PENDAHULUAN
Dalam tatalaksana pasien dengan gangguan jiwa dikenal beberapa penggolongan
obat yang menjadi patokan terapi. Berdasarkan penggunaan klinik, psikoterapi dibagi
menjadi 4 golongan besar yaitu: antipsikotik, antianxietas, antidepresi; danpsikotogenik.
Anti psikotik terutama merupakan obat utama yang digunakan dalam penanganan gejalagejala psikotik. Diagnosis skizofrenia salah satunya merupakan penyakit gangguan jiwa
yang mutlak membutuhkan penanganan terapi anti psikotik.
Skizofrenia sendiri merupakan suatu kelainan atau gangguan jiwa berupa adanya
stressor yang menyebabkan hendaya baik berat. Skizofrenia merupakan sekelompok
gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses
pikir, dan terkadang pengendalian diri yang berasal dari luar. Gangguan skizofrenia
umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh
efek yang tidak serasi atau tumpul (Ibrahim, 2005).
Salah satu peranan penting dalam pengobatan skizofrenia adalah obat antipsikotik.
Antipsikotik sendiri merupakan obat golongan psikotropik yang bekerja secara selektif pada
susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku
(mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
(psychotherapeutic medication). Menurut WHO (1966) obat psikotropik adalah obat yang
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikotropik hanya mengubah
keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan
lebih baik.
Antipsikotik atau dikenal juga dengan istilah neuroleptik (major tranquilizer) bekerja
dengan menduduki reseptor dopamin , serotonin dan beberapa reseptor neurotransmiter
lainnya. pengobatan antipsikotik berguna pada penanganan psikosis akut maupun kronik.
Antipsikotik dibagi menjadi dua yaitu antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
seperti klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol, dan antipsikotik atipikal
(antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin, risperidon dan lain sebagainya.
Untuk itu kita perlu mengetahui obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain
memiliki manfaat tentunya antipsikotik juga mempunyai efek samping. Beberapa proses
fisiologis dipengaruhi oleh antipsikotik. Secara khusus, antipsikotik mempengaruhi SSP
seperti terjadinya gangguan dalam bergerak, efek sedasi, kejang dan beberapa efek
1
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
samping lainnya yang dapat mengganggu pasien seperti pengaruh dalam seksual dan
fungsi reproduksi.
Pemberian obat yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi maka akan
merugikan pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, tidak
tepat dosis, tidak tepat obat dan tidak tepat pasien sering kali dijumpai dalam praktek
sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas), rumah sakit, maupun praktek
swasta. Ketidaktepatan indikasi, pemilihan obat, pasien dan dosis menjadi penyebab
kegagalan terapi pengobatan skizofrenia.
2
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Obat Antipsikotik
Antipsikotik atau nama lainnya neuroleptik merupakan salah satu obat golongan
psikotropik yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek
utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Menurut WHO obat
psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, prilaku atau pengalaman.
Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat
menerima psikoterapi dengan lebih baik.
2.2 Klasifikasi Obat Antipsikotik
Obat anti psikotik terbagi menjadi dua golongan utama yaitu generasi pertama
yang disebut obat antipsikotik tipikal, dan obat generasi ke dua yang disebut obat
antipsikotik atipikal.
I.
Rantai aliphatic
: Chlorpromazine
Levomepromazine
Rantai piperazine
: Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
I.
Rantai piperidine
: Thioridazine
2. Butyrophenone
: Haloperidol
3. diphenyl-butyl-piperidine
: Pimozide
: Sulpiride
2. Dibenzodiazepine
Clozapine
Olanzapine
Quetiapine
3. Benzisoxazole
: Risperidon
3
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness), daya nilai norma sosial
(judgement), dan insight yang tergaggu.
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala : tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Sindroma psikosis dapat terjadi pada beberapa jenis gangguan kejiwaan baik
sindrom psikosis organik maupun fungsional yaitu :
- Sindrom psikosis fungsional
4
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan delusi dan halusinasi.
Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu
jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai
peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga berperan pada
neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini
bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat terjadi
galactorrhea.
striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga
terjadi produksi dopamin yang berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi
dopamine. Neuron-neuron ini menghasilkan system dopaminergik mesolimbik yang
menjulurkan serabut-serabut saraf dan sekresi dopamine ke bagian medial dan anterior dari
sistem limbik, khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan
sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah laku yang
sangat berpengaruh. Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi
efek produksi dopamin yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala
psikotik sangat berhubungan dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik
tipikal bekerja mengurangi produksi dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat atau
mencegah dopamine endogen untuk mengaktivasi reseptor.
Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di
mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis
reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja dari antipsikotik ini
menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif
menurun tetapi ternyata tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat
lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.
Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat
memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur
tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade
reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif
dan kognitif.
Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam
mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan
pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari
sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal menyebabkan
peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat
badan. Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin.
Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.
Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur
dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga
6
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan
kognitif tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping
mengantuk dan meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1
adrenergik sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi
ortostatic, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.
7
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
Dari sudut pandang historis telah ada penelitian terhadap peran serotonin dan
pengobatan dengan menggunakan antipsikotik. Pengalaman dengan LSD menunjukkan bahwa
blokade reseptor 5-HT2A mungkin merupakan cara yang menjanjikan untuk mengobati
skizofrenia.Satu masalah dengan hal ini adalah kenyataan bahwa gejala psikotik yang
disebabkan oleh agonis reseptor 5-HT2 berbeda secara substansial dari gejala-gejala psikosis
skizofrenia. Salah satu faktor yang menjanjikan ini adalah tempat reseptor 5-HT2A terletak di
otak. Mereka terlokalisasi pada sel-sel hipokampus dan korteks piramidal dan memiliki
kepadatan yang tinggi di lapisan neokorteks lima, tempat masukan dari berbagai daerah otak
kortikal dan subkortikal terintegrasi.
Pemblokiran reseptor area ini menarik mengingat daerah-daerah di otak yang menarik
dalam pengembangan skizofrenia.Bukti menunjukkan fakta bahwa serotonin tidak cukup
untuk menghasilkan efek antipsikotik tetapi aktivitas serotonergik dalam kombinasinya
dengan blokade reseptor D2 mungkin untuk menghasilkan efek antipsikotik. Terlepas dari
neurotransmiter, AAP memiliki efek pada obat-obatan antipsikotik muncul untuk bekerja
dengan menginduksi restrukturisasi jaringan saraf. Mereka mampu mendorong perubahanperubahan struktur.
A. DERIVAT FENOTIAZIN
1. Senyawa dimetilaminopropil :
Klorpromazin
Promazin
Triflupromazin
2. Senyawa piperidil :
Mepazin
Tioridazin
3. Senyawa piperazin :
Asetofenazin
Karfenazin
Flufenazin
Perfenazin
Proklorperazin
Trifluoperazin tiopropazat
B. NON-FENOTIAZIN
Klorprotiksen
C. BUTYROPHENONE
Haloperidol
EFEK
EKSTRA
PIRAMI
DAL
EFEK
ANTIE
METIK
EFEK
SEDATIF
EFEK
HIPOTE
NSIF
++
++
+++
++
++
+++
+++
++
+++
++
+++
+
++
+
++
+
+++
++
++
++
++
+++
+++
+++
+++
+++
++
+++
+++
+++
+++
+++
+
++
++
+
++
++
+
++
+
+
+
+
++
++
+++
++
+++
+++
dahi antara alis mata. Dikatakan reflek positif bila orbikularis okuli tidak dapat membiasakan
diri dengan ketukan yang berulang. Wajah yang mirip topeng, bradikinesia, akinesia (tidak
ada inisitatif), dan ataraksia (kebingungan terhadap lingkungan) merupakan gejala
parkinsonisme yang sering didiagnosis keliru sebagai gambaran gejala negatif atau deficit
pada skizofrenia.
Perbandingan wanita dengan laki-laki yang terkena parkinsonisme akibat neuroleptik
adalah 2:1 dan dapat terjadi pada setiap usia walaupun jarang terjadi pada usia lebih dari 40
tahun. Semua antipsikotik tipikal dapat menyebabkan gejala parkinsonisme, khususnya obat
potensi tinggi dengan aktivitas antikolinergik yang rendah.
Kemungkinan chlorpromazine
paling sering disebabkan oleh antipsikotik potensi tinggi IM. Mekanisme kerja diperkirakan
merupakan suatu hiperaktivitas dopaminergik di ganglia basalis yang terjadi jika kadar
antipsikotik dalam SSP mulai menurun diantara pemberian dosis.
Profilaksis dengan antikolinergik atau obat yang berhubungan biasanya mencegah
berkembangnya distonia, walaupun risiko terapi profilaksis melebihi manfaatnya. Terapi
dengan antikolinergik IM atau diphenhydramine IV atau IM (50 mg) hamper selalu
menghilangkan gejala. Diazepam (10 mg IV), amobarbital (Amytal), caffeine sodium
benzoate dan hipnosis dilaporkan juga efektif.
1.
terjadi setiap waktu selama pemberian terapi antipsikotik. Gejala motorik dan perilaku adalah
rigiditas otot dan distonia, akinesia, mutisme, obtundasi, dan agitasi. Gejala otonomik adalah
hiperpireksia, berkeringat dan peningkatan kecepatan denyut nadi dan tekanan darah. Temuan
laboratorium adalah peningkatan hitung sel darah putih, kreatinin fosfokinase, enzim hati,
mioglobin plasma, dan mioglobinuria, kadang-kadang disertai dengan gagal ginjal.
1. Efek Epileptogenik
Pemberian antipsikotik ternyata menyebabkan perlambatan dan peningkatan
sinkronisasi EEG. Efek tersebut merupakan mekanisme dimana antipsikotik menurunkan
ambang kejang. Chlorpromazine dan antipsikotik potensi rendah lain diperkirakan lebih
epileptogenik dibandingkan obat potensi tinggi.
1. Sedasi
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor dopamine tipe-1.
Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling menimbulkan sedasi. Memberikan dosis
antipsikotik harian sebelum tidur biasanya menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi
untuk efek merugikan tersebut dapat terjadi.
2. Efek Antikolinergik Sentral
Gejala aktivasi antikolinergik sentral adalah agitasi parah; disorientasi terhadap waktu,
orang dan tempat; halusinasi; kejang; demam tinggi; dilatasi pupil. Stupor dan koma dapat
timbul. Terapi toksisitas antikolinergik adalah pertama menghentikan obat penyebab dan
pemberian physostigmine (antilirium, Eserine) 2 mg malalui infuse IV lambat, diulangi dalam
satu jam seperlunya. Terlalu banyak physostigmine juga membahayakan. Gejala toksisitas
11
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
physostigmine adalah hipersalivasi dan berkeringat. Atropin sulfat (0,5 mg) dapat
membalikkan physostigmine.
Gambar 1. psychopharmacologyinstitute.com
menyebabkan infeksi jamur pada mulut dan peningkatan insidensi karies gigi. Konstipasi
harus diobati dengan perbanyak olahraga, cairan, diet tinggi serat, serta preparat laksatif biasa,
tetapi kondisi ini masih dapat berkembang menjadi ileus paralitik. Pada kasus tersebut
diperlukan penurunan dosis atau penggantian dengan obat yang kurang antikolinergik.
Pilocarpine mungkin berguna pada beberapa pasien dengan retensi urin.
5.
Efek Endokrin
Penghambatan reseptor dopamine pada saluran tuberinfundibular menyebabkan
diberikan. Pada keadaan impotensi sebagai efek obat dapat diberikan bromokriptin. Untuk
gangguan pada orgasme maupun penurunan libido dapat diberikan brompheniramine
(bromfed), ephedrine (Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex), midrione, dan imipramin
(tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga dilaporkan, kemungkinan kedua hal
tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis adrenergic 1. Peningkatan berat badan juga
merupakan efek endokrin yang paling sering terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal.
Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan
dislipidemia.
6. Efek Dermatologis
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien, paling
sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya
chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi
edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama
dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang menyerupai proses terbakar
matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan
chlorpromazine. Pasien harus diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada
dibawah sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya.
Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit
pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari.
7. Efek pada Mata
Thioridazine disertai dengan pegmentasi ireversibel pada retina bila diberikan dalam
dosis lebih besar dari 800 mg sehari. Gejala awal dari efek tersebut kadang-kadang berupa
14
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
8. Ikterus
Ikterus obstruktif atau kolestatik adalah suatu efek samping yang relative jarang terjadi
dalam penggunaan antipsikotik tipikal. Biasanya ikterus muncul pada bulan pertama terapi
dan ditandai oleh nyeri abdomen bagian atas, mual, muntah, gejala mirip flu, demam, ruam,
bilirubin pada urin dan peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan transaminase hati.
Jika ikterus terjadi, maka terapi harus diberhentikan dan diganti. Ikterus dilaporkan terjadi
pada penggunaan promazine, thioridazine, dan sangat jarang terjadi pada fluphenazine dan
trifluoperazine.
9. Overdosis Antipsikotik
Gejala overdosis antipsikotik berupa gejala ekstrapiramidal, midriasis, penurunan
reflex tendon dalam, takikardia, dan hipotensi. Gejala overdosis yang parah adalah delirium,
koma, depresi pernapasan, dan kejang. Terapi overdosis antipsikotik harus termasuk
pemakaian arang aktif (activated charcoal), jika memungkinkan lavage lambung dapat
dipertimbangkan. Terapi kejang dengan diazepam serta hipotensi dengan norepinefrin juga
merupakan terapi overdosis antipsikotik atipikal.
2.5.2. Antipsikotik Non-Tipikal
Secara teori, efek samping yang ditimbulkan pada obat antipsikotik generasi kedua
lebih kecil dari generasi pertama. Efek samping yang dilaporkan terkait dengan berbagai
antipsikotik atipikal bervariasi dan spesifik pada masing-masing obat. Secara umum,
antipsikotik atipikal diharapkan memiliki kemungkinan lebih rendah untuk terjadinya tardive
dyskinesia daripada antipsikotik tipikal. Namun, tardive dyskinesia biasanya berkembang
setelah penggunaan antipsikotik jangka panjang (mungkin beberapa dekade). Tidak jelas,
15
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
kemudian, jika antipsikotik atipikal, yang telah di gunakan untuk waktu yang relatif singkat,
menghasilkan insiden tardive dyskinesia yang lebih rendah.
Akathisia lebih cenderung kurang intens dengan obat daripada antipsikotik tipikal.
Walaupun banyak pasien akan membantah klaim ini. Pada tahun 2004, Komite untuk
Keselamatan Obat-obatan (CSM) di Inggris mengeluarkan peringatan bahwa olanzapine dan
risperidone tidak boleh diberikan kepada pasien lansia dengan demensia, karena peningkatan
risiko stroke. Kadang-kadang antipsikotik atipikal dapat menyebabkan perubahan abnormal
pada pola tidur, dan kelelahan ekstrim dan kelemahan.
Pada tahun 2006, USA Today mempublikasikan sebuah artikel tentang efek obat
antipsikotik pada anak-anak. Tak satu pun dari antipsikotik atipikal (Clozaril, Risperdal,
Zyprexa, Seroquel, Abilify, dan Geodon) telah disetujui untuk anak-anak, dan ada sedikit
penelitian tentang dampaknya pada anak-anak. Dari 2000-2004, ada 45 kematian dilaporkan,
di mana sebuah antipsikotik atipikal tercatat sebagai tersangka utama. Ada juga 1.328 laporan
efek samping yang serius, dan kadang-kadang mengancam kehidupan. Ini termasuk tardive
dyskinesia dan distonia.
Beberapa efek samping lain adalah bahwa antipsikotik atipikal meningkatkan resiko
penyakit jantung. Penelitian Kabinoff et al mengatakan peningkatan penyakit kardiovaskular
dilihat terlepas dari perlakuan yang mereka terima, melainkan disebabkan oleh berbagai
faktor seperti gaya hidup atau diet .Efek samping seksual juga telah dilaporkan. Antipsikotik
mengurangi gairah seksual laki-laki, merusak performa seksual dengan kesulitan utama
berupa kegagalan untuk ejakulasi. Pada wanita mungkin ada siklus haid normal dan
infertilitas. Pada laki-laki dan perempuan mungkin payudara membesar dan kadang-kadang
akan mengeluarkan cairan dari puting.
2.6 INTERAKSI OBAT
- Antipsikotik + antipsikotik lain = Potensi efek samping obat yang lebih besar dan belum
ada bukti penelitian yang menunjukan bahwa penggabungan dua antipsikotik lebih
efektif (Tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis. Misalnya Chlorpromazine +
Reserpine = potensi hipotensif)
- Antipsikotik + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (Hatihati pada pasien hipertrofi prostat, glaukoma,ileus,penyakit jantung)
- Antipsikotik + Anti-Anxietas = Efek sedasi meningkat, bermanfaat pada kasus gaduh
gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).
16
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
- Antipsikotik + ECT (Anti Convulsive Therapy) = Dianjurkan tidak memberikan antipsikosis sehari sebelum dilakukan ECT karna angka mortalitas yang tinggi.
- Antipsikotik + Antikonvulsan = Ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan
kejang meningkat, karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related). Yang
paling minimal dalam menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis
haloperidol.
- Antipsikotik + Antasida = Efetivitas obat anti-psikosis menurun disebabkan gangguan
absorbsi.
2.7 PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
Rasional penggunaan obat berarti pasien menerima pengobatan yang tepat sesuai
indikasi, dalam dosis yang sesuai, pada periode tertentu, serta biaya yang murah. Penggunaan
obat mempunyai makna yang sangat penting untuk meningkatkan mutu maupun pemerataan
pelayanan kesehatan (Sampurno, 2001).
Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang memenuhi kriteria
tepat obat, tepat indikasi dan mutu, tepat dosis dan tepat pasien. Sangat disadari bahwa tujuan
kebijakan obat rasional hanya dapat dicapai jika obat digunakan secara tepat dan benar. Obat
semestinya hanya digunakan ketika obat diperlukan. Sehingga penggunaan obat rasional
sangat diperlukan. Penggunaan obat yang tidak rasional mempunyai dampak antara lain :
a.
b.
c.
d.
yang tertulis di rekam medik. Tepat obat adalah pemilihan obat yang aman dan sesuai untuk
pasien yang sesuai dengan Drug Therapy The New England Journal Of Medicine tahun
2003.Tepat pasien adalah ketepatan penggunaan obat yang tidak mempunyai kontraindikasi
dengan kondisi pasien.Tepat dosis adalah ketepatan pemilihan dosis, frekuensi dan durasi
yang disesuaikan dengan dosis lazim menurut standar Drug Information Handbook.
17
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis
DAFTAR PUSTAKA
- Maria, Yulia, et al. 2013. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik Pada Pengobatan Skizofrenia.
Jakarta : Jurnal Ilmiah Farmasi.
- Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III). Cetakan pertama. Jakarta, 1993.
- Dharmady, A. 2003. Psikopatologi: Dasar dalam Memahami Tanda Dan Gejala dari Suatu
Gangguan Jiwa. Jakarta, 2003.
- Maslim, Rusdi, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta
- Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/
Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 1998.
18
Referat Efek Samping Obat Anti Psikosis