Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
Dalam tatalaksana pasien dengan gangguan jiwa dikenal beberapa penggolongan
obat yang menjadi patokan terapi. Berdasarkan penggunaan klinik, psikoterapi dibagi
menjadi 4 golongan besar yaitu: antipsikotik, antianxietas, antidepresi; danpsikotogenik.
Anti psikotik terutama merupakan obat utama yang digunakan dalam penanganan gejalagejala psikotik. Diagnosis skizofrenia salah satunya merupakan penyakit gangguan jiwa
yang mutlak membutuhkan penanganan terapi anti psikotik.
Skizofrenia sendiri merupakan suatu kelainan atau gangguan jiwa berupa adanya
stressor yang menyebabkan hendaya baik berat. Skizofrenia merupakan sekelompok
gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses
pikir, dan terkadang pengendalian diri yang berasal dari luar. Gangguan skizofrenia
umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh
efek yang tidak serasi atau tumpul (Ibrahim, 2005).
Salah satu peranan penting dalam pengobatan skizofrenia adalah obat antipsikotik.
Antipsikotik sendiri merupakan obat golongan psikotropik yang bekerja secara selektif pada
susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku
(mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
(psychotherapeutic medication). Menurut WHO (1966) obat psikotropik adalah obat yang
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikotropik hanya mengubah
keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan
lebih baik.
Antipsikotik atau dikenal juga dengan istilah neuroleptik (major tranquilizer) bekerja
dengan menduduki reseptor dopamin , serotonin dan beberapa reseptor neurotransmiter
lainnya. pengobatan antipsikotik berguna pada penanganan psikosis akut maupun kronik.
Antipsikotik dibagi menjadi dua yaitu antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
seperti klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol, dan antipsikotik atipikal
(antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin, risperidon dan lain sebagainya.
Untuk itu kita perlu mengetahui obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain
memiliki manfaat tentunya antipsikotik juga mempunyai efek samping. Beberapa proses
fisiologis dipengaruhi oleh antipsikotik. Secara khusus, antipsikotik mempengaruhi SSP
seperti terjadinya gangguan dalam bergerak, efek sedasi, kejang dan beberapa efek
1
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

samping lainnya yang dapat mengganggu pasien seperti pengaruh dalam seksual dan
fungsi reproduksi.
Pemberian obat yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi maka akan
merugikan pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, tidak
tepat dosis, tidak tepat obat dan tidak tepat pasien sering kali dijumpai dalam praktek
sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas), rumah sakit, maupun praktek
swasta. Ketidaktepatan indikasi, pemilihan obat, pasien dan dosis menjadi penyebab
kegagalan terapi pengobatan skizofrenia.

2
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Obat Antipsikotik
Antipsikotik atau nama lainnya neuroleptik merupakan salah satu obat golongan
psikotropik yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek
utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Menurut WHO obat
psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, prilaku atau pengalaman.
Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat
menerima psikoterapi dengan lebih baik.
2.2 Klasifikasi Obat Antipsikotik
Obat anti psikotik terbagi menjadi dua golongan utama yaitu generasi pertama
yang disebut obat antipsikotik tipikal, dan obat generasi ke dua yang disebut obat
antipsikotik atipikal.
I.

Obat anti psikotik tipikal


1. Phenothiazine

Rantai aliphatic

: Chlorpromazine
Levomepromazine

Rantai piperazine

: Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine

I.

Rantai piperidine

: Thioridazine

2. Butyrophenone

: Haloperidol

3. diphenyl-butyl-piperidine

: Pimozide

obat anti psikotik atipikal


1. Benzamide

: Sulpiride

2. Dibenzodiazepine

Clozapine
Olanzapine
Quetiapine

3. Benzisoxazole

: Risperidon
3

Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

2.3 Indikasi Obat Antipsikotik


Dalam penggunaan obat antipsikotik ada beberapa indikasi pengobatan. Yang
paling utama dalam penggunaan obat antipsikotik adalah gejala. Pasien harus menunjukan
gejala sasaran obat (target syndrome) : sindrom psikosis beberapa diantaranya yaitu :
-

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness), daya nilai norma sosial
(judgement), dan insight yang tergaggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala : gangguan


asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi
(halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), dan perilaku yang aneh
atau tidak terkendali (disorganized).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala : tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Sindroma psikosis dapat terjadi pada beberapa jenis gangguan kejiwaan baik
sindrom psikosis organik maupun fungsional yaitu :
- Sindrom psikosis fungsional

: Skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis


afektif, psikosis reaktif singkat, dll.

- Sindrom psikosis organik

: Delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll.

2.4 Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik


Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan keuntungan
terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin diotak, antara
lain :
1. Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal
adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan
seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi
antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau
bradikinesia.
2. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin mesolimbik
terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria yang terjadi karena

4
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan delusi dan halusinasi.
Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu
jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai
peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga berperan pada
neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini
bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat terjadi
galactorrhea.

2.4.1 Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik Tipikal


Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamin pada reseptor
pasca-sinaptik neuron di otak khusunya di sistem limbik dan sistem ekstrapirimidal (dopamin
D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala positif.
Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-neuron yang
berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini terutama berakhir pada region
5
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga
terjadi produksi dopamin yang berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi
dopamine. Neuron-neuron ini menghasilkan system dopaminergik mesolimbik yang
menjulurkan serabut-serabut saraf dan sekresi dopamine ke bagian medial dan anterior dari
sistem limbik, khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan
sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah laku yang
sangat berpengaruh. Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi
efek produksi dopamin yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala
psikotik sangat berhubungan dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik
tipikal bekerja mengurangi produksi dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat atau
mencegah dopamine endogen untuk mengaktivasi reseptor.
Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di
mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis
reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja dari antipsikotik ini
menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif
menurun tetapi ternyata tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat
lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.
Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat
memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur
tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade
reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif
dan kognitif.
Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam
mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan
pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari
sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal menyebabkan
peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat
badan. Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin.
Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.
Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur
dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga
6
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan
kognitif tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping
mengantuk dan meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1
adrenergik sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi
ortostatic, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.

2.4.2. Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik Atipikal


Mekanisme kerja dari antipsikotik atipikal sangat berbeda tiap obatnya. Antipsikotik
mengikat reseptor secara bervariasi, sehingga antipsikotik hanya memiliki kesamaan efek
anti-psikotik, efek sampingnya sangat bervariasi. Tidak jelas mekanisme di belakang aksi
antipsikotik atipikal. Semua antipsikotik bekerja pada sistem dopamin tapi semua bervariasi
dalam hal afinitas ke reseptor dopamin.
Ada 5 jenis reseptor dopamin pada manusia. Kelompok "D1-like" contohnya tipe 1
dan 5, mirip dalam struktur dan sensitivitas obat. Kelompok "D2-like" termasuk reseptor
dopamin 2, 3 dan 4 dan memiliki struktur yang sangat serupa tetapi sensitivitas sangat
berbeda. reseptor "D1-like" telah ditemukan bahwa tidak secara klinis relevan dalam tindakan
terapeutik.
Jika reseptor D1 merupakan komponen penting dari mekanisme AAP, memblokir
reseptor D1 hanya akan meningkatkan gejala psikiatri yang tampak. Jika reseptor D1
mengikat komponen penting dari antipsikotik, reseptor D1 perlu ada dalam pemeliharaan
dosis. Ini tidak terlihat. D-1 tidak ada atau mungkin ada dalam jumlah rendah atau dapat
diabaikan, bahkan tidak mempertahankan penghapusan gejala yang terlihat.
Kelompok reseptor dopamin "D2-like" diklasifikasikan berdasarkan strukturnya,
bukan berdasarkan sensitivitas obat. Telah ditunjukkan bahwa blokade reseptor D2 diperlukan
untuk tindakan. Semua antipsikotik mengeblok reseptor D2 sampai taraf tertentu, tetapi
afinitas antipsikotik bervariasi antar obat. Afinitas yang bervariasi menyebabkan perubahan
pada efektivitas.
Satu teori bagaimana antipsikotik atipikal bekerja adalah teori "cepat-off". AAP
memiliki afinitas rendah untuk reseptor D2 dan hanya mengikat pada reseptor secara longgar
dan cepat dilepaskan. AAP secara cepat mengikat dan memisahkan dirinya pada reseptor D2
untuk memungkinkan transmisi dopamin normal. Mekanisme pengikat sementara ini
membuat tingkat prolaktin normal, kognisi tidak terpengaruh, dan menyingkirkan EPS.

7
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

Dari sudut pandang historis telah ada penelitian terhadap peran serotonin dan
pengobatan dengan menggunakan antipsikotik. Pengalaman dengan LSD menunjukkan bahwa
blokade reseptor 5-HT2A mungkin merupakan cara yang menjanjikan untuk mengobati
skizofrenia.Satu masalah dengan hal ini adalah kenyataan bahwa gejala psikotik yang
disebabkan oleh agonis reseptor 5-HT2 berbeda secara substansial dari gejala-gejala psikosis
skizofrenia. Salah satu faktor yang menjanjikan ini adalah tempat reseptor 5-HT2A terletak di
otak. Mereka terlokalisasi pada sel-sel hipokampus dan korteks piramidal dan memiliki
kepadatan yang tinggi di lapisan neokorteks lima, tempat masukan dari berbagai daerah otak
kortikal dan subkortikal terintegrasi.
Pemblokiran reseptor area ini menarik mengingat daerah-daerah di otak yang menarik
dalam pengembangan skizofrenia.Bukti menunjukkan fakta bahwa serotonin tidak cukup
untuk menghasilkan efek antipsikotik tetapi aktivitas serotonergik dalam kombinasinya
dengan blokade reseptor D2 mungkin untuk menghasilkan efek antipsikotik. Terlepas dari
neurotransmiter, AAP memiliki efek pada obat-obatan antipsikotik muncul untuk bekerja
dengan menginduksi restrukturisasi jaringan saraf. Mereka mampu mendorong perubahanperubahan struktur.

2.5 Efek Samping Obat Anti Psikotik


Dalam peranannya sebagai obat antipsikotik Selain memiliki manfaat tentunya
juga mempunyai efek samping yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Berikut pembagian
efek samping obat berdasarkan klasifikasi obat antipsikotik tipikal dan atipikal.

2.5.1 Anti Psikotik Tipikal


Mekanisme kerja antipsikotik pada penghambatan reseptor dopamine ternyata
memberi efek merugikan pada neurologis dan endokrinologi. Selain itu, berbagai antipsikotik
juga menghambat reseptor noradrenergik, kolinergik, dan histaminergik jadi menyebabkan
bervariasinya sifat efek merugikan yang ditemukan pada obat-obat tersebut.
Interferensi dengan transmisi dopaminergik dapat mengakibatkan efek samping baik
endokrinologis seperti hiperprolaktinemia, yang dapat memanifestasikan dirinya sebagai
galaktorea, amenorea dan ginekomastia, dan efek samping ekstrapiramidal (EPS).
Selanjutnya, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penambahan berat badan.
Kombinasi dari semua efek samping tersebut akan sangat mungkin mempengaruhi kualitaskualitas hidup pasien dan keinginan mereka untuk melanjutkan dan mematuhi terapi .
8
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

Efek Samping Neurologis


Obat antipsikotik tipikal memiliki efek samping neurologis yang mengganggu dan
beberapa efek neurologis yang kemungkinan bersifat serius. Efek neurologis tersebut dikenal
sebagai efek sindrom ekstrapiramidal. Pentingnya mengetahui efek samping neurologis akibat
terapi dibuktikan pada DSM-IV yang memasukkan efek samping tersebut sebagai kelompok
tersendiri gangguan pergerakan akibat medikasi.
OBAT ANTI PSIKOSIS

A. DERIVAT FENOTIAZIN
1. Senyawa dimetilaminopropil :
Klorpromazin
Promazin
Triflupromazin
2. Senyawa piperidil :
Mepazin
Tioridazin
3. Senyawa piperazin :
Asetofenazin
Karfenazin
Flufenazin
Perfenazin
Proklorperazin
Trifluoperazin tiopropazat
B. NON-FENOTIAZIN
Klorprotiksen
C. BUTYROPHENONE
Haloperidol

EFEK
EKSTRA
PIRAMI
DAL

EFEK
ANTIE
METIK

EFEK
SEDATIF

EFEK
HIPOTE
NSIF

++
++
+++

++
++
+++

+++
++
+++

++
+++
+

++
+

++
+

+++
++

++
++

++
+++
+++
+++
+++
+++

++
+++
+++
+++
+++
+++

+
++
++
+
++
++

+
++
+
+
+
+

++

++

+++

++

+++

+++

1. Parkinsonisme akibat Neuroleptik


Efek samping berupa parkinsonisme terjadi pada kira-kira 25 % pasien yang diobati
dengan antipsikotik tipikal. Biasanya terjadi dalam 5-90 hari setelah awal terapi. Gejala-gejala
yang timbul berupa kekakuan otot atau rigiditas pipa besi (lead-pipe rigidity), rigiditas gigi
gergaji (cog-wheel rigidity), gaya berjalan menyeret, postur membungkuk dan air liur
menetes. Tremor menggulung pil (pill-rolling) pada parkinsonisme idopatik jarang terjadi,
tetapi tremor yang teratur dan kasar yang serupa dengan tremor esensial mungkin ditemukan
dan dinamakan sebagai tremor postural akibat medikasi dalam DSM-IV. Suatu tanda fisik
parkinsonisme adalah reflek ketukan glabela yang positif yang ditimbulkan dengan mengetuk
9
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

dahi antara alis mata. Dikatakan reflek positif bila orbikularis okuli tidak dapat membiasakan
diri dengan ketukan yang berulang. Wajah yang mirip topeng, bradikinesia, akinesia (tidak
ada inisitatif), dan ataraksia (kebingungan terhadap lingkungan) merupakan gejala
parkinsonisme yang sering didiagnosis keliru sebagai gambaran gejala negatif atau deficit
pada skizofrenia.
Perbandingan wanita dengan laki-laki yang terkena parkinsonisme akibat neuroleptik
adalah 2:1 dan dapat terjadi pada setiap usia walaupun jarang terjadi pada usia lebih dari 40
tahun. Semua antipsikotik tipikal dapat menyebabkan gejala parkinsonisme, khususnya obat
potensi tinggi dengan aktivitas antikolinergik yang rendah.

Kemungkinan chlorpromazine

dan thioridazine kemungkinan tidak terlibat. Penghambatan transmisi dopaminergik dalam


traktus nigrostriatal adalah penyebab dari parkinsonisme akibat neuroleptik.
Gangguan berupa parkinsonisme ini dapat diobati dengan pemberian obat
antikolinergik, amantadine atau diphenhydramine. Antikolinergik harus dihentikan setelah 4-6
minggu untuk menilai apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap efek
parkinsonisme sebab kira-kira 50% pasien dengan parkinsonisme akibat neuroleptik dapat
meneruskan terapi.
Pada pasien lanjut usia, setelah antipsikotik dihentikan, gejala parkinsonisme dapat
terus berjalan sampai 2 minggu dan bahkan sampai 3 bulan sehingga perlu meneruskan
pemberian antikolinergik setelah menghentikan antipsikotik sampai gejala parkinsonisme
pulih sepenuhnya.
2. Distonia Akut akibat Neuroleptik
Kira-kira terdapat 10% dari semua pasien yang diberikan terapi antipsikotik tipikal
mengalami distonia sebagai efek samping. Biasanya terjadi dalam beberapa jam atau hari
pertama terapi. Gerakan distonia disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot yang perlahan
dan terus-menerus yang dapat menyebabkan gerakan involunter. Distonia dapat mengenai
leher (tortikolis atau retrokolis spasmodik), rahang (pembukaan paksa yang menyebabkan
dislokasi rahang atau trismus), lidah (prostrusi, memuntir), dan keseluruhan tubuh
(opistotonus). Terkenanya mata dapat menyebabkan krisis okulorigik, ditandai oleh gerakan
mata yang ke lateral atas. Tidak seperti tipe distonia lainnya, krisis okulorigik dapat terjadi
secara lambat dalam terapi. Distonia lain berupa blefarospasme dan distonia glosofaringeal
menyebabkan diartria, disfagia, dan kesulitan bernapas yang dapat menyebabkan sianosis.
Distonia dapat terjadi pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin tetapi paling
sering terjadi pada laki-laki muda (<40 tahun), dapat terjadi pada semua antipsikotik dan
10
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

paling sering disebabkan oleh antipsikotik potensi tinggi IM. Mekanisme kerja diperkirakan
merupakan suatu hiperaktivitas dopaminergik di ganglia basalis yang terjadi jika kadar
antipsikotik dalam SSP mulai menurun diantara pemberian dosis.
Profilaksis dengan antikolinergik atau obat yang berhubungan biasanya mencegah
berkembangnya distonia, walaupun risiko terapi profilaksis melebihi manfaatnya. Terapi
dengan antikolinergik IM atau diphenhydramine IV atau IM (50 mg) hamper selalu
menghilangkan gejala. Diazepam (10 mg IV), amobarbital (Amytal), caffeine sodium
benzoate dan hipnosis dilaporkan juga efektif.
1.

Sindrom Neuroleptik Maligna


Sindrom neuroleptik maligna adalah komplikasi yang membahayakan yang dapat

terjadi setiap waktu selama pemberian terapi antipsikotik. Gejala motorik dan perilaku adalah
rigiditas otot dan distonia, akinesia, mutisme, obtundasi, dan agitasi. Gejala otonomik adalah
hiperpireksia, berkeringat dan peningkatan kecepatan denyut nadi dan tekanan darah. Temuan
laboratorium adalah peningkatan hitung sel darah putih, kreatinin fosfokinase, enzim hati,
mioglobin plasma, dan mioglobinuria, kadang-kadang disertai dengan gagal ginjal.
1. Efek Epileptogenik
Pemberian antipsikotik ternyata menyebabkan perlambatan dan peningkatan
sinkronisasi EEG. Efek tersebut merupakan mekanisme dimana antipsikotik menurunkan
ambang kejang. Chlorpromazine dan antipsikotik potensi rendah lain diperkirakan lebih
epileptogenik dibandingkan obat potensi tinggi.
1. Sedasi
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor dopamine tipe-1.
Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling menimbulkan sedasi. Memberikan dosis
antipsikotik harian sebelum tidur biasanya menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi
untuk efek merugikan tersebut dapat terjadi.
2. Efek Antikolinergik Sentral
Gejala aktivasi antikolinergik sentral adalah agitasi parah; disorientasi terhadap waktu,
orang dan tempat; halusinasi; kejang; demam tinggi; dilatasi pupil. Stupor dan koma dapat
timbul. Terapi toksisitas antikolinergik adalah pertama menghentikan obat penyebab dan
pemberian physostigmine (antilirium, Eserine) 2 mg malalui infuse IV lambat, diulangi dalam
satu jam seperlunya. Terlalu banyak physostigmine juga membahayakan. Gejala toksisitas
11
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

physostigmine adalah hipersalivasi dan berkeringat. Atropin sulfat (0,5 mg) dapat
membalikkan physostigmine.

Gambar 1. psychopharmacologyinstitute.com

Efek Samping Non Neurologis


1. Efek pada jantung
Antipsikotik potensi rendah lebih bersifat kardiotoksik dibandingkan dengan
antipsikotik potensi tinggi. Chlorpromazine menyebabkan perpanjangan interval QT dan PR,
penumpulan gelombang T, dan depresi segmen ST. Thioridazine, khususnya memiliki efek
yang nyata pada gelombang T dan disertai dengan aritmia malignan, seperti torsade de pointes
yang sangat mematikan. Selain itu kematian mendadak juga disebabkan karena timbulnya
takikardia ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler. Untuk mengantisipasi hal tersebut sebaiknya
pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dilakukan pemeriksaan EKG serta pemberian
serum potassium dan magnesium.
2. Hipotensi ortostatik (postural)
Hipotensi ortostatik (postural) terjadi akibat penghambatan adrenergic yang paling
sering disebabkan oleh antipsikotik potensi rendah, khususnya chlorpromazine dan
thioridazine. Keadaan ini terjadi selama beberapa hari pertama terapi dan memiliki toleransi
yang cepat yaitu sekitar 2-3 bulan. Bahaya utama dari hipotensi ortostatik adalah adanya
kemungkinan pasien terjatuh, pingsan, dan mencederai dirinya.
12
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

Jika menggunakan antipsikotik potensi rendah intramuscular (IM), tekanan darah


pasien harus diperiksa sebelum dan setelah pemberian dosis pertama dalam beberapa hari
pertama terapi. Bila diperlukan edukasi tentang efek kemungkinan terjatuh dan pingsan akan
sangat membantu pasien sehingga pasien akan lebih berhati-hati. Bila hipotensi terjadi pada
pasien yang mendapatkan medikasi, gejala biasanya dapat ditangani dengan membaringkan
pasien dengan kaki lebih tinggi dibandingkan kepala. Ekspansi volume dengan cairan sangat
membantu. Pemberian epinefrin dikontraindikasikan karena dapat memperburuk hipotensi.
Metaraminol dan norepinefrin sebagai agen pressor adrenergic -1 murni adalah obat terpilih.
Untuk antipsikotik dosis dapat diturunkan atau diganti dengan obat yang tidak menghambat
adrenergic.
3. Efek hematologis
Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat pemakaian
antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada hamper semua antipsikotik
adalah agranulositosis. Agranulositosis adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan
penurunan bermakna jumlah granulosit yang beredar, neutropeni berat yang menimbulkan
lesi-lesi di tenggorokan, selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit. Pada kebanyakan kasus,
gejala ini disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat kimia, radiasi yang
mempengaruhi sumsum tulang dan menekan granulopoiesis.
Agranulositosis paling sering terjadi selama tiga bulan pertama terapi dengan insidensi
sekitar 5 dari 10.000 pasien yang diobati dengan antipsikotik. Jika pasien melaporkan adanya
suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung darah lengkap harus segera dilakukan untuk
memeriksa kemungkinan terjadinya agranulositosis. Jika indeks darah rendah, antipsikotik
harus segera dihentikan. Angka mortalitas dari komplikasi setinggi 30%. Purpura
trombositopenia, anemia hemolitik, atau pansitopenia kadang-kadang dapat terjadi pada
pasien yang diobati dengan antipsikotik.
4. Efek Antikolinergik Perifer
Efek kolinergik perifer sangat serimg ditemukan, terdiri dari mulut dan hidung kering,
hidung tersumbat, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan midriasis. Beberapa pasien
juga mengalami mual dan muntah. Obat antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine,
thioridazine, dan trifluoperazine adalah antikolinergik yang poten.
Mulut kering merupakan efek yang mengganggu beberapa pasien dan dapat mempengaruhi
kepatuhan terapi. Pasien dapat dianjurkan sering membilas mulutnya dengan air dan tidak
mengunyah permen karet atau permen yang mengandung gula, karena hal tersebut dapat
13
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

menyebabkan infeksi jamur pada mulut dan peningkatan insidensi karies gigi. Konstipasi
harus diobati dengan perbanyak olahraga, cairan, diet tinggi serat, serta preparat laksatif biasa,
tetapi kondisi ini masih dapat berkembang menjadi ileus paralitik. Pada kasus tersebut
diperlukan penurunan dosis atau penggantian dengan obat yang kurang antikolinergik.
Pilocarpine mungkin berguna pada beberapa pasien dengan retensi urin.
5.

Efek Endokrin
Penghambatan reseptor dopamine pada saluran tuberinfundibular menyebabkan

peningkatan sekresi prolaktin, yang dapat menyebabkan pembesaran payudara, galaktorea,


impotensi pada laki-laki, dan amenore serta penghambatan orgasme pada wanita. Untuk
mengatasi efek samping tersebut dapat dilakukan

penggantian obat antipsikotik yang

diberikan. Pada keadaan impotensi sebagai efek obat dapat diberikan bromokriptin. Untuk
gangguan pada orgasme maupun penurunan libido dapat diberikan brompheniramine
(bromfed), ephedrine (Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex), midrione, dan imipramin
(tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga dilaporkan, kemungkinan kedua hal
tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis adrenergic 1. Peningkatan berat badan juga
merupakan efek endokrin yang paling sering terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal.
Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan
dislipidemia.
6. Efek Dermatologis
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien, paling
sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya
chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi
edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama
dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang menyerupai proses terbakar
matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan
chlorpromazine. Pasien harus diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada
dibawah sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya.
Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit
pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari.
7. Efek pada Mata
Thioridazine disertai dengan pegmentasi ireversibel pada retina bila diberikan dalam
dosis lebih besar dari 800 mg sehari. Gejala awal dari efek tersebut kadang-kadang berupa
14
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

kebingungan nocturnal yang berhubungan dengan kesulitan penglihatan malam. Pigmentasi


dapat berkembang menjadi kebutaan walaupun thioridazine dihentikan karena tidak bersifat
reversible.
Chlorpromazine berhubungan dengan pigmentasi mata yang relatif ringan, ditandai
oleh deposit granular coklat keputihan yang terpusat di lensa anterior dan kornea posterior
yang dapat timbul bila pasien mengingesti 1-3 kg chlorpromazine selama hidupnya. Deposit
dapat berkembang menjadi granula putih opak dan coklat kekuningan. Keadaan ini hampir
tidak mempengaruhi penglihatan pasien.

8. Ikterus
Ikterus obstruktif atau kolestatik adalah suatu efek samping yang relative jarang terjadi
dalam penggunaan antipsikotik tipikal. Biasanya ikterus muncul pada bulan pertama terapi
dan ditandai oleh nyeri abdomen bagian atas, mual, muntah, gejala mirip flu, demam, ruam,
bilirubin pada urin dan peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan transaminase hati.
Jika ikterus terjadi, maka terapi harus diberhentikan dan diganti. Ikterus dilaporkan terjadi
pada penggunaan promazine, thioridazine, dan sangat jarang terjadi pada fluphenazine dan
trifluoperazine.
9. Overdosis Antipsikotik
Gejala overdosis antipsikotik berupa gejala ekstrapiramidal, midriasis, penurunan
reflex tendon dalam, takikardia, dan hipotensi. Gejala overdosis yang parah adalah delirium,
koma, depresi pernapasan, dan kejang. Terapi overdosis antipsikotik harus termasuk
pemakaian arang aktif (activated charcoal), jika memungkinkan lavage lambung dapat
dipertimbangkan. Terapi kejang dengan diazepam serta hipotensi dengan norepinefrin juga
merupakan terapi overdosis antipsikotik atipikal.
2.5.2. Antipsikotik Non-Tipikal
Secara teori, efek samping yang ditimbulkan pada obat antipsikotik generasi kedua
lebih kecil dari generasi pertama. Efek samping yang dilaporkan terkait dengan berbagai
antipsikotik atipikal bervariasi dan spesifik pada masing-masing obat. Secara umum,
antipsikotik atipikal diharapkan memiliki kemungkinan lebih rendah untuk terjadinya tardive
dyskinesia daripada antipsikotik tipikal. Namun, tardive dyskinesia biasanya berkembang
setelah penggunaan antipsikotik jangka panjang (mungkin beberapa dekade). Tidak jelas,
15
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

kemudian, jika antipsikotik atipikal, yang telah di gunakan untuk waktu yang relatif singkat,
menghasilkan insiden tardive dyskinesia yang lebih rendah.
Akathisia lebih cenderung kurang intens dengan obat daripada antipsikotik tipikal.
Walaupun banyak pasien akan membantah klaim ini. Pada tahun 2004, Komite untuk
Keselamatan Obat-obatan (CSM) di Inggris mengeluarkan peringatan bahwa olanzapine dan
risperidone tidak boleh diberikan kepada pasien lansia dengan demensia, karena peningkatan
risiko stroke. Kadang-kadang antipsikotik atipikal dapat menyebabkan perubahan abnormal
pada pola tidur, dan kelelahan ekstrim dan kelemahan.
Pada tahun 2006, USA Today mempublikasikan sebuah artikel tentang efek obat
antipsikotik pada anak-anak. Tak satu pun dari antipsikotik atipikal (Clozaril, Risperdal,
Zyprexa, Seroquel, Abilify, dan Geodon) telah disetujui untuk anak-anak, dan ada sedikit
penelitian tentang dampaknya pada anak-anak. Dari 2000-2004, ada 45 kematian dilaporkan,
di mana sebuah antipsikotik atipikal tercatat sebagai tersangka utama. Ada juga 1.328 laporan
efek samping yang serius, dan kadang-kadang mengancam kehidupan. Ini termasuk tardive
dyskinesia dan distonia.
Beberapa efek samping lain adalah bahwa antipsikotik atipikal meningkatkan resiko
penyakit jantung. Penelitian Kabinoff et al mengatakan peningkatan penyakit kardiovaskular
dilihat terlepas dari perlakuan yang mereka terima, melainkan disebabkan oleh berbagai
faktor seperti gaya hidup atau diet .Efek samping seksual juga telah dilaporkan. Antipsikotik
mengurangi gairah seksual laki-laki, merusak performa seksual dengan kesulitan utama
berupa kegagalan untuk ejakulasi. Pada wanita mungkin ada siklus haid normal dan
infertilitas. Pada laki-laki dan perempuan mungkin payudara membesar dan kadang-kadang
akan mengeluarkan cairan dari puting.
2.6 INTERAKSI OBAT
- Antipsikotik + antipsikotik lain = Potensi efek samping obat yang lebih besar dan belum
ada bukti penelitian yang menunjukan bahwa penggabungan dua antipsikotik lebih
efektif (Tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis. Misalnya Chlorpromazine +
Reserpine = potensi hipotensif)
- Antipsikotik + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (Hatihati pada pasien hipertrofi prostat, glaukoma,ileus,penyakit jantung)
- Antipsikotik + Anti-Anxietas = Efek sedasi meningkat, bermanfaat pada kasus gaduh
gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

16
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

- Antipsikotik + ECT (Anti Convulsive Therapy) = Dianjurkan tidak memberikan antipsikosis sehari sebelum dilakukan ECT karna angka mortalitas yang tinggi.
- Antipsikotik + Antikonvulsan = Ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan
kejang meningkat, karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related). Yang
paling minimal dalam menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis
haloperidol.
- Antipsikotik + Antasida = Efetivitas obat anti-psikosis menurun disebabkan gangguan
absorbsi.
2.7 PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
Rasional penggunaan obat berarti pasien menerima pengobatan yang tepat sesuai
indikasi, dalam dosis yang sesuai, pada periode tertentu, serta biaya yang murah. Penggunaan
obat mempunyai makna yang sangat penting untuk meningkatkan mutu maupun pemerataan
pelayanan kesehatan (Sampurno, 2001).
Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang memenuhi kriteria
tepat obat, tepat indikasi dan mutu, tepat dosis dan tepat pasien. Sangat disadari bahwa tujuan
kebijakan obat rasional hanya dapat dicapai jika obat digunakan secara tepat dan benar. Obat
semestinya hanya digunakan ketika obat diperlukan. Sehingga penggunaan obat rasional
sangat diperlukan. Penggunaan obat yang tidak rasional mempunyai dampak antara lain :
a.

Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan

b.

Dampak terhadap biaya pelayanan

c.

Efek samping dan efek lain yang tidak diinginkan

d.

Dampak psikososial (Sampurno, 2001).


Tepat indikasi berarti pemilihan obat didasarkan pada indikasi adanya suatu gejala

yang tertulis di rekam medik. Tepat obat adalah pemilihan obat yang aman dan sesuai untuk
pasien yang sesuai dengan Drug Therapy The New England Journal Of Medicine tahun
2003.Tepat pasien adalah ketepatan penggunaan obat yang tidak mempunyai kontraindikasi
dengan kondisi pasien.Tepat dosis adalah ketepatan pemilihan dosis, frekuensi dan durasi
yang disesuaikan dengan dosis lazim menurut standar Drug Information Handbook.

17
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

DAFTAR PUSTAKA
- Maria, Yulia, et al. 2013. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik Pada Pengobatan Skizofrenia.
Jakarta : Jurnal Ilmiah Farmasi.
- Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III). Cetakan pertama. Jakarta, 1993.
- Dharmady, A. 2003. Psikopatologi: Dasar dalam Memahami Tanda Dan Gejala dari Suatu
Gangguan Jiwa. Jakarta, 2003.
- Maslim, Rusdi, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta
- Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/
Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 1998.

18
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis

Anda mungkin juga menyukai