Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

DENGUE HAEMORAGIC FEVER


(DHF)

Disusun Oleh :
Nanang Itsnaini Kafidhul Aziz

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)


1. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai

dengan

adanya

manifestasi

perdarahan,

yang

bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer


&Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I IV dengan infestasi klinis
dengan 5 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka
kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak anak tetapi
lebih banyak menimbulkan korban pada anak anak berusia di bawah 15
tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang
disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes.
(Soedarto, 1990 ; 36).
2. ETIOLOGI
i.

Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam

Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu


virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis
virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

ii.

Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor

yaitu

nyamuk

aedes

aegypti,

nyamuk

aedes

albopictus,

aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang


berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
iii.

Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka

ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,


sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).

3. PATOFISIOLOGI
Infeksi Virus Dengue

Perbanyak diri di

hepar
Terbentuk komplek antigen-antibodi

Hepatomegali

Mengaktivasi sistem komplemen

Mual-

Muntah
PGE2 Hipotalamus

Dilepaskan C3a dan C5a (peptida)

Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Melepaskan histamin
Peningkatan suhu

Permeabilitas membran meningkat

tubuh

Kebocoran plasma
Hipovolemia
Renjatan hipovolemi dan hipotensi

Kerusakan

endotel
pembuluh
darah

Kekurangan volume cairan


Agregasi Trombosit

Ke ekstravaskuler

Trombositopenia

Merangsang
dan
Mengaktivasi
faktor
pembekuan

Efusi pleura dan asites

Dalam jangka waktu


lama menurun dan
terjadi DIC

Gangguan pertukaran gas

Intoleransi activity

Perdarahan
Gangguan perfusi jaringan
Hipoksia jaringan

Asidosis Metabolik

Kematian

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan


virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil
yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma.
Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi
trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni,
coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang
jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia
jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga
disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi
hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel
trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas
kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati;
trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

4. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE


1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
ii.

Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan

umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
iii.

Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun

pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39).
iv.

Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya

penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit


lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
5. KLASIFIKASI DHF
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.

Derajat I

Panas 2 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif

2.

Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan

spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,


melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3.

Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah

seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20
mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan
sistolik dibawah 80 mmHg.
4.

Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140

mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997):
a.

Derajat I

: Demam dengan test rumple leed positif.

b.

Derajat II

: Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain.
c.

Derajat III

: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun / hipotensi disertai dengan kulit dingin


lembab dan pasien menjadi gelisah.
d.

Derajat IV

: Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan

darah tidak dapat diukur.


6. TANDA DAN GEJALA
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat
penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
2. Asites
3. Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
5. Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah muntah, diare
maupun obstipasi dan kejang kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).

7. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA


Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi
HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari
1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada
infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan
akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam
stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap
jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal
haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:
1. Klinis:
a.

Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

b.

Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple


leed).

c.

Pembesaran hepar.

d.

Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah


menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.

2. Laboratorium:
a. Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih
dari 20%.

8. DIAGNOSA BANDING
1.

Belum / tanpa renjatan :


1. Campak
2. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok
pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)
v.

Dengan renjatan

1. Demam tipoid
2. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
vi.

Dengan perdarahan

1. Leukimia
2. Anemia aplastik
vii.

Dengan kejang

1. Ensefalitis
2. meningitis
9. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga penyakit
menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan, terdiri dari virus,
aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif
terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia terutama pada
vektornya. (Soemarmo, 1998 ; 56)
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1) manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS
2) memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor
pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita
veremia.
3) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu
sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,

Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling


penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat
perindukannya dengan melakukan 3M yaitu
1) Menguras tempat tampet penampungan air secara teratur sekurang
kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2) Menutup rapat rapat tempat penampung air dan
3) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat
menampung air hujan seperti dilanjutkan di baliknya.
10. PENATALAKSANAAN
11.
1.

Grade I dan II
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan
surface cooling. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

2.

Terapi cairan
a. infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk
anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 10 kg bersama sama di berikan minuman oralit,
air bauh susu secukupnya
b. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak banyaknya dan sesering mungkin.
c. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah
cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :
1) 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
2) 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
3) 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

10

4) 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg


5) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain,
antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan
hebat.
2. Grade III
a.

Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

b.

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg


dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi
dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan
kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
1. 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
2. 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
3. 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
4. 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam

keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah,
akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam
dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan
cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu
setelah dapat mengatasi renjatan. Apabila satu jam setelah pemberian
cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi,
tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

11

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a. Umur:

DHF

merupakan

penyakit

daerah

tropik

yang

sering

menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa.


b. Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.
c. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota
besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di
Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang
padat dan dalam waktu relatif singkat.
2. KELUHAN UTAMA
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit
kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sering terdapat riwayat sakit kapala, nyeri otot dan pegal pada seluruh
badan, panas. Sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati, mual, muntah
dan penurunan nafsu makan.
4. RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Tidak ada hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu
dengan penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah
menderita DHF, penyakit itu bisa terulang dengan strain yang berbeda.
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit ini tidak ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau
ibu.Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang
tinggal didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang

berdekatan) sangat menentukan karena penyakit ini dapat ditularkan


melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6. RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
a.

Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis


terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada
tempat penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi
jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk + 100 meter.

b.

Aedes albapictus.

7. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


a.

Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam
kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2
+ 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4
tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah
rata rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk
perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur
2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada
usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110
cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.

b. Tahap perkembangan.
1)

Perkembangan

psikososial

( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif


mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka
anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan
sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan
bahasanya.
2)

Perkembangan psikosexsual (
Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5
tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin
berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan
Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).

3)

Perkembangan

kognitif

( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase


preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7
tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab
akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
4)

Perkembangan moral berada


pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial :
sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman
dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh
keluarga.

5)

Perkembangan spiritual yaitu


mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar
yang benar salah untuk menghindari hukuman.

6)

Perkembangan body image


yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain
sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya
dengan kelompoknya.

7)

Perkembangan sosial yaitu


berada pada fase Individuation Separation . Dimana sudah bisa

mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan


sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan
sedikit atau tidak protes.
8)

Perkembangan bahasa yaitu


vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5
tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa
menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan
nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah
sederhana.

9)

Tingkah laku personal sosial


yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul,
mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan
mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.

10)

Bermain

jenis

assosiative

play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan


yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan
motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda
dengan roda tiga.
8. RIWAYAT IMUNISASI
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara
lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
9. RIWAYAT NUTRISI
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan
kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan
berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi

BBSekarang
100%
BBideal

Klasifikasinya sebagai berikut :


a. Gizi buruk kurang dari 60%
b. Gizi kurang 60 % - <80 %

c. Gizi baik 80 % - 110 %


d. Obesitas lebih dari 120 %
10. DAMPAK HOSPITALISASI
Sumber stressor :
a.

Perpisahan
1) Protes : pergi, menendang, menangis
2) Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
3) Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi

b.

Kehilangan kontrol : ketergantungan


fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan menyebabkan anak
malu, bersalah dan takut.

c.

Perlukaan

tubuh

konkrit

tentang

penyebab sakit.
d.

Lingkungan baru, memulai sosialisasi


lingkungan.

11. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM


a. Sistem Pernapasan / Respirasi
b. Sistem Cardiovaskuler
c. Sistem Persyarafan / neurologi
d. Sistem perkemihan
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
f. Sistem integumen
B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN,

TUJUAN,

KRITERIA HASIL,

INTERVENSI & RASIONAL


1.

Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi


virus dengue (viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan
perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 37, membran mukosa basah, nadi

dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.


Intervensi :
a. Berikan kompres (air biasa / kran).
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
( sesuai toleransi )
c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat pada klien.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah )
tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik
sesuai program.
2.

Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan


intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD
100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat,
Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a. Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
b. Observasi capillary Refill
c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ
urine.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.

3.

Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang


berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal

Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
4.

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat
badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu
dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
a.

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

b.

Observasi dan catat masukan makanan pasien

c.

Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering


dan atau makan diantara waktu makan

d.

Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung


gas.

e.

Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan


bagi proses penyembuhan.

5.

f.

Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

g.

Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.

Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor


pembekuan darah ( trombositopeni ).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat,

tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena),


trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
Intervensi :
a.

Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )

b.

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat
timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera
melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis),
berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).

c.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara


kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah
dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah,
nadi, suhu dan pernafasan).

d.

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah


lengkap).

e.

Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

f.

Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas
Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai