Anda di halaman 1dari 24

IDENTIFIKASI FORMALIN PADA IKAN ASIN TENGGIRI DENGAN

METODE PEREAKSI WARNA

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi

Oleh :
IKA KARTIKASARI
NPM : 09.71.10888

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Secara umum kesehatan merupakan hal yang paling utama yang
sangat diperlukan dalam diri setiap orang. Karena kesehatan merupakan
faktor utama penentu kelangsungan hidup kita. Tanpa adanya kesehatan,
seluruh aktivitas yang akan kita lakukan tidak akan berjalan dengan lancar.
Kesehatan juga sangat berhubungan dengan makanan. Makanan sangat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Manusia membutuhkan makanan
sebagai sumber tenaga untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena
itu, makanan yang dikonsumsi haruslah bergizi, aman, sehat, dan tidak
menimbulkan gangguan kesehatan serta layak untuk dikonsumsi.
Zaman sekarang ini banyak bahan pengawet yang digunakan oleh
sebagian orang khususnya para pedagang, untuk di campurkan ke berbagai
macam makanan dan minuman terutama Formalin. Formalin adalah bahan
kimia beracun yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang sangat
menyengat. Formalin yang dicampurkan pada makanan dapat menjadi racun
bagi tubuh kita karena sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan
pangan.
Fungsi formalin adalah sebagai pembunuh kuman sehingga kerap
digunakan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian, pembasmi lalat,
dan berbagai serangga lain. Bahan pengawet pada pembuatan sutra buatan,
pewarna, bahan peledak, bahan pengawet produk kosmetik (dalam jumlah
yang sangat kecil) ataupun sebagai pengeras kuku serta cairan pembalesam
(pengawet mayat). (Yuliarti,2007).
Formalin juga biasa digunakan sebagai pengawet tambahan untuk
mencegah kebusukan. Padahal zat beracun ini sangat berbahaya jika terhirup,
mengenai kulit apalagi jika sampai tertelan. Bahkan sebagian ikan asin ada
juga yang terbuat dari ikan laut yang memiliki protein yang tinggi, selain itu
juga mengandung kalsium yang tinggi. Tujuan digunakannya formalin adalah

untuk pembalsem atau pengawet mayat, tetapi

masyarakat sering

menyalahgunakannya sebagai pengawet ikan untuk mencegah kebusukan.


Padahal dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 formalin
adalah salah satu tambahan makanan yang dilarang.
Ikan asin merupakan makanan yang mudah ditemukan di pasar-pasar
tradisional bahkan dipasar modern sekalipun hanya kualitas keamanan dan
kebersihan pangan yang membedakan. Ikan asin selain memiliki rasa yang
enak, juga sangat praktis dan awet atau tahan lama. Jika ada ikan asin yang
awet dan tahan lama dengan jangka waktu yang cukup panjang maka itu
meletakkan kecurigaan tersendiri. Karena ikan asin yang awet dan tahan lama
itu bukan karena proses penggaraman dan penjemuran alami, tetapi akibat
adanya bahan pengawet yaitu formalin. Jalan pintas yang dilakukan seorang
produsen yang tidak bertanggung jawab ini, tentu saja sangat berbahaya dan
merugikan bagi kesehatan manusia.
Pasar Kahayan merupakan pasar tradisional yang berada di kota
Palangkaraya. Pasar Kahayan buka setiap hari dan tidak pernah sepi dari
pengunjung yang berbelanja bahan-bahan pangan untuk sehari-hari. Hampir
semua pangan tersedia di pasar tersebut. Salah satu bahan pangan yang dijual
yaitu, ikan asin. Namun yang masih diragukan, apakah ikan tersebut
mengandung bahan berbahaya seperti formalin atau tidak.
Oleh karena itu, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul IDENTIFIKASI FORMALIN PADA IKAN ASIN
TENGGIRI DENGAN METODE PEREAKSI WARNA
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah Apakah ikan asin yang dijual aman dikonsumsi dan
mengandung bahan berbahaya (formalin) atau tidak ?
C. Batasan Masalah
Agar masalah ini tidak meluas dari permasalahan diatas, maka
permasalahan tersebut harus dibatasi. Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah Ikan asin tenggiri yang dijual di pasar Kahayan Kota Palangka Raya.

D.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut,
rumusan masalah yang timbul adalah apakah ikan asin tenggiri yang dijual
di Pasar Kahayan Kota Palangka Raya mengandung bahan formalin ?

E.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ikan asin
tenggiri yang dijual dipasar Kahayan Kota Palangka Raya mengandung
bahan berbahaya formalin yang dapat merusak kesehatan.

F.

Manfaat Penelitian
1. Agar masyarakat dapat berhati-hati dan tidak salah dalam memilih
produk pangan yang akan di konsumsi.
2. Agar masyarakat dan penjual bisa mendapat pemahaman tentang
formalin dan bahaya yang ditimbulkan.
3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang formalin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kota Palangka Raya


Palangka Raya adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, yang
memiliki 5 (lima) kecamatan, yaitu Kecamatan Pahandut, Jekan Raya,
Sebangau, Bukit Batu, dan Rakumpit.
Kota Palangka Raya memiliki rancangan desain, ruas jalan yang lebar
dan disamping kiri dan kanan terdapat taman jalan pendestrian serta bundaran.
Jumlah penduduk yang tidak padat membuat kota ini sangat nyaman strategis,
aman dari gempa dan tsunami.
Kota Palangka Raya juga terdapat tempat pusat belanja seperti Mall
Palangka Raya, swalayan, dan beberapa pasar tradisional lainnya, yaitu pasar
Kahayan, Pasar Blauran, Pasar Lombok, Pasar Payang, Pasar Datah Manuah,
Pasar Pagi dan Pasar Shubuh. (Anonim,2010).
Salah satu pasar tradisional yang ada di Palangka Raya yaitu Pasar
Kahayan yang berada dijalan Cilik Riwut KM 1. Kebutuhan pangan yang
disediakan di pasar ini hampir semua ada, misalnya seperti, ayam, beras, tahu,
tempe, ikan segar, daging segar, ikan asin, dan sebagainya.
B. Ikan Asin
Ikan asin menjadi makanan yang sangat popular, dan sangat mudah
ditemukan di pasar. Selain rasanya yang enak, ikan asin juga sangat praktis
dan awet atau tahan lama, sayangnya yang membuat ikan asin awet dan tahan
lama bukan karena proses penggaraman dan penjemuran yang alami, tetapi
akibat adanya campuran pengawet. Sebagian ikan asin juga ada yang terbuat
dari ikan laut yang memiliki protein tinggi, selain itu juga mengandung
kalsium yang tinggi terutama untuk ikan asin yang dikonsumsi sampai
ketulang-tulangnya, kalsium juga bagus untuk pertumbuhan tulang, apalagi
bagi anak-anak yang mengalami masa pertumbuhan. (Anonim,2012)

Cara pembuatan ikan asin murni


a.

Bahan baku (ikan yang segar)


1. Ikan.
Pilihlah ikan yang masih segar karena kesegaran ikan sangat
menetukan mutu produk hasil yang dihasilkan. Bahan baku untuk
pembuatan ikan asin dapat dikelompokan menjadi 2 bagian ikan
yang berukuran besar, seperti tenggiri, tongkol, kakap, dll,
berukuran sedang seperti, kembung, dll. Ukuran kecil, seperti teri.
2. Garam.
Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena
garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab
pembusukan pada ikan, oleh karena itu, kemurnian garam sangat
menentukan. Garam yang dipakai adalah garam dapur (NaCl)
murni, artinya garam yang sebanyak mungkin menggandung NaCl
dan sekecil mungkin unsur-unsur lainnya.

b. Metode penggaraman
1. Penggaraman kering (dry salting).
Pada penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan ukuran
besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam
berbentuk Kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu
disusun secara berlapis-lapis. Setiap lapisan ikan diselingi lapisan
garam.
2. Penggaraman basah (wet salting).
Proses penggaraman dengan metode garam sebagian menggunakan
larutan garam sebagai media untuk merendam ikan.
3. Penggaraman kedap air (kench salting).
Penggaraman ini hampir serupa dengan penggaraman kering.
Bedanya cara ini menggunakan kedap air. Ikan hanya ditumpuk
dilantai atau menggunakan keranjang.

c. Membuat ikan asin dengan penggaraman kering


1. Lakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar
bersih hingga bebas dari sisa-sisa kotoran.
2. Sediakan sejumlah garam Kristal sesuai berat ikan, untuk ikan
berukuran besar jumlah garam yang disediakan berkisar antara 2030% dari berat ikan, untuk ikan berukuran besar 15-20%,
sedangkan ikan yang berukuran kecil 5%.
3. Taburkan garam kedalam wadah / bak setebal 1-5 cm, tergantung
jumlah garam dan ikan yang akan diolah.
4. Susunlah ikan diatas lapisan garam tersebut dengan cara bagian
perut menghadap ke dasar bak selanjutnya ditaburkan kembali
garam pada lapisan ikan tersebut, lakukan penyusunan ikan dan
garam secara berlapis-lapis hingga lapisan teratas adalah susunan
dengan lapisan lebih banyak/tebal.
5. Tutuplah tumpukan ikan dan garam tersebut dengan keranjang/
ayaman bambu dan beri pemberat diatas.
6. Biarlan selama beberapa hari untuk terjadi proses penggaraman.
7. Selanjutnya cucilah dengan air bersih dan tiriskan, susunlah ikan
diatas tempat penjemuran.
8. Pada saat penjemuran/pengeringan, ikan sekali-kali dibalik agar
ikan cepat kering.
C. Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan, dan biasanya merupakan unsur khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (organoleptik) pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. (Sartono, 2002)

Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 menyebutkan BTP


yang dilarang digunakan dalam makanan terdiri atas beberapa golongan
sebagai berikut :
1. Asam Borat ( Boric Acid ) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya ( Salicylic Acid and its salt )
3. Dietilpirokarbonat ( Diethylpirocarbonate DEPC )
4. Dulsin ( Dulcin )
5. Formalin ( Formaldehid )
6. Kalium bromat ( Potassium Bromate )
7. Kalsium Klorat ( Potassium Chlorate )
8. Kloramfenikol ( Choramphenicol )
9. Minyak Nabati yang dibrominasi ( Brominated vegetable oils )
10. Nitrofurazon ( Nitrofurazone )
11. Dulkamara ( Dulcamara )
12. Kokain ( Cocaine )
13. Nitrobenzen ( Nitrobenzene )
14. Sinamil Antranilat ( Cinnamyl Anthranilate )
15. Dihidrosafrol ( Dihydrosafrole )
16. Biji Tonka ( Tonka Bean )
17. Minyak Kalamus ( Calamus Oil )
18. Minyak Tansi ( Tansy Oil )
19. Minyak Sasafras ( Sasafras Oil )
D. Pengawet
Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan
(BTM). Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat atau
menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir
sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu
pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan citra rasa,
memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket
maupun memperkaya vitamin serta mineral. (Nurheti Yuliarti, 2007)

Zat pengawet terdiri atas senyawa organik dan senyawa anorganik


dalam bentuk asam atau garam.
1. Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada zat
pengawet anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan
dapat terdegradasi sehingga mudah dieksresikan. Bahan pengawet
organic yang sering digunakan adalah : Asam sorbat, asam propianat,
dan asam benzoat.
a. Asam sorbat
Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang
berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang
digunakan umumnya garam Na- atau K- sorbat.
Asam sorbat dapat dianalisis secara kuantitafif dengan metode
spektrofotometri UV. Adanya ikatan rangkap terkonjugasi pada asam
sorbat membuat senyawa ini mampu menyerap sinar ultraviolet.
b. Asam propianat
Asam propianat (CH3CH2COOH) yang mempunyai struktur
yang terdiri atas 3 atom karbon tidak dapat dimetabolisme oleh
bakteri. Manusia dan hewan tingkat tinggi dapat memetabolisme
asam ini sebagaimana asam lemak. Propianat biasanya digunakan
dalam bentuk garam Ca- dan Na-. Bentuk efektifnya adalah bentuk
tidak terdisosiasi. Propianat efektif terdapat kapang dan beberapa
khamir pada pH di atas 5
c. Asam banzoat
Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas
penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang
asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir
dan bakteri. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa
digunakan dalam bentuk garamnya (Natrium benzoat). Sementara itu
dalam bahan makanan (yang bersifat asam), garam benzoat akan

menjadi bentuk efektifnya yakni asam benzoat. (Abdul Rohman dan


Sumantri, 2007).
2. Pengawet Anorganik
Pengawet anorganik yang masih sering dipakai dalam bahan
makanan adalah : Nitrit, nitrat, dan sulfit.
a. Nitrit dan nitrat
Penggunaan natrium nitrit dalam ikan dan daging ternyata
menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Nitrit dapat
berikatan dengan amino atau amida dengan membentuk turunan
nitrosamin yang bersifat toksik (karsinogenik).
Garam nitrit dan nitrat pada umumnya digunakan untuk
proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan
mencegah pertumbuhan mikroba. Mekanismenya belum diketahui
tetapi diduga bahwa nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan
membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba
dalam keadaan anaerob. Dalam daging nitrit akan membentuk
nitroksida

yang

dengan

pigmen

daging

akan

membentuk

nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.


Pembentukan nitrokosida akan terlalu banyak bila hanya
menggunakan garam nitrit, karena itu biasanya digunakan campuran
garam nitrat dan garam nitrit. Garam nitrat akan terenduksi oleh oleh
bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Peranan garam nitrat sendiri
sebagai bahan pengawet masih dipertanyakan. Dari penelitian yang
telah dilakukan, didapat bahwa nitrat tidak dapat mencegah
kebusukan, bahkan akan mempercepat pembusukan bila dalam
keadaaan aerobik. (Winarno, 1991)
b. Sulfit
Sulfit digunakan sebagai pengawet dalam bentuk SO2 , garam
Na- atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya
sebagai pengawet adalah bentuk tidak terdisosiasi pada pH di bawah
3. Analisis kuantitatif sulfit dapat dilakukan dengan cara alkalimetri

10

dengan mengubah sulfit menjadi asam sulfat lalu menitrasinya


dengan larutan baku NaOH.
Larutan hydrogen peroksida 0,2% (b/v) dibuat dengan
melarutkan 0,7 ml hydrogen peroksida kedalam 100,0 ml air.
Larutan ini dibuat baru setiap kali akan digunakan. Larutan NaOH
0,01 N dibakukan dengan kalium biftalat yang telah dikeringkan
pada suhu 110oC. indikator campuran dibuat dengan mencampur 50
ml indikator metil merah 0.03% dalam alkohol dan 50 ml larutan
metilen biru 0,05% dalam alkohol lalu disaring. (Abdul Rohman dan
Sumantri, 2007).
E.

Formalin
Formaldehid

merupakan

nama

lain

dari

formalin

(larutan

Formaldehid 35-40% dalam air). (Abdul Rohman dan Sumantri,2007)


Formalin atau formaldehida adalah bahan kimia yang digunakan sebagai
pengawet. Fungsi formalin adalah sebagai desinfektan namun oleh sebagian
orang disalahgunakan untuk mengawetkan ikan untuk mencegah kerugian.
Formalin dapat berguna sebagai desinfektan karena membunuh sebagian
besar bakteri dan jamur (termasuk spora mereka). Hal ini juga digunakan
sebagai pengawet dalam vaksin, dimana formalin digunakan untuk
membunuh virus dan bakteri yang tidak diinginkan yang mencemari vaksin
selama produksi. (Anonim,2011)
Formalin adalah bahan kimia beracun yang tidak berwarna dengan
bau yang sangat menyengat. Formalin juga digunakan sebagai pembunuh
kuman dan pengawet mayat. Formalin digunakan sebagai pengawet
tambahan untuk mencegah kebusukan. Padahal zat beracun ini sangat
berbahaya jika terhirup, mengenai kulit,apalagi tertelan. (Anonim,2012)
Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di
masyarakat, diantaranya Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane

polyoxymethylene

glycols,

Methanol,

Formoform,

Superlysoform, Formic aldehyde, Formalith, Tetraoxymethylene, Methyl

11

oxide, Karsan, Trioxane, Oxymethylene dan Methylene glycol. (Nurheti


Yuliarti, 2007)
1. Fungsi Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan seharihari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak dirasakan
manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam
berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang,
dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya.
Dalam

industri

perikanan,

formalin

digunakan

untuk

menghilangkan bakteri yang biasa hidup disisik ikan. Formalin diketahui


sering

digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat

ektoparasit seperti flukendan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan


ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendah
sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin daripada
akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan
sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia
kedokteran Formalin digunakan dalam pengawetan mayat yang akan
dipelajari dalam pendidikan mahasiswa kedokteran maupun kedokteran
hewan. Untuk pengawetan biasanya digunakan Formalin dengan
konsentrasi 10%. (Nurheti Yuliarti,2007)
2. Tanda makanan mengandung formalin
Makanan yang mengandung formalin umumnya awet dan dapat
bertahan lebih lama. Formalin dapat dikenali dari bau yang agak
menyengat dan kadang-kadang menimbulkan pedih pada mata. Bahan
makanan yang mengandung formalin ketika sedang dimasak kadangkadang masih mengeluarkan bau khas formalin yang menusuk. Ikan asin
yang mengandung formalin akan lebih putih dan bersih dan lebih tahan
lama dibandingkan ikan asin tanpa pengawet yang agak berwarna lebih
coklat. Mi basah yang mengandung formalin akan lebih awet dan ketika
dimasak masih akan tercium bau formalin. Tahu yang mengandung
formalin akan lebih kenyal dan berbau formalin sedangkan yang tidak

12

mengandung formalin akan lebih mudah pecah dan berbau khas kedelai.
Ikan dan ayam yang mengandung formalin akan lebih putih dagingnya dan
awet. (Anonim.2006)
3. Penggunaan formalin yang benar
a. Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai,
kapal, gudang, dan pakaian.
b. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
c. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan
bahan peledak.
d. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas.
e. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
f. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
g. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
h. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
i. Bahan untuk insulasi busa.
j. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
k. Cairan pembalsam ( pengawet mayat ).
l. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah
tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo
mobil, lilin dan pembersih karpet. ( Anonim,2012).
4. Gangguan kesehatan karena penggunaan formalin
Umumnya formalin masuk kedalam tubuh manusia melalui dua
jalan, yakni melalui mulut dan saluran pernapasan. Kontak dengan
formalin bisa mengakibatkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada
saluran pernapasan bila menghirup uapnya dalam konsentrasi yang tinggi,
maupun reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan
formalin dalam tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan
hampir semua zat di dalam tubuh sehingga menekan fungsi sel dan
menyebabkan kematian sel yang berujung pada kerusakan organ tubuh.

13

Dampak formalin bagi kesehatan ada 2 macam yaitu dampak akut


(jangka pendek) dan dampak kronis (jangka panjang). Dampak akut
merupakan efek pada kesehatan manusia langsung terlihat merupakan
akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam
jumlah yang banyak: seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual,
muntah, rasa terbakar, sakit perut, pusing bersin, radang tenggorokan, sakit
dada yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, diare, dan pada
konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
Sedangkan dampak kronis merupakan efek pada kesehatan
manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan
berulang, biasanya jika mengkonsumsi formalin dalam jumlah yang kecil
dan terakumulasi dalam jaringan seperti: mata berair, gangguan pada
pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi dan pada
hewan percobaan dapat menyebabkan kanker, sedangkan pada manusia
diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). (Nurheti Yuliarti,
2007).
5. Ciri-ciri makanan mengandung formalin.
Makanan dapat diduga mengandung formalin apabila memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tahu yang bentuknya sangat bagus, tekstur lebih kenyal, tidak mudah
hancur atau rusak, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk, dan
beraroma menyengat khas formalin.
b. Mie basah yang awet beberapa hari dan tidak mudah basi, lebih
berminyak, beraroma menyengat karena mengandung formalin.
c. Ayam potong yang berwarna putih bersih, awet, dan tidak mudah busuk.
d. Ikan asin yang mengandung formalin tidak rusak sampai lebih dari
sebulan, warna bersih dan cerah, tidak dihinggapi lalat bila tidak ditutupi
atau ditempatkan ditempat terbuka. (Nurheti Yuliarti,2007)
6. Cara identifikasi formalin ( Analisis Makanan )
Analisis kualitatif formalin dapat dilakukan dengan beberapa cara yakni :
a. Uji dengan asam kromatropat

14

Pereaksi dibuat dengan melarutkan asam 1,8-dihidroksinaftalen3,6-disulfonat dalam H2SO4 72% ( kira-kira 500 mg/100 ml).
Sebanyak 5 ml pereaksi asam kromatropat ini dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambah 1 ml hasil destilasi sambil diaduk.
Larutan dimasukan kedalam penangas air mendidih selama 15 menit
dan diamati perubahan warna yang terjadi. Adanya formaldehid
ditunjukkan dengan timbulnya warna ungu terang sampai ungu tua.
(Abdul Rahman dan Sumantri,2007)
b. Uji Hehner-Fulton
Sebanyak 5 mL larutan hasil destilasi ditambah 6 ml H2SO4
dan didinginkan. Sebanyak 5 ml campuran ini dimasukan kedalam
tabung reaksi lalu ditambah 1 ml susu bebas aldehid secara perlahanlahan sambil didinginkan. Campuran selanjutnya ditambah 0,5 ml
pereaksi (dibuat dengan mencampur 1 bagian air bron jenuh ke dalam
1 bagian asam sulfat pekat dan dibiarkan dingin). Adanya
formaldehid ditunjukkan dengan timbulnya warna merah muda ungu.
(Abdul Rahman dan Sumantri, 2007)
c. Uji dengan FeCl3 (untuk sampel susu dan olahannya)
Prosedur analisis kualitatif formalin dengan FeCl (untuk
sampel susu dan olahannya). Sebanyak 5 gram sampel ditimbang
lalu ditambah 50 ml aquades sdan dimasukkan kedalam corong
pisah. Campuran ditambah 1-2 ml asam asetat 4 N lalu dikocok
dengan 2 x 20 ml eter. Lapisan eter dipisahkan dan diuapkan dengan
rotavapor sampai kering. Residu ditambah 10-20 ml aquades lalu
diaduk dan dituang kedalam 3 ml asam sulfat yang telah ditetesi
dengan 2 tetes FeCl3 10% secara perlahan-lahan. Timbulnya warna
merah lembayung menunjukan adanya formaldehid. (Abdul Rahman
dan Sumantri,2007)
d. Uji dengan fenilhidrazin
Larutan uji (yang mengandung formalin ) ditambah 10 tetes
fenilhidrazin HCl 5%, 2 tetes larutan natrium prusid 0,5% kemudian

15

ditambah 10 tetes natrium hidroksida. Timbulnya warna biru yang


kemudian berubah menjadi hijau dan akhirnya kuning-merah
menunjukkan adanya formalin. (Abdul Rahman dan Sumantri,2007)
e. Dengan menggunakan pereaksi Nashs
Larutan uji yang mengandung formalin ditambah dengan
pereaksi Nashs lalu diinkubasi dalam penangas air pada suhu 370C
10 C selama 30 menit. Timbulnya warna kuning yang intens
menunjukkan adanya formalin.
Pereaksi Nashs dibuat dengan melarutkan 150 gram
ammonium asetat, 3 ml asam asetat, 2 ml asetil aseton dengan
aquades sampai 1000,0 ml. Cara ini juga digunakan untuk
melakukan uji kuantitatif untuk mengetahui kandungan formalin
yang

ditambahkan

Sumantri,2007)

dalam

makanan.

(Abdul

Rahman

dan

16

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


1. Tempat
Penelitian

ini

dilaksanakan

di

Laboratorium

Kimia

Universitas

Muhammadiyah palangkaraya Jl. RTA. Milono km 1,5 Palangkaraya.


2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2012 sampai 24 Juni
2013.
B. Metode/Pendekatan Penelitian
Metode/pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah eksperimen/percobaan.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti. (Soekidjo Notoatmodjo, 1993 )
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan asin tenggiri
yang dijual di pasar Kahayan Kota Palangka Raya pada pedagang tetap.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Soekidjo Notoatmodjo,
1993). Sampel atau objek yang digunakan pada penelitian ini adalah 5
sampel ikan asin tenggiri yang dijual di pasar Kahayan Kota Palangka
Raya.

D. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada

17

suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciriciri khusus yang dimiliki oleh sampel itu. (Soekidjo Notoatmodjo,2002)
E. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Mortir dan Stamper
2. Tabung Reaksi
3. Beaker Gelas
4. Gelas Ukur
5. Pipet Volume
6. Neraca analitik
7. Hot plate
8. Labu Ukur
9. Destilasi
10. Batang pengaduk
b. Bahan
1. Ikan asin telang
2. Aquades
3. Formalin
4. Asam kromatropat (K10H8O8S2)
5. Asam sulfat (H2SO4)
6. Asam fosfat
F. Prosedur kerja
A. Pembuatan Larutan Formalin Stock Induk (370 ppm)
1. Ambil 1 ml formalin dari sediaan formalin 37%.
2. Masukkan kedalam labu ukur 1000 ml.
3. Tambahkan aquades hingga batas.
B. Pembuatan Asam Kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60%
1. Ambil 63 ml asam sulfat dari sediaan asam sulfat 95%.
2. Masukkan kedalam labu ukur 100 ml yang sudah diisi aquades 37 ml.
3. Tambahkan asam kromatropat 0,5 g.

18

C. Preparasi sampel
1. Pembuatan kontrol positif
a. Diambil sediaan Formalin 1 ml, masukkan dalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 5 ml pereaksi (asam kromatropat) dan tutup bibir
tabung reaksi menggunakan kapas.
c. Dimasukkan kedalam penangas air mendidih selama 15 menit.
d. Diamati perubahan warna yang terjadi akan membentuk warna
ungu.
2. Pembuatan Kontrol Negatif
a. Diambil 1 ml aquades, masukkan dalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 5 ml pereaksi (asam kromatropat) dan tutup bibir
tabung reaksi menggunakan kapas.
c. Dimasukkan kedalam penangas air mendidih selama 15 menit.
d. Diamati perubahan warna yang terjadi, maka akan membentuk
warna kuning keruh.
3. Identifikasi Sampel (Ikan Asin Tenggiri)
a. Dipotong kecil-kecil ke 5 sampel ikan asin tenggiri, lalu ditimbang
sebanyak 25 gram.
b. Dimasukkan kedalam labu destilasi.
c. Ditambahkan aquades kurang lebih 100 ml dan ditetesi 1 ml asam
fosfat pekat.
d. Didestilasi dan hasil destilasi ditampung.
e. Diambil 1 ml hasil destilasi dan masukkan kedalam tabung reaksi.
f. Ditambahkan dengan 5 ml pereaksi asam kromatropat dan tutup
bibir tabung reaksi menggunakan kapas.
g. Dimasukkan kedalam penangas air mendidih selama 15 menit.
h. Diamati perubahan warna yang terjadi.

19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di laboratorium Kimia
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya yaitu identifikasi formalin pada
sampel ikan asin tenggiri. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah
ikan asin tersebut mengandung bahan berbahaya seperti formalin. Untuk
mengidentifikasi formalin tersebut dilakukan dengan metode pereaksi warna.
Sampel diambil sebanyak 5 sampel ikan asin tenggiri dari pasar Kahayan
Palangka Raya.
Tabel 1. Hasil uji identifikasi formalin pada ikan asin tenggiri yang
dijual di pasar kahayan dengan metode pereaksi warna :
No

Sampel

Reaksi Warna

Hasil

1.

Kontrol

Terjadi perubahan warna menjadi

Positif

Positif

ungu

Kontrol

Tidak terjadi perubahan warna

Negatif

menjadi ungu

Sampel 1

Tidak terjadi perubahan warna

2.

3.

Negatif

Negatif

menjadi ungu
4.

Sampel 2

Tidak terjadi perubahan warna

Negatif

menjadi ungu
5.

Sampel 3

Tidak terjadi perubahan warna

Negatif

menjadi ungu
6.

Sampel 4

Tidak terjadi perubahan warna

Negatif

menjadi ungu
7.

Sampel 5

Tidak terjadi perubahan warna


menjadi ungu

Negatif

20

B. Pembahasan
Pada penelitian ini sampel ikan asin tenggiri diperoleh dari pasar
Kahayan Palangka Raya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah
ikan asin tersebut mengandung bahan berbahaya formalin.
Identifikasi formalin pada sampel ikan asin tenggiri di pasar Kahayan
dilakukan dengan metode pereaksi warna menggunakan asam kromatropat.
Identifikasi dilakukan dengan cara menimbang 25 gram sampel ikan asin
tenggiri dimasukkan kedalam labu destilasi ditambahkan 100 ml aquades dan
ditetesi 1 ml asam fosfat pekat, kemudian didestilasi dan hasil destilasi
ditampung. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan kedalam tabung
reaksi ditambahkan 5 ml pereaksi asam kromatropat, tutup bibir tabung reaksi
dengan menggunakan kapas. Selanjutnya dimasukkan kedalam penangas air
mendidih selama 15 menit. Diamati perubahan warna yang terjadi. Dari hasil
identifikasi formalin pada sampel ikan asin tenggiri yaitu sampel 1, sampel 2,
sampel 3, sampel 4, dan sampel 5 setelah diuji dengan reagen asam
kromatopat tidak menunjukkan perubahan warna menjadi ungu seperti yang
terjadi pada kontrol positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
tersebut tidak terdeteksi mengandung formalin. Hal ini ditunjukan dengan
tidak adanya perubahan warna yang terjadi setelah penambahan reagen asam
kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60% dan pemanasan dalam tabung reaksi
selama 15 menit pada sampel.

Gambar 1. Reaksi asam kromatropat dengan formaldehida (Sartono,


2002)

21

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat hasil dari


identifikasi formalin pada 5 sampel ikan asin tenggiri menunjukkan bahwa
sampel 1, 2, 3, 4 dan 5 tidak terdeteksi mengandung formalin.
Formalin yang dicampurkan dimakanan dapat menjadi racun dalam
tubuh manusia yang akibatnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan
karena formalin bukan merupakan bahan tambahan makanan, melainkan
sebagai antibakteri atau pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk
pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian, pembasmi lalat maupun
berbagai serangga lainnya.
Penggunaan pengawet alami sebenarnya sudah dilakukan oleh produsen
ikan asin dengan menggunakan garam atau NaCl serta dengan pengeringan
menggunakan sinar matahari yang bertujuan untuk mengurangi kadar air pada
produk ikan asin. Larutan garam mampu menghambat pertumbuhan aktivitas
bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet.

22

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 5 sampel ikan asin tenggiri
yang dijual di pasar kahayan Palangkaraya dengan menggunakan metode
pereaksi warna disimpulkan bahwa semua sampel tidak terdeteksi
mengandung formalin.
B. Saran
1. Dilakukan pengarahan kepada produsen dan masyarakat tentang bahaya
mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin.
2. Identifikasi formalin masih bisa dilakukan pada pangan dan jenis makanan
yang lainnya yang diduga mengandung formalin.
3. Dapat dilakukan penelitian tentang LOD (limit of detection).

23

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Bahaya Formalin Dalam Makanan. http://www.rnw.nl/bahasaIndonesia/article/bahaya-formalin-dalam-makanan. (Diakses Tanggal 10
Mei 2012)
Anonim. 2011. Formalin Pada Ikan Asin (ikan berformalin dan tidak berformalin)
ciri-ciri ikan berformalin. ikan-berformalin-dan-tidak-berformalin-ciri-ciriikan-berformalin.
Anonim. 2012. Makanan Ikan asin. http://www.deteak.com/makanan-ikan-asin.
(Diakses Tanggal 10 Mei 2012)
Anonim. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan No.1168/Menkes/Per/X/1999
Tentang
Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan.Depkes
RI Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta; PT
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.2002.Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Reisi.
Jakarta; PT Rineka Cipta.
Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Jakarta; Widya Medika
Sumantri dan Abdul Rohman. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta; Penerbit
UGM
Winarno, F.G. 1991.Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta;
Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai