II
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 44 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Status Pernikahan
: Menikah
Status Pendidikan
: SD
Suku
: Sunda
Agama
: Islam
No CM
: 389421
Tanggal Masuk
: 16 Oktober 2015
Tanggal Keluar
: 23 Oktober 2015
SUBYEKTIF
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 20 Oktober
2015 di Ruang melati kamar 5 jam pada jam 07.00.
Keluhan utama
Tidak menggerakan anggota gerak bagian kanan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Subang, dengan keluhan anggota gerak sebelah
kanan tidak bisa digerakkan sejak 3 bulan SMRS. Sebelumnya dibawa ke mantra 3
bulan ini dan kemudian dibawa ke RSUD Subang.Anggota gerak sebelah kanan tidak
bisa digerakkan secara tiba-tiba ketika pasien di rumah. Tangan kanan seperti
kesemutan, dan keram disertai lemah badan yang dirasakan hingga ke kaki kanan.
Sebelumnya pasien merasa pusing disertai mulut mencong dan bicara yang agak
susah.
Pasien menyangkal mengalami pingsan, kejang, mual dan muntah. Pasien
menyangkal sulit buang air besar dan buang air kecil. Keluhan tidak bisa mencium
bau-bau an, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan
disangkal oleh pasien. Rasa tebal di wajah dan kesulitan menelan disangkal juga oleh
pasien.
1|SNH
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu
berobat ke RSUD Subang dan menjalani 7x fisioterapi
2|SNH
III OBJEKTIF
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 160/100 mmHg
Nadi
Respirasi
: 22x/ menit
Suhu
: 36,4 oC
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Status Neurologis
Glasgow Coma Scale
: E4 M6 V4 (14)
Pupil
:
Reflek cahaya
: L/TL (+/+)
Diameter
: (3mm/3mm)
L/TL (+/+)
:-
Laseq
: >70/ -
Kernig
: > 135/-
Brudzinsky I
: (-/-)
Brudzinsky II
: (-/-)
Nervus kranialis
N. I (olfaktorius)
: baik
N. II (optikus)
: baik
Tajam penglihatan
: baik
3|SNH
Lapang penglihatan
: baik
Melihat warna
: baik
Fundus okuli
: tidak dilakukan
: baik
Strabismus
: (-)
Eksopftalmus
: (-)
Nistagmus
: (-)
Melihat kembar/diplopia
: (-)
N. V (trigeminus)
Membuka mulut
: baik
Mengunyah
: baik
Mengigit
: baik
Refleks kornea
: baik
Sensibilitas muka
: baik
N.VII (fascialis)
Mengerutkan dahi
: +/+
Menutup mata
: +/+
Memperlihatkan gigi
: +/-
Lekukan/plica nasolabialis
: +/-
: sulit dinilai
Suara berbisik
: sulit dinilai
Tes Weber
: tidak dilakukan
Tes Rinne
: tidak dilakukan
Tes Swabach
: tidak dilakukan
N.IX (glosofaringeus)
Sensibilitas faring
: tidak dilakukan
N.X (vagus)
Arkus faring
: baik
Menelan
: baik
N.XI (asesorius)
Mengangkat bahu
: baik/baik
4|SNH
N.XII (hipoglossus)
Pergerakan lidah
Tremor lidah
:-
Artikulasi
: baik
Badan
Respirasi
: Teratur
: Tidak dilakukan
Sensibilitas
Taktil
Kanan: Hipestesia
Kiri: Baik
Nyeri
Kanan: Hipestesia
Kiri: Baik
Suhu
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
kanan/kiri
Pergerakan
: Terbatas / Bebas
1111 5555
Kesan : Hemiparesis Dextra
Trofi
: (-)
Tonus
: Normotonus
Refleks fisiologi
Bisep
: (+++ / +)
Trisep
: (++ / +)
Sensibilitas
Taktil
: Hipestesia / Baik
5|SNH
Nyeri
: Hipestesia / Baik
Suhu
: Tidak Dilakukan
Diskriminasi
: Tidak Dilakukan
kanan/kiri
Pergerakan
: Terbatas / Bebas
Kekuatan
:
3333 5555
Kesan : Hemiparesis Dextra
Trofi
: -
Tonus
: Normotonus
Refleks fisiologis
Patella
: (+++ / +)
Achilles
: (+ / +)
Refleks patologis
Babinsky
: (+/-)
Chaddock
: (+/-)
Openhaeim
: (-/-)
Gordon
: (-/-)
Schaefer
: (-/-)
Mendel Bechtrew
: -
Rosolimo
: -
Klonus
Klonus patella
: Normal
Klonus kaki
: Normal
Sensibilitas
Taktil
: Hipestesia / Baik
Nyeri
: Hipestesia / Baik
6|SNH
Suhu
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
Test Romberg
: tidak dilakukan
Disdiadokokinesis
: (-/-)
Ataksia
: tidak dilakukan
Rebound phenomen
: (-/-)
Dismetri
: tidak dilakukan
: (-)
Athetosis
: (-)
Mioklonik
: (-)
Khorea
: (-)
Alat vegetatif
Miksi
: baik
Defekasi
: baik
Reflek anal
: tidak dilakukan
Reflek kremaster
: tidak dilakukan
Reflek bulbukavernosa
: tidak dilakukan
IV ASSESMENT
Dx1:
Diagnosis klinis
RINGKASAN
Pasien perempuan usia 44 tahun datang dengan keluhan ektremitas kanan tidak bisa
digerakkan sejak 3 bulan SMR yang disertai keluhan mulut mencong kiri dan susah
berbicara. Pasien mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol. Tekanan darah
160/100 mmHg, GCS E4M6V4, Laseque +/-, Kernig +/-, Parese N VII Sentral
Hemiparase Dextra Spastik, Hiperreflek pada lengan dan tungkai dextra, Reflek
Patologis Babinsky +/-, Chaddock +/-.
VI PLANNING
Diagnostik
CT-Scan/MRI
Thorax foto
Pemeriksaan EKG
Terapi
Terapi Umum
O2 Canul 2L/menit
Medikamentosa
Non Medikamentosa
Menjalani fisioterapi
Monitoring
a. Tanda vital (HR,TD,RR,Suhu)
b. Profil lipid
- LDL, HDL
- Trigliserida
- Kolesterol total
c. Glukosa darah sewaktu
e. Tes fungsi ginjal
f. Tes fungsi hati
Rencana edukasi
Diberikan edukasi seputar penyakitnya
Motivasi penderita untuk tetap rajin kontrol hipertensi dan latihan rutin agar
VII Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia
Ad sanationam
: dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
9|SNH
STROKE
PENDAHULUAN
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke yang menyerang kelompok usia di atas
40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah
otak serta komponen lainnya dapat bersifa primer karena kelainan kongenital maupun
degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi
dan diabetes melitus.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala dan akan muncul
secara klinis jika aliran darah ke otak (CBF = cerebral blood flow) turun sampai ke tingkat
melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak
(threshold of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang
disebut stroke. Gejala tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya
mengenai daerah pusat penglihatan maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau
gangguan lapangan pandang.
Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang a. karotis interna, sedangkan sepertiga bagian belakang yang meliputi
serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari
sepasang a. vertebralis (a. basilaris). Jumlah aliran darah otak (CBF) biasanya dinyatakan
dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral
perfusion pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular resistance =
CVR).
CBF = CPP = MABP-ICP
CVR
CVR
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (MABP = mean arterial
blood pressure) dikurangi dengan tekanan intrakranial (ICP = intracranial pressure),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Tonus pembuluh darah otrak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
ANATOMI OTAK
Otak memperoleh darah melalui 2 sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan
dan kiri) dan sistem vertebral. A. karotis interna setelah memisahkan diri dari a. karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk n. optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua : a. serebri anterior dan a. serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis, dan beberapa lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a. subklavia,
menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis,
masuk ke rongga cranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
a. cerebelli inferor. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.
basilaris, setelah mengeluarkan ketiga cabang arteri pada tingkat mesensefalon a. basilaris
10 | S N H
berakhir sebagai sepasang cabang: a. cerebri posterior yang melayani darah bagi lobus
occipitalis dan bagian medial lobus temporalis.
Ketiga pasang a. serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak dan
beranastomosis satu dan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam
jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a. serebri lainnya. Untuk
menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya tiga sistem kolateral antara
sistem karotis dan vertebral, yaitu :
1. Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a. serebri kanan
kiri, a. komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a. serebri anterior),
sepasang a. serebri posterior, dan a. komunikan posterior (menghubungkan a. serebri
media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah orbita, masingmasing melalui a. oftalmika dan a. fasialis ke a. maksilaris eksterna.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. karotis eksterna (pembuluh darah ekstra
kranial)
Selain itu, masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna, yang
menghubungkan darah ke vena Galen, dan sinus rectus dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju
ke jantung.
11 | S N H
DEFINISI
Definisi WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal mauoun menyeluruh (global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24
jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskular.
12 | S N H
KLASIFIKASI
I. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya
1. Stroke Iskemik/Infark
a. Aterotrombotik
b. Tromboemboli
c. Kardioemboli
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. TIA (transient iscemic attack)
2. Stroke in evolution
3. Reversible neurological deficit (RND)
4. Completed stroke (CS)
III.
Gejala Klinis
PIS
PSA
SNS SNH
13 | S N H
1.
2.
3.
4.
5.
Berat
Amat jarang
Menit/jam
Hebat
Sering
Ringan
6. Hipertensi
Hampir selalu
Biasanya tidak
Berat/ringan
+ (biasa)
Pelan (jam/hari)
Ringan/tidak ada
Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Sering kali dapat
7. Kesadaran
Biasa hilang
hilang
8. Kaku kuduk
Jarang
Biasa ada
Tidak ada
9. Hemiparesis
Sering
sejak Permulaan tidak ada
awal
Bisa ada
Tidak ada
Sering
Jarang
Sering
Selalu berdarah
berdarah
Tak ada
Bisa ada
I.
1-2 menit
Sangat hebat
Sering
Mungkin (+)
Stroke Iskemik/Infark
Patofisiologi
Berbagai unsur berpengaruh terhadap aliran darah arteri otak. Aliran darah otak
dikendalikan oleh otoregulasi dan kontrol metabolik neural. Viskositas darah berperan
penting dalam kehidupan jaringan otak. Makin tinggi viskositas darah, makin rendah
kecepatan alirannya. Jaringan otak yang mengalami iskemia fokal menunjukkan ciri-ciri yang
khas, yaitu :
a. Perubahan-perubahan fisiologik yang sesuai dengan tingkatan kecepatan aliran darah
Kecepatan aliran darah normal pada manusia ialah sebesar 50-60 ml/100 gr otak per
menit, yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh. Bila aliran darah (CBF) berkurang sampai kira- kira 1518 ml/100 gr otak/menit, terjadilah brain electrical failure, yang bila tidak tercapai, akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, yang berarti sebagian struktur intrasel
telah berada dalam proses desintegrasi. Sedang somato sensory evoked potentials
terganggu bila kecepatan aliran darah kurang dari 15 ml/100 gr otak/menit. Ionic failure
mulai terjadi kalau kecepatan aliran darah menurun sampai 10 ml/100 gr otak/menit. Pada
tingkatan kecepatan aliran darah ini terjadi peningkatan K + ekstraseluler dan Ca+
intraseluler, terlepasnya asam lemak bebas, ATP cepat terurai dan asidosis intraseluler. Dan
pada tingkatan ini pula terjadilah kematian neuron yang irreversibel. Antara batas
terjadinya electrical failure dan ionic failure (antara 15 dan 10 ml/100 gr otak/menit) ini,
neuron-neuron masih hidup walaupun sudah tidak berfungsi. Neuron-neuron ini
14 | S N H
merupakan jaringan yang terdapat di sekitar infark (jaringan perifokal) dan eksistensinya
adalah berkat adanya kolateral, jaringan ini disebut penumbra.
Pada iskemia otak yang luas, terdapat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3
lapis area yang berbeda :
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) terlihat sangat pucat karena CBFnya
paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya
aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah
ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah sekitar ischemic core yang CBFnya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti, dan terjadilah functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi
dan asam laktat meningkat. Terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat, yang disebut ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan
dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi
berlebihan (luxury perfusion).
b. Gangguan Metabolisme
Bila kecepatan aliran darah kurang dari 10 ml/100 gr otak/menit, maka akan terjadi
gangguan metabolisme sel otak di mana K+ ekstraseluler meningkat 10-20 kali yang lalu
diikuti oleh masuknya Ca ke dalam sel. Kadar Ca intraseluler yang tinggi inilah yang
mematikan sel. Influks Ca ini meningkat karena kegagalan ATP dependent Na-Ca
antiport system, dan masuknya Ca ke dalam retikulum endoplasma dan mitokondria yang
akan melepaskan fosforilasi oksidatif. Ca intraseluler ini mengaktifkan fosfolipase A dan
C yang akan merusak membran fosfolipid sehingga asam lemak bebas terlepas. Asam
lemak bebas ini, terutama asam arakhidonat mengalami oksidasi oleh siklooksigenase dan
lipogenase menjadi prostasiklin, leukotrien yang semuanya menyebabkan vasokonstriksi.
Jaringan otak iskemik akan mengalami asidosis intraseluler ini adalah akibat dari
tertimbunnya asam laktat dan asam lemak bebas. Semuanya ini akan merubah protein
sehingga fungsi enzimatik hilang, sel glia membengkak.
c. Perubahan mikrosirkulasi
Penyumbatan pembuluh darah mengakibatkan menurunnya shear stress dengan elemenelemen darah mengalami agregasi dan ini berakibat meningkatnya viskositas dan resistensi
darah. Selain itu juga terjadi pula vasokonstriksi karena kadar K ekstraseluler meningkat.
Gejala Infark Otak
Onset terjadinya infark otak biasanya mendadak, kadang-kadang bertahap didahului oleh
Transient Ischemic Attack (TIA). Penderita sering mengeluh sakit kepala disertai muntah.
Umumnya defisit neurologis dirasakan saat bangun tidur atau sedang istirahat. Pada
permulaan sakit, kesadaran biasanya tidak terganggu. Infark otak biasanya tidak
menunjukkan kelainan pada liquor serebrospinalis, cairan jernih, tekanan normal, dan
15 | S N H
eritrosit kurang dari 500. Pada CT Scan ditemukan adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskemik dan edema.
a. Trombus
Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit,
fibrin, eritrosit dan leukosit. Trombus terbentuk pada arteri otak yang sklerotik. Oleh
karena itu, sering terdapat pada usia lanjut dengan hipertensi atau faktor risiko lain.
b. Emboli
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit,
udara, tumor, metastase, bakteri dan benda asing. Emboli berasal dari trombus yang
rapuh dan kristal kolesterol dalam arteri karotis dan arteri vertebralis yang sklerotik,
bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri
intrakranium, yang akhirnya menyebabkan iskemia otak. Kelainan jantung seperti
infark miokard akut, endokarditis bakterial sub akut, fibrilasi atrium, kelainan katup,
dan lain-lain dapat menjadi faktor risiko terjadinya embolisasi.
Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan
Inkontinensia
Kejang
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak di pangkal
maka lengan lebih menonjol.
Hemihipestesia
Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang, seperti afasia
motorik/sensorik
Hemiplegia dupleks
Sukar menelan
Hemiparesis kontralateral
Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (termasuk rasa getar) kontralateral
(hemianestesia)
Bila cabang talamus tersumbat, maka timbul sindrom talamikus, yaitu :
- Nyeri talamik, yaitu suatu rasa nyeri yang terus menerus dan sukar dihilangkan; pada
pemeriksaan raba terdapat anestesia, tapi pada tes tusukan timbul rasa nyeri (anestesia
dolorosa)
- Hemikorea, disertai hemiparesis, disebut sindrom Dejerine Marie
b. Sumbatan pada arteri vertebralis
Bila sumbatan pada sisi dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg. Sumbatan pada sisi
yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan gejala.
c. Sumbatan pada arteri serebeli posterior inferior
Sindrom Wallenberg, berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai di sisi yang
sama, gangguan N.II dan refleks kornea hilang pada sisi yang sama. Selain itu dapat
pula terjadi :
Hemihipestesia alternans
Bila lesi di medula spinalis, akan timbul: gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi,
miksi dan defekasi.
II. Stroke Perdarahan (Hemoragik)
1. Perdarahan intra serebral
Perdarahan ini berasal dari pecahnya srteria penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di
bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya umur dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteria penetrans
ini terjadi aneurisma kecil-kecil, yang disebut aneurisma Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat, aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat, maka
terjadilah perdarahan dalam parenkim otak.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka masa darah dapat masuk di antara
selaput akson masa putih dissecan splitting tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat
forammen magnum. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan meyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisma sekuler pada kasus non
traumatik. Aneurisma sekuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat
akibat proses hemodinamika pada bifurcatio pembuluh arteri otak, terutama di
Sirkulus Willisi. Sebagai penyebab lain SAH adalah aneurisma, aterosklerosis
pembuluh arteri basilaris, aneurisma mikotik, arteriovenosa malformasi (AVM),
arteritis, dan neoplasma. Bila anerisma pecah, darah segera mengisiruangan
subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Keluarnya darah dari ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang cukup
hebat, berupa sakit kepala yang sangat hebat.
Gejala Klinis Stroke Hemorragik
Pada stroke hemorragik ini biasanya onsetnya berlangsung sangat mendadak diikuti rasa sakit
kepala yang hebat, muntah, dan kadang disertai kejang. Sering terjadi pada penderita yang
sedang aktif atau emosional. Perdarahan otak umumnya terjadi pada usia tua atau setengah
tua dengan atau tanpa hipertensi, tergantung dari faktor penyebabnya. Liquor yang berdarah
berasal dari perdarahan ekstraserebral primer atau perdarahan intraserebral yang merembes
ke dalam ventrikel atau ruangan subarakhnoid. Hal ini akan menyebabkan gejala kaku kuduk.
Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
TIA (transient iscemic attack), dimana gejala fungsi otaknya akan pulih dalam 24 jam
Stroke in evolution, dimana gejala neurologiknya makin berat
Reversible neurological deficit (RND), dimana gejala neurologisnya menghilang
dalam waktu 3 minggu, tetapi lebih dari 24 jam.
18 | S N H
Sken tomografik
Angiografi serebral
Pemeriksaan LCS
Doppler, EKG
2. Stroke Intraserebral
Sken tomografik
3. Stroke Subarakhnoid
LCS
100 % berdarah
Erirosit 150.000/ mm3
Angiografi
Sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah perdarahan
Sken tomografik
20 | S N H
Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12
Nilai SSS
Diagnosa
>1
Perdarahan otak
< -1
Infark otak
-1 < s.d < 1
Diagnosa meragukan (Gunakan CT Scan)
Penurunan Kesadaran
Nyeri Kepala
Refleks Babinski
Apel
h. Sumber lemak hendaknya dari sayuran, ikan, buah polong dan kacangkacangan
i. Utamakan makan yang mengandung polisakarida seperti nasi, roti, pasta,
sereal dan kentang daripada gula
b. Melakukan Olah Raga yang Teratur
Melakukan aktivitas fisik yang memiliki nilai aerobic minimal 30 menit dan minimal
tiga kali perminggu untuk menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol diabetes,
memperbaiki kebiasaan makan, menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL.
c. Menghentikan Rokok
Karena merokok dapat menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah,
meninggikan kadar fibrinogen, mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan
darah, meninggikan hematokrit, menurunkan HDL dan meningkatkan LDL kolesterol
d. Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat
Bila dalam dosis berlebihan dan jangka panjang akan menyebabkan tekanan darah
meningkat, memudahkan terjadinya stroke hemoragik
e. Memelihara Berat Badan Layak
Disarankan untuk menurunkan berat badan dengan target BMI < 25 kg/m2, garis
lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita dan <90 untuk laki-laki
f. Pemakaian Kontrasepsi Oral
Untuk wanita perokok atau disertai dengan faktor risiko lain atau pernah mengalami
kejadian tromboemboli sebelumnya disarankan untuk menghentikan pemakaian
kontrasepsi oral
g. Penanganan Stres dan beristirahat yang cukup
1. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif
3. Tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah
h. Pemeriksaan Kesehatan Teratur dan Atas Advis Dokter Dalam Hal Diet dan Obat
i. Pemakaian antiplatelet (asetosal)
Dianjurkan untuk wanita dengan risiko tinggi.
23 | S N H
TERAPI UMUM
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan ganggaun jalan napas
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia atau syok
atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit
Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya
Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan dan diberikan antibiotic.
h. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan
CSS.
Pemeriksaan radiologi:
Rontgen dada
CT Scan
25 | S N H
TERAPI KHUSUS
Penatalaksanaan Stroke Iskemik
1. Pemberian antikoagulan
Obat-obatan seperti heparin atau heparinoid diharapkan akan memperkecil thrombus
yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru.
2. Pemberian antiplatelet agregasi
Pemberian aspirin dengan dosisi awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah onset stroke
dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut
3. Obat-obat defibrinasi
Mempunyai efek terhadap defibrinasi cepat, mengurangi viskositas dan efek
antikoagulasi
4. Terapi neuroproteksi
Obat neuroprotektor berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversible neuronal
yang terganggu akibat ischemic cascade.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intraserebral
1. Pemberian manitol
Larutan manitol 20-25 % merupakan zat yang paling banyak dipakai: 0.75-1 mg/
kgBB bolus diikuti 0.25-0.5 mg/ kgBB setiap 3-5 jam tergantung pada respon klinis
2. Tindakan bedah
Berupa aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah terbuka, evakuasi endoskopik dan
aspirasi stereotaksik.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Subarakhnoid
1. Pengelolaaan hipertensi
2. Pemberian cairan dan elektolit yang cukup dan tidak boleh terjadi hipo atau
hipervolumia
3. Pemberian parasetamol sampai kodein atau jika berat injeksi morfin secara IV untuk
mengatasi nyeri kepala yang hebat
KOMPLIKASI
Komplikasi dini
Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian
kejang umumnya memperberat defisit neurologic
Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan
membutuhkan analgetik dan kadang antiemetic
Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke
batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
Selain itu harus diwaspadai adanya:
26 | S N H
Komplikasi lanjut
Kontraktur dan nyeri bahu. Shoulder hand syndrome terjadi pada 27% pasien
stroke.
Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
Osteopenia dan osteoporosis. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan
kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
Depresi dan efek psikologis lain. Hal ini mungkin karena kepribadian
penderita atau karena umur tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
27 | S N H
dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke. Depresi harus
ditengarai sebagai penyebab pemulihan yang tidak wajar, tidak kooperatif saat
rehabilitasi dan keadaan emosi yang tidak stabil. Keadaan ini lebih sering pada
hemiparesis kiri.
Komplikasi muskuloskeletal
Spastisitas dan kontraktur. Umumnya sesuai pola hemiplegi.
REHABILITASI MEDIK
Rumusan Departement Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk
memperoleh fungsi penyesuain diri yang secara maksimal atau usaha mempersiapkan
28 | S N H
penderita secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI, 1983). Adapun tujuan rehabilitasi medik
bagi penderita pasca stroke yaitu :
1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu
2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan
aktivitas sosial
3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987)
Rehabilitas medik adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak
keadaan cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai
integrasi sosial dan mandiri. Rehabilitasi medik merupakan terapi secara multidisipliner yang
melihat seorang pasien seutuhnya.
TAHAP-TAHAP REHABILITASI MEDIK
1. Tahap Akut
Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada
saat penderita jatuh koma/ ada renjatan, tatalaksana yang menonjol adalah upaya
yang bersifat live-saving. Bagaimanapun hal-hal sebagai berikut harus tetap
diperhatikan, upaya pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus, serta tetap
melakukan pemeriksaan fisik untuk dapat mengikuti perkembangan penderita
secara menyeluruh. Hal yang dapat dilakukan adalah bed-positioning atau ubah
baring, bertujuan sebagai pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus.
2. Tahan Subakut
Apabila penderita sudah sadar kembali dan atau sudah melewati tahap akut,
maka tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera
dievaluasi.
Latihan aktif dan pasif
29 | S N H
Fisioterapi
Pada awalnya dilakukan latihan penguat otot anggota yang sehat, yang
terdiri dari progresive resistance exercises terutama untuk otot-otot yang
diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot-ototnya antara lain depresor
30 | S N H
pekerjaannya,
PROGRAM REHABILITASI
Perlu dipisahkan dengan baik perbedaan antara program rehabilitasi dan
program mobilisasi. Program mobilisasi merupakan salah satu bagian program
rehabilitasi. Program rehabilitasi medik dimulai sejak penderita dikonsultasikan,
31 | S N H
meskipun misalnya masih dalam keadaan tidak sadar. Tetapi mobilisasi harus
menunggu. Yang secara garis besar dapat mengikuti pola sebagai berikut :
- Pada penderita stroke oleh karena trombosis dan emboli, jika tidak ada
komplikasi lain, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan. Dengan
-
32 | S N H
dengan bertanya pada pasien misalnya tahun lulus SD, SMP, SMA atau Universitas,
hari ulang tahun sendiri, anak, istri/suami atau orang tua.
3. Emosi/kepribadian
Status emosi dapat dilihat dari reaksi penderita terhadap pertanyaan dokter,
tindak-tanduknya terhadap orang disekelilingnya atau terhadap perasaan dan keadaan
dirinya sendiri. Emosi akan lebih nyata. Karena lesi organik yang difus menggangu
otak maka keuletan dalam fungsi mental berkurang atau tidak ada lagi sehingga
pertimbangan untuk melakukan sesuatu dengan baik tidak ada lagi akibatnya kontrol
emosi menurun seperti mudah tersinggung, mudah marah, ketakutan, cemas, tegang,
depresi, sikap bermusuhan atau dikenal sebagai labilitas emosional.
4. Kemampuan kognisi
Kemampuan kognisi ini juga perlu bantuan psikolog, dengan melakukan Mini
Mental State Examination (MMSE) yang meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk
memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua, dilakukan dalam waktu 10-15
menit, dapat dikerjakan oleh dokter, perawat atau pekerja sosial tanpa memerlukan
latihan khusus. Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang lanjut usia, normal
menunjukkan skor 24-30. Depresi dengan gangguan kognisi mempunyai skor 9-27.
Penderita dengan skor 24 atau kurang, benar-benar menunjukkan gangguan kognisi.
PRINSIP REHABILITASI
- Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita
-
33 | S N H
DAFTAR PUSTAKA
Cauch Edward. Acute Stroke Management. University of Cincinnati College
Of Medicine. 2007
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000:17
Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat: Jakarta.
2004: 260-7
Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Unversitas Gajah Mada:
Yogyakarta. 2005: 86-90
Nurimaba, Nurdjaman. Diktat Neurologi Klinis. UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjdjaran: Bandung. 1993.3-12
34 | S N H
Junaidi Iskandar. Stroke A-Z. seri kesehatan popular. Bhuana Ilmu Populer.
Gramedia : Jakarta. 2006
Rumantir, Christianus. U. Pola Penderita Stroke. UPF. Ilmu Penyakit Saraf FK
Unpad : Bandung. 1984-1985
Caplan, Louis R.(1993). Stroke a clinical approach. Butterworth Heinemann.USA
Guidelines Stroke 2007. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007
Feigin V. Pendaluhuan. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. xx-ii
35 | S N H