Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN
2. Manajemen Oksigenasi pada Pasien dengan Non-ST Elevasi Miokardial Infark
2.1 Pengertian NSTEMI
Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) adalah oklusi sebagian dari arteri koroner
tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada
EKG.
Gambar 1. Gambaran umum Non-ST Elevasi Miokardial Infark
2.2 Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium.
Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan
pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
a.

Faktor resiko

1) Yang tidak dapat diubah


a) Umur
b)

Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah

menopause

c)

Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga

laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65
tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a)

Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh,

kalori.
b)

Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis

berlebihan.
3) Faktor penyebab
No
Penyebab ST/Nstemi
.
1.

Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


Obstruksi

dinamik

(spasme

koroner

atau

2.
3.

vasokonstriksi)
Obstruksi mekanik yang progresif

4.

Inflamasi dan atau infeksi

5.

Faktor atau keadaan pencetus

a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah
dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit

beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal,
merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b) Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal).
Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal
pada pembuluh darah yang lebih kecil.
c) Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
d) Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis.
Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase,
yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan
SKA.

e) Faktor atau keadaan pencetus


Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang

mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang
kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
(1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis.
(2) Berkurangnya aliran darah coroner.
(3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling
terkait.
2.3 Patofisiologi
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan
suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis
akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil.
Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos
yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang
menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi
seperti TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
2.4 Manifestasi Klinis NSTEMI
a. Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu.
Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark
tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau

perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium,
akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi
pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa
gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c.

Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering

pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan
cegukan.
d.

Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari aritmia ventrikel dan gelisah.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Biomarker Jantung:
1) Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting
pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin
T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1.
Perbedaan troponin T dengan troponin I:
(a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang
berfungsi mengikat aktin.

(b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
2.5.2 EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi yang
menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi
terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada
kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine
kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil.
Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan
diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus
non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat
dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
2.5.3 Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a) Area Gangguan
Gambar 2. Berbagai letak anatomis SKA.
b) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya
adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan
volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

c) Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami derajat
stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis
lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.

Gambar 3 Pemasangan Stent pada Kateterisasi Jantung (Angiografi Coroner)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON-ST ELEVASI MIOKARDIAL INFARK
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian persistem :
a. B1: Breath
Sesak nafas, apnea, eupnea, takipnea.
b. B2: Blood
Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara jantung bisa tidak
terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat diukur/ normal, Saturasi oksigen bisa
menurun < 90%.
c. B3: Brain
Menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat dan orang.
d. B4: Bladder
Produksi urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya, oliguria, anuria.
e. B5: bowel

Konstipasi.
f. B6: Bone
Perfusi dingin basah pucat, CRT > 2 detik, diaforesis, kelemahan.
3.1.2 Keluhan Utama Pasien :
a. Kualitas Nyeri Dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti tertindih
barang berat.
b. Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah dan
pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20 menit,
tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening, tandatanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab, cekukan
dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel atau
kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda
kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik
mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial
friksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat
( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
g.

Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

dx. 1 Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
Tujuan

sumbatan arteri koroner


: Klien terbebas dari rasa nyeri

Kriteria Hasil : Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing dan mual berkurang/hilang.
Objektif : irama sinus, ST isoelektris, gelombang T positif, kardiak isoenzim
dalam keadaan normal, tanda-tanda vital normal.
Intervensi
1. Monitor nyeri dada (awal serangan, sifat, 1-2

data

Rasional
tersebut bermanfaat

dalam

lokasi, lamanya dan faktor pencetus).


menentukan penyebab dan efek nyeri dada,
Anjurkan klien untuk segera minta bantuan
serta menjadi dasar perbandingan dengan
perawat atau dokter bila merasakan nyeri.
gejala pasca terapi
3. Upayakan lingkungan tenang. Batasi aktivitas 3-5 lingkungan tenang mendukung istirahat
2.

selama serangan nyeri dada. Bantu mengubah dan tidur nyaman sehingga mengurangi
posisi
konsumsi oksigen miokard.
4. Upayakan rencana tindakan dan latihan
aktivitas yang tidak mengganggu periode
tidur dan istirahat kllien.
5. Berikan latihan ROM
6. Nilai respon klien terhadap aktivitas, catat 6-7 aktivitas yang disertai tanda dan gejala
adanya ST depresi, disritmia, kelelahanm

tersebut mengindikasikan tidak adekuatnya

sirkulasi
pusing, sesak dan nyeri dada.
iskemia.
7. Menilai tanda-tanda vital saat istirahat dan

koroner

yang

mengakibatkan

setelah aktivitas.
dx. 2 : Gangguan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
Tujuan

koronaria.
: Gangguan perfusi jaringan jantung berkurang / tidak meluas selama

dilakukan tindakan perawatan di RS.

Kriteria Hasil : - Nyeri dada berkurang (skala nyeri 1-3)


- Gambaran ST depresi berkurang atau tidak ada
- TD= 120/80 mmHg
- Nadi=60-100x/menit
- EKG: Irama sinus reguler.

Intervensi
1.

Rasional

Observasi tanda-tanda vital tiap 1- 1-9 data tentang perubahan kondisi fisik klien

4jam, status hemodinamika


bermanfaat dalam diagnosa gagal jantung
2. Monitor tanda dan gejala penurunan
kiri. Penuruna curah jantung mengakibatkab
perfusi (nyeri dada, disritmia,
penurunan tekanan tekanan darah dan perfusi
takikardia, takipnea, hipotensi dan
jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai
penurunan curah jantung)
mekanisme
kompensasi
untuk
3. Monitor bunyi dan irama jantung
mempertahankan curah jantung.
secara kontinue, catat adanya denyut
prematur ventrikel kontraksi
4.

Palpasi denyut nadi perifer guna

mengkaji adanya denyutan prematur.


5. Observasi adanya tanda dan gejala
penurunan curah jantung ( pusing,
pucat,
6.

diaforesis,

pingsan,

akral

dingin)
Monitor tanda dan gejal gangguan
perfusi renal (produksi urin < 30

ml/jam,

peningkatan

kreatinin,

edema

BUN

perifer,

dan
tidak

adanya reaksi diuretik).


7. Monitor tanda dan gejala yang
menujukkan

penurunan

perfusi

jaringan (kulit dingin, pucat, lembab,


berkeringat, sianosis, denyut nadi
lemah, edema perifer).
8. Atur posisi baring setiap 2 jam,
menggerakkan
9.

kaki

dan

tangan

secara aktif dan pasif setiap 1 jam


Monitor tanda dan gejala yang
menunjukkan penurunan perfusi otak

(gelisah, bingung, apatis, somnolen).


10. Rekam pola EKG secara periodik 10.pemeriksaan EKG periodik berguna untuk
selama periode serangan dan catat menentukan
adanya

disritmia

atau

diagnosis

perluasan

area

perluasan iskemik.

iskemia atau infark miokard.

11. Kolaborasi tim medis untuk terapi 11.


a.

dan tindakan.
Anti
disritmia:

Lidocain,

Disrimia menurunkan curah jantung yang


aminodaron (bila ada indikasi klinis)
b. Vasodilator: nitrogliserin (ISDN, ekstrem dan perfusi jaringan.
ACE Inhibitor).
b. Bitrat merelaksasikan otot polos vaskular
c.

Inotropic: Dopamin atau dobutamin

sesuai indikasi.

(vasodilatasi)

vena

dan

arteri

sehingga

menurunkan preload.
d.

Pemasangan

pacemaker

atau c.

kateter Swanganz (bila ada TAVB)


e. CABG jika ada indikasi klinis

Dengan

dosis

yang

tepat

dapat

meningkatkan kontraktilitas miokard dan


meningkatkan perfusi jaringan.

f.

PTCA atau Coronary artery stenting d. Terapi oksigen dapat meningkatkan suplai
jika ada indikasi klinis.

oksigen miokard.

e. Pacemaker membantu memperbaiki irama


jantung

sehingga

meningkatkan

curah

jantung dan perfusi jaringan.


f.

Memperbaiki

sirkulasi

koroner,

meningkatkan suplai oksigen dan perfusi


12. Observasi reaksi atau efek terapi,
efek samping, toksisitas
13.

Hindari

respon

valsava

miokard.
12. Efek

samping

obat

yang

dapat

membahayakan kondisi klien harus dikaji dan


dilaporkan.
yang 13. Respon

valsava

dapat

menurunkan

merugikan. Atur diet yang diberikan. kontraktilitas miokard.


14. Pertahankan intake cairan maksimal 14. Mempertahankan keseimbangan cairan
2000 ml/ 24 jam (bila tidak ada dan mencegah overload cairan ekstraseluler.
edema).

dx.3 Kecemasan behubungan dengan keadaan fisik yang tidak dapat diperkirakan.
Tujuan
: Klien dan keluarga mampu mengekspresikan rasa takut atau kecemasan secara

positif.
Kriteria Hasil : Klien mampu mengekspresikan rasa takut dan cemas secara wajar serta
merasa optimis bahwa kondisinya dapat pulih. Klien juga mendiskusikan pengaruh
penyakitnya terhadap gaya hidup.

1.

Intervensi
Rasional
Berikan penjelasan singkat tentang tujuan,
1. Penjelasan tentang prosedur membantu klien
hasil yang diharapkan setiap prosedur dan menjadi kooperatif.

efek samping.
2. Berikan kesempatan kepada klien untuk 2. Lingkungan fisik dan psikologis yang
mengenal

lingkungannya

dan

tim nyaman membantu klien rileks dan senang.

keperawatan
3. Berikan waktu secukupny bagi klien untuk 3-5 kecemasan dapat meningkatkan konsumsi
berbicara dengan keluarga atau teman dekat.
Oksigen miokard, dukungan orang terdekat
Observasi efek yang terjadi setelah klien
dapat menurunkan tingkat kecemasan dan
mendapatkan kunjungan dari orang terdekat.
memberikan kenyamanan psikologis.
5. Berikan dukungan untuk mengekspresikan
4.

perasaan, mendengarkan keluhan klien.


6. Diskusikan kondisi kllien dan perubahan pola 6-7 perubahan pola hidup dalam masa
hidup yang harus dijalani setelah pulang dari pemulihan dapat mencegah serangan ulang.
rumah sakit.
Rehabilitasi
kardio
terprogram
7. Anjurkan berpartisipasi aktif dalam program
menurunkan kecemasan.
rehabilitasi kardio.
3.3 Evaluasi
1) Nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang.
2) Mual dan muntah yang dialami pasien sudah berkurang.

dapat

3) Pernafasan sudah mulai normal (sesak nafas hilang)


4) Kapillary refill.
5) TTV sudah stabil.
6) Kecemasan sudah berkurang.
7) Sebagian aktifitas sudah mampu dilakukan sendiri.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium
terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal.
2. Gejala utama NSTEMI sesuai dengan angina pectoris tak stabil, yaitu nyeri dada yang lebih dari
biasanya, lebih berat dan lama (>20 menit), timbul saat istirahat atau karena aktivitas fisik
minimal. Bedanya, pasien NSTEMI mengalami peningkatan troponin T dan CKMB pada
biomarker jantung.
4.2 Saran
Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan NSTEMI, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat
sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi,
melaksanakan implementasi secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai
dengan tujuan yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Faqih, R.,. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang:
UMM Press
Levefer, J.,. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Prasetyo, J., B.,. (2003). Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University.
Sudoyo, A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai