Infertilitas merupakan masalah yang dihadapai oleh pasangan suami istri yang telah
menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan senggama teratur, tanpa
menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan.1 Pada prinsipnya
masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi berdasarkan masalah yang sering
dijumpai pada perempuan dan masalah yang sering dijumpai pada laki-laki. Pendekatan yang
digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut digunakan
pendekatan organik, yang tentunya akan sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Faktor tersebut dapat saja merupakan kelainan langsung organnya, tetapi dapat pula
disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor infeksi, faktor hormonal,
faktor genetik, dan faktor proses penuaan.
Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya pasangan suami istri
belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas sekunder
jika pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun
pascapersalinan atau pasca abortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apapun.
Anamnesis
Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan suami
istri atau salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum, minuman beralkohol. Perlu
juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti
antihipertensi, kortikosteroid, dan sitostatika.
Jika pada wanita, siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan
siklus haid normal jika berada dalam kisaran 21-35 hari. Sebagian besar perempuan dengan
siklus haid yang normal akan menunjukan siklus haid yang berovulasi. Untuk mendapatkan
rerata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3-4 bulan terakhir. Perlu juga
diperoleh informasi apakah keluhan nyeri haid setiap bulannya dan perlu dikaitkan dengan
adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri atau terdapat penggunaan obat
penghilang nyeri saat haid terjadi.2
Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang dilakukan selama
ini. Akibat sulitnya menentukan saat ovulasi secara tepat, maka dianjurkan bagi pasutri untuk
melakukan senggama secara teratur dengan frekuensi 2-3 kali per minggu.
Pemeriksaan Fisik
1
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas adalah
pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang.
Penentuan indeks massa tubuh perlu dilakukan dengan menggunakan formula berat badan
(kg) dibagi dengan tinggi badan (m2). Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih
dari 25kg/m2termasuk dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan erat
dengan sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19kg/m2seringkali dikaitkan dengan
penampilan pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis seperti
infeksi tuberkulosis (TBC), kanker, atau masalah kesehatan jiwa seperti anoreksia nervosa
atau bulimia nervosa.2
Adanya pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada
yang lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat yang
banyak
dan
tidak
normal
pada
perempuan,
seringkali
terikat
dengan
kondisi
terputus
Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi
Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma
Gunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampung sperma
Tabung sperma haarus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal, dan waktu
pengumpulan sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi atau
senggama terputus).
Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma.
Hindari paparan temperatur yang terlampau tinggi (> 38 o) atau terlalu rendah (<15o)
atau menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh.
Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah kriteria
normal berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO). Hasil dari analisis sperma
tersebut menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan kualitas
sperma berdasarkan kensentrasi, mortalitas dan morfologi sperma.2
Volume
Waktu likuefaksi
pH
Konsentrasi sperma
Jumlah sperma total
Lurus cepat (gerakan yang progresif dalam
2 ml atau lebih
Dalam 60 menit
7,2 atau lebih
20 juta per mililiter atau lebih
40 juta per mililiter atau lebih
25 % atau lebih
50 % atau lebih
cepat (1)
Morfologi normal
Vitalitas
Lekosit
Keterangan :
Definisi
Normozoospermia
Oligozoospermia
Astenispermia
Teratozospermia
Azospermia
Aspermia
Kristospermia
Dua atau tiga nilai analisis sperma diperlukan untuk menegakkan diagnosis adanya
analisis sperma yang normal. Namun, cukup banyak melakukan analisis sperma tunggal jika
pada pemeriksaan telah dijumpai hasil analisis sperma normal, karena pemeriksaan analisis
sperma yang ada merupakan metode pemeriksaan yang sangat sensitif. Untuk mengurangi
nilai positif palsu, maka pemeriksaan analisis sperma yang berulang hanya dilakukan jika
pemeriksaan analisis sperma yang pertama menunjukkan hasil yang abnormal. Pemeriksaan
amalisis sperma kedua dilakukan dalam kurun waktu 2-4 minggu.2
Differential Diagnosis
Kelainan Anatomi Organ Genitalia Wanita
Vagina
Kemampuan menyampaikan sperma ke dalam vagina sekitar serviks perlu untuk fertilitas.
Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini ialah adanya sumbatan atau
peradangan. Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau disparenia, sedangkan sumbatan
anatomik dapat karena bawaan atau perolehan. Vaginitis karena Kandida albikans atau
Trikomonas vaginalis hebat dapat merupakan masalah, bukan karena antispermisidalnya,
melainkan antisenggamanya.3
Masalah serviks
4
Gangguan
hormonal
biasanya
merupakan
faktor
utama
penyebab
Pre
Testikuler
Testikuler
o Anomali kromosom
6
o
o
o
o
o
o
o
Pasca
Testikuler
Anorkhismus bilateral
Gonadotoksin: obat-obatan, radiasi
Orchitis
Trauma testis
Penyakit sistemik: gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
Kriptorkismus
Varikokel
Patofisiologi
Fisiologi Reproduksi Pria
Kemampuan seorang pria untuk memberikan keturunan tergantung pada kualitas
sperma yang dihasilkan oleh testis dan kemampuan organ reproduksinya untuk
menghantarkan sperma bertemu dengan ovum. Kualitas sperma yang baik dapat dihasilkan
oleh testis yang sehat setelah mendapatkan rangsangan dari organ-organ pretestikuler melalui
sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad. Kemampuan sperma untuk melakukan fertilisasi
ditentukan oleh patensi organ-organ pasca testikuler dalam menyalurkan sperma untuk
bertemu dengan ovum.6
Spermatogenesis
Sperma diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Proses ini diatur
oleh sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad. Hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin
releasing hormone (GnRH) yang merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk memproduksi
hormon gonadotropin yaitu follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH).
Produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig di dalam testis diatur oleh LH dan
pada
kadar
tertentu,
testosteron
memberikan
umpan
balik
negatif
kepada
Komposisi cairan yang diejakulaiskan atau disebut mani/ cairan semen terdiri atas
spermatozoa (1%), cairan vesikula seminalis (50-55%), cairan prostat (15-20%), dan cairancairan dari epididimis dan vas deferens.
Setelah di deposit di dalam vagina, sperma masih dapat hidup hingga 36-72 jam.
Dalam waktu 5 menit sperma dapat bergerak mencapai ampula tuba falopii dan setelah
mengalami perubahan fisiologis bertemu dengan ovum dan terjadilah fertilisasi.6
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan
hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan
peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obatobatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido.
Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya
pancaran
sperma.
Suhu
disekitar
areal
testis
juga
mempengaruhi
abnormalitas
wanita
yang
didiagnosis
dengan
infertilitas,
kira-kira
3%,dengan jangkauan 728%, tergantung pada usia seorang wanita. Namun, insidensi dari infe
rtilitas primer telah meningkat, bersamaan dengan penurunan insidensi infertilitas sekunder,
yang kemungkinan besar akibat perubahan sosial seperti penundaan kehamilan. Data yang
berasal dari National Survey of Family Growth tahun 1995 mengungkapkan bahwa 7% dari
pasangan yang sudah menikah, di mana pasangan wanita adalah usia reproduksi, tidak
mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi.
Selain itu, 15% dari wanita usia reproduksi dilaporkantelah menerima pelayanan infertilitas
dalam hidup mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan pelayanan infertilitas
telah meningkat, terutama di negara-negara Barat. Alasanutama hal ini adalah kecenderungan
wanita untuk kehadiran seorang anak karena karir pekerjaan.6
Faktor-faktor lainnya, antara lain adanya peningkatan dan efektivitas berbagaimetodeassisted
reproductive technology (ART), kesadaran masyarakat yang semakintinggi berkaitan dengan
penanganan infertilitas, peningkatan jumlah infertilitas akibatfaktor tuba sebagai konsekuensi
dari penyakit menular seksual, dan tersedianya alatkontrasepsi yang efektif, dan peningkatan
ketersediaan pelayanan aborsi.6
9
Penatalaksanaan
Pengobatan infertilitas pada pria terlebih dahulu ditujukan langsung pada etiologi
yang menyebabkannya. Pengobatan ini dapat meliputi terapi medis atau pembedahan, seperti
koreksi verikokel atau koreksi pada penyumbatan vas deferens. Teknik bantuan reproduksi
lebih sering dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah sperma. Sperma dapat dicuci,
dikonsentrat dan diletakkan langsung pada rongga uterus dengan inseminasi buatan.7
Ketersediaan teknologi reproduksi secara luas telah merevolusi pengobatan
infertilitas, membuat kehamilan mungkin terjadi pada keadaan yang sebelumnya tidak dapat
diterapi. Terapi yang paling sering adalah IVF(In vitro fertilization), dimana oosit multiple
yang dipisahkan difertilisasi oleh spermatozoa didalam laboratorium. Embrio-embrio yang
dihasilkan ditumbuhkan di dalam laboratorium selama 2-5 hari, kemudian sekelompok
embrio dipilih dan dipindahkan kembali ke rongga uterus. IVF standar dapat dimodifikasi
melalui beberapa cara. Pada kasus infertilitas pria yang berat, sperma dapat disuntikkan
langsung ke dalam sitoplasma oosit untuk menimbulkan fertilisasi (injeksi sperma
intrasitplasma/intracytoplasmic sperm injection, ICSI). Sperma-sperma ini mungkin imotil.
Sperma tersebut dapat diambil langsung dari vas deferens, epididimis atau bahkan testis pada
pria dengan azoospermia obstruktif. Akhirnya, teknologi yang berkembang baru-baru ini
memeungkinkan pemeriksaan genetic pada embrio yang dihasilkan melalui IVF. Dengan
menggunakan diagnosis genetik praimplantasi (pre-implantation genetic diagnosis, PGD),
blastomer tunggal diangkat dari blastokista yang sedang berkembang. Blastomer ini dapat
diskrining untuk berbagai defek gen yang diturunkan atau jumlah kandungan kromosom.
Hasil skrining dapat digunakan untuk menyeleksi embrio-embrio yang akan dipindahkan
kembali ke uterus.7
Pencegahan
Infertilitas pada pria berperan dalam 40 % kasus yang dihadapi dokter. Penyebabnya
adalah pelebaran pembuluh darah balik/vena di sekitar buah zakar yang disebut varikokel.
Selanjutnya karena adanya sumbatan/obstruksi pada saluran sperma terjadi pada 15 % pria.
Sedankangkan 20 % sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya gangguan
hormon, kelainan bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi atau ejakulasi namun ternyata ada
pula sekitar 20-25 % penderita tidak diketahui penyebabnya.Beberapa hal yang dapat
dilakukan adalah:
10
kehamilannya, maka pada infertilitas primer terdapat penurunan yang tetap setelah umur 30
tahun. Pada infertilitas sekunder terdapat juga penurunan, akan tetapi tidak securam seperti
pada infertilitas primer. Penyelidikan tersebut selanjutnya mengemukakan bahwa istri yang
baru dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 3 tahun kurang, prognosis
kehamilannya masih baik. Akan tetapi, kalau sudah dihadapkan selama 5 tahun lebih,
prognosisnya buruk. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak menunda pemeriksaan dan
pengobatan infertilitas selama 3 tahun lebih.4
Kesimpulan
Ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan, dimana wanita belum
mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2 3 kaliseminggu, tanpa memakai
metode pencegahan selama 1tahun. Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika
sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu,
dikatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal untuk memperoleh
kehamilan setelah satu tahun pascapersalinan atau pasca abortus, tanpa menggunakan
kontrasepsi apapun.
Daftar Pustaka
1. Setiati S, Laksmi PW. Kesehatan perempuan. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I.
Edisi ke-5. Interna Publishing. Jakarta: 2009.h.108-9.
2. Manuaba IBG. Kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2004. h. 29-31.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik evaluasi diagnosis &
fungsi dibangsal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2005. h. 451-72.
4. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2009. h. 687.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Infertilitas. Kapita
selekta kedokteran. Edisi ke-3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2001. h.389.
12
13