Anda di halaman 1dari 35

STATUS PASIEN BAGIAN NEUROLOGI

II

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Eti Rohaeti

Umur

: 44 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Ciwarangga RT/RW 11/04 Sanca Kec. Ciater

Status Pernikahan

: Menikah

Status Pendidikan

: SD

Suku

: Sunda

Agama

: Islam

No CM

: 389421

Tanggal Masuk

: 16 Oktober 2015

Tanggal Keluar

: 23 Oktober 2015

SUBYEKTIF
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 20 Oktober
2015 di Ruang melati kamar 5 jam pada jam 07.00.
Keluhan utama
Tidak menggerakan anggota gerak bagian kanan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Subang, dengan keluhan anggota gerak sebelah
kanan tidak bisa digerakkan sejak 3 bulan SMRS. Sebelumnya dibawa ke mantra 3
bulan ini dan kemudian dibawa ke RSUD Subang.Anggota gerak sebelah kanan tidak
bisa digerakkan secara tiba-tiba ketika pasien di rumah. Tangan kanan seperti
kesemutan, dan keram disertai lemah badan yang dirasakan hingga ke kaki kanan.
Sebelumnya pasien merasa pusing disertai mulut mencong dan bicara yang agak
susah.
Pasien menyangkal mengalami pingsan, kejang, mual dan muntah. Pasien
menyangkal sulit buang air besar dan buang air kecil. Keluhan tidak bisa mencium
bau-bau an, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan
disangkal oleh pasien. Rasa tebal di wajah dan kesulitan menelan disangkal juga oleh
pasien.
1|SNH

Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi, namun tidak kontrol rutin.


Serta mengakui sering mengkonsumsi makanan yang asin. Pasien juga menyangkal
adanya keluhan kejang dan nyeri kepala hebat. Serta menyangkal adanya keluhan
sering haus terus menerus, sering kencing saat malam hari dan baal pada kaki
sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu
berobat ke RSUD Subang dan menjalani 7x fisioterapi

Riwayat hipertensi diakui, kontrol tidak rutin

Riwayat kolestrol disangkal


Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat pingsan tiba-tiba disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit paru dan asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit dengan gejala yang
sama seperti pasien
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat kolestrol disangkal
Riwayat sosial

Pasien lebih sering habiskan waktu bekerja di rumah

Pasien jarang berolahraga

Riwayat makanan yang asin diakui

Riwayat merokok disangkal

2|SNH

III OBJEKTIF

Status Generalis (28-10-14)


Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan darah

: 160/100 mmHg

Nadi

: 92x/ menit reguler

Respirasi

: 22x/ menit

Suhu

: 36,4 oC

Kepala

: dalam batas normal

Leher

: dalam batas normal

Thorax

: Cor BJ I-II reguler normal, Murmur (-), Gallop (-)


Pulmo SN Ka=Ki vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

: Supel, BU + normal, NT/NL (-/-)

Ekstremitas

: Akral hangat di keempat ekstremitas, edema tidak ada di


keempat ekstremitas

Status Neurologis
Glasgow Coma Scale

: E4 M6 V4 (14)

Pupil

:
Reflek cahaya

: L/TL (+/+)

Diameter

: (3mm/3mm)

L/TL (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk

:-

Laseq

: >70/ -

Kernig

: > 135/-

Brudzinsky I

: (-/-)

Brudzinsky II

: (-/-)

Nervus kranialis
N. I (olfaktorius)

: baik

N. II (optikus)

: baik

Tajam penglihatan

: baik
3|SNH

Lapang penglihatan

: baik

Melihat warna

: baik

Fundus okuli

: tidak dilakukan

N. III (oculomotor) N.IV (trochlearis) N.VI (abducens)


Pergerakan mata

: baik

Strabismus

: (-)

Eksopftalmus

: (-)

Nistagmus

: (-)

Melihat kembar/diplopia

: (-)

N. V (trigeminus)
Membuka mulut

: baik

Mengunyah

: baik

Mengigit

: baik

Refleks kornea

: baik

Sensibilitas muka

: baik

N.VII (fascialis)
Mengerutkan dahi

: +/+

Menutup mata

: +/+

Memperlihatkan gigi

: +/-

Lekukan/plica nasolabialis

: +/-

N.VIII ( vestibulo cochlear)


Detik arloji

: sulit dinilai

Suara berbisik

: sulit dinilai

Tes Weber

: tidak dilakukan

Tes Rinne

: tidak dilakukan

Tes Swabach

: tidak dilakukan

N.IX (glosofaringeus)
Sensibilitas faring

: tidak dilakukan

N.X (vagus)
Arkus faring

: baik

Menelan

: baik

N.XI (asesorius)
Mengangkat bahu

: baik/baik
4|SNH

Memalingkan kepala/menengok : baik

N.XII (hipoglossus)
Pergerakan lidah

: baik, tidak ada deviasi

Tremor lidah

:-

Artikulasi

: baik

Badan dan anggota gerak


1

Badan
Respirasi

: Teratur

Pergerakan kolumna vetebralis

: Tidak dilakukan

Sensibilitas

Taktil

Kanan: Hipestesia

Kiri: Baik

Nyeri

Kanan: Hipestesia

Kiri: Baik

Suhu

Tidak Dilakukan

Refleks kulit perut


2

Tidak Dilakukan

Anggota gerak atas


Motorik

kanan/kiri

Pergerakan

: Terbatas / Bebas

Kekuatan nilai motorik

1111 5555
Kesan : Hemiparesis Dextra

Trofi

: (-)

Tonus

: Normotonus

Refleks fisiologi
Bisep

: (+++ / +)

Trisep

: (++ / +)

Sensibilitas
Taktil

: Hipestesia / Baik
5|SNH

Nyeri

: Hipestesia / Baik

Suhu

: Tidak Dilakukan

Diskriminasi

: Tidak Dilakukan

Anggota gerak bawah


Motorik

kanan/kiri

Pergerakan

: Terbatas / Bebas

Kekuatan

:
3333 5555
Kesan : Hemiparesis Dextra

Trofi

: -

Tonus

: Normotonus

Refleks fisiologis
Patella

: (+++ / +)

Achilles

: (+ / +)

Refleks patologis
Babinsky

: (+/-)

Chaddock

: (+/-)

Openhaeim

: (-/-)

Gordon

: (-/-)

Schaefer

: (-/-)

Mendel Bechtrew

: -

Rosolimo

: -

Klonus
Klonus patella

: Normal

Klonus kaki

: Normal

Sensibilitas
Taktil

: Hipestesia / Baik

Nyeri

: Hipestesia / Baik
6|SNH

Suhu

: tidak dilakukan

Diskriminasi dua titik

: tidak dilakukan

Koordinasi, Gait dan Keseimbangan


Cara berjalan

: tidak dilakukan

Test Romberg

: tidak dilakukan

Disdiadokokinesis

: (-/-)

Ataksia

: tidak dilakukan

Rebound phenomen

: (-/-)

Dismetri

: tidak dilakukan

Gerakan gerakan abnormal


Tremor

: (-)

Athetosis

: (-)

Mioklonik

: (-)

Khorea

: (-)

Alat vegetatif
Miksi

: baik

Defekasi

: baik

Reflek anal

: tidak dilakukan

Reflek kremaster

: tidak dilakukan

Reflek bulbukavernosa

: tidak dilakukan

IV ASSESMENT
Dx1:
Diagnosis klinis

: Hipertensi, Hemihipestesia Dextra, Hemiparese Dextra,


Disartria, Spastis Lengan Kanan, Hiperreflek Extremitas

Dextra, Parese Nervus VII Sentral Sinistra


Diagnosis topis
: Lesi Ganglia Basalis, Lesi Pons Sinistra, Lesi Korteks
Diagnosis etiologis : Stroke Non Hemoragik Tipe Alternans
Diagnosis patologis : Hipertensi tidak terkontrol, Trombus pada pembuluh
darah
Dx2: Dx3: Dx4: 7|SNH

RINGKASAN
Pasien perempuan usia 44 tahun datang dengan keluhan ektremitas kanan tidak bisa
digerakkan sejak 3 bulan SMR yang disertai keluhan mulut mencong kiri dan susah
berbicara. Pasien mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol. Tekanan darah
160/100 mmHg, GCS E4M6V4, Laseque +/-, Kernig +/-, Parese N VII Sentral

Sinistra, Pemeriksaan kekuatan motorik

Hipestesia Ektremitas Dextra,

Hemiparase Dextra Spastik, Hiperreflek pada lengan dan tungkai dextra, Reflek
Patologis Babinsky +/-, Chaddock +/-.
VI PLANNING
Diagnostik

CT-Scan/MRI

Thorax foto

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit)

Pemeriksaan kimia klinik


Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
Kadar kolestrol (HDL, LDL)
Trigliserida
Asam urat
GDS

Terapi
Terapi Umum

O2 Canul 2L/menit

IVFD ringer laktat 20 tetes/menit

Medikamentosa

Citicolin Inj 2x500 mg, IV

Mecobalamin Inj 2x500 mg, IV

Aspilet 1x1 tablet, PO

Amlodipin Tab 1x5 mg, PO


8|SNH

Non Medikamentosa

Menjalani fisioterapi

Monitoring
a. Tanda vital (HR,TD,RR,Suhu)
b. Profil lipid
- LDL, HDL
- Trigliserida
- Kolesterol total
c. Glukosa darah sewaktu
e. Tes fungsi ginjal
f. Tes fungsi hati

Rencana edukasi
Diberikan edukasi seputar penyakitnya
Motivasi penderita untuk tetap rajin kontrol hipertensi dan latihan rutin agar

dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya.


Motivasi menjaga asupan makanan rendah garam agar hipertensi terkontrol.
Motivasi penderita untuk tetap minum obat sesuai anjuran (teratur)

VII Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia

Ad sanationam

: dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

9|SNH

STROKE
PENDAHULUAN
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke yang menyerang kelompok usia di atas
40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah
otak serta komponen lainnya dapat bersifa primer karena kelainan kongenital maupun
degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi
dan diabetes melitus.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala dan akan muncul
secara klinis jika aliran darah ke otak (CBF = cerebral blood flow) turun sampai ke tingkat
melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak
(threshold of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang
disebut stroke. Gejala tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya
mengenai daerah pusat penglihatan maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau
gangguan lapangan pandang.
Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang a. karotis interna, sedangkan sepertiga bagian belakang yang meliputi
serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari
sepasang a. vertebralis (a. basilaris). Jumlah aliran darah otak (CBF) biasanya dinyatakan
dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral
perfusion pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular resistance =
CVR).
CBF = CPP = MABP-ICP
CVR
CVR
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (MABP = mean arterial
blood pressure) dikurangi dengan tekanan intrakranial (ICP = intracranial pressure),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Tonus pembuluh darah otrak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
ANATOMI OTAK
Otak memperoleh darah melalui 2 sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan
dan kiri) dan sistem vertebral. A. karotis interna setelah memisahkan diri dari a. karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk n. optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua : a. serebri anterior dan a. serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis, dan beberapa lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a. subklavia,
menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis,
masuk ke rongga cranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
a. cerebelli inferor. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.
basilaris, setelah mengeluarkan ketiga cabang arteri pada tingkat mesensefalon a. basilaris
10 | S N H

berakhir sebagai sepasang cabang: a. cerebri posterior yang melayani darah bagi lobus
occipitalis dan bagian medial lobus temporalis.
Ketiga pasang a. serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak dan
beranastomosis satu dan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam
jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a. serebri lainnya. Untuk
menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya tiga sistem kolateral antara
sistem karotis dan vertebral, yaitu :
1. Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a. serebri kanan
kiri, a. komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a. serebri anterior),
sepasang a. serebri posterior, dan a. komunikan posterior (menghubungkan a. serebri
media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah orbita, masingmasing melalui a. oftalmika dan a. fasialis ke a. maksilaris eksterna.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. karotis eksterna (pembuluh darah ekstra
kranial)
Selain itu, masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna, yang
menghubungkan darah ke vena Galen, dan sinus rectus dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju
ke jantung.

11 | S N H

DEFINISI
Definisi WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal mauoun menyeluruh (global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24
jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskular.
12 | S N H

KLASIFIKASI
I. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya
1. Stroke Iskemik/Infark
a. Aterotrombotik
b. Tromboemboli
c. Kardioemboli
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. TIA (transient iscemic attack)
2. Stroke in evolution
3. Reversible neurological deficit (RND)
4. Completed stroke (CS)
III.

Berdasarkan sistem pembuluh darah


a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler

Gejala Klinis

PIS

PSA

SNS SNH

13 | S N H

1.
2.
3.
4.
5.

Gejala deficit lokal


SIS sebelumnya
Permulaan (Onset)
Nyeri Kepala
Muntah pada awalnya

Berat
Amat jarang
Menit/jam
Hebat
Sering

Ringan

6. Hipertensi

Hampir selalu

Biasanya tidak

Berat/ringan
+ (biasa)
Pelan (jam/hari)
Ringan/tidak ada
Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Sering kali dapat

7. Kesadaran

Biasa hilang

Bisa hilang sebentar

hilang

8. Kaku kuduk

Jarang

Biasa ada

Tidak ada

9. Hemiparesis

Sering
sejak Permulaan tidak ada
awal
Bisa ada
Tidak ada
Sering
Jarang
Sering
Selalu berdarah
berdarah
Tak ada
Bisa ada

10. Deviasi mata


11. Gangguan bicara
12. Likuor
13. Perdarahan subhialoid
14. Paresis/gangguan N. III

I.

1-2 menit
Sangat hebat
Sering

Mungkin (+)

Sering dari awal


Mungkin ada
Sering
Jernih
Tak ada
-

Stroke Iskemik/Infark
Patofisiologi
Berbagai unsur berpengaruh terhadap aliran darah arteri otak. Aliran darah otak
dikendalikan oleh otoregulasi dan kontrol metabolik neural. Viskositas darah berperan
penting dalam kehidupan jaringan otak. Makin tinggi viskositas darah, makin rendah
kecepatan alirannya. Jaringan otak yang mengalami iskemia fokal menunjukkan ciri-ciri yang
khas, yaitu :
a. Perubahan-perubahan fisiologik yang sesuai dengan tingkatan kecepatan aliran darah
Kecepatan aliran darah normal pada manusia ialah sebesar 50-60 ml/100 gr otak per
menit, yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh. Bila aliran darah (CBF) berkurang sampai kira- kira 1518 ml/100 gr otak/menit, terjadilah brain electrical failure, yang bila tidak tercapai, akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, yang berarti sebagian struktur intrasel
telah berada dalam proses desintegrasi. Sedang somato sensory evoked potentials
terganggu bila kecepatan aliran darah kurang dari 15 ml/100 gr otak/menit. Ionic failure
mulai terjadi kalau kecepatan aliran darah menurun sampai 10 ml/100 gr otak/menit. Pada
tingkatan kecepatan aliran darah ini terjadi peningkatan K + ekstraseluler dan Ca+
intraseluler, terlepasnya asam lemak bebas, ATP cepat terurai dan asidosis intraseluler. Dan
pada tingkatan ini pula terjadilah kematian neuron yang irreversibel. Antara batas
terjadinya electrical failure dan ionic failure (antara 15 dan 10 ml/100 gr otak/menit) ini,
neuron-neuron masih hidup walaupun sudah tidak berfungsi. Neuron-neuron ini
14 | S N H

merupakan jaringan yang terdapat di sekitar infark (jaringan perifokal) dan eksistensinya
adalah berkat adanya kolateral, jaringan ini disebut penumbra.
Pada iskemia otak yang luas, terdapat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3
lapis area yang berbeda :
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) terlihat sangat pucat karena CBFnya
paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya
aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah
ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah sekitar ischemic core yang CBFnya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti, dan terjadilah functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi
dan asam laktat meningkat. Terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat, yang disebut ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan
dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi
berlebihan (luxury perfusion).
b. Gangguan Metabolisme
Bila kecepatan aliran darah kurang dari 10 ml/100 gr otak/menit, maka akan terjadi
gangguan metabolisme sel otak di mana K+ ekstraseluler meningkat 10-20 kali yang lalu
diikuti oleh masuknya Ca ke dalam sel. Kadar Ca intraseluler yang tinggi inilah yang
mematikan sel. Influks Ca ini meningkat karena kegagalan ATP dependent Na-Ca
antiport system, dan masuknya Ca ke dalam retikulum endoplasma dan mitokondria yang
akan melepaskan fosforilasi oksidatif. Ca intraseluler ini mengaktifkan fosfolipase A dan
C yang akan merusak membran fosfolipid sehingga asam lemak bebas terlepas. Asam
lemak bebas ini, terutama asam arakhidonat mengalami oksidasi oleh siklooksigenase dan
lipogenase menjadi prostasiklin, leukotrien yang semuanya menyebabkan vasokonstriksi.
Jaringan otak iskemik akan mengalami asidosis intraseluler ini adalah akibat dari
tertimbunnya asam laktat dan asam lemak bebas. Semuanya ini akan merubah protein
sehingga fungsi enzimatik hilang, sel glia membengkak.
c. Perubahan mikrosirkulasi
Penyumbatan pembuluh darah mengakibatkan menurunnya shear stress dengan elemenelemen darah mengalami agregasi dan ini berakibat meningkatnya viskositas dan resistensi
darah. Selain itu juga terjadi pula vasokonstriksi karena kadar K ekstraseluler meningkat.
Gejala Infark Otak
Onset terjadinya infark otak biasanya mendadak, kadang-kadang bertahap didahului oleh
Transient Ischemic Attack (TIA). Penderita sering mengeluh sakit kepala disertai muntah.
Umumnya defisit neurologis dirasakan saat bangun tidur atau sedang istirahat. Pada
permulaan sakit, kesadaran biasanya tidak terganggu. Infark otak biasanya tidak
menunjukkan kelainan pada liquor serebrospinalis, cairan jernih, tekanan normal, dan
15 | S N H

eritrosit kurang dari 500. Pada CT Scan ditemukan adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskemik dan edema.
a. Trombus
Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit,
fibrin, eritrosit dan leukosit. Trombus terbentuk pada arteri otak yang sklerotik. Oleh
karena itu, sering terdapat pada usia lanjut dengan hipertensi atau faktor risiko lain.
b. Emboli
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit,
udara, tumor, metastase, bakteri dan benda asing. Emboli berasal dari trombus yang
rapuh dan kristal kolesterol dalam arteri karotis dan arteri vertebralis yang sklerotik,
bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri
intrakranium, yang akhirnya menyebabkan iskemia otak. Kelainan jantung seperti
infark miokard akut, endokarditis bakterial sub akut, fibrilasi atrium, kelainan katup,
dan lain-lain dapat menjadi faktor risiko terjadinya embolisasi.

Gejala Penyumbatan Sistem Karotis


a. Gejala penyumbatan arteri karotis interna

Buta mendadak (amaurusis fugaks)

Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan

Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan

b. Gejala penyumbatan arteri serebri anterior

Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebuh menonjol

Gangguan mental (bila lesi di frontal)

Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh

Inkontinensia

Kejang

c. Gejala penyumbatan arteri serebri media

Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak di pangkal
maka lengan lebih menonjol.

Hemihipestesia

Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang, seperti afasia
motorik/sensorik

d. Gangguan pada kedua sisi


Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada kedua sisi.
Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskular dengan gejala-gejala :
16 | S N H

Hemiplegia dupleks

Sukar menelan

Gangguan emosional, mudah menangis

Gejala gangguan sistem Vertebro-Basiler


a. Sumbatan pada arteri serebri posterior

Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi

Hemiparesis kontralateral

Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (termasuk rasa getar) kontralateral
(hemianestesia)
Bila cabang talamus tersumbat, maka timbul sindrom talamikus, yaitu :
- Nyeri talamik, yaitu suatu rasa nyeri yang terus menerus dan sukar dihilangkan; pada
pemeriksaan raba terdapat anestesia, tapi pada tes tusukan timbul rasa nyeri (anestesia
dolorosa)
- Hemikorea, disertai hemiparesis, disebut sindrom Dejerine Marie
b. Sumbatan pada arteri vertebralis

Bila sumbatan pada sisi dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg. Sumbatan pada sisi
yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan gejala.
c. Sumbatan pada arteri serebeli posterior inferior

Sindrom Wallenberg, berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai di sisi yang
sama, gangguan N.II dan refleks kornea hilang pada sisi yang sama. Selain itu dapat
pula terjadi :

Sindrom Horner sesisi dengan lesi

Disfagia, apabila infark mengenai nukleus ambiguus ipsilateral

Nistagmus, jika terjadi infark pada nukleus vestibular

Hemihipestesia alternans

d. Sumbatan pada cabang kecil arteri basilaris


Paresis nervi kraniales yang nukleusnya terletak di tengah N.III, N.IV, dan N. XII, disertai
hemiparesis kontralateral.
Bila lesi di kortikal akan terjadi gejala klinik, seperti afasia, gangguan sensorik kortikal,
muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh, eye deviation, hemiparese yang
disertai kejang.
Bila lesi di subkortikal,akan timbul gejala klinik, seperti muka, lengan dan tungkai sama
lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka, lengan dan
tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi di kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, terdapat gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris, disartria, gangguan menelan
dan deviasi lidah.
17 | S N H

Bila lesi di medula spinalis, akan timbul: gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi,
miksi dan defekasi.
II. Stroke Perdarahan (Hemoragik)
1. Perdarahan intra serebral
Perdarahan ini berasal dari pecahnya srteria penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di
bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya umur dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteria penetrans
ini terjadi aneurisma kecil-kecil, yang disebut aneurisma Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat, aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat, maka
terjadilah perdarahan dalam parenkim otak.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka masa darah dapat masuk di antara
selaput akson masa putih dissecan splitting tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat
forammen magnum. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan meyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisma sekuler pada kasus non
traumatik. Aneurisma sekuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat
akibat proses hemodinamika pada bifurcatio pembuluh arteri otak, terutama di
Sirkulus Willisi. Sebagai penyebab lain SAH adalah aneurisma, aterosklerosis
pembuluh arteri basilaris, aneurisma mikotik, arteriovenosa malformasi (AVM),
arteritis, dan neoplasma. Bila anerisma pecah, darah segera mengisiruangan
subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Keluarnya darah dari ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang cukup
hebat, berupa sakit kepala yang sangat hebat.
Gejala Klinis Stroke Hemorragik
Pada stroke hemorragik ini biasanya onsetnya berlangsung sangat mendadak diikuti rasa sakit
kepala yang hebat, muntah, dan kadang disertai kejang. Sering terjadi pada penderita yang
sedang aktif atau emosional. Perdarahan otak umumnya terjadi pada usia tua atau setengah
tua dengan atau tanpa hipertensi, tergantung dari faktor penyebabnya. Liquor yang berdarah
berasal dari perdarahan ekstraserebral primer atau perdarahan intraserebral yang merembes
ke dalam ventrikel atau ruangan subarakhnoid. Hal ini akan menyebabkan gejala kaku kuduk.
Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
TIA (transient iscemic attack), dimana gejala fungsi otaknya akan pulih dalam 24 jam
Stroke in evolution, dimana gejala neurologiknya makin berat
Reversible neurological deficit (RND), dimana gejala neurologisnya menghilang
dalam waktu 3 minggu, tetapi lebih dari 24 jam.
18 | S N H

Completed stroke (CS), dimana gejala neurologiknya menetap.


Berdasarkan sistem pembuluh darah
c. Sistem karotis
Pada sistem ini, pembuluh utamanya ialah arteri karotis yang mempercabangkan arteri
karotis eksterna dan interna. Arteri karotis interna memperdarahi hemisfer serebri.
Cabang-cabang besar arteri karotis interna ini adalah a. oftalmika, a. komunikan
posterior, a. khoroidal anterior, a. serebri anterior, a. komunikan anterior dan a. serebri
media.
d. Sistem vertebrobasiler
Pada sistem ini, terdapat sepasang arteri vertebralis yang kemudian akan bersatu
menjadi arteri basilaris. Arteri ini akan memperdarahi batang otak dan serebelum
dengan tiga kelompok arteri, yaitu median, paramedian, dan arteri sirkumferensial.
Arteri basilaris berakhir sebagai sepasang arteri serebri posterior.
FAKTOR RISIKO STROKE
Faktor-faktor risiko stroke adalah faktor-faktor yang berhubungan erat dengan terjadinya
sroke. Berbagai faktor tersebut antara lain adalah ;
Mayor :
- Hipertensi
- Diabetes melitus
- Penyakit jantung
- Pernah menderita stroke sebelumnya
Minor :
- Merokok
- Obesitas
- Penggunaan kontrasepsi oral
- Kurang olahraga
- Stres
- Alkoholisme
- Hiperlipidemia
- Asam urat yang tinggi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Stroke Iskemik

Sken tomografik

Angiografi serebral

Pemeriksaan LCS

Darah Rutin, Kimia Darah


19 | S N H

Doppler, EKG

2. Stroke Intraserebral

Sken tomografik

3. Stroke Subarakhnoid

LCS
100 % berdarah
Erirosit 150.000/ mm3

Angiografi
Sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah perdarahan

Sken tomografik

Pemeriksaan Penunjang Lain


Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
Sistem score untuk membedakan jenis stroke :
a. Siriraj Stroke Score (SSS)
b. Skor Gajah Mada (SGM)

20 | S N H

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12
Nilai SSS
Diagnosa
>1
Perdarahan otak
< -1
Infark otak
-1 < s.d < 1
Diagnosa meragukan (Gunakan CT Scan)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

PENCEGAHAN PRIMER STROKE:


a. Mengatur pola makan yang sehat
Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risiko
terkena serangan stroke. Sebaliknya, mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh
dan kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makanan yang
dianjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah:
1. Makanan dari berbagai biji-bijian yang membantu menurunkan kadar kolesterol:
a. Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur,
jagung dan gandum
b. Oat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, akan menurunkan
tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari
21 | S N H

c. Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,


menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida
d. Kacang-kacangan menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah
aterosklerosis
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke:
a. Makanan/ zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti
asam folat, vitamin B6, B12 dan riboflavin
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, zinc dan B12 mempunyai efek
proteksi terhadap stroke
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon, mengandung omega 3, EPA
dan DHA yang merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi
terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan
kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adesi platelet, sebagai
prekursor prostglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan stimulasi NO
endothelial
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan seperti vitamin C, E, betakaroten
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran

Sayuran hijau dan jeruk

Apel

f. Teh hitam dan hijau yang mengandung antioksidan


3. Rekomendasi tentang makanan:
a. Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium
b. Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans
fatty acids
c. Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,
monounsaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati
d. Nutrient harus diperoleh dari makanan, bukan suplemen
e. Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
f. Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
g. Hindari makanan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah
22 | S N H

h. Sumber lemak hendaknya dari sayuran, ikan, buah polong dan kacangkacangan
i. Utamakan makan yang mengandung polisakarida seperti nasi, roti, pasta,
sereal dan kentang daripada gula
b. Melakukan Olah Raga yang Teratur
Melakukan aktivitas fisik yang memiliki nilai aerobic minimal 30 menit dan minimal
tiga kali perminggu untuk menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol diabetes,
memperbaiki kebiasaan makan, menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL.
c. Menghentikan Rokok
Karena merokok dapat menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah,
meninggikan kadar fibrinogen, mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan
darah, meninggikan hematokrit, menurunkan HDL dan meningkatkan LDL kolesterol
d. Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat
Bila dalam dosis berlebihan dan jangka panjang akan menyebabkan tekanan darah
meningkat, memudahkan terjadinya stroke hemoragik
e. Memelihara Berat Badan Layak
Disarankan untuk menurunkan berat badan dengan target BMI < 25 kg/m2, garis
lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita dan <90 untuk laki-laki
f. Pemakaian Kontrasepsi Oral
Untuk wanita perokok atau disertai dengan faktor risiko lain atau pernah mengalami
kejadian tromboemboli sebelumnya disarankan untuk menghentikan pemakaian
kontrasepsi oral
g. Penanganan Stres dan beristirahat yang cukup
1. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif
3. Tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah
h. Pemeriksaan Kesehatan Teratur dan Atas Advis Dokter Dalam Hal Diet dan Obat
i. Pemakaian antiplatelet (asetosal)
Dianjurkan untuk wanita dengan risiko tinggi.
23 | S N H

TERAPI UMUM
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan ganggaun jalan napas

Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen

Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia atau syok
atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi

b. Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau colloid intravena

Dianjurkan pemasangan CVC

Optimalisasi tekanan darah

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal


Derajat kesadaran
Pemeriksaan pupil dan okulomotor
Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral

Monitor tekanan intracranial

Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg

e. Penanganan transformasi hemoragik


24 | S N H

Dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial


secara hati-hati
f. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit

Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat di ICU

Pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa


kejang tidak dianjurkan

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi


profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan

g. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya

Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 C

Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan dan diberikan antibiotic.

Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.

h. Pemeriksaan Penunjang

EKG

Labolatorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis,


kadar gula darah, analisa urin, analisa gas`darah dan elektrolit

Bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan
CSS.

Pemeriksaan radiologi:
Rontgen dada
CT Scan

25 | S N H

TERAPI KHUSUS
Penatalaksanaan Stroke Iskemik
1. Pemberian antikoagulan
Obat-obatan seperti heparin atau heparinoid diharapkan akan memperkecil thrombus
yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru.
2. Pemberian antiplatelet agregasi
Pemberian aspirin dengan dosisi awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah onset stroke
dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut
3. Obat-obat defibrinasi
Mempunyai efek terhadap defibrinasi cepat, mengurangi viskositas dan efek
antikoagulasi
4. Terapi neuroproteksi
Obat neuroprotektor berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversible neuronal
yang terganggu akibat ischemic cascade.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intraserebral
1. Pemberian manitol
Larutan manitol 20-25 % merupakan zat yang paling banyak dipakai: 0.75-1 mg/
kgBB bolus diikuti 0.25-0.5 mg/ kgBB setiap 3-5 jam tergantung pada respon klinis
2. Tindakan bedah
Berupa aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah terbuka, evakuasi endoskopik dan
aspirasi stereotaksik.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Subarakhnoid
1. Pengelolaaan hipertensi
2. Pemberian cairan dan elektolit yang cukup dan tidak boleh terjadi hipo atau
hipervolumia
3. Pemberian parasetamol sampai kodein atau jika berat injeksi morfin secara IV untuk
mengatasi nyeri kepala yang hebat
KOMPLIKASI
Komplikasi dini

Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian
kejang umumnya memperberat defisit neurologic
Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan
membutuhkan analgetik dan kadang antiemetic
Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke
batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
Selain itu harus diwaspadai adanya:
26 | S N H

Transformasi hemoragik dari infark


Hidrosefalus obstruktif
Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun
beberapa hari kemudian.
Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.
Bila ada infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.
Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu,
pasien menderita juga trombosis vena dalam (DVT).
Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke
menderita komplikasi gangguan ritme jantung.
Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi
ditemukan 64% penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan.
Penyebab terjadi pneumonia kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan
lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut
terutama terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi
penyebab menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan
gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.
Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer,
atau gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat
stroke.
Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan
komunikasi dll.
Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya
diabetes melitus sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang
tidak baik.
Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.

Komplikasi lanjut

Ulkus dekubitus. Merupakan komplikasi iatrogenik yang dapat dihindari


dengan prosedur rehabilitasi yang baik.

Kontraktur dan nyeri bahu. Shoulder hand syndrome terjadi pada 27% pasien
stroke.

Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.

Osteopenia dan osteoporosis. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan
kurangnya paparan terhadap sinar matahari.

Depresi dan efek psikologis lain. Hal ini mungkin karena kepribadian
penderita atau karena umur tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
27 | S N H

dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke. Depresi harus
ditengarai sebagai penyebab pemulihan yang tidak wajar, tidak kooperatif saat
rehabilitasi dan keadaan emosi yang tidak stabil. Keadaan ini lebih sering pada
hemiparesis kiri.

Inkontinensia alvi dan konstipasi. Umumnya penyebabnya adalah imobilitas,


kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.

Komplikasi muskuloskeletal
Spastisitas dan kontraktur. Umumnya sesuai pola hemiplegi.

Nyeri bahu. Umumnya di sisi yang lemah


Bengkak dan tungkai dingin. Lebih sering pada kaki.
Jatuh dan fraktur.

Komplikasi pada pendamping


Keterbatasan pasien sering menyebabkan pasien sangat tergantung pada pendamping.
Keadaan ini sering menyebabkan beban emosi dan fisik yang besar pada pendamping.
Oleh karena itu edukasi dan konseling terhadap pendamping merupakan hal yang
penting.
PROGNOSIS
Pulihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca infark dan pada akhirnya minggu
ke-8 akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 20 %, dalam satu bulan pertama.
Kemungkinan untuk hidup lebih baik pada kasus infark otak
Case fatality rates untuk stroke iskemik sekitar 8%-20% dalam kurun waktu 30 hari.
Untuk stroke perdarahan sekitar 30-80% untuk PIS dan 20-50% untuk PSA. Kematian
biasanya lebih diakibatkan oleh komplikasi paru-jantung. Kematian berhubungan dengan
keparahan penyakit, pasien dengan penurunan kesadaran, hyperglikemik dan usia.
Stroke berulang juga sering terjadi sekitar 3-10% selama 30 hari pertama, dimana
atherosclerotik infark penyumbang stroke berulang yang paling besar. Penderita dengan
Hipertensi dan penyakit jantung memiliki kemungkinan untuk mengalami stroke berulang.

REHABILITASI MEDIK
Rumusan Departement Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk
memperoleh fungsi penyesuain diri yang secara maksimal atau usaha mempersiapkan
28 | S N H

penderita secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI, 1983). Adapun tujuan rehabilitasi medik
bagi penderita pasca stroke yaitu :
1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu
2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan
aktivitas sosial
3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987)
Rehabilitas medik adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak
keadaan cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai
integrasi sosial dan mandiri. Rehabilitasi medik merupakan terapi secara multidisipliner yang
melihat seorang pasien seutuhnya.
TAHAP-TAHAP REHABILITASI MEDIK
1. Tahap Akut
Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada
saat penderita jatuh koma/ ada renjatan, tatalaksana yang menonjol adalah upaya
yang bersifat live-saving. Bagaimanapun hal-hal sebagai berikut harus tetap
diperhatikan, upaya pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus, serta tetap
melakukan pemeriksaan fisik untuk dapat mengikuti perkembangan penderita
secara menyeluruh. Hal yang dapat dilakukan adalah bed-positioning atau ubah
baring, bertujuan sebagai pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus.

2. Tahan Subakut
Apabila penderita sudah sadar kembali dan atau sudah melewati tahap akut,
maka tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera
dievaluasi.
Latihan aktif dan pasif

29 | S N H

Pada awalnya rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang


terdiri dari menggerakkan semua sendi pada anggota yang lumpuh,
apabila dipandang mempunyai cukup kekuatan untuk menggerakkan sendi
sampai terjadi range of motion secara penuh. Bila terjadi paralisis maka
diperlukan latihan gerak sendi secara pasif sampai penderita mampu
menggerakkan sendinya.
Aktivasi elevasi
Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi
terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan
meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi
setengah duduk hingga duduk. Latihan duduk secara aktif seringkali
memerlukan alat bantu. Apabila penderita sudah mampu duduk sendiri
maka upaya berikutnya adalah latihan duduk dengan tungkai menjutai di
sisi tempat tidur, sisi mana yang sesuai dengan anggota gerak yang tidak
lumpuh.
Latihan berdiri
Apabila penderita sudah dapat duduk sendiri secara aktif segera dimulai
latihanberdiri, tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam
posisi berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat
hipotensi postural
Latihan berjalan
Segera setelah penderita mampu berdiri maka penderita dilatih untuk
berjalan dengan melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai
sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini
dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh keluara penderita.

Fisioterapi
Pada awalnya dilakukan latihan penguat otot anggota yang sehat, yang
terdiri dari progresive resistance exercises terutama untuk otot-otot yang
diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot-ototnya antara lain depresor
30 | S N H

bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan, ekstensor


dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang lumpuh
juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional.
Terapi okupasional
Mengadakan evaluasi perawatan diri, dari hal yang sederhana misalnya
kemampuan bergerak ditempat tidur sampai kepada aktivitas yang
komplek misalnya berjalan, mengendarai mobil.
Petugas Sosial
Mengadakan evaluasi sosial, keadaan rumahnya,

pekerjaannya,

pendidikannya, keadaan ekonomi, penyesuaian diri dengan masyarakat


dan sebagainya.
Orthotis-Prostetis
Mengadakan evaluasi pengadaan alat-alat ortotik (alat bantu) dan prostetik
(alat palsu) bersama dokter sesuai dengan keadaan cacatnya.
Terapi Wicara
Melakukan pemeriksaan atau tes-tes pembicaraan dan pendengaran.
Psikolog
Melakukan evaluasi psikologis, misalnya reaksi terhadap keadaan
cacatnya, kapasitas intelek, penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.
3. Tahap Lanjut (Kronis)
Dimana terapi ini biasanya dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga
penderita lebih banyak dilibatkan. PSM (Pekerja Sosial Medik) dan psikolog
harus lebih aktif. Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka kepada penderita
segera diperkenalkan program ADL (Activity of Daily Living), yaitu melakukan
kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan dan
hygiene.

PROGRAM REHABILITASI
Perlu dipisahkan dengan baik perbedaan antara program rehabilitasi dan
program mobilisasi. Program mobilisasi merupakan salah satu bagian program
rehabilitasi. Program rehabilitasi medik dimulai sejak penderita dikonsultasikan,
31 | S N H

meskipun misalnya masih dalam keadaan tidak sadar. Tetapi mobilisasi harus
menunggu. Yang secara garis besar dapat mengikuti pola sebagai berikut :
- Pada penderita stroke oleh karena trombosis dan emboli, jika tidak ada
komplikasi lain, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan. Dengan
-

perdarahan subarachnoid, dimulai setelah 2 minggu


Stroke oleh karena trombosis atau emboli pada penderita dengan infark
miokardum tanpa komplikasi, program dimulai setelah minggu ke 3. Tetapi
jika penderita segera menjadi stabil, tidak didapatkan aritmia, mobilisasi yang

berhati-hati dimulai pada hari ke 10


Pada progressing stroke lebih amam menunggu tercapai complete stroke baru
program latihan, meskipun pasif diberikan. Jika proses dicurigai berasal dari
sistem a.Carotis, tunggu 18-24 jam, jika dari sistem vertebrobasilar, tunggu

sampai 72 jam sebelum memastikan tidak ada progression lagi.


PROGRAM LATIHAN
1. Program latihan di tempat tidur. Pendertia post stroke, umumnya memberikan
gejala hemiplegia, sedangkan tetraplegi (double hemiplegia) ataupun monoplegia
amat jarang. Latihan di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring
(positioning) yaitu penderita diletakkan dalam posisi yang melawan pola
spastisitas yang nantinya timbul
2. Latihan duduk. Harus melewati latihan rolling terlebih dahulu yaitu terlentangtengkurap-terlentang
3. Latihan berdiri dan jalan. Melalui jalur Lying (baring-roling-sitting-standing
(berdiri)). Terkadang dilewati jalur lain yang lebih panjang yaitu Lying-propping
(tengkurap) dengan badan disangga, mula-mula oleh kedua siku, kemudian oleh
keempat ekstremitas/quadripedal-berdiri.
Terapi Rehabilitasi Medik untuk Gangguan Fungsi Luhur pada Stroke
1. Kemampuan berbahasa
Sejak awal speech terapist atau terapi wicara sudah diikut sertakan untuk
melatih otot-otot menelan, yang biasanya mengganggu pada stadium akut apalgi kalau
ada kesulitan bicara. Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan
misalnya dasi, meja, baju, lampu; atau bagian dari tubuh misalnya hidung, dagu,
bahu; mengikuti perintah/aba-aba misalnya menunjuk pintu, meja atau mengulang
ungkapan.
2. Daya ingatan/memori
Dua unsur yang harus diteliti yaitu ingatan jangka panjang dan jangka pendek.
Untuk ingatan jangka pendek, penderita diminta untuk mengulangi angka-angka atau
kata-kata yang diucapkan oleh si pemeriksa, sedangkan untuk ingatan jangka panjang

32 | S N H

dengan bertanya pada pasien misalnya tahun lulus SD, SMP, SMA atau Universitas,
hari ulang tahun sendiri, anak, istri/suami atau orang tua.
3. Emosi/kepribadian
Status emosi dapat dilihat dari reaksi penderita terhadap pertanyaan dokter,
tindak-tanduknya terhadap orang disekelilingnya atau terhadap perasaan dan keadaan
dirinya sendiri. Emosi akan lebih nyata. Karena lesi organik yang difus menggangu
otak maka keuletan dalam fungsi mental berkurang atau tidak ada lagi sehingga
pertimbangan untuk melakukan sesuatu dengan baik tidak ada lagi akibatnya kontrol
emosi menurun seperti mudah tersinggung, mudah marah, ketakutan, cemas, tegang,
depresi, sikap bermusuhan atau dikenal sebagai labilitas emosional.
4. Kemampuan kognisi
Kemampuan kognisi ini juga perlu bantuan psikolog, dengan melakukan Mini
Mental State Examination (MMSE) yang meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk
memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua, dilakukan dalam waktu 10-15
menit, dapat dikerjakan oleh dokter, perawat atau pekerja sosial tanpa memerlukan
latihan khusus. Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang lanjut usia, normal
menunjukkan skor 24-30. Depresi dengan gangguan kognisi mempunyai skor 9-27.
Penderita dengan skor 24 atau kurang, benar-benar menunjukkan gangguan kognisi.
PRINSIP REHABILITASI
- Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita
-

untuk pertama kalinya


Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan karena

dapat mengakibatkan komplikasi


Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita
Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan
Perhatian untuk rehabilitas diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat

diperbaiki dengan latihan


Fungsi lain rehabilitasi adalah pecegahan serangan berulang
Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek

33 | S N H

DAFTAR PUSTAKA
Cauch Edward. Acute Stroke Management. University of Cincinnati College
Of Medicine. 2007
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000:17
Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat: Jakarta.
2004: 260-7
Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Unversitas Gajah Mada:
Yogyakarta. 2005: 86-90
Nurimaba, Nurdjaman. Diktat Neurologi Klinis. UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjdjaran: Bandung. 1993.3-12
34 | S N H

Junaidi Iskandar. Stroke A-Z. seri kesehatan popular. Bhuana Ilmu Populer.
Gramedia : Jakarta. 2006
Rumantir, Christianus. U. Pola Penderita Stroke. UPF. Ilmu Penyakit Saraf FK
Unpad : Bandung. 1984-1985
Caplan, Louis R.(1993). Stroke a clinical approach. Butterworth Heinemann.USA
Guidelines Stroke 2007. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007
Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii

35 | S N H

Anda mungkin juga menyukai