiri. Nilai angka pori yang besar serta kandungan air yang tinggi menyebabkan
harga koefesien rembesan tanah gambut menyerupai pasir; hal ini wajar mengingat pori yang besar
menyebabkan air dalam pori mudah keluar apabila terdapat beban diatasnya. Nilai berat volume
tanah gambut yang kecil menunjukkan bahwa kepadatan tanah gambut tidak seperti tanah pada
umumnya. Jika dihubungkan dengan nilai kadar airnya yang tinggi, berat air yang terkandung
dalam tanah gambut mencapai 6 (enam) kali lebih berat dibandingkan berat butiran soil tanah
gambut itu sendiri. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tanah gambut menpunyai nilai pH
yang sangat rendah, hal ini bersifat sangat korosif (Mochtar, N.E, 2002) terhadap material baja dan
beton yang ada dalam lingkungan tersebut.
Tabel 1. Sifat Fisik Tanah Gambut Indonesia
No
Sifat Fisik
1
Kandungan Organik (Oc)
2
Berat volume (t)
3
Kadar air (w)
4
Angka pori (e)
5
pH
6
Kadar abu (Ac)
7
Spesifik gravity (Gs)
8
Rembesan (k)
(diambil dari berbagai sumber)
Nilai
95 99%
0,9 1,25 t/m3
750% - 1500%
5 15
4 -7
1 5%
1,38 1,52
-02
2. s/d 1,2-06 cm/dt
Sifat fisik suatu material akan berpengaruh terhadap sifat teknik material itu sendiri;
demikian pula yang terjadi pada tanah gambut. Tabel 2 menunjukkan sifat teknik tanah gambut,
dimana sifat teknis yang paling menonjol adalah daya dukungnya yang rendah dan
kemampumampatannya yang tinggi. Berbagai penyelidikan terhadap daya dukung tanah gambut
menunjukkan bahwa daya dukungnya bahkan lebih rendah dari soft clay (Jelisic & Leppanen,
1992).
Nilai
Keterangan
0 (Adam, 1965)
sangat tinggi
5-7 kPa
> 50 derajat
maks. 0,5
sangat lama
Gambar 1. Kurva Hubungan vs Log t pada Tanah Gambut dengan Beban 25 kPa (Dhowian dan
Edil, 1980).
III.
Dasar Kalsifikasi
Kategori
Keterangan
Kedalaman Gambut
1. <1.0 m
Shallow
2. 1.0-1.5 m
Moderate
3. 1.5-3.0 m
Deep
4. >3.0 m
Very Deep
Non Plastis
Tidak Berserat
Plastis (tidak seperti
lempung)
Dominan pemampatan
Perilaku
pemampatan
Seperti lempung
dengan lempung)
Metode penentuan
besar pemampatan
diterapkan
IV.
Geotextile
Tanah 20 cm
Tanah
gambut
papan
cerucuk
Tanah
gambut
Pemasangan kolom-kolom pasir pada lapisan tanah gambut juga merupakan alternatif
metode perbaikan yang banyak dipilih. Hal ini dapat dilakukan dgn cara meletakkan pasir di muka
tanah gambut setebal 1 meter kemudian di tumbuk dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari
ketinggian tertentu (Heavy Tumping). Jarak kolom pasir dibuat berdasarkan kebutuhan. Dengan
metode ini maka lapisan tanah gambut menjadi padat karena adanya kolom-kolom pasir yang
berarti daya dukungnya naik dan pemampatannya menjadi sangat kecil. Hanya saja, penggunaan
kolom pasir untuk areal yang luas akan menimbulkan kerusakan lingkungan pada tempat
penambangan pasir sebagai akibat jumlah pasir yang diambil sangat besar. Penggunaan Tiang
pancang baja maupun beton biasa dilakukan pada tanah gambut dengan tebal lapisan lebih dari 6
meter. Namun perlu diketahui bahwa, tanah gambut mempunyai sifat asam dengan pH yang rendah
dan berdampak pada bahan baja dan beton cepat rusak (bersifat korosif).
2.
Metode Stabilisasi
Stabilisasi yang dilakukan pada tanah lempung memberikan hasil yang sangat memuaskan
(terutama dengan bahan kapur). Tetapi metode ini kurang berhasil jika dibandingkan dengan
metode perbaikan tanah cara mekanis seperti yang telah diuraikan diatas. Hal ini disebabkan tanah
gambut tidak mengandung silica yang dibutuhkan oleh kapur untuk membentuk CaSiO3 yang
berbentuk gel yang secara perlahan gel tersebut mengkristal menjadi Calcium Silicate Hydrates.
Selain itu, lapisan yang distabilisasi biasanya hanya setebal 60cm di permukaan saja sehingga
lapisan lembek yang berada dibawahnya masih belum cukup kuat untuk menerima beban yang ada
diatasnya.
Penggunaan bahan semen sebagai bahan stabilisasi atau campuran semen-kapur ataupun
cement column pada tanah gambut tidak menghasilkan kekuatan yang diinginkan. Meskipun dalam
skala laboratorium kekuatan dan pemampatan yang dihasilkan cukup memuaskan (Duraisamy,
2007); hal ini disebabkan tanah gambut yang mempunyai kadar pH rendah akan bersifat korosif
terhadap semen dalam rentang waktu yang lama (Noor endah, 2002). Penggunaan deep mixing
stabilization akan berdampak sangat baik jika tanah yang distabilisasi merupakan tanah inorganik;
hal ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan diantaranya Keller Ground Engineering Pty. Ltd
yang berada di new south Wales Australia, dimana hasil stabilisasi dengan metode deep mixing
untuk berbagai jenis tanah menunjukkan bahwa tanah clay-silt menghasilkan nilai shearing strength
yang paling baik dan peat soil menunjukkan nilai yang sangat rendah.
Beberapa jenis bahan stabilisasi telah dikembangkan termasuk cara mencampurkannya di
lapangan. Jelisic dan Leppanen (1993) telah mengembangkan metode yang disebutnya sebagai
Mass Stabilization, dimana bahan stabilisasi yang dipakai adalah bahan produk buangan industri
yang tidak berbahaya untuk lingkungan. Cara mencampurkannya menggunakan sistim deep
stabilization. Metode tersebut telah diimplementasi di Highway 601 Sundsvgen, Rne, Sweden.
Holm (2002) dan EuroSoilStab (2002) telah melaporkan keberhasilannya menggunakan metode
perbaikan dengan kolom kapur-semen pada tanah sangat lembek (gyttja) dan tanah lempung untuk
timbunan jalan rel di Swedia; hasilnya sangat memuaskan. Penggunaan semen maupun kapur pada
tanah gambut tidak dapat menghasilkan kekuatan yang dinginkan disebabkan gambut merupakan
tanah organic. Gambar 4. menjelaskan hasil penerapan lapangan oleh Keller Ground Engineering
Pty. Ltd (2002) pada berbagai jenis tanah yang distabilisasi dengan campuran kapur dan semen.
Pada saat ini penulis masih terus mengembangkan penelitian menggunakan metode stabilisasi
dengan menggunakan bahan sisa produksi untuk tanah gambut berserat Palangkaraya.
Gambar 4. Grafik kekuatan beberapa jenis tanah dari stabilisasi DSM (Keller Ground Engineering
Pty. Ltd, 2002)
V. Kesimpulan
1. Tanah gambut merupakan tanah organik (kandungan organic > 75%) yang terbagi atas gambut
berserat dan gambut tidak berserat.
2. Tanah gambut mempunyai sifat fisik yang rendah dan mempunyai daya dukung yang rendah
pula (tanah non kohesif) serta merupakan tanah sangat lunak.
3. Untuk dijadikan pondasi bagi konstruksi sipil diperlukan suatu metode perbaikan tanah gambut
yang tepat berdasarkan : tebal lapisannya, jenis tanah gambut dan besar pemampatan yang
terjadi.
4. Metode yang sering digunakan terbagi atas metode mekanis dan metode stabilisasi.
5. metode stabilisasi lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan metode mekanis yang
mengekploitasi ekosisistem lingkungan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM Annual Book (1985). Standard Classification of Peat Samples by Laboratory Testing
(D4427-84). ASTM, Section 4, Volume 04.08 Soil and Rock, pp 883-884.
Dhowian, A,W and T.B. Edil (1980). Consolidation Behaviour of Peat. Geatechnical Testing
Journal, Vol.3. No. 3. pp 105-144
Keller Ground Engineering Pty Ltd,Lime Cement Dry Soil Mixing PO. Box. 7974 baulkham
Hills NSW Australia
MacFarlane, I.C. dan Radforth, N.W. (1965). A Study of Physical Behaviour of Peat Derivatives
Under Compression. Proceeding of The Tenth Muskeg Research Conference. National
Research Council of Canada, Technical Memorandun No 85.
Nenad Jelisic, Mikko Leppnen, (2002). Mass Stabilization of Peat in Road and Railway
construction Swedish Road Administration, SCC-Viatek Finlandia.
Noor Endah, (2002). Tinjauan Teknis Tanah Gambut Dan Prospek Pengembangan Lahan Gambut
Yang Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar ITS Surabaya.
Pasaribu, A.S. (1998).Konstruksi Jalan di Tanah Gambut. Prosiding Seminar Nasional Gambut
III. Pontianak, Kalimantan Barat.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi (2001), Panduan Geoteknik 1 WSP Internasional.
R. Hasyim, S., Islam (2008). Engineering Properties of Peat Soil in Peninsular, Malaysia.
Journal of Applied Sciences ISSN 1812-5654.
Terzaghi (1925) in, Braja M. Das (1987), Soil Mechanic, Mcgraw-Hill Book Company, Texas.
Van De Meene (1984), Geological Aspects of Peat Formation in The Indonesian-Malyasin
Lowlands, Bulletin Geological Research and Development Centre, 9, 20-31.
Wijaya, Adhi et.al. (1992), dalam Yulianto, F.E dan Mochtar N.E. (2009), Penggunaan Campuran
Kapur (Lime) dan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah
Gambut Untuk Konstruksi Jalan. Dipublikasi sebagai Tesis program S2 Geoteknik
Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS.