Anda di halaman 1dari 11

Global Corporate Governance: Debates

and Challenges
A. Deskripsi Artikel
1. Judul Artikel
Global Corporate Governance: debates and challenges.
2. Penulis
Malla Praveen Bhasa
3. Publikasi
4. Masalah Pokok
Corporate Governance
5. Tujuan Penelitian
Mengeksplorasi argumen tentang konvergensi dan divergensi tetap dilihat dari
berbagai model praktik pemerintahan saat ini

Pendahuluan
Pertumbuhan dari perusahaan menyebabkan kelebihan permintaan dan lebih banyak
modal yang mendesak rezim proteksionis untuk membuka ekonomi mereka dan
memungkinkan investasi asing untuk lebih mengalir ke bisnis domestik. Pengendalian dan
struktur berdasarkan perintah harus dilakukan jauh sebelumnya. Sebaliknya bentuk baru dari
struktur pemerintahan, yang dipimpin oleh sistem ekonomi berbasis pasar, terutama
didominasi oleh sektor swasta, harus dirangkul. Sekarang kebanyakan pemerintahan di
seluruh dunia melepaskan kontrol negara atas industri, dan sektor swasta menjadi insentif
untuk menerima tantangan baru dalam globalisasi. Hal ini terlihat dari upaya transisi yang
dilakukan oleh Eropa Timur dan beberapa negara di Asia, termasuk India, mengikuti proses
reformasi Rusia (perestroika), yang digagas karena perubahan kepemimpinan di pertengahan
1980-an.
Ekonomi dengan kebijakan ekonomi yang efisien dan sistem politik yang stabil
merupakan sesuatu yang menarik untuk investor. Negara-negara yang telah membuka diri
untuk pasar dunia dan yang memiliki sistem hukum yang baik dimana menyediakan
perlindungan kepada investor telah menarik lebih banyak modal dalam proses globalisasi.
Sebagai permintaan untuk modal sedang tumbuh di ekonomi maju dan berkembang,

kebutuhan untuk membangun praktik pemerintahan yang baik

telah mendapatkan

momentum. Munculnya perusahaan supranasional sebagai respon terhadap upaya globalisasi


telah menimbulkan tantangan besar untuk praktik budaya dan praktik pemerintahan negara.
Krisis ekonomi Asia Timur memperlihatkan kita pada lubang besar di struktur
pemerintahan dari negara-negara Asia Timur. Hal ini memicu kebutuhan untuk mengadopsi
praktik-praktik pemerintahan yang lebih baik. Sebagian besar, penulis dan praktisi telah
berdebat yang mana tidak sampai ada konvergensi optimal dalam praktek pemerintahan dapat
menjadi dasar sistem ekonomi dari negara berkembang. Argumen konvergensi ini
menyisakan kita dengan sejumlah besar masalah yang perlu ditangani sebelum konvergensi
dapat diterapkan. Juga, pertanyaan apakah konvergensi mungkin dalam pengaturan di mana
pasar modal dari berbagai negara diatur oleh mekanisme asli pada masing-masing negara.
Makalah ini mencoba untuk mengeksplorasi argumen tentang konvergensi dan divergensi
tetap dilihat dari berbagai model praktik pemerintahan saat ini.
Pengetahuan Tata Kelola Perusahaan Tradisional
Tata kelola perusahaan memiliki satu bentuk atau wujud lain dalam bisnis sejak
kelahiran bentuk perseroan terbatas dari korporasi. Namun, itu adalah karya rintisan dari
Berle dan Means yang menyebabkan perkembangan seluruh bagian literatur yang difokuskan
pada pengambilalihan manajerial dari nilai pemegang saham. Pada awal tahun 1930-an, Berle
dan Means telah melihat bahwa perusahaan telah memperoleh atribut lembaga sosial yang
kuat. Mereka mengakui bahwa perusahaan modern telah menjadi kekuatan yang harus
diperhitungkan dan tidak seperti mereka pendahulu yang memiliki sumber dalam sistem
berbasis produksi.
Pengetahuan tata kelola perusahaan tradisional terlebih berfokus pada efek setelahpemisahan kepemilikan dari pengendalian, tidak banyak pemikiran yang telah diberikan pada
dimensi saing lain di mana kepemilikan dan kontrol yang dipegang dengan milik enitas
ekuitas tunggal (single equity holding entity). Hal ini terutama karena asumsi yang dibuat
oleh penelitian Berle dan Means pada perusahaan yang ada di seluruh dunia. Juga, karena
sebagian besar literatur empiris pada aspek keuangan tata kelola perusahaan adalah studi
yang berbasis AS. Studi tentang tata kelola perusahaan di negara-negara yang ditandai
dengan berpusat pada perusahaan milik ekuitas yang jelas tidak penting untuk generalisasi
dari teori Berle dan Means dan perkembangan selanjutnya di bidang tata kelola perusahaan.
Sementara perusahaan-perusahaan AS ditandai dengan difus struktur kepemilikan yang

dimiliki, kebanyakan benua dan negara-negara Asia ditandai dengan morfologi kepemilikan
yang terkonsentrasi. Untuk meringkas, pengetahuan tradisional melihat masalah tata kelola
perusahaan dari konflik antara pemegang saham tersebar yang lemah dan manajer yang
mementingkan diri sendiri.
Kemajuan terbaru dalam memahami hukum perusahaan dan struktur kepemilikan dari
negara-negara berbeda mengikuti La Porta et als. (1999) seminal paper telah membantu
dalam kemajuan teori yang lebih baru dari tata kelola perusahaan. Teori kontemporer tersebut
tidak hanya menyumbang pola perilaku individu yang terlibat dalam proses pemerintahan,
tetapi juga menjelaskan tata kelola perusahaan dari spektrum yang luas mulai dari peran
politik dengan pengaruh budaya, dari peran hukum negara individual untuk memfasilitasi
kode etik internasional untuk memahami kekuatan tata kelola perusahaan yang meresap ke
dalam budaya bisnis global.
Debat shareholder-stakeholder
Teori stakeholder muncul sebagai respon intelektual terhadap teori shareholder.
Argumen teori stakeholder berasal dari fakta bahwa nilai perusahaan tidak hanya diciptakan
oleh asset fisik semata, melainkan melibatkan aset manusia. Teori stakeholder juga
menyebutkan kompensasi kepada masyarakat serta seluruh pihak yang dipengaruhi oleh
operasi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Model monis Anglo-Saxonic percaya terhadap penciptaan nilai kepada shareholder,
karena nilai yang tercipta di perusahaan berkurang untuk transaksi tunggal antara perusahaan
dan shareholder. Teori keuangan tata kelola perusahaan mengikuti pendekatan monis, sebab
perhatian utama mereka adalah ekses manajerial yang menyebabkan pengambilalihan nilai
shareholder. Perusahaan Jerman-Jepang mengikuiti pendekaan pluralistik dalam tata kelola
perusahaan. Teori pluralistik fokus pada penciptaan nilai masing-masing entitas yang terlibat
dengan fungsi perusahaan. Entitas di dalam teori ini bukan hanya shareholder dan pemasok,
namun juga seluruh pihak terkait operasi perusahaan.
Teori shareholder hanya menangani sebuah kelompok pemilik, sedangkan teori
stakeholder muncul sebagai model raksasa dengan pemegang saham sebagai salah satu dari
sekian banyak stakeholder yang dipengaruhi oleh operasi perusahaan. Teori stakeholder
memiliki prinsip dasar yaitu kesejahteraan manusia.
Debat kepemilikan terpusat

Ekonomi benua ditemukan memiliki tingkat kepemilikan terpusat tinggi dan manajer
tidak dapat bertindak di luar kemauan mereka . Manajer harus membatasi diri untuk
menyusun strategi dari blockholders yang dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Konsentrasi
modal tinggi memiliki masalah pada rendahnya likuidasi pasar. Masalah itu menyebabkan
kos modal akan meningkat sehingga laba dan deviden akan menurun. Terlalu tingginya
konsentrasi pada modal akan menurunkan kemungkinan mengeksploitasi peluang
diversifikasi.
Pandangan baru tata kelola perusahaan telah menghindarkan argumen luar-dalam
yaitu penyelarasan insentif dan praktek kontrak yang lebih baik untuk diadopsi strategi
radikal luar dalam. Strategi itu menyerukan mekanisme control dari luar perusahaan guna
melindungi kekayaan investor serta shareholder dari pengambilalihan oleh orang dalam.
Kesiapan pasar untuk tenaga manajerial, dominasi pasar terhadap pengendalian perusahaan,
pengaruh peran transaksi saham dan regulasi pasar modal, dan sebagainya telah menciptakan
argument baru untuk mengatasi kesenjangan dalam literature tata kelola tradisional. Studi
kontemporer meneliti mengenai hukum dari negara asal perusahaan.
Peneliti menemukan bahwa traditional scholarship menawarkan lingkup terbatas
untuk memahami nuansa tata kelola perusahaan modern dengan merelegasi dirinya ke asumsi
lama mengenai penyebaran struktur kepemilikan dan masalah terkait pemisahan kepemilikan
dan pengendalian. Di sisi lain scholarship kontemporer menggagalkan universalisasi teori
penyebaran kepemilikan. Scholarship kontemporer meneliti baik paradigma kepemilikan
tersebar maupun terpusat serta mengusulkan model orientasi pasar untuk mengatasi masalah
tata kelola. Literatur tata kelola perusahaan akhir- akhir ini, fokus pada negara dengan
mekanisme tata kelola tertentu yang dilakukan di negara- negara Eropa Timur dan Asia.
Negara di kedua daerah tersebut memiliki karakteristik blockholders pengendali besar.
Perbandingan tata kelola perusahaan
Kemajuan terbaru dalam praktik tata kelola perusahaan di seluruh dunia telah
menyebabkanpengembangan pemikiran bahwa pola lintas-nasional pemerintahan berkumpul.
Model berbasis pasar telah dipuji sebagai mekanisme terbaik untuk membatasi pelanggaran
ringan perusahaan.
Sistem insider

Banyak perusahaan di negara- negara Eropa dan Asia menganut tata kelola
perusahaan sistem insider. Hal tersebut dapat dilihat dari karakteristik tingginya kepemilikan
terpusat, kekuatan voting terpusat, dan sejumlah besar hubungan antar perusahaan yang
terjalin serta kepemilikan lintas perusahaan. Sistem ini menyebabkan investor institusional
tidak mempunyai suara dalam mengendalikan perusahaan.
Sistem Jepang merupakan sistem yang berlandaskan pada kepercayaan serta
pendekatan berdasarkan hubungan. Kepemilikan berdasarkan sistem keiretsu (investasi
hubungan) yaitu shareholder dominan adalah bank (rekan keiretsu). Bank memegang
sejumlah saham kepemilikan dan dana promotor kapanpun dibutuhkan. Dana bank bukan
untuk mendapat keuntungan jangka pendek melainkan membangun hubungan jangka panjang
dan memainkan peran aktif sebagai rekan besar dalam operasi perusahaan. Tata kelola
perusahaan sistem Jerman membagi kepemilikan dalam beberapa kelompok investor (bank,
institusi investasi, perusahaan, pemerintah, dll), tetapi bank lebih mengendalikan aktivitas
perusahaan dibandingkan dengan pemegang modal langsung. Pasar modal Jerman kecil dan
likuid sehingga bank memainkan peran lebih besar dalam penyaluran modal pada
perusahaan.Tidak ada kelompor investor yang berbedadi dalam tata kelola Perancis. Tata
kelola Perancis dibuat secara terstruktur oleh pemerintah untuk melindungi perusahaan dari
pengambilalihan dan kompetitor kuat. Bank serta manajemen perusahaan merupakan pemain
tidak dominan. Keadaan ini sering disebut sebagai dirigisme.
Sistem Outsider
Sistem outsider ditandai dengan adanya penyebaran struktur kepemilikan secara luas,
pasar modal likuid, dan rendahnya kepemilikan lintas perusahaan. Sistem outsider dapat
terjadi karena adanya kesiapan pasar untuk pengendalian perusahaan serta pasokan instan
tenaga kerja manajerial.
Model tata kelola perusahaan Amarika merupakan contoh terbaik dari pemegang
saham terpecah. Pasar modal Amerika merupakan pasar modal yang memiliki keefisienan
tinggi dan likuid, serta diperkuat dengan kuatnya kerangka hukum dan regulator independen
yaitu Securities and Exchange Commission (SEC). Regulator independen berfungsi sebagai
penjamin bahwa modal tidak diakumulasikan oleh satu kelompok pemegang saham melalui
metode tidak wajar. Tata kelola di Inggris berdasarkan pada gagasan dan praktik individual,
short-termism, kompetisi, serta kepercayaan kuat mengenai kapitalisasi berorientasi pasar. Di

negara ini, kepemilikan didominasi oleh investor instutisional. Inggris memiliki regulasi kuat
untuk melindungi berbagai kepemilikan.
Sistem transisi
Dalam beberapa decade terakhir, negara di Eropa Timur yang telah diprivatisasi
menunjukkan peningkatan afinitas menuju model market-driven walaupun struktur
kepemilikan masih memiliki sisa kepemilikan insider. Privatisasi telah membantu
memunculkan kepemilikan insider perusahaan di negara NIS (newly independent states).
Studi empiris mengenai ekonomi transisi menunjukkan bahwa negara dengan karakteristik
konsentrasi kepemilikan tinggi setelah program restrukturisasi mempunyai kinerja sangat
baik secara finansial. Sistem ini walaupun belum sebaik sitem insider, telah menciptakan tren
baru untuk menerima dan mengimolementasikan praktik perusahaan global terbaik.
Kebanyakan rekomendasi dikarakteristikan dengan pemenuhan sukarela. Sistem legal
di beberapa negara menyebutkan tata kelola perusahaan terbaik tidak bisa diwajibkan karena
rekomendasi alami yang hanya mencari pemenuhan sukarela. Meski terdapat konvergensi
praktik perusahaan terbaik, konvergensi total tidak bisa dilakukan kecuali negara tersebut
mengikuti kode hukum umum perusahaan
Debat pada perbedaan
Dua perdebatan yang sangat penting yang muncul untuk menjelaskan alasan di balik
undang-undang tata kelola perusahaan yang berbeda di negara yang berbeda adalah teori
prasyarat politik dan jalur ketergantungan.

1.Teori prasyarat politik


Berbeda dengan Amerika Serikat atau ekonomi berorientasi pasar lainnya yang
ditandai dengan struktur kepemilikan menyebar dan karenanya mengikat kepentingan
manajer dan kepentingan pemegang saham yang merupakan pusat untuk agenda tata kelola
perusahaan, mengembangkan ekonomi dan negara-negara yang berorientasi ke dalam
(insider) lebih termotivasi oleh motif kesejahteraan sosial. Manajer dipaksa oleh demokrasi
sosial melewatkan beberapa keuntungan memaksimalkan tujuan untuk kesejahteraan
masyarakat, untuk memastikan stabilisasi kerja dan menggunakan modal untuk menjaga
bisnis berjalan pada tingkat yang stabil bukan perampingan pada saat-saat pasar tidak selaras

dengan kemampuan produksi perusahaan (Roe, 2000).


Tatanan demokrasi merupakan suatu panggilan untuk melindungi kepentingan
karyawan setiap kali ada konflik antara karyawan dan pemegang saham. Hal ini
menyebabkan peningkatan biaya agensi di negara-negara seperti disediakan kontrol di tangan
kelas manajerial.
Mengingat perbedaan dalam perspektif politik bangsa sulit bagi setiap bangsa untuk
cepat beradaptasi dengan praktik terbaik asing. Beberapa negara berada dalam posisi yang
lebih baik untuk mengumpulkan modal karena kehadiran politik mereka secara internasional
dan juga karena struktur internal mereka dari pemerintahan yang didefinisikan dengan baik
sehingga risiko penyebaran menjadi lebih mudah bagi mereka.
Di sisi lain, negara-negara yang terganggu dengan kepentingan politik yang sempit
gagal untuk bergabung sebagai pendorong yang kuat dari perubahan. Perlindungan yang
berlebihan bagi karyawan, pertengkaran politik dalam negeri, korupsi dan nepotisme
menghambat kemajuan dalam mandat hukum yang konsisten dengan kebutuhan tata kelola
perusahaan internasional. Meskipun negara-negara seperti Jepang, Korea dan Jerman tidak
memiliki pasar modal yang likuid dan terbelit dengan masalah serikat pekerja dan masalah
keamanan dan kesejahteraan karyawan, namun praktik tata kelola perusahaan mereka bisa
dibandingkan antara yang terbaik di dunia.
Jadi, tidak bisa dikatakan bahwa jika diberikan suatu struktur politik tertentu akan
menghasilkan sesuatu yang baik. Di mana Amerika Serikat dan Inggris yang tampil dengan
model pasar-sentris mereka, Jerman, Jepang dan Perancis juga berkinerja sama baiknya
dengan model insider yang mereka kelola. Demokrasi sosial mungkin memiliki sistem hukum
yang kuat yang melindungi kepentingan karyawan sedangkan ekonomi kapitalistik mungkin
memiliki mekanisme perlindungan investor yang kuat. Perbedaan dalam sistem hukum
negara ini menyebabkan perbedaan dalam praktik tata kelola perusahaan.
2. Teori jalur ketergantungan
Kontribusi utama untuk pengembangan argumen ini dibuat oleh Lucian Bebchuk dan
Mark Roe (1999) dalam paper mereka A theory of path dependence in corporate ownership
and governance. Hasil penelitian sejalan dengan argumen mereka.
Teori ketergantungan jalan menyoroti alasan mengapa meskipun tekanan internasional
untuk memusat, beberapa negara bervariasi dalam proses pemerintahan mereka. Meskipun
praktek bisnis terlihat memusat di negara maju, negara individu tidak menempatkan upaya

mereka untuk memusat dalam sistem hukum dan ekonomi mereka bersamaan dengan
perubahan internasional. Bebchuk dan Roe (1999) berpendapat bahwa ini adalah tipe dari
fenomena jalur ketergantungan yang didorong baik oleh struktur atau aturan mekanisme
bergantung pemerintahan sebuah negara.
Mendukung peraturan jalur ketergantungan, di sisi lain, menunjukkan bahwa
meskipun mungkin ada konvergensi dalam sistem ekonomi dua negara, namun aturan yang
mereka ikuti mungkin berbeda karena pola aturan awal bahwa negara-negara individu
diadopsi dengan struktur kepemilikan awal mereka. Misalnya, meskipun negara-negara
transisi mungkin privatisasi dan menjadi berorientasi pasar, namun aturan bahwa mereka
telah mengikuti di era pra-privatisasi masih akan menempel pada struktur kontrol pascadiprivatisasi mereka membuat perubahan proses yang sulit. Meninggalkan pola aturan awal
untuk mengadopsi yang baru tidak mudah karena aturan hukum sering kali by-products dari
proses politik.
Tantangan untuk tata kelola perusahaan global
Salah satu tantangan terbesar untuk tata kelola perusahaan global adalah konvergensi
praktik terbaik perusahaan serta konvergensi sistem hukum korporasi global. Kemauan
politik benar-benar penting untuk pengembangan sarana dan metode untuk mengintegrasikan
praktik perusahaan domestik dengan standar terbaik yang diikuti secara internasional. Hanya
kemudian integritas sistem ekonomi suatu negara bisa tercermin dengan baik dan investasi
asing di bisnis dalam negeri meningkat. Hanya kompilasi laporan tata kelola dan
rekomendasi untuk tetap selaras dengan perkembangan di seluruh dunia tidak akan
memastikan praktek tata kelola yang baik. Mengingat sifat sukarela dari kepatuhan terhadap
rekomendasi, banyak sektor ekonomi, negara-negara terutama Asia yang terbiasa untuk
menyelesaikan kebebasan dan sesuatu yang tak terkendali mungkin tidak suka untuk secara
sukarela mengungkapkan transaksi bisnis mereka. Hal ini kemudian akan meninggalkan
kesenjangan besar dalam integritas pemerintahan bisnis negara itu.
Membangun sistem hukum untuk menjamin pertumbuhan kepemilikan institusional
mungkin merupakan tantangan terbesar yang dihadapi tata kelola perusahaan global saat ini.
Dalam situasi di mana dikotomi sistem insider dipimpin ke luar yang berorientasi pada
tempat di sebagian besar perekonomian transisi pasca-diprivatisasi, pembangunan institusi
masih merupakan tantangan besar. Upaya untuk mengembangkan pasar likuid seiring dengan
pertumbuhan sistemik institusional investor akan membantu dalam mengadopsi standar
global praktek terbaik perusahaan.

Kesimpulan
Karena negara-negara memiliki perbedaan dalam struktur politik mereka, kesamaan
dalam proses pemerintahan adalah higly unlikly. Institustional politik suatu negara
menentukan model ekonomi dalam negara itu sendiri,seperti disebutkan sebelumnya di jalur
tergantung argumen, negara menggunakan model dan pola pemerintahan mereka yang telah
diwariskan. Namun,beberapa negara mulai melakukan transisi untuk meniru praktik tata
negara lain, hal itu telah menyebabkan beberapa dampak positif. Namun transisi ini juga
dapat menyebabkan turbulance dalam negara tersebut.
Masalah tata kelola perusahaan tidak berakhir dengan meniru praktik terbaik dari
beberapa negara lain. Sebaliknya, pemerintah juga harus menyesuaikan tata kelola
perusahaan lain agar dapat diterapkan dalam negara yang bersangkutan. Konvergensi dalam
praktik tata kelola perusahaan tentu tidak mungkin diberikan karena adanya sistem hukum
dan politik yang berbeda yang berlaku di berbagai negara.
Keinginan beberapa negara terhadap model the outsider-oriented akan hilang dengan
sendirinya setelah negara gagal mengadopsi model pasar sepenuhnya. Namun demikian,
paradikma baru dari praktek tata kelola perusahaan akan muncul di dalam ekonomi
eksperimental dengan keseimbangan yang tepat yang berorientasi pada pasar, relationshipbased dan the native models of governance.
Evaluasi
Menurut kami, penelitian dengan judul Global Corporate Governance: debates and
challenges merupakan penelitian yang menarik untuk dibahas. Hal itu karena penelitian ini
memilih tema yang menarik mengenai penerapan metode dalam suatu negara. Penelitian ini
juga penting karena berisi argumen dan tantangan bagi negara dalam menerapkan suatu
metode, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menggunakan
suatu metode tertentu. Tetapi menurut kami, penelitian ini juga memiliki beberapa
kekurangan. Yang pertama,kurangnya penjelasan mengenai masalah yang menjadi dasar
didalam penelitian, dan begitu pula dengan metode yang digunakan. Yang kedua, sampel
yang dipilih dalam penelitian ini kurang jelas dan berbeda beda, sehingga mempersulit
dalam membandingkan.

CRITICAL REVIEW
Global Corporate Governance: Debates and
Challenges

Disusun Oleh :
1. Almira HeganaE
2. Twefana Apsela J
3. Veronia Fauziyah Verose
4. Wahyu Jati

(F0312006)
(F0313096)
(F0313097)
(F0313099)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2016

Anda mungkin juga menyukai