Perforasi Intestinal
Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan dalam bidang bedah dimana
terjadinya ruptur dinding intestinal1
dan nyeri tekan abdomen umum mengindikasikan peritonitis10. Nyeri tekan, nyeri
ketok, nyeri lepas dan kekakuan dinding perut dikarenakan terdapatnya darah atau
cairan usus yang memberikan rangsangan peritoneum.7
c. Pemeriksaan rectum: adanya darah menunjukkan adanya kelainan pada kolon,
kuldosintesis kemungkinan adanya darah dalam lambung7.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Leukositosis, mengindikasikan terjadi infeksi10
b. Kultur darah untuk organisme aerob dan anaerob10
2. Radiologi
a. Posisi tegak abdomen adalah langkah tepat mendiagnosis pasien dengan riwayat dan
gejala klinis perforasi usus. Tetapi, pada 30% pasien tidak ditemukan udara bebas. 10
b. Posisi terlentang dan tegak abdomen merupakan langkah awal untuk mendiagnosis
pasien dengan riwayat dan gejala klinis mengarah ke perforasi usus10. Hal-hal yang
dapat ditemukan:
1. Udara bebas subdiafragma. Jika jumlah udaranya banyak dapat ditunjukkan dengan
poto abdomen terlentang dan permukaan dalam dan luar dari permukaan dinding
abdomen dapat dengan jelas dibedakan. 10
2. Ligamentum falciparum tampak: ligamentum tampak sebagai struktur obliq dari
kuadran kanan atas sampai dengan umbilicus, terutama ketika gas banyak terdapat
pada sisi lain ligamentum. 10
3. Air-fluid level (udara bebas): mengindikasikan terjadinya hydropneumoperitoneum
atau pyopneumoperitoneum pada posisi tegak abdomen. 10
3. Ultrasonography
a. Udara terlokalisaki yang berhubungan dengan perforsi usus dapat dideteksi,
terutama jika berhubungan dengan abnormalitas sonography. 10
b. Lokasi perforasi usus dapat dideteksi 10
c. USG abdomen dapat mengevaluasi hepar, spleen, pancreas, ginjal, ovarium, adrenal
dan uterus. 10
4. CT Scan Abdomen
a. CT scan dapat memberikan bukti perforasi misalnya perforasi ulkus duodenal dengan
kebocoran pada kandung kemih dan panggul kanan dengan atau tanpa udara bebas
nyata. 10
b. Menunujukkan perubahan inflamasi pada jaringan lunak dan abses fokal
divertikulosis10
F. Diagnosa banding
1. Ulkus peptic
2. Gastritis
3. Pankreatitis akut
4. Kholesistitis
5. Gastroenteritis akut
6. Endometriosis
7. Torsi ovari
8. Pelvic Inflamantory Disease
9. Salpingitis akut
10. Appendisitis akut
11. Diverticulum meckel
12. Demam typhoid
13. Kolitis ischemic
14. Chron disease
15. Inflamantory bowel disease
16. Kolitis
17. Konstipasi
I. Penatalaksanaan
1. Terapi utama perforasi adalah pembedahan10. Untuk perawatan medis darurat
mencakup:
a. Pemasangan pipa lambung untuk dekompresi dan pengisapan cairan lambung,
mencegah kontaminasi lebih lanjut rongga peritoneum oleh cairan lambung7.
b. Akses intravena dan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan dehidrasi dan
septicemia10
c. Tidak memberikan apapun lewat mulut10
d. Pemberian antibiotic intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Antibiotik
mencakup organisme aerob dan anaerob. Tujuan dari terapi antibiotic adalah
membasmi infeksi dan meminimalisir komplikasi post operasi10.
e. Akan tetapi jika gejala dan tanda-tanda peritonitis general tidak ada, terapi non
operative dapat dilakukan dengan antibiotic terhadap bakteri gram negative dan
positif10.
2. Terapi pembedahan: Tujuan dari terapi pembedahan adalah
a. Memperbaiki masalah dasar anatomi10
b. Memperbaiki penyebab peritonitis10
c. Mengeluarkan benda asing dikavitas peritoneum yang menghambat sel darah putih
dan memacu pertumbuhan bakteri. (feses, makanan, empedu, sekresi gastic atau
intestinal, darah) 10.
3. Tindakan preoperatif
a. Mengkoreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Pergantian cairan ekstraselular
dengan pemberian Hartman solution atau cairan yang komposisinya sama dengan
plasma10
b. Monitor tekanan vena sentral penting pada pasien kritis dan orang tua yang
mempunyai gangguan kardiovaskular yang dapat kambuh dengan kehilangan banyak
cairan10
c. Pemberian antibiotik sistemik10
d. Nasogastric suscion untuk mengosongkan pencernaan dan mengurangi resiko
muntah10
e. Kateterisasi urin untuk menilai aliran urin dan pergantian cairan10
f. Pemberian analgesik10
4. Tindakan intraoperatif
Management operative tergantung penyebab perforasi. Melakukan operasi mendesak
pada pasien yang tidak respon dengan resulsitasi atau stabilisasi dan pemeliharaan urin
adekuat. Semua materi nekrosis dan cairan kontaminasi disingkirkan dan diberikan
antibiotik. Dekompresi distensi dengan tuba nasogastric10
5. Tindakan post operasi
a. Terapi intravena untuk memelihara volume intravaskular dan hidrasi pasien .
Memonitor dengan tekanan CVP dan urin10
b. Drainase nasogastric sampai dengan drainase menjadi minimal10.
c. Antibiotika10
d. Jika tidak ada perkembangan kondisi pasien 2-3 hari setelah operasi, pertimbangkan
hal-hal berikut:
1. Komplikasi terjadi10
2. Super infeksi terjadi pada tempat baru10
3. Dosis antibiotika tidak adekuat10
4. Antibiotik tidak berspektrum luas tidak mencakup organisme gram negatif10
J. Komplikasi
1. Infeksi luka
2. Luka gagal menutup
3. Abses abdominal
4. Kegagalan multiorgan dan shock septik
5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan pH
6. Perdarahan mukosa gastrointestinal
7. Obstruksi intestinal
K. Prognosis
Prognosis tergantung pada proses penyakit dan lamanya terjadi perforasi, biasanya
berhasil diperbaiki dengan pembedahan. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. INTESTINAL PERFORATION, http://www.medhelp.org/
2. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhana,.WI, Setiowulan., W., Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ketiga jilid 2, Hal 320-321, Media aesculapius, Jakarta.
3. Azer, SA, Intestinal Perforation, 2005, emedicine.com
4. Naaya,.HU, Eni, UE., Chama., Typhoid Perforation in Maiduguri, Nigeria, 2004,
Annals of African Medicine Vol. 3 No.2; 2004:69-72.
5. Cappendijk VC, Hazebroek FW. The impact of diagnostic delay on the course of acute
appendicitis, Arch Dis Child. 2000 Jul;83(1):64-6.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/utils/lofref.fcgi?
PrId=3051&uid=10869003&db=PubMed&url=http://adc.bmjjournals.com/cgi/pmidlooku
p?view=long&pmid=10869003
6. WHO
7. Armadsyah, I., Abdomen akut dalam buku kumpulan kuliah ilmu bedah, 1995,
Bagian bedah staf pengajar fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Abajo, FJ., Rodriguez, LA, Risk of upper gastrointestinal bleeding and perforation
associated with low-dose aspirin as plain and enteric-coated formulations, 2001, BMJ
Clinical Pharmacology (2001) 1:1
8. Lam, JPH., Eunson JG., Munro., FD., Orr J., Delayed presentation of handlebar
injuries in children, BMJ Volume 332 26 May 2001
9. Gastrointestinal
10. Emedicine
11. Abajo
12. Wada, M., Onda, M., Tokunaga,. Et all, Spontaneus gastrointestinal perforation in
patient with lymphoma receiving chemotherapy and steroids, J Nippon Med Sch 1999:
66(1).
13. Harrison buku 4