Anda di halaman 1dari 301

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

GEGER KALIJODO

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Sejarah Singkat Pemikiran
Kebangsaan Indonesia

he founding father mencoba merumuskan ciri kebangsaan


dari berbagai teori yang ada. Beberapa pemikir barat yang sering
dikutip mereka dalam ruang-ruang diskusi dan perdebatan...

Di Indonesia hidup berbagai ragam etnik


dan suku bangsa, yang mendiami pulau-pulau
yang membujur dari Sabang sampai Merauke.
Keberadaaan dan keragaman etnik ini
merupakan warisan kerajaan-kerajaan lama.
Harsya Bachtiar (1976) menyebutkan, Indonesia sebenarnya terdiri dari nation-nation lama
yang kemudian terintegrasi ke dalam nasion
Indonesia. Berbagai kelompok etnik dan suku
bangsa merupakan tulang punggung bagi
keberadaan nation Indonesia.
Sependapat dengan Bachtiar, Antropolog
Parsudi Suparlan, berpendapat bahwa sebagai
sebuah bangsa, Indonesia merupakan sebuah
satuan masyarakat terdiri atas masyarakat suku
bangsa yang secara bersama-sama
3

GEGER KALIJODO

mewujudkan diri sebagai satu bangsa atau nation. Suparlan (1979) menjelaskan mengenai
suku-suku bangsa yang ada di Indonesia
sebagai berikut:
Suku-suku bangsa di Indonesia, telah ada sejak
sebelum tercetusnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang menandai keberadaan bangsa Indonesia. Masing-masing suku bangsa menempati
wilayah yang secara turun-temurun mereka akui
sebagai wilayah tempat sumber-sumber kehidupan
mereka yang menjadi haknya dan yang mana hak
tersebut diakui oleh suku bangsa lainnya.

Masing-masing suku bangsa mengembangkan kebudayaannya sesuai dengan corak


potensi-potensi sumberdaya dalam lingkungan
hidup masing-masing dan sesuai dengan tematema budaya atau pandangan hidup dan etos
yang dipunyai. Oleh karena itu, masing-masing
suku bangsa mempunyai corak kebudayaan
yang berbeda satu dengan lainnya.
Perbedaan kebudayaan antara satu suku
bangsa dengan suku bangsa lainnya bukan
hanya terwujud secara horisontal, yang artinya
satu sama lain berbeda dan tidak dapat saling
memahami. Akan tetapi perbedaan kebudayaan
tersebut juga dapat dilihat secara vertikal, yang
berarti ada yang masih hidup dengan sistem
ekonomi dan teknologi sederhana dengan hidup
dari mengumpulkan dan memanfaatkan hasil
hutan serta bertani di ladang berpindah secara
rotasi. Di pihak lain, sudah ada masyarakat4

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

masyarakat suku bangsa yang sudah mengenal


sistem feodal atau kerajaan yang terpusat
kekuasaannya di daerah perkotaan.
Pola hubungan antarsuku bangsa bergerak
secara dinamis, terutama di kawasan-kawasan
perdagangan, di daerah pesisir pantai. Di kotakota inilah beragam etnik bertemu. Selain dalam
bidang perdagangan, interaksi yang semakin
intensif berlangsung dalam berbagai kegiatan
sosial. Hal inilah yang membuat tempat-tempat
umum menjadi penting keberadaanya sebagai
wadah untuk mengakomodasi perbedaanperbedaan yang ada, serta sebagai perantara
yang menjembatani hubungan antarsuku
bangsa.
Interaksi berlangsung lebih erat dengan
kesamaan bahasa yang mereka gunakan
sehari-hari, yaitu bahasa Melayu. Bahasa ini
secara efektif menjadi meditor perbedaan
bahasa ibu masing-masing etnik, khususnya
dalam beragam transaksi di pasar, karena
itulah kemudian bahasa melayu disebut
sebagai lingua franca. Dalam masa pergerakan
nasional, saat semangat kebangsaan, menjadi
ideologi baru untuk bersatu. Dipelopori oleh
para pemuda terpelajar dari berbagai etnis di
negeri jajahan Belanda, pada 28 Oktober 1928,
lahir satu kontrak sosial pertama antarkelompok
suku bangsa, dalam satu ikatan tanah air,
bangsa, dan bahasa, yaitu Indonesia. Momen5

GEGER KALIJODO

tum penting yang sangat menentukan perjalanan


sosial politik bangsa itu, kemudian dikenal
sebagai Sumpah Pemuda.
Para pendiri bangsa ini menyadari, bahwa
rakyat Indonesia terdiri dari keanekaragaman
etnis dan suku bangsa. Karena itulah jauh-jauh
hari The founding father mencoba merumuskan
ciri kebangsaan dari berbagai teori yang ada.
Beberapa pemikir barat yang sering dikutip
mereka dalam ruang-ruang diskusi dan
perdebatan, salah satunya pendapat pemikir
Perancis, Ernest Renan, adalah yang paling
populer di kalangan kaum pergerakan. Renan,
memberikan gambaran tentang bangsa dalam
satu pertanyaan Quest ce quune nation?
Pertanyaan yang ia ajukan itu kemudian
dijawabnya sendiri, bahwa bangsa itu dibentuk
atas keinginan bersatu: Le desir detre
ensamble, serta kesediaan untuk bersamasama berkorban. Pernyataan Renan yang
masyur itu, ia sampaikan di muka sidang
Akademia Perancis pada tanggal 11 Maret
1882.
Agar bangsa baru segera lahir, maka
haruslah ada sifat yang mendorong persatuan
itu. Misalnya: segala fakta kepahlawanan di
masa silam, penderitaan bersama dan
kesediaan berkorban di hari depan. Dengan
syarat-syarat ini, maka Renan merumuskan apa
yang dinamainya negara-negara atau nation:
6

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Suatu setia kawan yang luas mendalam dan


berdasarkan pengorbanan dan kesadaran yang
telah ditaburkan serta selanjutnya bersedia pula
akan ditaburkan. Oleh karena itu, bangsa-negara
ialah suatu ikatan jiwa.
Pikiran Renan hidup sampai
akhir abad ke-19 dan diikuti oleh Pernyataan
pemikir abad ke-20, di antaranya Renan yang
Lothrop Stodard. Stodard adalah masyur itu, ia
penulis buku Kebangkitan Ras sampaikan di
Kulit Berwarna, yang terkenal muka sidang
mampu mengilhami bangsa- Akademia
bangsa di Asia dan Afrika lepas Perancis pada
dari belenggu kolonialisme barat. tanggal 11
Pendapat lain, adalah dari Maret 1882.
pemikir Jerman, Otto Bauer. Ia
mendefinisikan suatu bangsa dengan
mengatakan Was ist eine Nation? Pertanyaan
ini dijawab Eine Nation ist eine aus
Schicsagemeinschaft erwachsene Chaktergemeinshcaft, suatu bangsa ialah suatu
masyarakat ketertiban yang muncul dari
masyarakat yang senasib.
Sementara itu, seorang sejarahwan yang
ahli mengenai nasionalisme, Hans Kohn
memberikan definisi tentang nasionalisme
sebagai berikut:
Nasionalisme adalah satu tata pikir dan tata rasa,
yang meresapi mayoritas terbesar sesuatu rakyat
dan menganggap dirinya meresapi semua anggota
rakyat itu. Nasionalisme mengakui negara nasional
7

GEGER KALIJODO

sebagai bentuk ideal organisasi politik dan


menganggap nasionalitas sebagai sumber bagi
tenaga budaya yang kreatif serta kesentosaan
ekono-mi. Karena itu kesetian tertinggi manusia
harus ditunjukkan kepada nasionalitasnya, karena
hidupnya itu sendiri disangka berakar di dalam-nya
dan kemungkinan oleh kesejahteraannya.1

Dari berbagai teori dan pemikiran yang


berkembang, para pendiri bangsa kemudian
merumuskan sendiri kriteria tentang bangsa,
sebagai berikut: Bangsa ditentukan oleh
keinsafan sebagai suatu persekutuan yang
tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit
karena percaya atas persamaan nasib dan
tujuan. Keinsafan itu bertambah besar oleh
karena, sama seperuntungan, malang yang
sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh
karena jasa bersama, kesengsaraan bersama,
pendeknya oleh karena peringatan kepada
riwayat bersama yang tertanam di dalam hati
dan otak.2
Di masa lalu, kesadaran baru itu belumlah
dapat diterima dan dimengerti oleh segenap
penghuni nusantara. Namun, peristiwa lahirnya
proklamasi pada 17 Agustus 1945 telah
memunculkan kesadaran baru di kalangan
kelompok-kelompok etnis yang ada, yakni
kesadaran akan sebuah bangsa yang bersatu
dan berdaulat. Itu pun hanya pada kalangan
tertentu atau para pemimpin golongan etnis.
Sementara di kalangan masyarakat
8

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kebanyakan kesadaran akan persatuan sebagai


sebuah bangsa belum sepenuhnya lahir.
Baru setelah pengakuan kedaulatan oleh
Belanda tahun 1949, proses pembentukan
masyarakat Indonesia mulai berjalan lancar.
Suasana saling mengenal antar berbagai
golongan etnis atau proses akulturasi budaya
semakin nampak sejalan dengan usaha-usaha
pemerintah ketika itu untuk menyatukan
masyarakat Indonesia dengan budayanya yang
khas.
Namun, pada kenyataannya, perjalanan
menjadi satu bangsa itu tidak berjalan mulus,
beragam friksi sosial terjadi. Tanpa terus
dipelihara, semangat kebangsaan yang kuat
dan keadilan di bidang ekonomi, akan menjadi
potensi pertentangan.
Pertentangan bisa cepat menjalar jika ada
ketidakserasian pandangan tentang nilai-nilai
persatuan yang terjadi antara para elit atau
tokoh golongan dengan masyarakat yang
dipimpinnya. Apalagi pada dasarnya, seperti
dikatakan Bachtiar, Bahwa masyarakat daerah
yang berbasis etnis itu masih merupakan apa
yang pada zaman pra-kemerdekaan disebut
sebagai nation-nation tersendiri.
Realitas itu pada gilirannya menghambat
usaha-usaha ke arah persatuan, sehingga
tidak jarang ketidakseragaman emosional di
kalangan elit politik saat itu melahirkan
9

GEGER KALIJODO

perselisihan di antara kelompok. Bahkan


kadang-kadang menimbulkan konflik-konflik
yang berujung pada gerakan pemberontakan
separatis.
***

10

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B
Berbagai Problem
Menjadi Indonesia

i masa lalu, pemerintah kolonial mengupayakan


pengelompokan tempat tinggal berdasarkan etnis sebagai bagian
dari strategi politik pecah belah (devide et impera), ini dilakukan
untuk mempertahankan kekuasaan-nya di tanah jajahan
nusantara.

Keberadaan kelompok etnik dan suku


bangsa merupakan tulang punggung bagi
keberadaan nation Indonesia. Konflik antar etnik
dan melemahnya nation Indonesia sebagai
faktor pengikat merupakan masalah besar bagi
eksistensi Indonesia. Beberapa pernyataan
daerah atau sebagian komunitas etnik seperti
Aceh, Riau, dan Irian Jaya mengindikasikan,
bahwa nation Indonesia cenderung melemah,
baik sebagai acuan nilai maupun sebagai pusat
administratif.3
Berbagai pihak menyoroti masalah
kerusuhan dan konflik sosial di atas, dianggap
sebagai akibat pembangunan di masa Orde
Baru yang salah dalam menerapkan kebijakan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya, sehingga
11

GEGER KALIJODO

menimbulkan berbagai masalah pembangunan


seperti kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan
pendapatan, marginalisasi dan lain
sebagainya. Sumber-sumber kerusuhan di
masa Orde Baru sering dianggap sebagai
dampak dari masalah kecemburuan sosial dan
ekonomi antara penduduk asli dan pendatang.
Kurun waktu dua tahun 1998 hingga 2000,
struktur masyarakat Indonesia kembali
mengalami pembelahan sosial, maupun
politik atas dasar suku, agama, ras, maupun
golongan. Pembelahan ini diperlihatkan oleh
kecenderungan kembalinya politik aliran pada
masa transisi politik sebagai sebuah identitas,
baik politik maupun sosial.
Akibat kerapuhan hubungan sosial di
beberapa daerah terjadi, bahkan ada yang
berkeinginan merdeka. Sementara di daerahdaerah lainnya, kerapuhan hubungan sosial
berubah menjadi kerusuhan seperti yang
terjadi di Situbondo (1996), Tasikmalaya
(1997), Rengasdengklok (1997), Sanggauledo
(1997), Karawang-Bekasi (1997), Kupang
(1997), Sambas (1999), Mataram (2000), dan
lain-lain.4
Berbagai pandangan pun berkembang
untuk mengungkap konflik-konflik sosial yang
membakar berbagai daerah di Indonesia
selama lima tahun terakhir. Misalnya, teori
kultur dominan yang dikembangkan oleh
12

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Bruner (Suparlan, 1999), mengasumsikan


adanya budaya yang kuat di satu tempat,
sehingga budaya-budaya lain yang dibawa
para pendatang tunduk dan menyesuaikan diri
terhadap kultur dominan. Model kultur dominan
ini dapat digunakan untuk menganalisis potensi
konflik antaretnik di suatu tempat, terutama bila
kultur dominan tersebut tidak ada. Melalui
pendekatan ini, Bruner menganalisis potensi
konflik beberapa suku bangsa di Bandung dan
Medan.
Dalam kasus Bandung, etnik Sunda
merupakan kelompok dominan yang menempati
posisi-posisi tertentu, baik dalam birokrasi
maupun lembaga pendidikan. Para pendatang,
seperti Jawa, menurut Suparlan menyesuaikan
diri dengan kultur dominan. Konflik yang terjadi
antara pendatang dengan penduduk asli tidak
menyebabkan diaktifkannya suku bangsa
(Jawa) sebagai acuan dalam menggalang
solidaritas sosial.
Hal demikian terutama terjadi pada suku
Jawa kelas menengah ke bawah. Sebaliknya,
suku Jawa kelas menengah ke atas cenderung
mempertahankan kultur Jawa. Mereka dapat
mempertahankan kultur Jawa karena posisiposisi sosial, ekonomi, dan politik mereka,
sehingga terbebas dari keharusan tunduk pada
kultur dominan. Di samping itu, kelompok kelas
menengah Jawa di Bandung lebih kosmopolit
13

GEGER KALIJODO

dan modern.
Kasus Medan, menurut Bruner, seperti
dikutip Suparlan, berbeda dengan Bandung. Di
Medan tidak terdapat kultur dominan. Orang
Jawa, sekalipun secara kuantitas mayoritas,
bukan merupakan kelompok dominan, karena
mereka berada pada posisi kelas menengah ke
bawah, sehingga tidak mempunyai kekuatan
sosial, ekonomi, dan politik. Dengan tidak
adanya kultur dominan di Medan, Bruner
menggambarkan, masing-masing suku bangsa
menciptakan keteraturan sosial dalam
lingkungan masyarakat suku bangsanya.
Sedangkan di tempat-tempat umum mereka
cenderung saling berkompetisi dengan
mengaktifkan masing-masing suku bangsa
sebagai instrumen untuk menggalang
solidaritas sosial.
Seperti halnya Medan, di Jakarta tidak
terdapat kultur lokal yang dominan. Etnik
Betawi yang merupakan penduduk asli Jakarta
bukan merupakan kultur dominan. Sebaliknya,
kultur Betawi menghadapi serangan dari
berbagai etnik pendatang, sehingga sering
dikatakan, kultur Betawi terancam mengalami
kepunahan. Karena itu, tidak mengherankan
jika MT Arifin seperti dikutip dalam penelitian
Indonesian Institute for Civil Society (INCIS),
mengkhawatirkan beberapa kelompok etnik di
Jakarta akan mengaktifkan solidaritas etnik.
14

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Mereka mengelompok dalam berbagai etnik,


dengan orientasi etnisitas yang cukup tinggi,
cenderung eksklusif, dan memiliki stereotip
(terhadap kelompok lain). Yang menarik ialah,
persaingan antarkelompok etnik dan orientasi
etnisitas merupakan faktor potensial bagi
terjadinya konflik antarkelompok etnik di Jakarta.
Potensi konflik bukan hanya
faktor kultural dan orientasi ....kultur Betawi
etnisitas yang tinggi, melainkan menghadapi
dipengaruhi oleh berbagai serangan dari
variabel lain, terutama variabel berbagai etnik
sosial ekonomi. Alqadari (1999) pendatang,
dalam menganalisis konflik etnik sehingga sering
di Ambon dan Sambas dikatakan, kultur
mengemukakan, bahwa variabel Betawi terancam
utama yang mendorong konflik mengalami
yakni variabel ekonomi. Konflik kepunahan.
akibat faktor ekonomi di Jakarta,
terutama antara penduduk asli dengan
pendatang, sangat potensial, seperti nampak
dalam laporan Habsjah (1999).5
Penelitian INCIS tentang Hubungan
Antaretnik dan Malasah Kebangsaan di Jakarta,
dengan mengambil sampel dari 10 kelompok
paguyuban dari berbagai etnik di Indonesia,
menunjukkan hanya etnis Aceh dan Papua yang
memang terus-menerus bergolak, menunjukkan
melemahnya rasa kebangsaan, ini ditunjukkan
dengan melemahnya perasaan sebagai bagian
15

GEGER KALIJODO

Indonesia.
Penelitian INCIS, seperti berbagai
penelitian tentang masalah kebangsaan di Indonesia, memang tidak ditujukan untuk melihat
konflik antaretnik dalam skala mikro. Seperti
interaksi antar komunitas di lingkungan yang
semakin sempit di Jakarta, serta bagaimana
pertarungan antarkelompok memperebutkan
sumber daya, menjadi pemicu terjadinya konflik
sosial.
Jakarta dihuni oleh berbagai kelompok
etnik yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Karena itu, Jakarta merupakan miniatur
yang menggambarkan hubungan antaretnik.
Selain itu, berbagai kelompok etnik yang ada
di Jakarta secara teoritis akan lebih kosmopolit
serta memiliki keterikatan yang lebih tinggi
terhadap nation Indonesia. Karena itu, berbagai
kelompok etnik di Jakarta dapat menjadi tolok
ukur bagi keberadaan berbagai kelompok etnik
di daerah lain.
Keberadaan suku bangsa di berbagai
wilayah di Jakarta, jika ditelusuri sejarahnya,
setua dengan keberadaan kota Jakarta itu
sendiri. Namun, secara administratif,
pengelompokan masyarakat berdasarkan suku
bangsa, baru dilakukan oleh pemerintah kolonial
Belanda. Ditandai dengan keberadaan
kampung-kampung yang didasarkan oleh
kesamaan daerah asal, misalnya Kampung
16

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Melayu, Kampung Bali, Kampung Bugis,


Kampung Ambon, Arab, dan lain-lain. Sampai
saat ini jejak-jejak peninggalan itu masih terlihat
di berbagai pelosok Jakarta.
Di masa lalu, pemerintah kolonial
mengupayakan pengelompokan tempat tinggal
berdasarkan etnis sebagai bagian dari strategi
politik pecah belah (devide et impera). Ini
dilakukan
untuk
mempertahankan
kekuasaannya di tanah jajahan nusantara.
Sejalan dengan berputarnya waktu,
perkembangan sebagai akibat dari asmilasi
dan akulturasi, yang berjalan secara alamiah,
pembaruan pun berlangsung. Walaupun masih
ada upaya mempertahankan tradisi dari setiap
komunitas warga, namun hubungan sosial
mereka dengan komunitas etnis lain berjalan
dengan baik dan dapat hidup berdampingan
dengan rukun.
Walaupun demikian, kehidupan antar etnis
di Jakarta, bukan tanpa riak-riak. Beberapa
kasus menunjukkan adanya pertentangan
antarkelompok warga yang berbeda asal
daerahnya. Walaupun dari sekian banyak
peristiwa tersebut, jarang kerusuhan
antarkelompok di Jakarta dipicu oleh perbedaan
etnis.
Perkelahian antarkelompok masyarakat
yang berbeda etnik sering kali disebabkan oleh
perebutan sumber daya ekonomi. Jumlah
17

GEGER KALIJODO

penduduk Jakarta yang sangat padat sedangkan


jumlah sumber daya yang diperebutkan semakin
menipis, membuat gesekan lebih sering terjadi.
Hal ini dapat dilihat dari seringnya konflik yang
terjadi di sentra-sentra bisnis seperti pasar,
sekitar mall, dan di dekat tempat hiburan, seperti
bar, karaoke.
Namun, dari sekian banyak kasus
perkelahian dalam skala besar, biasanya
kasus-kasus tawuran warga yang berbeda
etnik selalu diawali dengan tindak
penganiayaan. Kasus yang awalnya adalah
persoalan kecil ini ditangani dengan baik,
terutama oleh aparat keamanan, niscaya
kasusnya tidak akan menjadi besar dan rumit.
Dari pandangan psikologi sosial,
berkumpulnya manusia dalam tempat yang
sempit, dapat menyebabkan gesekan sosial
yang tak terelakan. Apalagi gejala komunitas
kota adalah adanya kecenderungan masyarakat
massa (mass society), di mana individu
kehilangan identitas pribadinya; individu tidak
lagi mampu membuat putusan-putusan secara
pribadi, melainkan bertindak menurut dorongan
massa; individu cenderung kehilangan cipta,
rasa, dan karsa sendiri, atau seperti dikatakan
oleh Daldjoeni, terjadi kekosongan budaya.6
Hal ini dapat disimpulkan dengan
menganalisa berbagai keributan yang
melibatkan etnis yang berbeda di Jakarta, yang
18

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dikumpulkan berdasarkan analisa isi


pemberitaan media. Dalam 10 tahun terakhir,
kecuali kerusuhan 13-14 Mei 1998, kerusuhan
antarwarga di Jakarta, lebih banyak didasari
oleh perebutan lahan penghidupan oleh
kelompok-kelompok preman di kawasan bisnis,
pasar, dan tempat hiburan di Jakarta.
Hanya saja, kelompok preman yang
terorganisir berdasarkan asal daerah inilah
yang memperumit konflik. 7 Hal ini terjadi
sebagai akibat dari adanya stereotip dari
masing-masing kelompok masyarakat.
Terutama pandangan negatif satu kelompok
terhadap kelompok lain.
Contoh kasus bentrokan antarwarga di
Tanah Abang dengan kelompok preman asal
Timor-timur sepanjang tahun 1995-1997.
Keberadaan kelompok itu membuat konflik
sempat berlarut-larut. Anatomi konflik sosial
antaretnis dalam skala besar jika dikupas lebih
mendalam biasanya muncul dari kasus kriminal
biasa. Misalnya kelompok preman Ambon
dengan warga di kawasan Ketapang, Jakarta
Barat, akhir tahun 1998.
Perselisihan yang pecah pada 21 November 1998 itu berawal dari masalah sepele. Ada
seorang anak baru gede (ABG), warga sekitar
Jalan Ketapang, persis di belakang Gedung
Gajah Mada Plaza, mengintip permainan bola
tangkas yang terletak di Jalan Zainul Arifin, yang
19

GEGER KALIJODO

diduga menjadi arena perjudian terselubung.


Ketika sedang mengintip itulah para centeng
memergoki dan menganiaya ABG tadi. Orang
tua korban yang ingin menyelesaikan masalah
pun mengalami perlakuan yang sama. Warga
pun bereaksi atas perlakuan para centeng.
Perkelahian dengan menggunakan berbagai
senjata tajam pun tak bisa dihindari.
Seketika solidaritas warga semakin
meluas. Jika pada awalnya korban hanya
dibantu oleh warga di Gang IV, Jalan
Pembangunan, segera mereka mendapat
bantuan dari warga Jalan Tanah Sereal. Dalam
waktu tak lebih dari 24 jam setelah kejadian
pertama, sudah berseliweran isu bahwa ada
mushola yang dibakar kelompok preman.
Akibatnya solidaritas semakin meluas, termasuk
kedatangan Front Pembela Islam (FPI) yang
berasal dari Tanah Abang.
Menghadapi lawan yang bertambah
banyak, para preman mulai terdesak. Sebagai
akibat dari perkelahian tak seimbang itu, jatuh
korban enam orang tewas dari kalangan preman. Situasi sudah tak bisa dikendalikan,
bahkan ada korban di kalangan aparat.
Komandan Kodim Jakarta Pusat dan ajudannya
mengalami luka-luka akibat bacokan massa
yang kalap. Kerusuhan pun semakin meluas, tak
hanya di daerah Ketapang saja, beberapa
bangunan gereja, sekolah di Jalan Samanhudi,
20

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Kartini, Hasyim Asyari dibakar massa.8


Beberapa media massa kemudian
menyimpulkan, peristiwa Ketapang sebagai
konflik antaragama. Hal mana terjadi pula di
daerah lain seperti di Kupang.
Sementara kasus Ambon lebih kompleks,
lantaran tidak hanya terkait dengan isu etnik,
tetapi juga telah merembet menjadi persoalan
agama. Apalagi ada kecemburuan penduduk
asli yang kebetulan mayoritas Kristen dengan
etnik Bugis pemeluk Islam sebagai pendatang.
Tak hanya di Ambon, di Kupang pun konflik
antara orang Bugis Makassar dan penduduk
lokal telah bergeser menjadi konflik antara
penganut agama Kristen melawan penganut Islam. Karena itu yang menjadi korban adalah
simbol agama, seperti masjid dan gereja.
Dari berbagai konflik yang terjadi,
keterlibatan aparat keamanan, lebih sering
hanya sebagai pemadam kebakaran. Padahal
di awal kerusuhan, keberadaan aparat-aparat
keamanan yang langsung menangani masalah
sangat efektif untuk meredam konflik
berkembang menjadi masalah besar.
Keberadaan aparat sebagai ujung tombak
teritorialistilah yang sering digunakan oleh
militer dilupakan. Kiprahnya sebagai
pemadam kebakaran bisa diamati dengan
pemberitaan media massa, misalnya, di kirim
dua batalyon ke Ambon, segera disiapkan
21

GEGER KALIJODO

pasukan dari Jakarta untuk mengatasi konflik di


Kupang, dan lainnya.
Buku ini merupakan hasil penelitian yang
membandingkan dua kawasan, Kelurahan
Muara Baru dan kawasan Kalijodo, Kelurahan
Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta
Utara. Dua kawasan yang dihuni oleh beragam
etnis, dan memiliki potensi konflik yang sama.
Namun, Muara Baru menjadi satu kawasan
aman dari konflik antaretnis, sedangkan Kalijodo
menjadi daerah yang sepanjang tiga tahun,
antara 1999-2002, terus-menerus menjadi pusat
pemberitaan media massa, karena pertempuran
antardua etnis yang berbeda, yaitu antara
Mandar dan Makassar.
***

22

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

23

GEGER KALIJODO

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Kalijodo
dari Masa ke Masa

emasyuran Kalijodo sebagai tempat mencari cinta sesaat,


tak lekang oleh waktu. Di era setelah kemerdekaan, di tahun
1950-an, tempat ini masih dikenal sebagai kawasan pinggir kali,
tempat orang mencari pasangan.

Penjaringan, salah satu kecamatan di


Jakarta Utara, adalah salah satu sabuk dari
kota tua Jakarta. Keberadaannya sudah
dikenal sejak awal pembentukan kota Jakarta
atau Batavia pada pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Hal ini tak lain karena letaknya yang
strategis, tak jauh dari pelabuhan lama, Sunda
Kelapa.9
Pembagian wilayah Jakarta, dalam
administrasi modern berdasarkan beberapa
distrik (setingkat kecamatan) sudah dimulai
oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada
Abad ke-19. Saat itu, Stad (kota) Batavia
dengan daerah-daerah di sekelilingnya
merupakan suatu karesidenan, yang dipimpin
oleh seorang residen.
25

GEGER KALIJODO

Sampai awal abad ke-20, karesidenan


Jakarta itu terdiri dari wilayah-wilayah yang
disebut sebagai afdeling. Wilayah Jakarta
dibagi menjadi enam afdeling. Afdeling Stad en
Voorsteden van Batavia (kota dan pinggiran
kota) wilayahnya meliputi distrik Penjaringan,
Pasar Senen, Mangga Besar, dan Tanah
Abang.10
Dalam distrik Penjaringan inilah terletak
kawasan Kalijodo. Kawasan yang diapit oleh
Kali Angke, dan Sungai Banjir Kanal yang
merupakan sungai buatan untuk mengurangi
banjir di wilayah Jakarta. Kalijodo inilah satu
kawasan yang melahirkan banyak legenda di
Jakarta.
Sesuai dengan namanya, Kalijodo, sejak
masa-masa penjajahan Belanda dikenal
sebagai tempat orang mencari cinta. Dengan
setting sejarah di tahun 1930-an, Novel Ca-BauKan, seperti ditulis oleh Remy Sylado,
mengisahkan kawasan bantaran sungai yang
sudah kesohor oleh para pedagang-pedagang
Tionghoa. Di sini tempat para gadis pribumi
mendendangkan lagu-lagu klasik Tiongkok di
atas perahu-perahu yang ditambat di pinggir kali.
Lebih dari sekedar cerita tentang ketenaran
para perempuan penghibur, novel Cau-BauKan, juga syarat dengan nilai tentang hubungan
antar etnis secara lebih realistis. Remy
mengisahkan kehidupan masyarakat keturunan
26

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Tionghoa di Indonesia dalam kurun waktu 19181951, dengan menonjolkan peranan mereka
dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dengan novelnya tersebut Remy Sylado
seperti ingin membantah pandangan stereotip
yang menyebutkan, bahwa keturunan Tionghoa
tidak memiliki andil dalam sejarah kemerdekaan
Indonesia.11
Kemasyuran Kalijodo
sebagai tempat mencari Pada awalnya, oleh
cinta sesaat, tak lekang oleh petugas piket yang
waktu. Di era setelah menerima laporan
kemerdekaan, di tahun 1950- tersebut, dianggap
an, tempat ini masih dikenal kasus biasa, lantaran
sebagai kawasan pinggir Bar Cempaka, tempat
kali, tempat orang mencari Sari disekap memang
pasangan. Bahkan sampai dikenal sebagai
abad ke-21, Kalijodo selain tempat pelacuran.
menjadi tempat perjudian Namun, setelah saya
ilegal, juga berkembang membaca laporan
sebagai tempat prostitusi liar. tersebut, saya
Dari sini pernah terungkap, katakan bahwa kasus
untuk pertama kali praktek ini kasus serius,
perdagangan wanita oleh tentang PENJUALAN
Polsek Metro Penjaringan, WANITA ....
pada September tahun 2001.
Praktek penjualan wanita terungkap setelah
salah seorang korban, sebut saja Sari, 22 tahun
(bukan nama sebenarnya), melarikan diri dari
sebuah bar, di jalan Kepanduan, kawasan Gang
27

GEGER KALIJODO

Kambing, Kelurahan Pejagalan. Dalam kondisi


sakit, dia melaporkan perlakuan biadab yang
juga menimpa 16 kawannya yang masih disekap
di Bar Cempaka milik Iskandar.
Sari sendiri mengaku harus berjuang keras
untuk bisa lolos dari bar itu. Berikut berbagai
usaha yang telah dia lakukan untuk bisa keluar
dari cengkeraman mucikari dan tukang pukul
yang selalu mengawasi gerak-geriknya.
Saya ingin lari karena dibohongi, rasa sakit pada
perut juga membuat semakin ingin melarikan diri
dari Bar Cempaka. Sebenarnya niat itu sudah lama
ada, namun selalu gagal karena gerak-geriknya
diawasi Mami Sri, pengelola Bar Cempaka. Saya
pernah beberapa kali minta kepada tamu saya untuk
membawa saya pergi dari tempat itu, tetapi mereka
sendiri juga takut dengan centeng-centeng mami
yang bertampang sangar. Namun, ada seorang
langganan yang bersedia menelepon bibi saya di
Cirebon, ujarnya. Kesempatan untuk lari dari tempat
itu, lanjut Sari, akhirnya tiba ketika dia sedang
menemani tamu, dan duduk di luar bar. Beberapa
kali, gerak-geriknya diawasi mami, tetapi begitu
perhatian mami beralih ke rekan-rekan lain, Sari
langsung kabur. Dia kemudian ditolong seorang
warga yang lalu mengantarkannya ke Mapolsek
Penjaringan, untuk melaporkan peristiwa yang
menimpa dirinya.12

Pada awalnya, oleh petugas piket yang


menerima laporan tersebut, dianggap kasus
biasa, lantaran Bar Cempaka, tempat Sari
disekap memang dikenal sebagai tempat
pelacuran. Namun, sebagai Kapolsek Metro
28

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Penjaringan, setelah membaca laporan tersebut,


saya katakan bahwa kasus ini kasus serius,
tentang penjualan wanita di bawah umur atau
yang dikenal dalam dunia internasional sebagai
women trafficking. Satu jenis kejahatan
terorganisir, seperti halnya sindikat narkotika.
Betul juga, setelah kami menelusuri kasus
ini, ternyata para tersangka, memang dijebak
oleh kelompok sindikat. Dari pengakuan Sari
yang dikuatkan keterangan awan-kawannya
setelah kami menggerebek bar tersebut.
Mereka dipaksa untuk menjual diri, setelah
sebelumnya datang ke Jakarta untuk mencari
pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga.
Modus para tersangka menjerat para
korban relatif seragam. Setiba mereka di
Jakarta, dari kampung halamannya di Cirebon,
Pekalongan, Garut, Tasikmalaya, di kawasan
stasiun Senen, Jakarta Pusat, dan di terminal
Kampung Rambutan, mereka didekati
seseorang. Anggota sindikat inilah yang
menebar jaring, membujuk calon korba0,
berdalih akan mencarikan pekerjaan. Jika
korban menolak, mulailah mereka memasang
taring. Mereka mengancam dan menyekap
korban di rumah kos-kosan milik pelaku.
***

29

GEGER KALIJODO

Puing-puing sisa pertarungan dua kelompok di Kalijodo (Foto : KOMPAS)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B
Gang, Ghetto,
dan Preman Kalijodo

hetto adalah pemukiman yang dihuni oleh suatu etnis


tertentu yang dipandang sebagai etnis yang kurang disenangi
oleh kelompok mayoritas masyarakat lainnya, karena dipandang
jorok dan mempunyai cara hidup yang aneh.

Di Kawasan Kalijodo, terdapat dua etnis


besar yang mendominasi kawasan tersebut.
Selain jumlahnya yang melebihi kelompok
masyarakat lain, mereka juga memiliki
pengaruh yang luas. Mereka adalah kelompok
masyarakat Sulawesi Selatan. Namun,
masyarakat ini terbagi lagi dalam dua kelompok,
yaitu suku Mandar dan Bugis Makassar.
Walaupun sama-sama dari Makassar
kedua kelompok mempunyai latar belakang
kultural yang berbeda. Mereka mempunyai
kepercayaan dan keyakinan agama serta politik
yang tak seragam. Perbedaan ini tampaknya
tidak terlepas dari ikatan kekerabatan dan
kelompok keluarga masing-masing.
Perbedaan sosio-kultural ini ternyata
31

GEGER KALIJODO

mereka bawa juga, ketika mereka berada di satu


tempat yang jauh dari asal lingkungan hidup
mereka, di perantauan. Seperti juga para
perantau dari daerah lain, Jakarta menjadi
tempat hidup mereka yang kedua, setelah
tanah kelahiran.
Kota Jakarta sebagai ibu kota negara,
merupakan kota metropolitan yang modern.
Sebagai kota besar, Jakarta memiliki berbagai
organisasi modern, seperti partai politik,
beragam asosiasi, koperasi dan lain-lainnya.
Dalam organisasi modern tersebut terdapat
deferensiasi dan spesialisasi, yang dapat
menampung dan menyalurkan kepentingan dan
keinginan anggotanya. Walau demikian,
organisasi kekerabatan dan kekeluargaan
masih tetap mempunyai peranan penting dalam
mengendalikan dan mempengaruhi tingkah laku
dan tindakan-tindakan anggotanya.
Organisasi modern dengan berbagai
pranata, norma, konvensi, dan hukum turut
mengontrol tingkah laku profesional dan formal
para anggota masyarakat. Tetapi tingkah laku
kultural mereka tetap dikontrol oleh organisasiorganisasi kelompok kerabat dan keluarga atau
daerah. Fenomena inilah yang nampak dari
adanya organisasi kerukunan, yang di samping
berfungsi sebagai mengawasi tingkah laku
kultural para anggotanya, turut membantu
mereka dalam situasi-situasi yang mendesak.13
32

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Sayangnya, dua kelompok masyarakat


Makassar dan Mandar, yang hidup di kawasan
Kalijodo, dalam sejarahnya memiliki akar
konflik yang panjang. Walaupun di tempat
asalnya, seperti diceritakan oleh tokoh-tokoh
masyarakat Sulawesi Selatan yang saya temui,
mereka mengatakan, bahwa di Sulawesi
hampir tak pernah terjadi konflik antara
kelompok masyarakat Bugis Makassar dengan
suku Mandar.
Rupanya, persaingan hidup, untuk dapat
eksis di tempat perantauan seringkali
melupakan tata aturan. Kedua kelompok ini
harus bersaing untuk memperebutkan sumber
daya kehidupan. Perjudian memicu mereka
untuk saling bertarung. Kehidupan yang keras,
melahirkan orang-orang kuat di kawasan ini.
Mereka inilah jagoan-jagoan yang berkuasa atas
lahan-lahan kosong di bantaran Sungai Banjir
Kanal maupun Kali Angke, yang mereka bangun
sebagai lapak judi.
Pertarungan yang sengit dari dua
kelompok masyarakat itu, jelas mengganggu
kelompok masyarakat lain. Hal ini mengingatkan
kita pada kisah Ghetto di Amerika latin. Ghetto
adalah pemukiman yang dihuni oleh suatu etnis
tertentu yang dipandang sebagai etnis yang
kurang disenangi oleh kelompok mayoritas
masyarakat lainnya, karena dipandang jorok dan
mempunyai cara hidup yang aneh.14
33

GEGER KALIJODO

Berbagai studi antropologi perkotaan di


Amerika, khususnya bagi para pendatang dari
Meksiko dan Amerika Latin lainnya, yang
berhasil direkam oleh Whyte menunjukan
kehidupan Ghetto dan Slum, serta geng-geng
yang terstruktur dan beraturan secara mantap.15
Kemiripan ini terjadi pada dua kelompok yang
bertikai di Kalijodo. Inilah sekelumit kisah-kisah
pertarungan antarkelompok masyarakat
tersebut.
***

34

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C
Matinya Seorang Jagoan

awasan Kalijodo selama ini dikuasai oleh dua kelompok


geng yang menguasai lahan-lahan, tempat perjudian
berdasarkan sistem kekerabatan.

Udara basah masih menyelimuti Kompleks


Kalijodo, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan
Penjaringan. Menjelang tengah malam, 22
Januari 2002, di kawasan lokalisasi judi dan
wanita tuna susila (WTS) ilegal, gerimis belum
berhenti. Becek menggenangi Jalan Kepanduan
yang membelah kawasan padat penduduk.
Sebuah sepeda motor yang ditumpangi oleh
Udin, seorang jagoan setempat melintas
perlahan.
Searah dengan motor, tiga pemuda, Jalal,
31 tahun (bukan nama sebenarnya), Amad, 22
tahun, dan Yanto, 20 tahun, berjalan beriringan,
memenuhi gang. Mereka baru saja menyaksikan
luapan Sungai Banjir Kanal dari atas jembatan
Trading. Di jalan yang sempit itu Udin yang
35

GEGER KALIJODO

mengendarai sepeda motor berpapasan


dengan iring-iringan tadi. Becek membuat Udin
memilih jalan yang lebih aman, namun akibatnya
motornya nyaris menyenggol Jalal. Jalal yang
hampir terserempet itu pun mendelik tajam
kepada si pengendara motor yang nyaris
mencelakainya.
Namun, mata si pengendara motor
membalas lebih galak. Dengan mata melotot,
Udin membentak Jalal, Kamu tidak kenal saya!
Mendengar ancaman itu, Jalal pun menyahut
dengan takut, Saya kenal Daeng, kita samasama kenal, maafin saya Daeng, mendengar
jawaban itu, bergegaslah motor meninggalkan
ketiga orang tersebut.
Rupanya masalah tak selesai sampai di
situ. Permintaan maaf tak membuat amarah
jagoan itu reda. Ketika ketiga orang sampai di
depan rumah Jalal, Udin yang masih geram
berbalik menghampiri Jalal. Kali ini dengan
sebilah badik di tangan. Dengan nada
mengancam, kerah baju Jalal ditarik,
Sekarang loe tau gua, gua matiin loe! kata
Udin. Saat itu sebuah bogem mentah mendarat
di tengkuk jalal.
Jalal tak kalah cekatan, lepas dari
cengkeraman ia kabur ke dalam rumah.
Diambilnya sebuah parang dari balik kasur di
kamarnya. Kali ini keduanya siap bertarung,
sama-sama menghunus senjata. Namun, Parang
36

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Jalal lebih panjang ketimbang badik Udin, duel


menjadi tidak imbang.
Udin sebelumnya di atas angin kini
kewalahan. Tiga kali bacokan mengenai tangan,
kuping, dan leher Udin. Tebasan ketiga itulah
yang membuat jagoan jatuh tersungkur. Darah
pun menetes di jalan dari luka menganga. Darah
bercampur air hujan yang masih menggenang.16
Melihat lawannya roboh, Jalal ambil
langkahseribu. Ia pun nekad melompat ke
Sungai Banjir Kanal yang saat itu tengah meluap
karena banjir. Golok dan sarungnya ia lempar
ke arus deras. Pembunuh itu pun lenyap ditelan
kegelapan malam. Dua kawan Jalal yang sedari
tadi menonton hanya terkesima. Kemudian
mereka juga ikut lari meninggalkan tempat
kejadian. Mereka ngeri kena balasan kawankawan Udin.
Oleh warga sekitar Udin yang terkapar
kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Atmajaya,
Pluit. Namun lantaran banyak mengeluarkan
darah,nyawa Udin pun tak tertolong. Mendengar
Udin mati, gemparlah seluruh kawasan Kalijodo.
Dalam sekejab massa yang kebanyakan kawan
dan kerabat Udin pun sudah berkumpul di tempat
kejadian dengan berbagai senjata tajam seperti
tombak dan pedang terhunus. Mereka mencari
si pembunuh.
Situasi pun bertambah genting, mengingat
Udin berasal dari kelompok Makassar dan
37

GEGER KALIJODO

kebetulan adik dari Bedulbukan nama


sebenarnyabos pemilik rumah perjudian yang
punya banyak pengikut. Sedangkan tersangka
berasal dari Mandar, dua kelompok yang selalu
membuat keributan di Kalijodo.
Malam yang dingin oleh hembusan angin
laut tak meredakan amarah kelompok yang telah
kehilangan jagoannya. Bedul yang mendengar
adiknya tewas oleh anak Mandar, langsung
menghambur ke lokasi kejadian. Padahal, saat
mendapat kabar adiknya tewas, Bedul sedang
menikmati mimpi. Namun mimpi berakhir buruk
ketika ia terjaga oleh kerabatnya yang
mengabarkan kejadian tragis itu. Naik pitamlah
darah orang Bugis itu. Ia pun berlari ia dari
rumahnya.
Saat itu di tempat kejadian, sudah hadir
beberapa anggota polisi dari Polsek Penjaringan
yang sedang meredam massa. Saat itu
sebagian massa hendak merusak rumah Jalal.
Rupanya, Bedul tidak dengan tangan kosong
datang ke tempat kejadian. Sebuah pistol ia
tenteng dengan wajah merah padam. Pada saat
bersamaan di lokasi nampak Amrul (sebut saja
demikian), salah satu tokoh dari kelompok
Mandar, yang saat itu sedang bersama polisi
berpakaian preman, Bedul pun langsung
merangsek, dipukulnya Amrul dengan gagang
pistol. Dua pukulan lain menghantam pipi dan
membuat bibir Amrul terluka.
38

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Kejadian itu begitu cepat, membuat


petugas tak sempat bereaksi. Melihat
penyerangnya membawa senjata api, Amrul
takut alang kepalang. Ia kabur menyelamatkan
diri. Saat itulah Bedul menarik pelatuk dor, dor,
dua kali suara menggema di udara. Namun,
Amrul lolos dan selamat dari maut.
Saat itu, saya sedang berada tak jauh dari
lokasi kejadian. Saya kaget mendengar suara
letusan, tadinya saya berpikir itu suara senjata
anak buah saya. Saya sempat bertanya, suara
senjata siapa? Namun, saat melihat Bedul
masih menggenggam pistol, saya langsung
memerintahkan kepadanya untuk segera
menyerahkan pistol itu. Namun, bukannya takut
Bedul malah balik menggertak, Jangan ada
yang mendekat! teriaknya sambil
menodongkan pistol ke arah saya.
Nampak mata Bedul merah menyala
menahan marah dan todongan pistol membuat
suasana seketika menjadi sangat tegang,
semua mata warga tertuju kepada Bedul. Jika
pelatuk itu ditarik tamat juga riwayat saya. Kalau
pun melawan dengan mencabut pistol, pasti ia
lebih cepat menarik pelatuk. Dalam hitungan
sepersekian detik, sambil menatap tajam
matanya, saya katakan, Saya ini Kapolsek. Jika
kamu tembak saya, saya mati tidak masalah
karena saya sedang bertugas demi bangsa dan
negara. Namun, kalau saya mati Anda semua
39

GEGER KALIJODO

akan habis!
Rupanya kata-kata itu mengena, tensi
amarah Bedul sedikit mereda. Sambil
menurunkan senjata, Bedul sempat
mengucapkan, Saya tahu Bapak Kapolsek, tapi
saya minta Bapak jangan ambil senjata saya,
katanya. Setelah itu ia pun ngeloyor
meninggalkan tempat kejadian.
Sehari kemudian media massa pun ramai
menuliskan kejadian itu. Harian Kompas yang
walaupun terlambat satu hari, paling lengkap
menuliskan kejadian tersebut dengan judul,
Tukang Ojek Dibunuh di Kalijodo. Kompas
dalam awal tulisan melukiskan, keributan terjadi
di tempat perjudian dan sentra lokalisasi wanita
tuna susila (WTS) Kalijodo.
Sedangkan cerita penodongan ditulis
harian Kompas sebagai berikut:
Bahkan, menurut seorang saksi mata yang tidak
mau disebutkan namanya, Bedul malam itu sempat
menodongkan pistolnya ke Kepala Polsek Metro
Penjaringan, mungkin karena tidak mengenal
Kepala Polsek Penjaringan dan kebetulan Kepala
Polseknya tidak mengenakan seragam. Namun,
setelah berdialog akhirnya Kepala Polsek bisa
meredakan suasana, ungkap saksi yang enggan
disebut namanya.17

Rupanya pemberitaan yang juga


mengisahkan drama penodongan itu, menarik
perhatian para pimpinan Polda Metro Jaya.
Banyak pertanyaan dari teman-teman dan para
40

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pimpinan di Polda,
Rupanya kata-kata itu
seputar penodongan itu.
mengena, tensi amarah
Saya katakan, saya lebih
Bedul sedikit mereda.
mementingkan
Sambil menurunkan
peredaman keadaan
senjata, Bedul sempat
ketimbang menangkap
mengucapkan, Saya
Bedul saat itu juga.
tahu Bapak Kapolsek,
Suasana saat itu
tapi saya minta Bapak
memang
sangat
jangan ambil senjata
emosional, juga setelah
saya, ....
kejadian.
Kedua
kelompok yang sebelumnya pernah bertikai,
sama-sama menyiagakan para pengikutnya.
Kawasan Kalijodo selama ini dikuasai oleh dua
kelompok geng yang menguasai lahan-lahan,
tempat perjudian berdasarkan sistem
kekerabatan. Kelompok pertama adalah
kelompok Bedul berasal dari Makassar dan
kelompok kedua Asman bukan nama
sebenarnya berasal dari Mandar.
Jalal, merupakan anggota kelompok Anak
Macan, sebuah organisasi preman yang
diorganisir oleh Asman. Sedangkan Udin adalah
keponakan dari kelompok pesaing Asman,
Bedul. Pembunuhan Udin kami prediksikan
dapat memantik perkelahian besar, antardua
kelompok yang memang sudah lama berseteru.
Prediksi ini didasari oleh keberadaan
kelompok Mandar di bawah pimpinan Asman
yang sudah memiliki organisasi yang rapi.
41

GEGER KALIJODO

Organisasi para pemuda penganggur menjadi


alat untuk mengamankan lapak-lapak judi. Juga
mengamankan para bandot istilah untuk para
bandar judi. Dalam organisasi tersebut terdapat
kekuatan cadangan sekitar seribu anak-anak
muda yang bisa menjadi pasukan pemukul.
Kelompok inilah yang kemudian menamakan
dirinya sebagai Anak Macan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Idham
Azis tentang Organisasi Arkan Malik dalam
Pengelolaan Judi di Kelurahan X Jakarta.
Disebutkan bahwa Anak Macan adalah struktur
paling bawah dari organisasi judi milik Asman.
Namun walaupun menduduki tempat paling
bawah, grup ini memiliki peranan besar sebagai
pasukan khusus.
Masih menurut penelitian tersebut, Anak
Macan tidak memiliki tugas khusus seperti
karyawan lainnya. Mereka bukan karyawan
atau petugas operasional dari kegiatan
perjudian. Tenaga mereka sewaktu-waktu
dibutuhkan seperti pasukan cadangan, untuk
menjaga lokasi perjudian. Namun jumlah mereka
paling banyak dibanding karyawan yang lain,
bahkan ada yang menyebut jumlahnya sampai
seribu orang.
Mereka ditampung dalam pos-pos atau
divisi yang ada. Antara lain di bangunan yang
belum digunakan oleh organisasi tersebut. Yang
tidak kebagian barak tinggal di rumah-rumah
42

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kontrakan dekat lokasi judi. Menurut penelitian


tersebut, mereka dipelihara dengan
pertimbangan agar tidak menjadi preman liar.
Dengan koordinatornya Arkan Malik. Walaupun
dalam organisasi, mereka memiliki aturanaturan seperti tidak boleh membuat onar, mabuk,
atau minum obat-obatan terlarang di sekitar
lokasi perjudian, namun pada kenyataannya
banyak juga Anak Macan yang sering
membuat onar.18
Ketangguhan kelompok ini pernah teruji
ketika mereka berhasil menghalau serbuan
pasukan berjubah dari Front Pembela Islam
(FPI) yang hendak menganggu lokasi perjudian
Kalijodo. Saat itu, FPI lari tunggang-langgang
masuk jalan tol setelah kewalahan menghadapi
pasukan bersenjata tajam itu. Bahkan dari
penelitian tersebut, didapatkan informasi bahwa
kelompok ini berhasil menyusupkan beberapa
anggotanya ke dalam tubuh FPI, sehingga
gerakan kelompok bersorban itu selalu
terpantau, khususnya jika ada rencana
penyerangan ke Kalijodo.
Berbeda dengan Asman, kelompok Bedul
walaupun tidak terorganisir serapi saingannya,
tapi tetap tak bisa dianggap remeh. Kelompok
ini memiliki ratusan pengikut setia yang selama
ini menumpang hidup dengan keberadaan
tempat perjudian dan hiburan malam. Mereka
terikat oleh perasaan senasib sebagai
43

GEGER KALIJODO

perantauan asal satu kampung halaman.


Berdasarkan hubungan kekerabatan tadi,
munculah pola hubungan semacam patron and
client relationship. Para pemilik lapak yang
menyewakan lahan kepada para bandot atau
bandar judi, menjadi induk semang. Mereka
dikitari oleh kelompok inti yang masih
merupakan bagian keluarga atau karib dekat
sebagai pengelola bisnis. Sedangkan lingkaran
luar, sebagai penjaga, tukang pukul, pengantar
penjudi, diisi anak-anak muda pengangguran.
Mereka semua menggantungkan penghidupan
kepada perputaran meja judi.
Hanya saja, jika Asman mengandalkan
kelompok Anak Macan untuk mengamankan
tempat usahanya, Bedul mengamankan lahan
judinya dengan menjadikan para pengangguran
sebagai Hansip.
Pada puncak-puncak ketegangan antar dua
kelompok setelah pembunuhan Udin oleh Jalal,
kami menempatkan pasukan penuh dari Polsek
Metro Penjaringan, dibantu pasukan bantuan
dari Polres Jakarta Utara. Keputusan untuk
meminta bantuan kekuatan yang lebih besar,
kami putuskan mengingat jumlah personil Polsek
yang hanya 200 personil jelas tidak akan mampu
mengatasi keadaan, jika pecah konflik terbuka
yang melibatkan ribuan massa. Rupanya
keberadaan polisi dalam jumlah besar dan
bersenjata lengkap di lokasi, sebelum
44

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pertempuran meletus, sangat efektif. Suasana


berangsur-angsur tenang. Sehingga dalam
waktu relatif singkat, keadaan memang sudah
dapat dikendalikan.
Suasana itu juga didukung oleh kesigapan
anggota kami yang dalam waktu tak lebih dari
24 jam setelah kejadian, berhasil menangkap
Jalal. Sehingga kami bisa meredakan kelompok
yang marah setelah kehilangan seorang
anggotanya.
Bagaimana kami menangkap Jalal? Untuk
mengejar Jalal, Kepala Unit Reserse dan
Intelejen, Polsek Metro Penjaringan, Inspektur I,
Rony Samtana, memerintahkan satu Tim Buru
Sergap yang saat kejadian sedang berada di
Cikampek, Jawa Barat, sedang menangani
masalah pencurian kendaraan bermotor, segera
ditarik ke Penjaringan untuk menangani kasus
ini.
Kami jelas tidak mau menunggu terlalu
lama. Gerak cepat diperlukan sebelum
masalahnya berkembang terlalu jauh. Kami
seakan berkejaran dengan waktu, dalam situasi
yang panas oleh konflik. Isu dan rumors biasanya
berdesingan secepat peluru. Berita dari mulut
ke mulut seringkali mengipasi bara yang sudah
menyala, sehingga dapat memancing masalah
menjadi lebih besar. Jadi kami ingin segera
menyelesaikan masalah sebelum masalahnya
menjalar ke mana-mana dan semakin sulit
45

GEGER KALIJODO

dikendalikan.
Tindakan cepat bukan tanpa alasan.
Beberapa kasus kerusuhan di berbagai daerah
seperti kerusuhan di Tasikmalaya akhir tahun
1996, Sanggauledo, Kalimatan Barat, dan
Ketapang, Jakarta Pusat yang menjalar sampai
ke Ambon, Maluku 1999-2002. Peristiwa itu
berawal dari penganiayaan biasa yang
terlambat ditangani.
Kasus ini dengan cepat berubah menjadi
perkelahian antarkelompok, muncul provokasiprovokasi dari kelompok tertentu yang ingin
mengail di air keruh. Sehingga masalah yang
pada awalnya sederhana bisa menjadi runyam.
Bagi aparat keamanan, khususnya polisi, yang
tidak menginginkan kasus ini menjadi besar,
tentu akan lebih mudah mematikan api rokok
ketimbang memadamkan kebakaran besar.
Bukankah ada nasihat bijak dari filsuf
Tiongkok, Lao Tze, Selesaikan soal ketika
masih kecil. Siapa yang mahir mengatasi soal
kecil, tidak akan terpaksa mengurus soal besar.
Yang bangga karena mengurus soal besar,
sebenarnya telah alpa mengurus soal kecil, kata
filsof ini.19
Saya tidak ingin Kalijodo menjadi arena
pertentangan antaretnis. Pelajaran mahal telah
kita dapatkan dari kasus bentrokan antara
kelompok preman yang menjaga tempat hiburan
dan perjudian bola tangkas di Ketapang, Jakarta
46

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Pusat. Kebetulan para preman tersebut berasal


dari Indonesia Timur (baca, Ambon).
Bentrokan yang berujung pada pengusiran
kelompok preman Ambon di Jakarta tersebut,
ternyata mempunyai ekor yang panjang.
Kelompok yang terusir kemudian melebarkan
front pertempuran di daerah asalnya di Ambon.
Dan, Ambon terbakar dalam waktu yang lama,
hampir tiga tahun konflik berlarut-larut tanpa
penyelesaian.
Pelajaran mahal itu selalu terngiang dalam
pemikiran saya. Tidak bisa dibayangkan jika
perseteruan antara kelompok Mandar dan
Makassar di Kalijodo juga melibatkan kelompok
Ronibukan nama sebenarnyayang beretnis
Serang, Banten. Kelompok Roni menguasai
wilayah sebelah barat Kalijodo, Kecamatan
Tambora. Namun, karena letaknya di perbatasan
kecamatan, jarak antarkelompok tak lebih dari
selemparan batu dan hanya dipisahkan oleh
sungai.
Bagaimana jika konflik Berita dari radio
terjadi dan sampai membuat dengkul seringkali
kelompok
Serang mengipasi bara
mengerahkan massanya dari yang sudah
Banten. Bukankah kelompok menyala, sehingga
ini tinggal nglurug dari arah dapat memancing
barat Jakarta dan dalam masalah menjadi
sekejab kawasan sempit dan lebih besar.
padat penduduk itu bisa rata
47

GEGER KALIJODO

dengan tanah.
Sementara satu kelompok yang kalah
perang terusir pulang ke kampung
halamannya, membawa dendam-dendam
kebencian dengan etnis tertentu. Lebih
berbahaya lagi jika dendam itu diperlebar tak
hanya kepada etnis Serang, tetapi kepada orang Jawa di Sulawesi Selatan. Jika itu terjadi,
sungguh sulit di-bayangkan, masalahnya
menjadi sangat runyam dam sulit diselesaikan.
Karena itulah kecepatan untuk menuntaskan
masalah menjadi sangat penting. Kecepatan
inilah kunci utama yang akan menutup
kemungkinan munculnya provokasi-provokasi
dari luar, mencegah desas-desus yang
berpotensi memperkeruh keadaan.
Polsek sebagai bagian organisasi
kepolisian, yang berada di garis depan,
berhadapan langsung dengan masyarakat,
memang memiliki kewenangan otonom,
sehingga bisa bertindak cepat untuk
menyelesaikan kasus-kasus kriminal di
lingkungan yang menjadi kewenangannya.
Tulisan para pakar di media massa banyak
memberi inspirasi untuk bertindak cepat dalam
kasus-kasus kriminal yang berpotensi menjadi
kerusuhan sosial dalam skala yang luas. Dalam
satu tulisannya, sosiolog Parakitri Simbolon
memberikan penjelasan:
Dulu penjajah tahu urgensi bertindak cepat dan
48

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

otonom. Seperti diceritakan Pangeran Aria Achmad


Djajadiningrat, seorang putra Banten yang amat
terkemuka dalam birokrasi Belanda dulu. Pada tahun
1880-an, kakek Achmad Djajadiningrat, Aria
Natadiningrat, diganjar dengan jabatan Demang Patih
di daerah Banten karena sukses menyelesaikan
kerusuhan sosial, yaitu culik. Banyak desa di
Banten ketika itu ditinggalkan penduduk karena
takut culik.

Belanda meminta Natadiningrat mengatasi


masalah itu. Natadiningrat bukannya mengirim
polisi atau serdadu. Penduduk percaya, penculik
bertubuh besar, berjanggut panjang, dengan
pedang panjang dan pentungan besar. Dahsyat.
Setelah kerja keras memeriksa keadaan,
Natadiningrat paham, penculik adalah para
jawara yang mula-mula menakut-nakuti anakanak gembala dengan tampang seram,
sehingga anak-anak itu lari ketakutan ke
kampung mereka. Setelah seluruh kampung lari
mengungsi, para jawara bebas menguras harta
yang ditinggal.
Dengan bantuan beberapa polisi,
Natadiningrat segera menangkap beberapa
penculik, lalu mengurung mereka. Mereka lalu
diikat pada tonggak-tonggak di pintu pasar. Ia
menyediakan rotan pemukul, lalu mengizinkan
semua pengunjung pasar memukulkan rotan
sekuat tenaga di punggung tiap tangkapan,
tetapi hanya boleh sekali saja. Akibatnya pasar
menjadi amat ramai, dan peristiwa culik lenyap
49

GEGER KALIJODO

(KOMPAS, 29 April 2001)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

seluruhnya hanya dalam beberapa hari, dan


tidak pernah muncul lagi selama Natadiningrat
memangku jabatannya sebagai Demang Patih.20
Ketepatan dan kecepatan itu, kata kunci
penyelesaian masalah. Setelah Tim Buser tiba
di kantor dan segera mempelajari kasus,
menggali informasi dan menganalisanya,
kesimpulannya, tim segera diperintahkan
meluncur ke Serang, Banten. Pagi-pagi buta
anggota kami sudah mengejarnya ke sana.
Mengapa tim berangkat ke Serang? Walaupun
Jalal berasal dari kelompok Mandar, ia telah
beristri gadis Serang. Menurut informasi, ia
kerap mengunjungi nenek isterinya di daerah
tersebut. Namun dari pengejaran ke rumah
nenek dan mertua Jalal, tim tak menemukan si
pelaku yang memiliki nama samaran Rizal.
Walaupun demikian, jejak Jalal telah
terendus. Tim mendapatkan informasi penting
yang menyebutkan Jalal pergi ke rumah
pamannya untuk mengobati lukanya, di daerah
Labuan. Tepatnya di ujung Serang, jauh melewati
Pantai Anyer. Ternyata benar, ia ada di sana.
Lewat pengepungan pada senja hari menjelang
magrib, tim berhasil meringkus Jalal.21
Keberhasilan menangkap pelaku
pembunuhan dalam waktu yang singkat cukup
penting, terutama untuk meredam amarah
kelompok yang telah kehilangan anggotanya.
Akan timbul kepercayaan dari kelompok yang
51

GEGER KALIJODO

marah bahwa polisi tidak tinggal diam dan telah


bergerak cepat.
Penegakan hukum yang tegas juga berlaku
pada Bedul. Ia kami tangkap dengan dasar
penganiayaan dan kepemilikan senjata api
ilegal. Ini untuk menunjukkan kepada
kelompoknya bahwa tidak bisa seseorang main
hakim sendiri dan bergaya koboi menenteng
senjata api.
Penangkapan Bedul
Mereka lalu diikat diawali oleh adanya laporan
pada tonggak- pengaduan dari Amrul, korban
tonggak di pintu pemukulan Bedul, ke Polsek.
pasar. Ia Pemukulan dengan gagang
menyediakan rotan pistol itu ternyata membuat
pemukul, lalu bengkak di pipi dan bibir
mengizinkan semua Amrul. Hal ini dikuatkan oleh
pengunjung pasar Visum et Repertum yang
memukulkan rotan dikeluarkan Dokter Johannes
sekuat tenaga di Gunawan dari Rumah Sakit
punggung tiap Pluit. Dokter menyimpulkan
tangkapan, .... yang menyebabkan luka
Amrul
adalah
akibat
22
kekerasan benda tumpul.
Bedul ditangkap oleh Tim Reserse Polres
Jakarta Utara, sehari setelah kejadian. Dari
Bedul juga disita sepucuk pistol jenis FN merk
Fegarmy, berikut dua butir peluru. Selain itu, turut
disita pula surat tugas dari sebuah perusahaan
distributor dan penjualan senjata api dan bela
52

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

diri. Menurut pengakuan Bedul, ia memukul


Amrul, karena ia menduga anak buah Amrul yang
melakukan pembunuhan terhadap adiknya.
Amrul memang salah satu tokoh Anak Macan.
Sebenarnya pada saat kejadi-an, Amrul berada
di dekat TKP setelah ia diminta oleh anggota
Polsek mencari si pembunuh yang termasuk
anggota kelompoknya.
Sedangkan pengakuan Bedul, soal
kepemilikan senjata api yang ada di tangannya
sudah sah. Ia mengaku memiliki izin membawa
senjata, dan sudah mendapatkan izin
kepemilikan senjata api yang dikeluarkan oleh
Mabes Polri. Walaupun demikian, tentu saja
penggunaan senjata ada aturannya. Dalam
keterangan pihak PT. Budiman Maju Megah,
perusahaan yang mengeluarkan senjata Bedul,
diperoleh informasi bahwa ia hanya rekanan
perusahaan importir senjata tersebut dan tidak
diperbolehkan menggunaan senjata berbahaya
itu secara serampangan.
Apalagi ternyata, surat tugas yang
dikeluarkan perusahaan tersebut bersifat
sementara untuk membawa, selama proses
menunggu surat izin resmi dari Mabes Polri.
Selama izin belum keluar, senjata masih menjadi
milik PT Budiman Maju Megah. Pada akhir
keterangannya, pihak perusahaan tersebut
menyatakan, perbuatan yang dilakukan Bedul
apabila melanggar hukum dan ketentuan yang
53

GEGER KALIJODO

berlaku, patut diberikan sanksi sesuai bobot


pelanggarannya.
Soal penodongan terhadap Kapolsek,
menurut pengakuan Bedul di depan penyidik,
ia tidak tahu menahu ada petugas di tempat
kejadian. Ia menodongkan senjata kepada
Kapolsek, mengingat saat kejadian malam hari
dan Kapolsek tidak berpakaian dinas.23
Penangkapan terhadap dua pelaku
kejahatan dari dua kelompok yang berseteru
penting sekali untuk menunjukkan keseriusan
aparat keamanan. Ini penting dilakukan agar
kelompok yang tadinya sudah mengasah
senjata, percaya kepada aparat dan
menyerahkan penyelesaian kepada petugas,
tidak bertindak main hakim sendiri.
Atas tindakannya, belakangan Bedul
mendapat ganjaran dari pengadilan selama
tiga bulan. Secara jujur, saya kecewa dengan
putusan pengadilan yang terlalu ringan atas orang yang telah melawan petugas dan hampir
saja menimbulkan keributan dalam skala yang
luas di Kalijodo.
Pembunuhan Udin memang menambah
daftar panjang aksi-aksi kekerasan antardua
kelompok di Kalijodo. Peristiwa yang lebih
tragis sebenarnya pernah terjadi pada tahun
1993. Cerita dari para tetua dan petugas polisi
yang lama bertugas di daerah tersebut
menyebutkan, saat itu dari kelompok Makassar
54

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

ada jagoan yang terkenal bernama Daeng


Leang, yang juga membuka usaha perjudian di
daerah tersebut.
Di puncak konflik Daeng Leang dibunuh
oleh kelompok pesaingnya. Cerita pembunuhan
tersebut dilukiskan oleh Majalah Tempo, seperti
sebuah drama yang berujung pada tragedi:
Di tengah malam itu rumah judi kelompok Asman,
sekitar 200 meter dari rumah judi kelompok Leang
kebanjiran petaruh. Lalu terjadi perang mulut antara
petaruh dan bandar judi. Buntutnya, meja judi
dibalikkan. Seorang oknum aparat, yang diduga
membekingi kelompok Leang, menarik pelatuk
senapannya, dor. Tidak ada korban, kecuali
petaruhnya lari tunggang langgang. Para pelacur
menjerit ketakutan, di tengah bau minuman.
Kelompok Asman menduga ulah itu datang dari
Leang. Selasa malam, kedua kelompok saling
lempar batu bata. Tujuh rumah rusak ringan.
Bentrokan reda setelah aparat Polsek dan Koramil
Penjaringan datang mengamankan. Rabu malam
akhir September, Leang dan rekannya, Akong
mengira situasi sudah aman. Mereka datang ke
rumah judi kelompok Asman. Ternyata, Leang
mengantar nyawanya. Akong berhasil kabur
menyelamatkan diri. Leang ditusuk anak buah
Asman. Ayah dua anak yang berusia 36 tahun itu
dihajar sampai tewas. Ususnya terburai. Kemudian,
mayat Leang diseret sejauh dua puluh meter untuk
diceburkan ke kali.24

Walaupun jenazah Leang akhirnya


menyembul ke atas kali, namun versi lain dari
cerita lisan yang beredar di kalangan
55

GEGER KALIJODO

masyarakat sekitar menyebutkan, mayat Leang


tak pernah ditemukan. Cerita inilah yang sampai
sekarang melegenda di kalangan warga
Kalijodo.
Cerita permusuhan antarkelompok inilah
yang kemudian diturunkan dari generasi ke
generasi lewat tradisi cerita lisan antar
komunitas. Salah satu pihak memandang Leang
sebagai tokoh panutan, sedangkan kelompok
lain melihatnya sebagai orang jahat yang berhasil
disingkirkan.
Seperti virus yang menyerang tubuh,
dendam tidak bisa dimusnakan seketika,
dendam sudah tertanam di alam bawah sadar
mereka. Kenyataan inilah yang mudah
meletupkan persoalan sepele, sebagai akibat
mabuk-mabukan dan percekcokan.
Walaupun demikian, sepeninggal Daeng
Leang, bentrokan antar kelompok semakin
jarang terjadi. Hal ini lantaran hanya ada satu
tokoh yang disegani oleh kedua kelompok.
Tokoh tersebut adalah Kamilong, seorang
pensiunan tentara yang sudah lama menetap
di kawasan tersebut.
Kamilong adalah perintis usaha perjudian
di kawasan tersebut. Berdasarkan penelitian
Idham Azis, pada tahun 1980, Kamilong mulai
merintis tempat perjudian dengan membuka judi
koprok tradisional. Judi jenis ini memang sedang
digemari oleh kalangan masyarakat bawah,
56

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

termasuk kelompok masyarakat Betawi yang


tinggal di sekitar Kalijodo.
Selama menjalankan bisnis perjudiannya,
tidak banyak gangguan didapatkan. Baik dari
ulah para preman liar, maupun aparat keamanan
yang sering ikut permainan tetapi lebih sering
memeras. Untuk kelangsungan hidup usahanya
itulah kemudian Kamilong mengorganisir
kelompoknya, yang pada awalnya hanya
dikelola oleh keluarga dekat dan kemudian
diperluas keanggotaannya berdasarkan
kesamaan asal daerah.
Bisnis yang terus berputar, membuat
usahanya makin dikenal di kalangan pecandu
judi di Jakarta. Untuk menggaet para penjudi
dari etnis Tionghoa, digelar jenis permainan Ta
Shiao, yang digemari warga keturunan. Dari Ta
Shiao inilah perkembangan judi kemudian
semakin besar. Apalagi kawasan Kalijodo
sangat strategis dan diapit oleh kawasankawasan Pecinan. Seperti Pluit, Muarakarang,
di sebelah timur dan utara. Benteng Tangerang
di sebelah barat dan lain-lain. Jadi bisa disebut
perjudian itu dapat tumbuh besar karena
memang ada pasarnya.
Perjudian di Kalijodo semakin besarkarena
tempatnya yang terbuka. Banyak lorong-lorong
dan gang sempit yang memudahkan para
bandot dan petaruh lari jika ada penggrebekan
polisi. Apalagi, kawasan itu dikenal secara
57

GEGER KALIJODO

turun-temurun sebagai daerah tempat perjudian.


Berbagai fasilitas menarik juga diberikan
pengelola lapak untuk memanjakan para
penjudi, seperti pengawalan bagi mereka yang
menang sampai di rumah.
Sedangkan upaya yang dilakukan para
pengelola lapak untuk melestarikan usahanya
adalah dengan melakukan pendekatan kepada
aparat keamanan. Itu sudah dilakukan oleh
Kamilong yang mengadakan pendekatan
dengan pihak aparat keamanan, aparat
Pemda, dan juga membantu warga masyarakat
di sekitar lokasi perjudian. Hal inilah yang
membuat ia semakin disegani.
Namun, sepeninggal Kamilong pada tahun
1990-an, kelompok-kelompok judi yang semakin
besar, seperti kehilangan induk semang.
Persaingan antar kelompok sering terjadi.
Sementara tokoh yang bisa meredam
perselisihan tidak ada. Akibatnya, perselisihan
yang pada awalnya hanya masalah sepele, dan
akhirnya menjadi keributan antarkelompok
dalam skala besar.
***

58

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

GEGER KALIJODO

60

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Awal Penanganan

elama laut belum mengering mereka masih akan tetap


dapat mencari makan.

Sampai akhir tahun 2000, di kawasan


Kalijodo sudah bisa dibilang sepi dari pertikaian
antarkelompok. Di tahun itu, pertikaian hanya
terjadi di awal tahun. Walaupun demikian, setiap
perkembangan terus dimonitor dari kawasan
rawan tersebut.
Bentrokan baru terjadi pada akhir Mei
2001. Kejadian itu, persis pada minggu pertama
saya menjabat sebagai Kapolsek Metro
Penjaringan. Saya sempat berpikir, barangkali
ini ujian pertama menjadi Kapolsek, menangani
kasus tawuran massal dua kelompok etnis yang
berbeda.
Dari pengamatan atas kasus-kasus
keributan di daerah Kalijodo pada khususnya,
dan di wilayah Kecamatan Penjaringan pada
61

GEGER KALIJODO

umumnya, sebagian besar keributan dipicu oleh


masalah sepele. Berawal dari mabukmabukkan, adu mulut, dan kemudian berujung
pada perkelahian massal. Ini terkait dengan
kharakteristik masyakarat nelayan yang temperamental.
Bisa dikatakan, bahwa pemicu keributan
adalah persoalan salah paham dan adu mulut,
bensinnya adalah minuman keras, dan jerami
kering yang tersedia adalah dendam persaingan
antarkelompok. Sebagai salah satu ciri dari
masyarakat nelayan, kebiasaan menenggak
minuman keras sudah menjadi budaya.
Terutama di kalangan anak-anak muda. Mereka
rela menghamburkan uang untuk minuman keras,
lantaran mereka memiliki prinsip, Selama laut
belum mengering mereka masih akan tetap
dapat mencari makan.
Setelah mabuk itulah segala sesuatu bisa
terjadi. Berawal percekcokan, pemukulan, dan
penganiayaan. Ujung-ujungnya, masingmasing pihak membawa kelompoknya masingmasing. Maka semakin membesarlah front
pertikaian. Apalagi masing-masing pihak samasama memiliki senjata tajam, dari tombak,
panah, pedang samurai, badik, dll.
Karena hampir sebagian besar perkelahian
antar pemuda dipicu oleh minuman keras, maka
garis besar kebijakan polsek adalah terus
melakukan razia terhadap miras. Hal ini perlu
62

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

untuk meminimalisir peredaran minuman


memabukan ini. Untuk itu, kami melakukan
penggerebekan secara berkala, bagi
perdagangan minuman keras tanpa izin.
Bentrokan antardua kelompok pada akhir
Mei 2001, yang berlangsung selama dua hari,
mengakibatkan 16 rumah lapak judi dan WTS
terbakar. Serta rumah-rumah penduduk setempat terbakar. Perkelahian massal ini melibatkan
ribuan warga setempat. Akibat kejadian
tersebut, telah membuat sejumlah warga
mengungsi ke tempat yang jauh dari pusat
konflik.
Untuk meredakan perkelahian massal saat
itu, Polsek Penjaringan jelas tidak mampu. Untuk
itu didatangkan bantuan dari Polres Jakarta Utara
dan Polda Metro Jaya. Bahkan polisi sampai
harus melumpuhkan peserta tawuran dengan
menembak mereka. Ada empat orang terluka
karena tembakan polisi. Polisi juga bertindak
cepat dan segera menangkap provokator. Pada
hari kedua, Joni orang yang diduga kuat sebagai
biang kerok kejadian, dapat ditangkap. Untuk
pemeriksaan, Joni digiring ke Polda Metro Jaya.
Sejumlah kesatuan ditempatkan untuk
menjaga kawasan itu, agar kerusuhan tidak
terulang lagi. Di bagian utara dijaga satu peleton
Satuan Polisi Air dan Udara (Satpol Airud).
Sedangkan di sisi barat, penjagaannya
dilaksanakan secara bergantian antara anggota
63

GEGER KALIJODO

Brigadir Mobil (Brimob) dan anggota Polsek


Metro Tambora. Saat itu yang menjabat sebagai
Kapolsek Tambora adalah teman satu angkatan
saya di akademi, Ajun Komisaris Merdisyam.
Keberadaan pasukan polisi dalam jumlah
besar sebenarnya ada ceritanya tersendiri.
Menjelang bulan Agustus 2001, situasi
keamanan nasional, khususnya Jakarta, mulai
memanas. Saat itu, kepemimpinan Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terus digoyang
oleh DPR, yang kemudian menimbulkan reaksi
perlawanan sengit dari kalangan warga
Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi pendukung
Gus Dur. Waktu itu muncul ancaman warga NU
Jawa Timur akan datang ke Jakarta untuk
melancarkan aksi demonstrasi besar-besaran
ke DPR.
Menghadapi situasi keamanan Jakarta
yang tidak menentu, Kapolri yang saat itu dijabat
Jenderal Pol. Drs. Bimantoro, sejak awal Juni
telah menempatkan pasukan cadangan dari
Brimob dan pasukan lain yang tidak melakukan
tugas-tugas pelayanan masyakat, seperti Polisi
Laut dan Udara di Jakarta Utara. Pasukan ini
disiagakan untuk menghadapi situasi yang tidak
menentu.
Keberadaan pasukan cadangan yang
disiagakan di kawasan Jakarta Utara, membuat
kerusuhan di Kalijodo dengan cepat dapat
dipadamkan, karena faktor kecukupan pasukan.
64

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Prosedur permintaan bantuan


Karena hampir
pasukan cadangan Brimob yang
sebagian besar
sebelumnya berada di bawah
perkelahian
kendali operasi (BKO) Polres
antarpemuda
Jakarta Utara, atas permintaan
dipicu oleh
Polsek, diperintahkan untuk bisa
minuman keras,
membantu kami di Penjaringan.
maka garis besar
Sehingga, Brimob yang ditarik
kebijakan polsek
untuk memadamkan Kalijodo,
adalah terus
dalam istilah militer lazim disebut
melakukan razia
pasukan yang diperbantukan
terhadap miras.
atau disebut di bawah perintah
Polsek Metro Penjaringan.
Keberadaan polisi di tempat pertikaian
dengan tujuan untuk mendinginkan suasana,
ternyata efektif. Akhirnya, kedua kelompok
sepakat berdamai. Mereka membuat
kesepakatan dan berjanji tidak akan melakukan
tindakan pembalasan. Saat itu tetua dan tokohtokoh kedua belah pihak sudah mengeluarkan
maklumat bersama untuk mengakhiri konflik.
Untuk meredakan kekhawatiran warga,
terutama kepada keluarga yang yang sempat
mengungsi, lewat media massa, saya tegaskan
bahwa masyarakat sekitar tidak perlu cemas
lagi. Kedua kelompok yang terlibat tawuran
sudah berjanji tidak akan melakukan suatu apa
pun yang bersifat pembalasan. Kedua kelompok
itu juga sudah saling berdamai. Jadi, warga tidak
perlu khawatir lagi, kata saya.25
65

GEGER KALIJODO

Sedangkan sebagai upaya pencegahan


dini dan pendinginan suasana di Kalijodo, secara
bergiliran dalam waktu satu minggu masih terus
kami tempatkan pasukan Brimob di kawasan
tersebut. Ada dua Kompi Brimob yang
disiagakan di tempat kejadian.
***

66

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B
Menemukan
Akar Permasalahan

erjudian di Kalijodo sering dianggap perjudian kelas teri,


padahal sebenarnya omset judi di sini cukup besar. Beberapa
informasi menyebutkan bahwa perputaran uang dari meja judi
dalam setiap harinya mencapai 500 juta rupiah.

Pengelompokan masyarakat di Kalijodo


lebih didasarkan oleh kelompok asal daerah.
Dua komunitas besar, Suku Mandar, Suku
Makassar, dan satu komunitas Serang. Tentu
saja masih ada kelompok masyarakat lain yang
berasal dari Jawa dan Sumatera. Namun, ketiga
kelompok inilah yang banyak menguasai lahanlahan kosong di bantaran sungai, sebagai
tempat perjudian. Lahan mereka kuasai dengan
cara menempatkan para preman untuk menjaga
lahan yang mereka patok.
Di atas tanah itulah mereka mendirikan
lapak-lapak judi. Penguasan lapak judi dan
permainan judi itu sendiri yang syarat dengan
persaingan membuat antar kelompok semakin
kental. Masing-masing kelompok memperbesar
67

GEGER KALIJODO

jumlah anggota berdasarkan sistem


kekerabatan. Kelompok Makassar menambah
anggotanya asal Makassar, kelompok Mandar
pun demikian juga. Hal berkait dengan
meningkatnya pengangguran akibat krisis
moneter.
Berdasarkan lingkungan sosial, yang
terpolarisasi sedemikian rupa, saya pelajari,
setiap kasus tawuran antarwarga selalu dipicu
oleh kasus penganiayaan. Karena itulah polsek
memberikan atensi khusus untuk kasus 170
dan 351. Penyebutan kasus itu berdasarkan
pasal pada Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Pasal 170 adalah tindak
pengeroyokan dan pasal 351 penganiayaan
menyebabkan luka berat atau ringan sampai
meninggal. Biasanya kasus akan cepat meluas
dan melibatkan massa dalam jumlah besar, jika
penganiayan dilakukan oleh dua kelompok gang
atau dari etnis yang berbeda.
Biasanya, setelah terjadi konflik, khususnya
di Kalijodo, akan diikuti upaya perdamaian.
Dalam pernyataan perdamaian itu, masingmasing kelompok diminta untuk menertibkan
anak buah mereka. Sehingga pernah ada butir
perdamaian yang meminta, jika ada satu
anggota kelompok A membuat ulah di tempat
B, maka kewajiban kelompok B untuk
mengembalikan kepada kelompoknya dan
menjadi tugas ketua kelompok untuk
68

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

menghukum anak buah mereka yang suka


membuat ulah.
Tetapi model hukuman ini tidak efektif,
seringkali muncul ketidapuasan, terutama ketika
ada anak buah kelompok yang membuat ulah,
ternyata tidak dihukum oleh ketua kelompoknya.
Walaupun kematian Udin tidak menimbulkan
keributan massal antardua kelompok, karena
kecepatan antisipasi kami, namun bibit
permusuhan yang dari kedua kelompok tetap
menjadi potensi kerawanan yang sewaktu-waktu
dapat meledak. Ini kemudian terbukti, satu bulan
setelah peristiwa pembunuhan, perkelahian
antarkelompok terjadi lagi.
Kejadian pada pertengahan bulan Februari
2002, diawali oleh kasus mabuk-mabukan
beberapa pemuda. Mereka mabuk di depan
wartel di samping sebuah bar. Tanpa diketahui
dengan pasti, pemuda yang mabuk kemudian
membuat onar, akibatnya timbulah perkelahian.
Dan, seperti biasanya, setiap perkelahian selalu
disertai dengan aksi pembakaran.
Pembakaran wartel dan bar membuat
pemiliknya kaget, dan meninggal dunia akibat
serangan jantung. Pemilik bar dan wartel tersebut
bernama Daeng Subuh, salah satu tokoh dari
kelompok yang sering bertikai. Dalam waktu
sekejab, ada 27 tempat tinggal dan sebuah
wartel terbakar, apalagi bangunan yang
sebagian besar berupa bangunan semi
69

GEGER KALIJODO

parmanen, sehingga mudah dilalap si jago


merah.
Polisi yang diturunkan di tempat kejadian,
ternyata mengalami kesulitan menghalau
perkelahian yang terjadi di malam hari dan
berlangsung di gang-gang sempit. Aksi
perkelahian yang sudah keterlaluan ini,
membuat kami tak segan-segan untuk
bertindak tegas. Malam itu kami mengerahkan
pasukan dalam jumlah yang besar, dan berhasil
menangkap 49 orang, 45 di antaranya
membawa senjata tajam.
Selain itu, perkelahian itu juga menjadi
alasan buat kami untuk melakukan sweeping
senjata tajam. Jika sebelumnya aksi perlucutan
senjata tidak pernah dilakukan, mungkin hal itu
disebabkan karena keterbatasan pasukan, dan
seringnya kejadian tawuran
Di suatu rumah yang yang berlangsung pada
dihuni oleh seorang malam hari, sehingga
ibu rumah tangga, menyulitkan petugas untuk
bernama Yatmi, 40 melakukan razia. Tetapi,
tahun, warga Jln. malam itu saya turun tangan
Kepanduan, RT 03 sendiri. Selain menangkap
RW 05, kami para pelaku perkelahian
menemukan hampir yang membawa senjata,
300 batang mata kami juga masuk ke rumahtombak yang terbuat rumah penduduk.
Penggeledahan kami
dari pipa besi.
lakukan ketika perkelahian
70

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

sempat berhenti. Hasilnya sungguh


mencengangkan. Di suatu rumah yang dihuni
oleh seorang ibu rumah tangga, bernama Yatmi,
40 tahun, warga Jalan Kepanduan, RT 03 RW
05, kami menemukan hampir 300 batang mata
tombak yang terbuat dari pipa besi. Mata
tombak inilah yang kemudian dipasangkan
dengan pipa-pipa besi sepanjang hampir dua
meter dengan cara dilas. Selain mendapat
ratusan tombak, kami juga menyita 4 senjata api
dengan 269 butir peluru, 20 samurai, 8 golok,
14 badik, 10 palu, 7 linggis, 14 ganco pemecah
batu es, 1 kapak, dan 1 ketapel. Barang-barang
berbahaya itu sebenarnya hampir tidak pernah
kami temukan ketika dalam kondisi damai.
Walaupun hampir 50 orang sebagai biang
kerok sudah kami tangkap, perkelahian masih
terjadi lagi pada pagi harinya. Perkelahian pagi
itulah yang membawa korban anggota polisi,
Brigadir Dua Ronald Sianipar dari kesatuan
Sabhara Polda Metro Jaya, yang pagi itu
ditempatkan di Kalijodo dalam upaya
pendinginan situasi. Namun dengan cepat kami
berhasil menangkap pelaku pemanahan, yang
bernama Abdul Kahar.
Akibat dari perkelahian yang disertai aksi
pembakaran rumah dan lapak-lapak judi,
puluhan keluarga mengungsi meninggalkan
tempat yang tidak aman tersebut. Selain itu,
sekitar 10 orang yang terlibat perkelahian,
71

GEGER KALIJODO

mengalami luka akibat kena bacok atau sabetan


senjata tajam. Tempat perjudian ilegal yang
dimaksud adalah bangunan lapak-lapak judi
yang dibangun di atas badan kali sudetan dari
Kali Banjir Kanal ke Kali Muara. Bangunan
tersebut sebenarnya sudah menyalahi aturan
peruntukan lahan, karena daerah sudetan sungai
termasuk dalam jalur hijau. Tapi, pembangunan
tempat-tempat judi tersebut jelas di luar
kewenangan polisi, melainkan wewenang
pemerintah setempat.
Jajaran pimpinan Polda Metro Jaya sendiri
sudah berkali-kali memberikan warning kepada
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk
lebih memperhatikan kawasan rawan kejahatan
tersebut. Hal itu seperti dikatakan oleh Kepala
Dinas Penerangan waktu itu, Kombes Anton
Bachrul Alam, Polda akan sesegera mungkin
meminta Pemerintah Daerah Propinsi DKI
Jakarta dan DPRD untuk bersama-sama
menangani kawasan Kalijodo secara
komprehensif. Bahkan Pak Anton menekankan,
Kami lebih senang kawasan prostitusi dan
perjudian Kalijodo itu ditutup, sebagaimana
dilakukan terhadap Kramat Tunggak, katanya.
Sikap tegas para pimpinan Polda Metro
Jaya, memberi kemudahan bagi kami untuk
meminta bantuan pasukan pengamanan.
Terlebih penting lagi, pendelegasian wewenang
kepada kami untuk secara otonom mencari
72

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

jalan yang terbaik untuk menyelesaikan


permasalahan. Hal ini membuat kami yang
berada di garis depan lebih leluasa dalam
bertindak. Apalagi keberadaan lokalisasi
perjudian yang disinyalir menjadi pemantik
keributan antarkelompok memang sudah sangat
meresahkan. Keresahan ini terbukti, seminggu
setelah kejadian sebelumnya, kerusuhan besar
terjadi lagi. Padahal upaya pendinginan dan
sweeping senjata sudah dilakukan. Lagi-lagi dua
kelompok pembuat onar bertikai. Mereka saling
melakukan penyerangan. Akibat dari pertikaian
itu tiga orang mengalami luka berat akibat kena
sabetan golok. Selain itu, sekitar 225 rumah
hangus terbakar.
Kerusuhan antarwarga yang terakhir terjadi
pada bulan April 2002. Kejadian itu telah
mengakibatkan lima orang pelaku perkelahian
terkena panah. Dalam kejadian tersebut, kami
menangkap 29 orang yang terlibat perkelahian.
Selain itu, kami juga menemukan 67 anak
panah, 4 golok, sejumlah pisau, tombak,
ketapel, dan sebuah bom molotov.
Setelah pertikaian dapat dikendalikan, para
tokoh dari kedua kelompok kemudian
dikumpulkan untuk membuat perjanjian tidak
akan melakukan perkelahian lagi. Walaupun
memang ada nada pesimisme dari warga,
setidaknya ada janji dari para pentolan
kelompok untuk tidak mengulangi pertarungan
73

GEGER KALIJODO

lagi.
Lantas mengapa perkelahian antar
kelompok judi bisa terjadi? Seperti yang saya
uraikan di atas, persaingan yang tajam antara
penguasa lapak-lapak judi inilah yang paling
dominan menimbulkan keribuatan antar
kelompok. Jika salah satu di antaranya lebih
ramai dikunjungi penjudi, maka lapak yang sepi
akan kekurangan omset pemasukan. Hal inilah
yang membuat anak-anak muda yang iri hati
membuat onar.
Perjudian di Kalijodo sering dianggap
perjudian kelas teri, padahal sebenarnya omset
judi di sini cukup besar. Beberapa informasi
menyebutkan bahwa perputaran uang dari meja
judi dalam setiap harinya mencapai 500 juta rupiah. Uang 100 ribu rupiah di lapak judi Kalijodo
tidak ada artinya. Orang sekali main bisa pasang
10 jutaan. Memang gila-gilaan. Tapi sebenarnya
perjudian ilegal bukan hanya di Kalijodo. Di
tempat lain di Jakarta, juga ada pusat perjudian,
akan tetapi tak membuat keributan, ujar seorang
warga.26
Para bandar judi dan para pemainnya
memang kebanyakan berasal dari kelompok
masyarakat Tionghoa. Sedikit, atau bahkan bisa
dikatakan jarang, pemain judi dari kalangan
pribumi. Namun, para pemilik lapak inilah yang
menyediakan tempat untuk disewakan, bahkan
juga jasa pengamanan sampai mengantar
74

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

75 tawuran antar kelompok di Kalijodo


Berbagai senjata yang digunakan dalam

GEGER KALIJODO

bandar dan para pemenang taruhan ke tempat


tujuan. Para bandar dan pemenang, seperti
dimanjakan dengan pelayanan para pemilik
lapak.
Untuk mengamankan usaha perjudian ini,
para pemilik lapak bersikap baik kepada
aparat. Karena itulah saya menyebut kawasan
judi ini dengan istilah ATM nasional. Para
pengelola judi tak segan-segan memberikan
sedikit keuntungannya kepada oknum polisi,
tentara, maupun aparat pemda. Ibaratnya,
semua lapisan ikut menikmati uang panas
tersebut.27
Namun kebijakan saya selaku Kapolsek
Metro Penjaringan, melarang keras anggota
polsek mengambil jatah mel dari tempat judi
Kalijodo. Garis kebijakan ini saya keluarkan
setelah kerusuhan pertama yang saya tangani.
Atau kurang lebih, sekitar satu bulan setelah
saya menjabat Kapolsek.
Di awal-awal saya menjabat Kapolsek
Metro Penjaringan, saya perhatikan memang
ada anggota saya yang sering datang ke
Kalijodo. Mereka tidak datang ke lokasi
perjudian, tapi hanya mampir di mulut Gang
Kambing. Gang ini terletak di antara Jalan Raya
Angke, Jalan Bidara Raya, yang menjadi pintu
masuk ke lokasi-lokasi judi. Jadi di dalam lokasi
perjudian sendiri tidak pernah ada polisi.
Setelah mengamati, saya memiliki
76

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kesimpulan bahwa anggota Sabhara yang


punya tugas pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan patroli, sering mengalami
kekurangan uang dinas untuk patroli. Di mulut
Gang Kambing itulah mereka sering mendapat
jatah. Uang itulah yang mereka gunakan untuk
menambah biaya patroli atau uang tambahan
kopi dan rokok.
Aparat yang datang ke Gang Kambing,
tidak hanya dari polsek. Dulu ada oknum dari
polda, tramtib, Pom TNI, koramil. Mereka
mampir di mulut gang. Memang tidak besar
jumlah yang mereka dapatkan, satu mobil dan
motor paling kurang mendapat bagian Rp 5000.
Belajar dari pengalaman, walaupun ada
banyak aparat yang sering mampir di dekat
lokasi judi, namun jika ada kerusuhan di tempat
tersebut, tidak ada satu pun aparat keamanan
yang membantu memadamkan. Kecuali,
anggota Polsek Penjaringan. Jadi boleh
dikatakan, rezeki banyak dibagi, tetapi polsek
ketiban sampur.
Mengapa saya melarang anggota saya
mengambil jatah mel? Karena itu sangat
merusak martabat aparat dan anak buah saya.
Tindakan mereka seperti pengemis saja.
Jumlahnya tidak seberapa tetapi merusak moral
anggota. Mereka seperti kehilangan daya untuk
bertindak tegas jika sewaktu-waktu diperlukan.
Pada saat perkelahian antarkelompok
77

GEGER KALIJODO

merebak, memang sempat tersiar kabar di media massa, bahwa ada oknum polisi yang
menjadi backing yang memiliki lapak judi di
Kalijodo. Ternyata, informasi itu memang akurat.
Ada oknum polisi berpangkat brigadir polisi
(sersan) yang membuka kapling judi di sana.
Menurut informasi, pada awalnya ia hanya
keluyuran saja, lalu menjadikan Kalijodo sebagai
daerah pantauannya. Namun dengan motifasi
ekonomi untuk mencari keuntungan, ia membuka
lapak judi. Lapak judi yang ia bangun berada
persis di antara lapak milik Bedul, Asman, dan
Roni. Belakangan saya ketahui bahwa dari
tempat itulah keributan sering berawal. Lapak
oknum tadi, seharusnya menjadi buffer zone,
kawasan penyanggah atau garis demarkasi,
yang menjadi pembatas antarkelompok,
sehingga konflik dapat dikendalikan.
Atas tindakannya itulah oknum polisi
tersebut kemudian dimutasikan. Dia memang
bukan anggota Polsek Penjaringan, jadi bukan
anak buah saya. Memang ada yang menyebut,
bahwa dia bekerja baik. Tetapi, jika dia memang
bekerja dengan baik, mengendap di kawasan
itu, menggali informasi di daerah tersebut, maka
setiap kejadian kecil seharusnya bisa dimonitor
olehnya. Apalagi dia bekerja di wilayah saya,
maka sudah seharusnya lapor kepada saya
sejak awal mula saya menjadi kapolsek. Tetapi
hal itu tidak dia lakukan. Kalau ada
78

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

permasalahan, dia tidak pernah turun, dan saya


tidak pernah mendapatkan informasi sedikit pun
dari dia, tentang adanya kasus perkelahian, atau
pengeroyakan. Dengan adanya dia di sana,
serta mau memberikan informasi secara cepat,
maka keributan yang mulanya masih berskala
kecil, mungkin bisa cepat kami kendalikan.
Berdasarkan
fakta-fakta
bahwa
penganiayaan yang selalu memicu konflik
antar kelompok, maka kami dari jajaran Polsek
Penjaringan, menaruh atensi khusus kepada
kasus penganiyaan dan pengeroyokan, yang
kemudian saya jabarkan ke dalam beberapa
langkah dan prosedur operasional yang mudah
dipahami oleh seluruh anggota Polsek Metro
Penjaringan. Prosedur penanganan kasus
penganiayaan ini sebelumnya kami
sosialisasikan secara intensif kepada seluruh
anggota yang ada di setiap pospol, sehingga
menjadi satu prosedur baku bagi setiap
anggota.
Langkah pertama, jika sudah terjadi aksi
penganiayaan ialah membawa korban terlebih
dahulu ke rumah sakit untuk diobati. Polseklah
yang biasanya menalangi biaya perawatan
korban. Biasanya korban penganiayaan berat
menghabiskan biaya sebesar 3 juta hingga 5 juta
rupiah. Hal ini perlu dilakukan, agar pihak
keluarga dan kerabat korban tahu, bahwa polisi
serius menangani kasus tersebut. Hal tersebut

GEGER KALIJODO

terbukti dari kecepatan para anggota dalam


bertindak. Jika mulai muncul perasaan percaya
kepada polisi, apalagi dalam kenyataannya
polisilah yang membayar biaya perawatan,
maka kami tinggal meyakinkan anggota
keluarga, bahwa polisi juga akan segera
menangkap pelakunya. Urusan mengejar dan
menangkap pelaku serahkan kepada kami,
polisi.
Dampak positif dari langkah ini, akan
muncul kepercayaan kepada polisi, dan
ketenangan dari keluarga korban, kerabat, atau
kelompoknya. Ya Pak, urusan ini sepenuhnya
kami percayakan kepada Bapak, itulah
biasanya jawaban keluarga korban. Jika sudah
demikian, kami sudah meredakan amarah
keluarga korban, sehingga tak akan terjadi aksi
pembalasan, atau tindak main hakim sendiri.
Bagi anggota kami, sudah ada ketenangan
dalam bekerja untuk menuntaskan kasus
tersebut. Jika kami mengalami kesulitan untuk
menangkap pelaku penganiayaan, sehingga
memakan waktu yang lama, keluarga korban dan
kelompoknya sudah lebih dahulu diredakan
emosinya, sehingga tidak bertindak sendiri.
Namun, keadaan dapat berubah sebaliknya, jika
mereka melihat penanganan polisi lambat,
terlebih lagi jika belum apa-apa sudah muncul
prejudis polisi tidak akan bertindak apa-apa.
Jika sudah ada penilaian seperti itu, para
80

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

korban akan mencari keadilan dengan caranya


sendiri. Keadilan bagi mereka biasanya dengan
membalas dendam kepada tersangka atau
keluarga tersangka.
Jika sudah demikian kejadiannya, maka
kami para polisi hanya berperan sebagai
penonton dari aksi balas dendam. Saya tidak
ingin polisi bertindak seperti polisi dalam filmfilm India. Karena itulah anggota polsek,
termasuk yang bertugas di setiap pos polisi
(pospol) yang ada di tiap kelurahan, sudah hapal
dengan langkah-langkah yang harus dilakukan.
Di polsek, selama periode 2001-2002, kami
sudah menghadapi puluhan kasus
penganiayaan yang tidak berujung pada
kerusuhan atau perang antarkelompok, karena
kecepatan kami dalam mengusai keadaan.
Langkah ini tidak kami
khususkan kepada warga di Kalau ada
daerah Kalijodo. Tetapi di seluruh permasalahan,
wilayah Penjaringan, apalagi di dia tidak
Kecamatan Penjaringan terdapat pernah turun,
banyak lokasi bisnis yang ....
melibatkan banyak orang, seperti
tempat pelelangan ikan di Muara Karang,
kawasan nelayan di Muara Baru, pelabuhan
Sunda Kelapa, di mana terdapat
pengelompokan masyarakat secara turuntemurun berdasarkan kesamaan suku bangsa.
Bagaimana kami bisa membiayai korban
81

GEGER KALIJODO

penganiayaan? Biasanya uang yang


dikeluarkan polsek diganti oleh pelaku, atau
keluarga pelaku yang datang. Mereka biasanya
ketakutan karena ada keluarga atau kerabatnya
yang dicari-cari polisi. Mereka kemudian
bersedia mengganti uang perawatan. Cara dan
prosedur ini sudah teruji dalam beberapa kasus.
Misalnya kasus pembacokan tukang becak oleh
preman pada pertengahan 2001. Tukang becak
yang marah kemudian mengerahkan kawankawannya, apalagi rumah preman diketahui
berada di kawasan Tanah Pasir.
Saat itu, para tukang becak hendak
membakar rumah di sekitar Tanah Pasir. Setelah
kami redakan, saya menarik para tukang becak
itu ke polsek, dengan berjalan kaki sekitar 1 km.
Saya mengajak mereka meninggalkan rumah
pelaku, karena kami ingin memisahkan, mana
tukang becak, mana yang menonton, dan mana
yang provokator. Saat itu situasi memang panas,
tidak hanya di Penjaringan, tetapi situasi
nasional yang tidak kondusif karena situasi politik
zaman pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid yang kurang stabil.
Untuk meredam amarah para tukang becak
yang juga belum reda, sesampainya di polsek
saya berikan mereka makan. Saya membelikan
mereka nasi padang. Kepada teman-teman
korban saya tawarkan untuk berdamai. Pada
awalnya mereka menawar dengan sangat tinggi,
82

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mereka minta ganti rugi 60 juta


rupiah. Lantas terjadi tawar- Jika mulai muncul
menawar, saya katakan kepada perasaan percaya
orang tua pelaku, Jika tawaran kepada polisi,
sampai di bawah 10 juta, atau apalagi dalam
paling tinggi 10 juta, kamu kenyataannya
terima saja, biar saya nanti polisilah yang
yang bayar. Rupanya orang tua membayar biaya
pelaku cukup mempercayai perawatan, maka
omongan saya, lantas terjadi kami tinggal
kecocokan pada angka 10 juta meyakinkan
rupiah. Itu uang saya, begitu anggota keluarga,
bahwa polisi juga
kilahnya.
Uang itu kemudian dipakai akan segera
buat pengobatan, sebagain menangkap
untuk dibagikan kepada para pelakunya.
negosiatornya, dan selebihnya
dipake buat mabuk-mabukan para tukang becak
yang ikut serta dalam penyerbuan. Buat saya,
lebih baik meredamkan suasana ketimbang
terjadi keributan besar yang akan banyak
memakan korban. Sampai-sampai muncul rumors di Polres Jakarta Utara, Kapolsek di 86kan para tukang becak, tapi buat saya hal itu
tidak menjadi masalah.
Kasus lain terjadi pada akhir tahun 2001.
Waktu itu terjadi pemukulan tukang bajaj oleh
Satpam Perumahan Pantai Indah Kapuk. Begitu
saya mendengar kasus itu, anggota langsung
saya apelkan di sana, karena saya sudah
83

GEGER KALIJODO

menduga akan ada perkelahian massal sebagai


akibat dari kasus penganiayaan tersebut. Untuk
mengantisipasi keadaan, anggota saya
kumpulkan di Cafe Taman Pantai Indah Kapuk.
Tiba-tiba datang ratusan bajaj dengan suara
knalpotnya yang meraung-raung. Satu bajaj
berisi rata-rata lima hingga enam penumpang,
menyerbu masuk perumahan Pantai Indah
Kapuk. Padahal kasus ini sebelumnya sudah
didamaikan Wakapolsek, dengan memberi
ganti rugi sebesar 100 ribu rupiah kepada
korban pemukulan. Tetapi rupanya para tukang
bajaj itu tidak puas, mereka
Bagi saya, datang dengan membawa
mencegah bensin siap untuk membakar
keributan, lebih apa saja. Saat itu sempat terjadi
baik dari pada aksi dorong-dorongan, antara
menjadi ratusan tukang bajaj dengan
pemadam anggota kami.
kebakaran.
Ketika saya datang, saya
Lebih baik ajak mereka bicara. Masalahnya
mengeluarkan menjadi jelas. Ternyata inti
uang 3 juta untuk permasalahannya, para tukang
mencegah bajaj meminta tambahan uang
keributan ganti rugi. Uang 100 ribu rupiah
ketimbang harus yang sebelumnya diberikan
membayarnya sebagai ganti rugi, rupanya tidak
lebih mahal jika cukup untuk dibagikan kepada
sudah terjadi ribut teman-temannya. Apalagi yang
massal, datang adalah kumpulan tukang
84

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

bajaj se-Jakarta.
Saat itulah saya perintahkan Komandan
Satpam untuk mengumpulkan uang, langsung
dari dompet anggotanya. Saya ingin
menunjukkan kepada para sopir bajaj bahwa
para satpam itu, juga orang kecil yang hanya
memiliki uang recehan. Kasus ini pun kemudian
selesai, tanpa menimbulkan keributan yang
berarti.
Bagi saya, mencegah keributan, lebih baik
dari pada menjadi pemadam kebakaran.
Lebih baik mengeluarkan uang 3 juta untuk
mencegah keributan ketimbang harus
membayarnya lebih mahal jika sudah terjadi ribut
massal, tawuran antarwarga. Karena jika itu
sudah terjadi tawuran, untuk meredakannya kami
harus mendatangkan pasukan dari Polda Metro
Jaya. Bantuan yang diberikan tentu saja tidak
gratis, kami dari polsek harus mengeluarkan
uang untuk pasukan yang berjaga, uang saku,
uang rokok, apalagi jika mereka harus
ditempatkan selama berhari-hari.
Tidak itu saja, dalam keadaan siaga satu,
seluruh anggota polsek harus standby, itu
sebabnya kami semua tidak bisa tidur nyenyak.
Mungkin uang yang dikeluarkan sama juga, yaitu
3 juta. Tetapi banyak pekerjaan yang tidak perlu
dilakukan pada masa damai. Hal itu tidak bisa
kami lakukan jika terjadi kerusuhan massal.
Dampak lain, anggota kami yang jumlahnya
85

GEGER KALIJODO

terbatas, harus terfokus pada satu titik, padahal


pada kondisi normal, mereka tersebar pada
pospol masing-masing. Akibatnya, jika ada
masalah di titik lain, terutama tugas pelayanan
masyarakat, menjadi terganggu.
Kasus Kalijodo merupakan pengalaman
pahit. Kami harus siaga 24 jam. Jumlah personil
polsek yang hanya 140 orang, harus kami bagi
siang dan malam. Belum lagi ada yang izin atau
sakit. Tugas jaga tahanan dikurangi, dan minimal harus ada 30 anggota di lokasi kejadian.
Ini jelas tidak mampu untuk menghadapi massa
yang jumlahnya bisa mencapai ribuan orang.
Walaupun kami mendapat back-up dari polres,
paling banter mendapat tambahan 30 personil,
jelas tidak cukup, maka kami minta tambahan
pasukan dari polda.
Jadi yang paling baik adalah mencegah
terjadinya kerusuhan, karena kalau sudah terjadi,
tenaga kami akan benar-benar diperas.
Berdasarkan pengalaman inilah, kami jajaran
Polsek Penjaringan, bertekad untuk
menyelesaikan persoalan kerusuhan warga di
Kalijodo sampai ke akar-akarnya.
***

86

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C
Memadamkan
Sumber Api

ulu ketika di sini cuma menjadi tempat hiburan lelaki hidung


belang, tidak pernah ada perkelahian sampai bakar-bakaran seperti
ini. Bakar-bakaran baru terjadi belakangan sejak perjudian
menjamur,...

Masalah perkelahian antarkelompok di


Kalijodo merupakan bagian dari problematika
sosial masyarakat urban. Di Jakarta, ada
beberapa tempat yang menjadi titik rawan
perkelahian antarkelompok. Di Jakarta Timur,
titik rawan perkelahian berada di daerah
Manggarai dan Kramatjati. Di Jakarta Pusat,
kawasan Berlan. Dan di Jakarta Barat, wilayah
Ketapang, dll.
Hasil penelitian Dinas Penelitian dan
Pengembangan (Dislitbang) Mabes Polri pada
tahun 1996 menyebutkan, bahwa dimensi
kriminalitas maupun konflik sosial sudah
sedemikian jauh berkembang. Walaupun
demikian, ada pola umum, bahwa faktor-faktor
ekonomilah yang seringkali menjadi trigger
87

GEGER KALIJODO

munculnya konflik sosial.


Persoalan kriminalitas yang semakin
kompleks, mewajibkan polisi memiliki
pengetahuan yang multidisipliner. Selain
pengetahuan tentang proses penegakan hukum,
polisi juga harus memiliki pengetahuan tentang
ciri dan karakteristik sosial, yang melandasi
seseorang untuk berbuat sesuai ciri lingkungan
sosialnya itu.
Pelajaran kriminologi, memberikan
pengetahuan untuk menemukan sebab-sebab
terjadinya aksi kriminalitas atau etiology of
crime. Berdasarkan data-data tersebut, kami
(baca polisi) dapat berusaha menemukan caracara penanggulangan dengan pusat perhatian
pada orang yang berbuat, di samping terhadap
lingkungannya.28
Kesimpulan bahwa perjudianlah sumber
melapetaka warga Kalijodo, sebenarnya sudah
diketahui banyak orang. Pernyataan warga
seperti yang ditulis oleh media massa
menguatkan sinyalemen tersebut. Pada kasus
pembunuhan Daeng Leang, media massa
menuliskan komentar warga sebagai berikut:
Menurut Matulessy, Ketua RW 05 yang
wilayahnya meliputi tempat pelacuran dan
perjudian tadi, sejak koprok bercokol di sana
selalu timbul keributan. Awal tahun lalu,
memang ada razia judi. Warga di sini sudah
lama menginginkan perjudian dihapuskan dan
88

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dibasmi, katanya.
Apa yang disampaikan Matulessy terbukti
pada hampir 10 tahun kemudian. Persaingan
antar pemilik lapak judi, menjadi dasar
perkelahian antar kelompok pada tahun 2002.
Hal tersebut seperti dituliskan sebagai judul
harian Kompas, 17 Februari 2002. Perjudian,
Pemicu Perkelahian dan Pembakaran Kalijodo.
Tulisan kompas tersebut didasari oleh
keterangan dari warga sekitar yang sebenarnya
mengalami keresahan sebagai akibat
pertarungan antardua kelompok tersebut.
Namun, keresahan ini juga seringkali tersamar,
karena dalam situasi damai, warga sekitar juga
mengambil keuntungan dari ramainya
pengunjung lapak-lapak judi. Mereka bisa
menjual berbagai keperluan, seperti makanan,
minuman, rokok, dll yang menjadi kebutuhan
para petaruh yang bisa berjudi hingga sehari
penuh.
Di sisi lain, keresahan warga mampu
direkam media massa. Bahkan media langsung
menunjuk perjudian sebagai biang keladi
perselisihan kelompok itu, seperti ditulis
sebagai berikut, Dulu ketika di sini cuma
menjadi tempat hiburan lelaki hidung belang,
tidak pernah ada perkelahian sampai bakarbakaran seperti ini. Bakar-bakaran baru terjadi
belakangan sejak perjudian menjamur, kata
warga seperti dikutip media massa.
89

GEGER KALIJODO

Penyelesaian masalah perjudian memang


menjadi pekerjaan rumah kami yang harus
dituntaskan. Berbagai tanggapan yang dimuat
dalam berbagai media massa, yang menuliskan
persoalan Kali Jodo, memang memberikan
porsi yang cukup besar dan sekaligus
memberikan banyak masukan bagi kami selaku
aparat penegak hukum. Bagi kami yang
langsung berhadapan dengan masalah tersebut,
pemberitaan media itu, memberi banyak
referensi untuk mencari jalan keluar yang paling
baik. Tentu saja, kami tidak ingin kejadian
tersebut menjadi salah satu bentuk impuniti,
karena ketidakberdayaan aparat.
Tulisan media massa dengan nada yang
menyindir aparat, tapi tepat untuk memberi
gambaran apa yang sebenarnya terjadi di
kawasan kumuh tersebut.
Memang, seandainya tidak terjadi kerusuhan antar
preman dalam bentuk bakar-bakaran rumah, 22
Februari 2002 dinihari itu, perjudian dan pelacuran
ilegal di Kalijodo, Penjaringan Jakarta Utara, agaknya
akan berjalan terus hingga akhir zaman. Tetapi
karena kekerasan fisik yang dipertontonkan para
preman, aparat pemda dan aparat keamanan
tepaksa turun tangan. (Kasus Kali Jodo: Contoh
Impunitas yang Bisa Membakar Jakarta, Kompas 4
Maret 2002).

Jelas bagi saya, masalah perjudian Kalijodo


itu tidak akan menjadi semacam impuniti. Sejak
awal saya menjadi Kapolsek Penjaringan,
90

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

berbagai ikhtiar kami lakukan untuk


menyelesaikan konflik. Namun, penyelesaian
yang sifatnya sporadis memang tidak menjamin
perkelahian itu berhenti. Beberapa resep di
awal-awal penanganan, ternyata bersifat
simtomatik, hanya mengobati gejalanya saja,
sedangkan penyakit utama warga Kalijodo tak
sembuh juga.
Sejak saya menjabat sebagai kapolsek,
saya sudah melarang beroperasinya perjudian
ilegal di kawasan Kalijodo. Apalagi sejak
kerusuhan besar yang membakar ratusan rumah
pada Februari 2002. Namun, secara diam-diam
kelompok judi tersebut membuka kembali.
Perkelahian pada April 2002 itulah yang menjadi
contoh, betapa perjudian memang aspek
determinan terjadinya kerusuhan antargeng
berbeda etnis itu.
Apalagi, perjudian sebagai sumber daya
yang diperebutkan, penyelesaiannya berada di
luar pranata sosial, pranata bisnis. Karena
sumber nafkah yang diperebutkan merupakan
sumber nafkah ilegal. Sehingga, oleh para
pelakunya, hanya dengan jalan siapa kuat dialah
yang berkuasa. Maka, berlomba-lombalah
kelompok-kelompok
pemilik
lapak
mengorganisir dan merekrut anggota-anggota
geng dalam jumlah besar.
Hal ini terlihat dari berbagai pengalaman
untuk menyelesaikan masalah. Saya
91

GEGER KALIJODO

berkesimpulan, para penguasa lapak judi


memang tidak memiliki niat baik untuk
memberikan ketentraman kepada warga sekitar.
Mereka lebih memilih mencari untung yang
sebesar-besarnya dari pembukaan tempat
perjudian. Sementara rumah-rumah warga
sekitar hangus terbakar.
Memang ada reaksi ketika saya
memberikan perintah larangan perjudian. Wajar
muncul reaksi perlawanan. Hal ini sudah
diperhitungkan, karena yang kami hadapi
adalah kemapanan yang sudah berlangsung
puluhan tahun. Dari informasi yang kami peroleh,
penutupan kawasan judi, membuat para pemilik
lapak dan para bandar gelisah. Mereka pun
mencoba mendekati kami, dengan dalih
pertimbangan kemanusian, mereka mencoba
mempengaruhi kami untuk mengizinkan judi
dibuka kembali. Mereka datang ke polsek dan
mengatakan banyak anak buahnya yang perlu
makan, padahal sejatinya, bos-bos merekalah
yang menangguk keuntungan besar jika judi
dibuka kembali.
Ada juga yang kemudian membuka secara
diam-diam. Tetapi kemudian kami hantam
dengan melakukan penggrebekan. Karena
reaksi keras kami, mereka sampai mengancam
akan mendemo polsek dengan 3000 massa.
Saya katakan kepada mereka, untuk
penegakkan hukum, kami jalan terus. Kalau
92

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kamu mendemo dengan 3000 orang, kami bisa


datangkan Brimob sekian ratus orang untuk
menghadapi kalian, karena apa yang saya
lakukan benar, ini penegakkan hukum.
Selain cara kekerasan, mereka juga
mencoba mendekati kami dengan memberikan
iming-iming akan menyetor 15 juta sebulan dan
lain-lain. Mereka berani memberi imingimingnya cukup besar, agar kami tidak
mengganggu mereka. Padahal, mereka adalah
orang yang tidak bisa diajak kerja sama untuk
menegakkan hukum. Ibarat macan, ketika
mereka kecil, masih bisa dielus-elus. Tetapi
ketika mereka besar, mereka akan menggigit
kami.
Bos-bos hiburan dan judi yang sekarang ini
besar, pada awalnya juga pemain kecil. Namun,
ketika mereka sudah menjadi besar dan kuat,
mereka dapat dengan
mudah mengatur orang. Jadi Kesimpulan bahwa
ini seperti permainan besar perjudianlah sumber
kecil, selagi mereka masih melapetaka warga
bisa dikontrol, jangan Kalijodo, sebenarnya
memberi
kesempatan sudah diketahui
banyak orang.
mereka menjadi besar.
Sudah menjadi watak
mereka, ketika mereka dalam posisi terjepit,
karena kami larang, saat itulah mereka akan
berusaha mengelus-elus kami. Ketika saya tak
bisa mereka taklukan, mereka mencoba lewat
93

GEGER KALIJODO

polres. Kalau lewat polres tak bisa, mereka


mempengaruhi polda. Saya merasa beruntung
karena diberi kepercayaan oleh para pimpinan
untuk mengurus masalah Kalijodo.
Pemegang kunci itu pemegang kekuasaan.
Walaupun demikian, polisi hanya memiliki
kewenangan untuk menutup. Kewenangan itu
seperti diatur di dalam undang-undang,
khususnya pada KUHP Pasal 303. Walaupun
sudah ada larangan, dalam prakteknya perjudian
terkait pula dengan kultur masyarakat, terutama
bagi kalangan Thionghoa, yang menganggap
perjudian sebagaian dari hidup mereka.
Walaupun demikian, membiarkan perjudian
sama artinya dengan membiarkan pelaku
kejahatan menjadi besar, jika sudah besar,
mereka akan semakin sulit dikendalikan.
Bisa saja saya mengambil sikap tutup
mata, membiarkan perjudian itu tetap
berlangsung. Toh tidak selamanya saya menjadi
pimpinan di Polsek Penjaringan. Jika itu
dilakukan, saya akan meninggalkan bom waktu
buat kapolsek pengganti saya.
Selain meningkatkan bujuk rayu dengan
iming-iming akan meningkatkan imbalan, yang
tetap tidak kami pedulikan, mereka kemudian
mencoba cara lain dengan mengajak tokohtokoh yang mereka hormati ke polsek. Saya
sendiri menghormati mereka, mereka orang-orang tua, daeng-daeng. Kepada mereka yang
94

Meja judi yang rusak terbakar oleh pertikaian (Foto : KOMPAS)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

95

GEGER KALIJODO

masih bisa diajak dialog, saya berikan


gambaran permasalahannya. Kalau perjudian
kembali dibuka, maka kelompok lain juga
menuntut hak yang sama. Dan, jika perjudian itu
kembali dibuka, maka akan timbul tawuran yang
terus-menerus. Karena berdasarkan
pengalaman yang sudah-sudah, mereka tidak
bisa hidup berdampingan. Akan muncul
kebakaran lagi. Konflik terjadi karena ada prinsip
dalam dunia gangster tidak boleh ada dua
macan dalam satu gunung.

***

96

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

D
Perdamaian,
Membunuh Jati Diri Kesukuan

ewat serangkaian pertemuan-pertemuan dengan para


tokoh dari kedua kelompok, kami mengusahakan adanya
peredupan jati diri suku bangsa, asal mereka.

Sejarah pertempuran kedua kelompok yang


sangat panjang harus segera diakhiri. Jakarta,
sebagai ibu kota negara Indonesia, harus
diamankan dari konflik antargeng yang
kebetulan berbeda secara etnis. Apalagi
Jakarta dihuni oleh berbagai kelompok etnik
yang datang dari berbagai penjuru Indonesia.
Karena itu, Jakarta merupakan miniatur yang
menggambarkan hubungan yang mesra
antaretnik.
Sosiolog Jack Rothman mengatakan,
bahwa untuk mengatasi berbagai konflik yang
ada di dalam masyarakat, maka perlu dilakukan
berbagai tindakan yaitu: (1) Tindakan koersif
(paksaan), perlu ada pengaturan administratif,
penyelesaian hukum, sosial ekonomi. (2)
97

GEGER KALIJODO

Kasus Kalijodo
Contoh Impunitas y
ang Bisa
yang
Membakar J
akar
ta
Jakar
akarta
BUKAN main! Dengan omzet sedikitnya Rp 500 juta setiap malam, aparat
pemerintah daerah dan keamanan, cuma menganggap kasus di Kalijodo,
Jakarta Utara, sebuah pertentangan antarpreman yang secara kebetulan pula
berbeda antar etnis. Dalam kegiatan itu terlibat sedikitnya 1.000 preman sebagai
penjaga keamanan, lima sampai seribu pemain judi, ratusan penjaja makanan
dan minuman. Dan sepertinya tidak lepas dari kegiatan judi, setiap malam
Kalijodo diramaikan sedikitnya 700 wanita tuna susila (WTS) yang menerima
tamu dengan tarif Rp 50.000 di kamar-kamar yang pengap dan panas. Dan
semua itu sudah berlangsung aman tanpa gangguan selama puluhan tahun.
Memang, seandainya tidak terjadi kerusuhan antarpreman dalam bentuk
bakar-bakaran rumah, 22 Februari 2002 dini hari itu, perjudian dan pelacuran
ilegal di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, agaknya akan berjalan terus
hingga akhir zaman. Tetapi, karena kekerasan fisik yang dipertontonkan para
preman selain ratusan rumah terbakar dan seorang anggota polisi matanya
ditembus anak panah aparat pemda dan keamanan terpaksa turun tangan.
Namun justru itulah satu soal besar yang dipertanyakan masyarakat, mengapa
selama puluhan tahun itu Kalijodo dibiarkan dikuasai oleh orang-orang dan
secara terang-terangan melakukan pelanggaran.
Perjudian di Kalijodo tidak ditutup-tutupi. Digelar begitu saja di alam terbuka
dengan berbagai jenis permainan judi. Seperti besar-kecil , bola setan, dan
rolet. Pelacuran juga sama. Bedanya, pada jam kerja. Menurut sejumlah
warga yang ditemui Kompas dalam tiga hari pengamatan pada minggu terakhir
Februari, permainan judi mulai dibuka sekitar pukul 11.00 dan berlangsung
hingga pagi. Sementara pelacuran berlangsung 24 jam penuh.
***
Kalijodo bukanlah daerah terpencil. Diapit dua jalan besar, Tubagus Angke
dan Teluk Gong, Kalijodo yang dialiri dua sungai itu, Banjir Kanal dan Kali
Angke adalah salah satu kawasan yang padat penduduk dan ramai lalu
lintasnya. Berbaur di situ, kegiatan ilegal dan usaha-usaha produktif, seperti
pabrik bihun, sandal, dan pakaian jadi.
Sehingga kalau aparat pemerintah daerah dan keamanan berdalih, mereka
tidak pernah tahu apa yang telah terjadi di situ, sungguh suatu pernyataan
yang amat munafik. Agaknya jawaban Nazar karyawan pabrik sandal, yang
ditanya mengapa perjudian dan pelacuran berlangsung aman saja selama ini
bisa menjelaskan duduk soal. Bahkan, setiap hari ada mobil patroli polisi
datang ke sini, katanya. Artinya, dia mau menjelaskan, tidak mungkin polisi
tidak tahu.
Untuk apa? Nazar tidak mau menjawab karena memang dia tidak tahu.
Tetapi, setiap kali datang, salah seorang penumpang dari mobil patroli itu
98

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

turun, menemui seseorang dan kemudian pergi lagi. Kawasan itu juga lama
dikenal sebagai ATM Nasional untuk menggambarkan betapa banyak oknum
aparat yang mendapat keuntungan dari keberadaannya. Dan itu sudah
berlangsung puluhan tahun. Mungkin orangnya saja yang berbeda.
Lembaganya tetap sama. Semisal yang dipergunjingkan warga Kalijodo
tentang seorang oknum polisi anggota Polres Jakarta Barat berpangkat Brigadir
Polisi Kepala (Bripka). Warga mengatakan selama 16 tahun terakhir dialah
yang selalu datang mengutip uang bulanan. Dari setiap lapak perjudian dan
pelacuran sebesar Rp 2 Juta.
Oleh karena sudah sedemikian lama, warga mengatakan mereka lalu
mengenalnya. Apalagi oknum polisi itu datang tidak sembunyi-sembunyi. Kepala
Polda Metro Jaya Inspektur Jendaral Makbul Padmanagara yang diminta
konfirmasinya, mengatakan, secara langsung dia tidak mengenal oknum polisi
tersebut. Tetapi katanya, bagi dirinya setiap anggota polisi yang
menyalahgunakan tugas dan wewenangnya pasti ditindak tegas.
Oleh karena itu, dia akan menyelidiki kebenaran tuduhan terhadap adanya
seorang Bripka yang selalu mengutip uang bulanan di Kalijodo itu. Kepada
Makbul Padmanagara juga diminta konfirmasinya tentang Bripka Budi Sasongko
yang disebut-sebut juga membagi-bagikan uang pungutan tersebut antara lain
kepada Kapolres Jakarta Barat.
Sementara Kepala Polsek Penjaringan Ajun Komisaris Krishna Murti yang
ditanya soal uang pungutan tersebut, mengatakan dirinya dan anggotanya
tidak pernah menerima uang dari kegiatan ilegal di Kalijodo. Polsek Penjaringan
berada di bawah Polres Jakarta Barat. Dalam kasus perjudian dan pelacuran di
Kalijodo, ikhwal perjudian terbesar berada di wilayah hukum Polres Jakarta
Barat. Di wilayah hukum Polres Jakarta Utara, ikhwal pelacurannya justru
terbesar. Artinya lagi, Kalijodo, sebagian berada di wilayah hukum Jakarta
Utara dan sebagian lagi di Jakarta Barat.
Cuma, kata Krishna Murti, dia tidak menolak kemungkinan pelanggaran
yang terjadi di Kalijodo itu dimanfaatkan oleh oknumoknum. Termasuk oknum
wartawan, yang menerima uang mingguan atau bulanan.
***
MAIN Bakar! itulah ciri yang selalu dipertontonkan para pelaku tindak
kekerasan setiap kali terjadi perang antargeng di Kalijodo. Peristiwa 22 Februari
dini hari itu, bukanlah yang pertama. Sebelumnya, skalanya memang kecil,
hanya satu dua rumah. Agaknya karena jumlah rumah yang terbakar kali ini
mencapai ratusan, barulah aparat pemerintah daerah dan keamanan tampak
peduli.
Itupun sebatas membongkar semua bangunan yang setiap orang tahu
jelas melanggar peraturan karena didirikan di atas bantaran dan tanggul Banjir
Kanal dan Kali Angke yang masih berlangsung hingga Kamis (28/2). Dengan
tindakan itu, aparat berharap, Kalijodo bersih dari pelanggaran-pelanggaran
lainnya, yakni perjudian dan pelacuran. Pelanggaran tanpa pernah atau memang
tidak bisa ditindak.
99

GEGER KALIJODO

Mengapa? Soalnya, Kalijodo telah memiliki penguasa sendiri. Mirip mafia,


kata Krishna Murti yang baru saja mempertahankan tesisnya yang berjudul
Hubungan Antarsuku Bangsa dalam Masyarakat di Wilayah Muara Baru,
Penjaringan Jakarta Utara, dalam rangka Program S2 di Universitas Indonesia
(UI). Sedikitnya, katanya lagi terdapat lima bos besar di situ. Yakni Riri yang
bergandengan dengan Agus, H Usman, Aziz, Bakri, dan Ahmad Resek. Mereka
mengapling-kapling Kalijodo sebagai daerah kekuasaan mereka.
Menurut Krishna Murti, para bos itu tidak mengelola perjudian. Mereka
hanya menyediakan tempat dan menerima sewa dari operator judi yang adalah
etnis Cina. Sekaligus menjamin keamanan berlangsungnya perjudian. Artinya
tidak diganggu oleh siapapun, aparat apalagi organisasi massa.
Untuk menjamin keamanan di lapangan, setiap bos mempekerjakan tenaga
keamanan dalam jumlah yang cukup besar. Menurut catatan Polsek
Penjaringan, paling banyak adalah anak buah H.Usman, sedikitnya 500
orang. Lainnya antara 200-300 orang. Maka, di Kalijodo terdapat 1.000 tenaga
keamanan yang siap melakukan apa saja, bila ada yang mencoba mengganggu
perjudian di situ. Upah rata-rata setiap anggota keamanan sebesar Rp 30.000/
malam.
Menurut Krishna Murti, para tenaga keamanan itu umumnya datang dari
luar Jakarta. Semisal dari Banten dan Makassar atau daerah lain di Sulawesi.
Ke Jakarta mencari pekerjaan. Tetapi setelah lama tidak mendapatkan pekerjaan,
mereka akhirnya melapor ke Kalijodo, kepada teman-teman mereka satu
daerah yang terlebih dulu bergabung dengan bos dari daerah yang sama.
Tidak ada sistem rekrutmen di situ kata Khrisna.
Mereka yang mau bergabung diterima saja, tanpa ikatan dan mendapat
bayaran. Bila satu saat salah satu orang memutuskan untuk berhenti bisa
karena mendapatkan pekerjaan lain atau pulang ke kampungnya dia tidak
akan dihalang-halangi. Begitulah terjadinya pengumpulan massa di Klaijodo.
Kata Krishna Murti.
Sewa kapling berikut keamanannya antara 10 juta hingga 20 juta per
malam. Tergantung luas kapling dan jumlah tenaga keamanan yang menjadi
satu paket dalam sistem sewa-menyewa tersebut. Sewa tertinggi diterima H
Usman, yakni 20 juta/malam.
Dengan penghasilan sebesar itu salah satu bos, Aziz sejak tiga bulan lalu
membangun satu gedung permanen empat lantai di tepi kali Angke. Bangunan
itu hampir rampung tetapi Aziz keburu ditangkap Polisi karena menodong Krishna
Murti di lokasi saat Kepala Polsek Penjaringan itu memimpin anak buahnya
melakukan penertiban. Aziz saat ini ditahan di Polres Jakarta Utara.
Belum Jelas apa kegunaan gedung itu. Tetapi menurut sejumlah warga
yang ditemui di lokasi, gedung itu rencananya dipakai sebagai lokasi perjudian.
Kini bangunan itu di bawah pengawasan Polsek Penjaringan.
***
CARA menguasai satu kawasan dengan pengkaplingan itu, agaknya bukan
hanya terjadi di Kalijodo. Pengkaplingan yang diikuti tindakan menempatkan
100

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tenaga kemanan sehingga mereka bisa menentukan apa saja di kawasan


tersebut agaknya juga terjadi di wilayah lain di DKI Jakarta. Ini artinya penguasapenguasa wilayah itu telah menggantikan peran penyelenggara negara,
utamanya di bidan penegakan hukum yang semestinya dilakukan oleh aparat
keamanan.
Situsai semacam itu oleh Nicolas Simanjuntak SH MH advokat dan
pengajar Hukum dan HAM di Universitas Atmajaya, Jakarta dikatakan
merupakan impunitasi di dalam konteks HAM. Tenaga keamanan yang
sebetulnya adalah preman-preman itu, telah berhasil meruntuhkan eksistensi
kekuasaan yang diperoleh Pemerintah dari kedaulatan negara. Pemerintah
tidak lagi sebagai the single authority. Telah bermunculan semacam organisasiorganisasi kekuasaan yang mengatasi kuasa negara. Contoh yang masih
belum hilang dari ingatan masyarakat, adalah kasus Mei 1998. Contoh lain yang
terjadi setelah Kalijodo adalah kasus pasar Kramat Jati.
Praktisi Hukum Luhut MP Pangaribuan SH, menambahkan, impunitas terjadi
karena telah terjadi kolusi antara oknum aparat pemerintah dan keamanan.
Maka, meski hukum itu masih ada, tetapi tidak lagi berdaya karena tidak lagi
memiliki sayap. Dan celakanya penegak hukum ikut membuat burung itu tidak
lagi bersayap.
Dan akibat lebih jauh, kata Pangaribuan, para pelanggar peraturan yang
telah merasa membayar aparat, menjadi marah apabila mereka ditertibkan.
Setidaknya mereka merasa berhak untuk marah kata Pangaribuan.
Celakanya, kata Pangaribuan dan Simanjuntak, ihwal seperti itu telah dan
akan terjadi di segala aspek dan kehidupan Jakarta. Contoh yang dirasakan
warga sehari-hari, semisal penguasaan wilayah oleh sekelompok preman
atas perparkiran di kawasan Pasar Baru. Mereka menetapkan sendiri besarnya
uang parkir yang harus dibayar warga, yakni Rp 2000/jam pertama. Padahal
peraturan Pemda DKI Jakarta hanya Rp 500. Tidak pake jam-jaman seperti di
mal-mal. Contoh lain, kasus Pak Ogah yang pernah ditangani Pemda DKI
Jakarta, tetapi karena tidak konsisten lalu kambuh lagi. Persoalan pada Pak
Ogah bukan besar uangnya umumnya Rp 200 tatapi ikhwal penguasaan
kapling dan membuat peraturan sendiri di setiap perputaran. Maka hasilnya
adalah kesemrawutan dan kemacetan karena Pak Ogah memang tidak
memikirkan hal itu. Baginya yang penting adalah mendahulukan pengendara
yang mau memberikan uang, tidak peduli apakah tindakannya itu bisa
membahayakan pengendara lainnya.
Kasus Kramat Jati yang jelas merupakan tindakan pidana, malah
didamaikan. Berdamai boleh, tetapi kasus pemilikan berbagai senjata tajam
yang dipertontonkan pada kasus Kramat Jati, harus diproses secara hukum,
kata Luhut Pangaribuan. Bila suatu saat semua kasus impunitas itu meletus,
bukan tidak mungkin Jakarta habis terbakar, apalgi bila cirinya adalah main
bakar seperti kasus di Kalijodo, kata Pangaribuan dan Simanjuntak. (LOM)
(KOMPAS, METROPOLITAN. Senen, 4 Maret 2002, hal.27.)

101

GEGER KALIJODO

Memberikan intensif, seperti penghargaan


kepada suatu komunitas akan keberhasilannya
menjaga ketertiban dan keharmonisan. (3)
Tindakan persuasif, terutama terhadap
ketidakpuasan yang dihadapi masyarakat dalam
menghadapi realitas sosial, politik, dan
ekonomi. (4) Tindakan normatif, yakni
melakukan proses pembangunan persepsi dan
keyakinan masyarakat akan sistem sosial yang
akan dicapai.29
Polisi, biasanya hanya memilih langkah
pertama, dalam menangani kerusuhan sosial,
dan proses penegakkan hukum. Padahal,
langkah berikutnya, sebenarnya juga bisa
dilakukan. Dan dalam prakteknya, polisi dapat
berperan sebagai mediator konflik. Karena tidak
semua persoalan sosial akan selesai hanya
dengan satu pendekatan hukum saja, aspek lain
yang tidak tertangani dengan baik, aspek
sosiologis misalnya, jika tidak tertangani bisa
saja menimbulkan kerawanan baru.
Misalnya, masalah dendam, tidak akan
selesai dengan menghukum satu pihak. Apalagi
dalam mengatasi dua kelompok yang telah lama
berseteru. Salah satu langkah mematikan api
dendam dalam hati kedua kelompok yang
bertikai, adalah dengan membuka komunikasi.
Hal ini bermanfaat untuk mengurangi dan
meniadakan sentimen dan pelabelan negatif di
antara kelompok sebagai akibat tidak adanya
102

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

komunikasi yang sehat.


Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh
Fisher & Ury sebagai konsep getting to yes.
Karena, ketertutupan interaksi di antara
kelompok-kelompok sosial akan menimbulkan
saling curiga. Dan perasaan curiga inilah salah
satu wujud nyata dari konflik
laten yang sewaktu-waktu bisa Pengertian dari
meledak secara terbuka. anggota kelompok
Apalagi setelah langkah- inilah yang
langkah keras, dengan memudahkan kami
penutupan lahan judi dan melakukan razia
pengawasan secara ketat. Hal senjata tajam
ini berarti menutup panggung
yang menjadi alasan mereka bertempur, maka
usaha selanjutnya adalah melakukan reedukasi
kepada kedua kelompok dan warga sekitar.
Lewat serangkaian pertemuan-pertemuan
dengan para tokoh dari kedua kelompok, kami
mengusahakan adanya peredupan jati diri suku
bangsa, asal mereka. Dengan membuat satu
eksperimen sosial, dengan menarik batas yang
lebih lebar kepada akar budaya mereka yang
lebih tinggi. Maka ditekankan kebersamaan
mereka sebagai satu bagian warga Sulawesi
Selatan yang hidup di Jakarta. Tidak lagi
menonjolkan sebagai bagian subkultur Mandar
maupun Makassar.
Untuk memperlancar proses dialog
antardua kelompok, dan menghindari munculnya
103

GEGER KALIJODO

kesan proses dialog menuju perdamaian itu


direkayasa oleh polisi, maka dibutuhkan pihak
ketiga yang netral. Maka dipilihkan sebuah
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak
di bidang kepedulian warga asal Sulawesi
Selatan, yaitu Yayasan Sosial Masyarakat
Sulawesi atau YSMS. YSMS inilah yang kami
minta untuk lebih berperan aktif sebagai
fasilitator, dengan tujuan agar upaya damai
memang datang dari masyarakat, bukan
pemaksaan dari aparat.
Upaya YSMS melakukan pendekatan
kepada dua kelompok ini memang berlangsung
cepat. Tak lebih dua bulan sudah menunjukkan
adanya tanda-tanda kesepahaman dua
kelompok. Apalagi mereka berasal dari satu
daerah yang sama, sehingga interaksi
berlangsung lebih mudah dan tidak menimbulkan
kecurigaan. Selain itu, faktor lain adalah adanya
tokoh-tokoh YSMS tersebut yang disegani oleh
kedua kelompok, sehingga benar apa yang
dikatakan sosiolog terkemuka Max Weber,
dalam keadaan chaos kepemimpinan
kharismatik diperlukan.
Pertemuan tersebut pada intinya sepakat
bahwa kedua kelompok harus mengakhiri
pertikaian, meletakkan senjata tajam, dan
menyerahkannya kepada polisi. Pengertian dari
anggota kelompok inilah yang memudahkan
kami melakukan razia senjata tajam menjelang
104

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kesepakatan perdamaian dilakukan. Maka


sehari sebelum perdamaian, anggota Polsek
Metro Penjaringan dan sejumlah tokoh kedua
kubu melakukan penggeledahan dari pintu ke
pintu. Hal tersebut dilakukan guna menyita
berbagai jenis senjata tajam yang masih
disimpan warga Kalijodo. Hasilnya ada puluhan
bambu runcing, tombak dari pipa besi, golok,
badik, serta puluhan anak panah yang terbuat
dari paku, dapat kami sita.
Razia senjata tajam berlangsung mulus, hal
ini tak lepas dari peran para tokoh yang
sebelumnya sudah mensosialisasikan kepada
kedua belah pihak. Padahal, senjata-senjata
tajam itu sebelumnya sangat sulit ditemukan di
masa damai. Senjata itu hanya muncul di masa
perang. Senjata-senjata itu juga masih tetap saja
ada, walaupun sudah pernah dilakukan razia,
karena adanya keengganan warga
untuk menyerahkan senjata tersebut. ..sebelumnya
Acara perdamaian dilakukan di mereka ingin
aula Polsek Penjaringan, dengan menyelipkan
mengundang para tokoh kedua pasal yang
kelompok. Termasuk mengundang memberi
Bedul dari kelompok Makassar, yang kemungkinan
saat itu sedang berada di tahanan masih bisa
Salemba, untuk kasus penodongan membuka
dengan senjata api. Kami usaha
meminjam Bedul yang saat itu perjudian.
dalam tahanan kejaksaan, untuk ikut
105

GEGER KALIJODO

dalam acara kerukunan dan penandatangan


nota damai.
Acara perdamaian itu memang diliput
banyak media, terutama media cetak yang
sering menulis terjadinya kerusuhan warga.
Harian Kompas yang selalu meliput peristiwa di
Kalijodo menuliskan laporannya sebagai berikut:
Kesepakatan yang diprakarsai Polsek Penjaringan
dan Yayasan Sosial Masyarakat Sulawesi (YSMS)
itu berlangsung di halaman Kantor Polsek Metro
Penjaringan, Jalan Pluit Selatan, Jakarta Utara.
Hadir dalam acara tersebut Asman dan
kelompoknya berikut kelompok Bedul, hadir juga
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta
Utara Komisaris Besar Andi Chairuddin.30

Pengertian dari anggota kelompok inilah


yang memudahkan kami melakukan razia
senjata tajam
Selain acara penandatangan, acara
tersebut juga dimeriahkan dengan hiburan khas
Sulawesi. Acara hiburan ini sempat diliput
secara live oleh SCTV. Hal ini berdampak positif,
terutama bagi kedua kelompok yang bertikai,
bahwa ada kesepakatan untuk melakukan
perdamaian. Apalagi dalam perdamaian itu
seluruh warga dan kelompok yang bertikai hadir,
tidak hanya pimpinannya saja.
Dengan harapan, inilah perdamaian
terakhir, setelah beberapa waktu sebelumnya
ada perdamaian kecil, namun kemudian
dilanggar oleh kedua belah pihak. Sehingga
106

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

keributan tetap saja terjadi.


Ada lima butir pokok perdamaian yang
ditandatangani malam itu. Selain itu, secara
simbolis, kedua belah pihak yang bertikai juga
menyerahkan senjata kepada Kapolres Metro
Jakarta Utara, Komisaris Besar Polisi Andi
Chaeruddin dan Polsek Metro Penjaringan dan
unsur Pimpinan Kecamatan Penjaringan.
Kelima butir perjanjian itu antara lain:
Bahwa Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri
pertikaian yang selama ini terjadi. Bahwa kedua
belah pihak tidak menginginkan adanya rasa iri hati
dan dengki yang dapat mengakibatkan pertikaian
baru dalam menjalankan roda usaha dan sepakat
untuk hidup berdampingan saling bahu-membahu
dalam rangka menciptakan suasana aman, damai,
dan tidak mengganggu komunitas masyarakat
sekitar khususnya dan masyarakat lain pada
umumnya.
Kedua belah pihak menjamin dan bertanggungjawab
tidak akan mengulangi dan mengungkit peristiwaperistiwa di masa lalu yang akan menimbulkan
masalah baru. Kedua belah pihak sepakat menerima
sanksi dan tindakan tegas sesuai dengan prosedur
hukum yang berlaku. Apabila salah satu dari kedua
belah pihak melanggar kesepakatan perdamaian ini,
pihak YSMS akan menyerahkan hal tersebut
kepada aparat yang berwajib (polisi). Bahwa kedua
belah pihak bersungguh-sungguh dari hati nurani
yang paling dalam untuk mensosialisasikan seluruh
isi Nota Kesepakatan Perdamaian tersebut di atas
sampai ke tingkat bawah.31

Ada penekanan dalam butir perdamaian,


terutama jika ada anggota mereka yang
107

GEGER KALIJODO

melanggar hukum, penegakkan hukum tetap


akan kami jalankan. Bukan berarti setelah
perdamaian mereka bisa berbuat sesuka hati.
Karena yang kami selenggarakan adalah ritual
budayanya saja. Yang lain tetap normatif, tidak
boleh ada lagi pertikaian, semua pimpinan
kelompok mengendalikan kelompoknya.
Hanya saja, ada saja keinginan nakal
mereka. Misalnya dalam butir mereka boleh
usaha, namun sebelumnya mereka ingin
menyelipkan pasal yang memberi kemungkinan
masih bisa membuka usaha perjudian. Dengan
kalimat, mereka masih diperbolehkan membuka
usahanya masing-masing. Usaha judi pun boleh.
Karena saya tahu bahwa kalimat itu
mengambang, maka penekanan tidak boleh ada
pelanggaran hukum menjadi penting.
Mereka memang cerdik, kecerdikan itu
sebenarnya bukan para pentolan kedua
kelompok, melainkan para mediator-mediator
yang di antaranya ada mahasiswa. Hal ini terlihat
seiring perjalanan waktu, ada juga mediator yang
kemudian menyempal menjadi anak buah Bedul.
Mereka ini anak kuliahan atau mahasiswa yang
bisa membuat surat-surat dengan baik.
Belakangan saya ketahui dari YSMS, ada
beberapa mahasiswa yang sebelumnya aktif di
yayasan tersebut kemudian tidak lagi aktif di
yayasan dan menjadi bagaian dari salah satu
kelompok. Mereka ingin mengambil keuntungan
108

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

jika judi di buka kembali. Beberapa kali mereka


meminta bertemu dengan saya, namun saya
tetap menolaknya. Mungkin mereka berpikir
kapolseknya tidak punya otak.
Jadi, draf pernyataan sebelum ditanda
tangani harus diserahkan kepada saya untuk
saya baca. Saya tegas-tegas katakan, saya
tidak bisa mengadakan perdamaian tanpa saya
tahu lebih dahulu isi pernyataan yang kalian buat.
Draf itulah yang kemudian saya coret-coret
karena ada banyak perubahan. Akhirnya mereka
menjadi segan kepada saya. Jadi mereka ingin
mem-fait acomly kapolsek. Mereka pikir itu bisa
dilakukan kepada saya, ternyata tidak.
Ketika situasi sudah tenang mereka juga
datang kepada saya, dengan bahasa yang halus
mereka membujuk saya agar bisa membuka
kembali lokasi perjudian, dengan alasan banyak
orang yang tidak bisa makan. Itulah alasanalasan mereka, tetapi saya selalu memberikan
gambaran lain, jadi kami selalu beradu
argumentasi.
Suara di lingkungan sekitar kawasan
tersebut juga terbelah dua. Kesan yang muncul
adalah ambigu. Jika terjadi kerusuhan banyak
suara yang sangat menentang perjudian.
Tetapi dalam situasi damai, mereka menangguk
keuntungan dari perjudian tersebut, mereka bisa
hidup dengan berdagang di dekat lokasi judi, dll.
Terakhir satu kelompok menyatakan diri
109

GEGER KALIJODO

tidak akan membuka lagi lahan perjudian. Selain


karena secara meteri sebenarnya sudah kaya,
ada faktor lain, yaitu pengaruh keluarga. Pernah
kasus keributan dan kerusuhan massal disiarkan
televisi, dan salah satu anak mereka tahu bahwa
orang tua mereka adalah bandar judi. Sejak saat
itu dia sangat terpukul, sehingga mulai muncul
keinginan untuk bertobat.
Namun masalah lain muncul. Tetapi ada
masalah lain, ia secara de facto masih memiliki
kekuasaan atas lokasi judinya. Jadi kalaupun
Asman tidak buka, dari berbagai informasi ada
usaha dari kerabatnya untuk membuka kembali.
Kalau mereka membuka judi, setiap hari mereka
bisa meraup keuntungan setiap harinya puluhan
juta. Dan mereka buka 24 jam setiap hari, karena
lebaran pun mereka masih membuka tempat
judi.
Para pemilik lapak biasanyanya bergaya
goodfather, dia tidak secara langsung turun
tangan. Dia tidak secara langsung masuk
lokasi, tetapi semua orang tahu bahwa lokasi
judi itu milik Bedul, Asman, dan Roni. Jadi
mereka itu cuma bos di situ.
***

110

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

E
Usaha Membuka
Kembali Perjudian

emang, untuk membuka bisnis perjudian,


dengan karakteristik daerah seperti Panjaringan ini,
ada pasarnya atau demand-nya.

Gelagat adanya pembelotan dari oknumoknum yayasan yang sebelumnya menjadi


penengah mulai terlihat. Mereka lebih intensif
dengan salah satu pemilik lapak judi, dari
kelompok Bedul. Bedul sendiri memang tidak
pernah dapat bertemu saya. Saya selalu
menolak untuk bertemu dengannya. Namun, ia
mulai bergerilya dengan mengutus orangorangnya untuk bertemu dengan saya.
Suatu hari, ada beberapa orang datang
kepada saya dan meminta bertemu. Selain
mereka menyatakan diri dari YSMS, ada juga
yang menyebut perwakilan sebuah partai politik.
Sebelum kedatangan mereka, seorang perwira
tinggi di Mabes Polri sempat menelpon saya,
bahwa akan datang kepada saya orang dari
111

GEGER KALIJODO

partai politik.
Namun dalam pembicaraan, ternyata
mereka membawa misi dari Kalijodo untuk bisa
membuka kembali tempat perjudian. Tidak
hanya berbekal hubungan pertemanan dengan
petinggi di mabes, mereka pun berani menyebut
tokoh petinggi partai politik yang sedang
berkuasa yang sudah memberikan izin untuk bisa
membuka kembali arena perjudian.
Alasannya, untuk membina warga di sana.
Selain itu, alasan lain menyangkut periuk nasi,
karena sudah banyak yang nganggur setelah
penutupan Kalijodo. Karena itulah mereka
meminta dengan hormat agar kapolsek
mengizinkan agar Kalijodo dibuka. Apalagi
mereka beralasan bahwa perjudian yang
berada di wilayah Tambora, Jakarta Barat juga
dibuka.
Menanggapi arah pembicaraan mereka,
saya katakan berterima kasih telah menghadap
kepada saya. Soal Kalijodo, langsung saya
katakan, Kalian bohong kalau alasan perut
warga, Kalijodo minta dibuka kembali, kata
saya. Soal perjudian adalah soal keuntungan
pribadi, sehingga sampai kapan pun, selama
saya menjadi Kapolsek Penjaringan perjudian
di Kalijodo tidak akan saya buka.
Selain menggunakan oknum yayasan
yang pernah terlibat dalam perdamaian dan
anggota partai, mereka juga menggunakan
112

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tokoh warga Sulawesi Selatan yang lain untuk


membujuk saya. Misalnya saja, Daeng Lala
(bukan nama sebenarnya) yang pernah menjadi
Ketua RW di satu kelurahan di Penjaringan.
Setelah kami menyelidiki siapa orang ini,
ternyata ia memiliki track record yang kurang
baik. Ia pernah dipecat dari kepengurusan RW
lantaran korupsi dana koperasi. Dia menghadap
saya dan membawa surat yang isinya
pernyataan warga, dan memuat 800 tanda
tangan warga yang isinya meminta agar tempat
hiburan bisa dibuka kembali.
Lewat anggota polsek dan informaninforman, kami mengetahui bahwa tanda tangan
itu banyak yang dipalsu. Yang di depan memang
masih benar, tetapi yang belakangan sudah
banyak dipalsukan. Karena saya tahu penduduk
yang bermukim di Kalijodo itu kebanyakan buta
huruf, sehingga mereka tidak bisa tanda tangan,
biasanya mereka hanya bisa cap jempol. Di KTP
mereka biasanya hanya ada cap jempol, dan
kalau mereka membuat tanda
tangan tidak serumit tanda Kalian bohong
tangan yang ada di dalam surat kalau alasan perut
pernyataan
warga, Kalijodo
Setelah gagal membujuk minta dibuka
saya,
Bedul
kemudian kembali.
mendatangi tokoh masyarakat
Muara Baru, orang Makassar, Daeng Maman,
dengan permintaan untuk mengerahkan
113

GEGER KALIJODO

massanya ke Kalijodo. Padahal sebagain besar


orang Muara Baru itu pro polisi, karena saya
sudah lama membina mereka. Apalagi saya
sering keluar masuk kawasan itu selama
penelitian tesis. Sehingga atas ajakan Bedul itu
mereka melaporkan kepada saya.
Bedul menawarkan uang Rp 5 juta, kepada
tokoh Makassar itu untuk datang ke Kalijodo dan
memberikan dukungan akan dibuka kembali
tempat hiburan tersebut. Berkat pembinaan yang
kami lakukan terhadap warga, mereka lebih dulu
memberikan informasi kepada kami, dan
mereka menyatakan keberatan untuk
mendukung pembukaan lahan judi.
Ada juga cara-cara fait accomply, ketika
tokoh warga datang kepada saya, pada sekitar
akhir Oktober 2002 lalu, namun di lapangan, saya
memperoleh informasi ada pembukaan lapak
judi. Jadi, mereka ingin memberikan kesan
ketika saya menerima tokoh tersebut, berarti izin
pembukaan judi sudah dilakukan. Menghadapi
cara-cara main belakang seperti ini, saya tidak
kehabisan akal. Anggota polsek saya siagakan,
tinggal menunggu perintah saya untuk
melakukan penggerebekan. Begitu si tokoh
meninggalkan polsek, anggota saya perintahkan
untuk mengerebek. Hasilnya, saya menangkap
beberapa penjudi, dan penggerebekan itu pun
tanpa ada perlawanan.
Memang, untuk membuka bisnis perjudian
114

Penandatanganan nota perdamaian dua kelompok yang bertikai (Dok. Polsek Penjaringan)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

115

GEGER KALIJODO

dengan karakteristik daerah seperti Panjaringan


ini, ada pasarnya atau demand-nya. Kalaupun
kami menutup tempat-tempat perjudian terbuka,
mereka, khususnya kelompok masyarakat
Tionghoa yang berpandangan bahwa judi adalah
bagian dari hidup, dapat diibaratkan bahwa
pada saat mereka baru bangun tidur pun, sudah
ada keinginan untuk berjudi. Kelompok geng
yang menguasai tempat-tempat perjudian itu
memang memanfaatkan pasar tersebut.
Setelah tidak kenal lelah bergerilya untuk
mengusahakan dibukanya lahan judi, pada saat
Bedul datang ke Polsek Penjaringan untuk
membuat laporan, tentang aksi penipuan yang
menimpa dirinya, dalam laporan kepada polisi
tersebut, Bedul mengaku sudah mentransfer
uang sebesar Rp 300 juta kepada seseorang
yang katanya datang dari Makassar. Orang
Makassar itu menjamin bahwa perjudian di
wilayah Kalijodo bisa dibuka dengan aman, tak
akan ada gangguan dari polisi. Dari kasus
penipuan yang menimpa Bedul itulah yang
kemudian muncul guyonan, Uang jin dimakan
setan.
***

116

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

F
Dampak Penutupan
Lokasi Judi

ebagai konsekuensi penutupan Kalijodo dalam


bulan-bulan pertama, tindak kriminalitas biasa terlihat
adanya peningkatan.

Tak dipungkiri bahwa perjudian di Kalijodo


telah membuat laju perputaran uang di kawasan
tersebut sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan
banyak ribuan orang hidup dan menggantungkan
diri dari usaha tersebut. Jika satu kelompok saja
memiliki tenaga keamanan sampai 1000 orang,
dan jika mereka tidak memiliki pekerjaan tetap,
berati ada ribuan orang menganggur di kawasan
padat itu. Dalam kondisi seperti ini, maka kami
mengkalkulasi kriminalitas akan semakin
meningkat.
Kelompok Bedul, banyak anak buahnya
yang menjadi hansip dan hidup dari uang
setoran. Sedangkan kelompok Asman, mereka
yang tergabung dalam anak-anak macan,
sebagian di antaranya memang ada yang pulang
117

GEGER KALIJODO

kampung. Namun tidak sedikit dari kelompok


anak macan ini menjadi pelaku tindak kejahatan.
Hal ini dapat terjadi karena mereka terbiasa
hidup enak di Kalijodo. Uang dengan cepat bisa
mereka dapatkan hanya dengan menjaga
tempat perjudian, sementara keterampilan untuk
bekerja tidak mereka miliki. Dalam situasi
seperti itu, mereka yang biasa bekerja
mengandalkan otot, kemudian menjadi begal.
Banyak kasus penodongan di kawasan Jakarta
Utara dan Jakarta Barat, pelakunya kebanyakan
jebolan anak macan. Banyak sekali kasus yang
terungkap. Ada juga kasus yang belum
terungkap. Namun berdasarkan informasi yang
kami dapatkan, selalu mengarah kepada
kelompok itu. Kami dapat memetakan, kejahatan
sering terjadi di atas jembatan Kali Trading.
Biasanya kejadian itu terjadi pada taksi yang
berangkat dari Citraland, kemudian turun di
Jembatan Trading, ditodong sudah tiga kali.
Penodongan motor, curanmor, malak, dan lainlain.
Sebagai konsekuensi penutupan Kalijodo
dalam bulan-bulan pertama, tindak kriminalitas
biasa terlihat adanya peningkatan. Dari 131
pengungkapan berbagai kasus kejahatan dari
tahun 2001-2002, terlihat adanya peningkatan
sekitar 10 persen atau 18 kasus kejahatan
dengan kekerasan, berupa perampasan barang,
penodongan dengan senjata tajam khususnya
118

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

badik, di sekitar kawasan Kalijodo ataupun di


daerah lain di Penjaringan, yang pelakunya
mengarah kepada bekas anggota geng di
Kalijodo.
Tetapi ini masalah pertimbangan, kejahatan
itu seperti efek balon. Ditekan di sini akan muncul
di sana. Selama kejahatan itu masih berupa
tindak kriminalitas biasa, maka penyelesaian
cukup dengan tindakan kepolisian biasa.
Dibandingkan dengan kejadian kerusuhan
massal. Perkelahian massal jelas membutuhkan
treatment khusus, perlu pasukan dalam jumlah
besar, juga harus ada pasukan yang sengaja
disiagakan di tempat kejadian.
Jika seluruh Polsek Penjaringan disiagakan
secara fisik di satu lokasi, maka wilayah lain
akan terus kebobolan. Jika dengan tindakan
kriminal, kami tinggal memantau daerah-daerah
rawan, cukup dengan operasi rutin, dan anggota
kami siap melakukan tindakan preventif, dan
represif. Dengan cara seperti itu, daerah-daerah
lain juga masih akan terus bisa kami pantau.
Karena daerah tersebut sebenarnya ada dalam
pengawasan satu pospol. Tetapi jika ada
keributan, kami harus menarik anggota dari
pospol-pospol lain. Padahal anggota itu sudah
memiliki pekerjaan sendiri-sendiri, pelayanan
masyarakat, pengungkapan kasus-kasus
kriminal yang lain akan terbengkalai.
***
119

GEGER KALIJODO

Ratapan warga sekitar yang terkena imbas pertikaian (Foto : KOMPAS)

120

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

G
Kalijodo
Potret Kemiskinan Kota

emiskinan akan menciptakan


kebudayaannya sendiri dan elemen-elemennya
adalah sama bagi kaum miskin di mana saja.

Kawasan Kalijodo yang luasnya kurang


lebih lima hektar merupakan kawasan padat
penduduk. Kawasan ini merupakan bagian dari
Rukun Warga (RW) 05, Kelurahan Pejagalan.
Dari data di kepala RW, tercatat warga
sebanyak 2000 kepala keluarga. Jumlah ini
hanya di atas kertas, karena jumlah
sesungguhnya bisa lebih dari 10 kali lipat. Hal
ini disebabkan oleh banyaknya warga yang
merupakan pendatang tidak terdata. Hal ini
seperti dikatakan oleh Ketua RW 05, Kunarso.
Para pendatang itu datang begitu saja dan mendiami
rumah-rumah penduduk yang merupakan sanak
saudaranya, kerabat, atau sekedar teman. Kalau
punya uang, tinggal di kos-kosan. Mereka ini tidak
memiliki KTP Jakarta, kalaupun ada hanya KTP
musiman. Bahkan jika mereka anggota preman,
121

GEGER KALIJODO

jika didekati ketua RT, mereka bisa lebih galak.


Ndak ada urusan sama RT, demikian mereka sering
mengatakan.32

Pendatang yang tak terdata, sebagian


besar hidup di lapak-lapak atau rumah koskosan yang dibangun di atas tanah di pinggir
sungai, bahkan di atas badan sungai. Bangunan
liar mereka dirikan atas dasar penguasaan
lahan, dengan cara memasang patok. Untuk
menghindari gangguan dari orang atau
kelompok lain, mereka menempatkan beberapa
preman yang siap menjaga. Jika mereka sudah
memiliki modal, mereka akan membangun
lapak atau tempat kos-kosan yang mereka
sewakan kepada para buruh yang bekerja di
pabrik sekitar Kalijodo. Bangunan yang mereka
dirikan biasanya terbuat dari papan kayu atau
triplek. Hal inilah yang membedakan para
pendatang dengan warga, yang merupakan
penduduk yang sudah turun-temurun hidup di
kawasan Kalijodo.
Antropolog Universitas Indonesia, Parsudi
Suparlan memberikan batasan yang jelas antara
perkampungan kumuh dengan perkampungan
liar. Perkampungan kumuh menurut Parsudi
masih secara langsung atau tidak langsung
berada di bawah pengendalian pejabat
kelurahan. Sedangkan pemukiman liar
pengendalian sosial dan keamanan dari
kelurahan sama sekali tidak ada.33
122

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Pesatnya jumlah penduduk, rupanya tidak


sebanding dengan ketersediaan sarana dan
prasara umum. Seperti jaringan air minum,
sanitasi, dll. Hal ini terutama disebabkan karena
para pendatang itu datang dan mendiami tanahtanah yang tidak diperuntukan sebagai tempat
tinggal. Mereka menempati lahan-lahan milik
pemerintah yang merupakan jalur hijau, di
sepanjang bantaran sungai.
Pemerintah pun sudah berulang kali
melakukan pembokaran terhadap pemukiman
liar di kawasan ini. Sepanjang tahun 2002
tercatat sudah beberapa kali Pemerintah Daerah
DKI Jakarta, melakukan penggusuran atas
kawasan ini. Penggusuran terbesar atas lapaklapak judi dan tempat hiburan malam yang
dibangun di atas bantaran-bantaran sungai, baik
Sungai Banjir Kanal, maupun Kali Angke pernah
terjadi pada 25 Januari 2002, setelah
pertempuran hebat terjadi di kawasan itu.34
Setiap kali terjadi penggusuran, perlawanan
sengit dilakukan oleh warga penghuni
perumahan liar. Perlawanan dilakukan oleh
anggota geng, sampai ibu-ibu, mereka biasanya
memblokade jalan masuk dengan perabotan
rumah tangga seperti kursi, tangga dll. Namun,
setelah perjudian dilarang, dan tidak beroperasi
lagi, pembongkaran lapak-lapak liar,
berlangsung damai. Hal ini seperti yang terjadi
pada Maret 2003 lalu. Ketika itu, penggusuran
123

GEGER KALIJODO

yang menggunakan alat berat belco,


berlangsung tanpa ada aksi penghadangan
seperti yang terjadi sebelumnya. Padahal,
seperti diberitakan berbagai media massa,
aparat Tramtib Jakarta Utara, bahkan sempat
mempersiapkan dukun-dukun yang didatangkan
khusus dari Jawa Timur untuk menghalau para
pengacau.
Penggusuran terhadap hunian liar,
sebenarnya hanyalah upaya simtomatik. Karena
warga pendatang yang tak memiliki tempat
tinggal itu hanya berpindah dari satu lokasi ke
lokasi lain. Ketika Kalijodo digusur, mereka
berpindah ke bawah jembatan layang menuju
Bandara Soekarno Hatta. Penyebab utamanya
adalah pertambahan jumlah penduduk itu,
terutama disebabkan oleh arus urbanisasi yang
meningkat pesat sejalan dengan semakin
lancarnya sarana transportasi. Bagi penduduk
dari luar Pulau Jawa, daerah Penjaringan,
menjadi tempat strategis, mengingat letaknya
yang tak jauh dari Pelabuhan Tandjung Priok,
tempat mereka pertama kali menginjakkan kaki
di Jakarta.
Adanya banyak faktor pencetus kedatangan
penduduk dari desa-desa ke kota. Faktor utama,
biasanya karena masalah ekonomi. Namun ada
juga faktor lain seperti politik, keamanan, serta
motifasi sosio-kultural lainnya. Apalagi, seperti
pandangan umum di negara-negara sedang
124

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

berkembang, kota merupakan pusat peradaban.


Hal ini telah menjadi satu faktor kuat yang menarik
orang-orang desa bermigrasi ke kota
(urbanisasi).
Penelitian dari Hans Dieters Evers tentang
urbanisasi di beberapa negara di Asia
Tenggara, memberikan kesimpulan, bahwa
perkembangan dan kemajuan ekonomi yang
terpusat di ibu kota negara, telah memancing
eksodus penduduk dari kota-kota kecil ke ibu
kota.35
Namun, kehadiran kaum pendatang itu
terkadang tanpa mempertimbangkan akibatakibat yang disebabkan oleh menumpuknya orang-orang di kota dalam ruang tempat tinggal,
sumber hidup dan nafkah yang sempit dan
langka. Hal inilah yang pada akhirnya membuat
hidup menjadi lebih sulit, dan kualitas maupun
harkat manusia menurun.
Lambannya mobilitas Bagi penduduk
vertikal, atau perbaikan hidup dari luar Pulau
dari kelompok masyarakat Jawa, daerah
miskin perkotaan, menjadi salah Penjaringan,
satu penyebabnya, karena tidak menjadi tempat
semua orang miskin itu merasa strategis,
kecewa dan tidak puas. Orang mengingat
miskin yang terbenam dalam letaknya yang
perkampungan miskin di kota, tak jauh dari
banyak yang merasa puas hidup Pelabuhan
dalam lingkungan busuk itu. Tandjung Priok,
125

GEGER KALIJODO

Mereka merasa ngeri membayangkan


bagaimana hidup di luar perkampungan miskin
mereka. Bahkan orang miskin yang terhormat
sekalipun, bila sudah lama jatuh miskin
cenderung diam di tempat. Mereka terpukau
oleh kekekalan tata kehidupan yang ada. Hanya
malapetakaserbuan wabah, penyakit, atau
bencana alamyang akan menyadarkan
kehidupan mereka.36
Hal inilah yang memunculkan apa yang
disebut oleh Oscar Lewis tentang kebudayaan
kemiskinan. Oscar Lewis adalah antropolog
kenamaan Amerika yang banyak melakukan
penelitian seputar kemiskinan di kota-kota di
Amerika maupun di Amerika Latin. Hasil
penelitiannya itu membuahkan pemikiran tentang
the culture of poverty atau kebudayaan
kemiskinan. Dalam bukunya The Children of
Sanches dan La Vida, ia berkisah tentang
kehidupan orang Puerto Rico, di New York dan
di negerinya.
Menurut Lewis, kemiskinan akan
menciptakan kebudayaannya sendiri dan
elemen-elemennya adalah sama bagi kaum
miskin di mana saja. Jadi kebudayaan itu
adalah self generating (bergerak dengan
sendirinya). Lewis mengemukakan bahwa
kebudayaan kemiskinan itu (culture of poverty)
mempunyai ciri-ciri:
Tingkat mortalitas yang tinggi dan harapan hidup yang
126

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

rendah, Tingkat pendidikan yang rendah, Partisipasi


yang rendah dalam organisasi seperti buruh, partai
politik, dll. Tidak atau jarang ambil bagian dalam
perawatan medis dan program-program
kesejahteraan lainnya. Sedikit saja memanfaatkan
fasilitas-fasilitas kota, seperti toko-toko, museum,
atau bank. Upah yang rendah dan keamanan kerja
yang rendah. Tingkat keterampilan kerja yang
rendah. Tidak memiliki tabungan atau kredit. Tidak
memiliki persediaan makanan di rumah untuk hari
esok. Kehidupan mereka tanpa kerahasian pribadi
(privacy). Sering terjadi tindak kekerasan termasuk
pemukulan terhadap perempuan dan anak-anak.
Perkawinan sering berdasarkan konsensus,
sehingga sering terjadi perceraian dan pembuangan
anak. Keluarga bertumpu pada ibu. Kehidupan
keluarga otoriter. Bergantung pada nasib atau
fatalisme. Besarnya hipermasculinity complex di
kalangan pria dan martyr complex di kalangan
wanita.37

Apa yang dikatakan Lewis memang terjadi


di pelbagai kawasan miskin perkotaan. Di
daerah kumuh di Kecamatan Penjaringan,
kekerasan terhadap wanita dan anak-anak
merupakan kasus yang menonjol. Hal yang kasat
mata, adalah eksploitasi anak-anak, bahkan
bayi, oleh orang tua38 mereka di perempatanperempatan jalan dan bawah-bawah jembatan
layang, anak-anak dipaksa menjadi pengemis.
Ini memang tidak monopoli Penjaringan, tetapi
juga ada di sebagian tempat di Jakarta.
Kelompok anak inilah yang sering menjadi objek
kekerasan.
127

GEGER KALIJODO

Beberapa kasus kekerasan terhadap


perempuan juga menonjol. Kasus kekerasan
yang paling dramatis dalam tiga tahun terakhir
dialami Sri (bukan nama sebenarnya), pada Juni
2002. Ia dianiaya oleh suaminya yang jengkel,
melihat isterinya kembali menjadi pelacur di
sebuah bar di kawasan Kalijodo. Sang isteri
sendiri berdalih, kembali menekuni profesi
lamanya, lantaran si suami yang pedagang
pakaian di kapal-kapal yang merapat di
pelabuhan Sunda Kelapa, tak mencukupi
kebutuhan sehari-hari, apalagi ibu muda ini juga
harus menanggung kehidupan keluarganya di
kampung.
Si Suami, Parno (bukan nama
sebenarnya), yang mendapati isterinya di
tempat pelacuran kalap. Ia mengamuk di sebuah
bar tempat biasa Sri mangkal. Akibatnya, tidak
hanya Sri, tapi dua teman wanita lain juga ikut
terluka oleh amukan Parno. Lelaki yang hanya
tamatan SD ini mengaku tidak sadar menikam
isterinya sendiri dan lantaran mabuk setelah
menenggak empat botol anggur cap Rajawali.
Akibatnya, Sri dan Dewi terpaksa harus dibawa
ke rumah sakit, setelah menderita beberapa
luka, akibat tikaman senjata tajam.
Menurut Parno, tindakannya itu dilakukan
lantaran amarahnya memuncak. Ketika menikahi
Sri, pada tahun 1997, isterinya pernah berjanji,
tak akan melanjutkan profesi lamanya sebagai
128

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

wanita penghibur di kompleks pelacuran dan


perjudian Kalijodo. Waktu akan menikah, ia
berjanji tidak akan menjadi pelacur lagi. Tetapi,
kenyataannya ia masih selingkuh dan empat kali
saya memergokinya praktik lagi, tutur Parno,
yang lulusan sekolah dasar. Yang tiga kali lalu
saya maafkan.39
Kisah Parno dan Sri, adalah salah satu
persoalan dari sekian kompleksitas masalah
masyarakat urban di perkotaan. Kehadiran para
pendatang yang tidak disertai pendidikan yang
memadai. Dengan tingkat pendidikan minimal,
semakin rendah pula keterampilan dan
pengetahuan seseorang. Akibatnya, kecil juga
kompetensi seseorang untuk dapat diserap
dalam sektor-sektor kerja formal. Tiadanya
keterampilan yang mendukung untuk bisa
diterima bekerja, sementara kebutuhan hidup di
kota yang terus mendesak, membuat pikiran
orang seperti Sri, tidak memiliki pilihan selain
menjual tubuhnya sebagai pekerja seks
komersial.
Ketika para pendatang itu harus
menghadapi tantangan hidup yang keras, maka
mau tidak mau secara naluriah, mereka mencari
perlindungan dalam kelompok sedaerah.
Memang ada juga sedikit orang yang berjuang
sendiri dengan segala konsekuensinya,
membentuk kelompok-kelompok senasib dan
sebagainya.
129

GEGER KALIJODO

Parsudi Suparlan, yang melakukan


penelitian tentang proses kedatangan Orang
Gelandangan pada tahun 1960-1961 dan
dilanjutkan pada tahun 1979-1980, di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara, memberikan
kesimpulan bahwa kaum pendatang ke Jakarta
mengikuti pola-pola sebagai berikut:
Datang secara individual langsung dari tempat
asalnya ke Jakarta dan di Jakarta mereka menemui
relasi, kerabat, teman untuk menumpang menginap
sementara. Datang secara individual, langsung dari
tempat asalnya ke Jakarta, tanpa mempunyai
seseorang yang dituju yang akan ditumpangi untuk
menginap sementara. Datang langsung ke Jakarta
bersama keluarga (isteri atau isteri dan anak) dengan
tujuan tempat pekerjaan yang telah dijanjikan atau
ke tempat di mana dia tadinya telah menetap dan
bekerja di Jakarta. Datang langsung ke Jakarta,
bersama dengan keluarga tanpa ada satu tempat
yang dituju atau seseorang yang akan dimintai tolong.
Datang ke Jakarta, baik secara individual maupun
dalam satuan keluarga setelah terlebih dahulu tinggal
di kota-kota lainnya: Jakarta adalah tujuan terakhir
dari pengembaraan mereka.
Datang langsung ke Jakarta dalam rombongan orang-orang seasal (dari desa atau kampung yang
sama), secara individual (tanpa keluarga) yang di
Jakarta sudah ada yang akan menampung mereka
sebagai buruh. Datang langsung ke Jakarta dalam
rombongan orang-orang yang seasal: yang di Jakarta
hanya samar-samar diketahui akan ada yang
menampung mereka sebagai buruh, sebagai
pembantu berdagang, atau sebagai magang
berdagang, atau sama sekali tidak ada seseorang
130

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

yang dituju yang akan menolong mencarikan kerja


buat mereka. Datang ke Jakarta secara langsung
dari tempat asalnya dalam satu rombongan yang
diorganisir oleh calo kerja.40

Di sinilah fenomena sosial terjadi dan


menjadi kebalikan dari temuan antropolog
perkotaan terkemuka Amerika Ralph Linton.
Linton mengemukakan pendapatnya tentang
terbentuknya masyarakat kota industri terhadap
kelompok kekerabatan. Menurut Linton, semakin
besar kemungkinan bagi individu, dalam suatu
situasi sosial, untuk memperoleh keuntungan
ekonomi bagi dirinya, semakin lemah ikatan
kelompok kerabat.41
Sedangkan yang terjadi di Jakarta dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia, proses
industrialisasi tidak serta merta menyerap
kelompok masyarakat pendatang. Dalam
kondisi ini, keberadaan sektor informal menjadi
penopang kebutuhan para urban.
Soetjipto Wirosardjono, memberikan
definisi tentang sektor informal. Menurut Soetjipto
sektor informal adalah kegiatan ekonomi marginal (kecil-kecilan) yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti
waktu, permodalan, maupun penerimaannya. Tidak
tersentuh oleh peraturan dan ketentuan oleh
pemerintah. Modal, peralatan dan perlengkapan
maupun omzetnya kecil dan diusahakan atas
perhitungan harian. Umumnya tidak memiliki tempat
131

GEGER KALIJODO

usaha permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya.


Tidak mempunyai keterikatan (linkages) dengan
usaha lain yang besar. Umumnya dilakukan oleh
dan melayani golongan masyarakat yang
berpendapatan rendah. Tidak membutuhkan
keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara
luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat
pendidikan ketenagakerjaan. Umumnya tiap-tiap
satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit
dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan,
atau berasal dari daerah yang sama. Tidak mengenal
system perbankan, pembukuan, perkreditan, dan
lain sebagainya.42

Sektor informal dalam bentuknya yang


sederhana, berupa toko-toko kecil, di sekitar
perkampungan kumuh, pedagang makanan,
pelayan jasa kendaraan ojek, ikut andil
menopang kehidupan masyarakat miskin
perkotaan. Karena, kelompok masyarakat,
mungkin tidak pernah memenuhi hidupnya
dengan mengandalkan hasil perdagangan
besar, yang tentunya harga barang yang dijual
lebih mahal.
Apa yang terjadi di berbagai kota di Indonesia, memiliki kemiripan dengan terbentuknya
masyarakat kota di Amerika Latin. Di sana
hubungan-hubungan kekerabatan di pusat-pusat
masyarakat kota tidak berkurang artinya.
Keadaan ini juga diperlihatkan oleh Oscar Lewis
dalam studinya atas orang-orang yang pindah
dari Desa Tepoztecan dan menetap di Mexico
City. Kehidupan kekeluargaan di antara
132

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

penduduk kota cukup stabil, dan keluarga


mereka tidak bertambah kecil, malah bertambah
besar. Demikian pula dengan sistem
kekerabatan fiktif atau ikatan pertemanan
(compadrazgo) tetap ada, meskipun sedikit ada
perubahan.
Lewis kemudian merumuskan dua pola,
semakin lengketnya dan meluasnya sistem
kekerabatan dari kaum pendatang di kota.
Pertama, dalam masyarakat kota,
industrialisasi belum berperan sepenuhnya.
Hal ini menyebabkan fungsi-fungsi yang penting
dalam organisasi kekerabatan masih berjalan
terus. Kedua, masyarakat industri belum
menemukan organisasi sosialnya sendiri.
Dalam berbagai situasi sosial, fungsi-fungsi
penting kekerabatan masih dimanfaatkan,
misalnya untuk mengelola perusahaan,
kekuasaan, ataupun permodalan. Juga dalam
situasi-situasi tertentu, misalnya dalam
menghadapi ancaman terhadap kedudukan,
dalam usaha untuk memperoleh pekerjaan atau
perumahan, dan fasilitas-fasilitas lainnya,
ataupun jaminan hukum, maka kekerabatan
dapat berfungsi sebagai penolong.
***

133

GEGER KALIJODO

134

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

135

GEGER KALIJODO

136

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Masa Berdarah
di Muara Baru

alam beberapa kali konflik di Muara Baru, sering kali


terjadi keributan yang bermula dari Kafe Angin Mamiri,...

Seperti tersentak, Muara Baru, yang


biasanya ramai oleh transaksi perdagangan
ikan, tiba-tiba menjadi sepi. Tak ada teriakan
pelele yang menawarkan tangkapan nelayan,
sementara lapak-lapak tak menggelar
dagangan. Saat itu Mei 2001, dua kelompok
warga yang berbeda suku, Serang dan
Makassar saling berhadapan. Perkelahian
massal yang melumpuhkan roda perekonomian
di kawasan itu dipicu oleh matinya Suding,
warga asal Serang, Banten, yang dibantai oleh
kelompok pemuda Makassar persis di depan
pintu Pelabuhan Muara Baru.
Suding tewas dengan kepala nyaris
terpenggal, setelah terlibat cekcok dengan
beberapa pemuda Makassar di lapak ikan.
137

GEGER KALIJODO

Suding yang naas siang itu mendatangi


kelompok anak muda yang telah melakukan
pemukulan kepada anaknya. Suding marah
bukan kepalang, akibat pukulan yang diterima
anaknya tulang punggung anaknya patah.
Namun, bukan kata maaf yang dia terima, tetapi
ayunan badik, dari sekawanan pemuda. Suding
pun tersungkur dan tewas.
Kabar matinya Suding, segera menyebar
ke seantero warga Serang di kawasan padat
tersebut. Dalam waktu tak lama, segera
terkonsentrasi ratusan warga dari dua
kelompok yang berbeda suku tersebut. Kedua
kelompok mempersiapkan diri untuk terlibat
dalam pertarungan yang kejam. Masing-masing
kekuatan siap dengan senjata tajam terhunus di
tangan. Bentrokan pun sempat terjadi, untungnya
belum menjatuhkan korban susulan.
Aparat polisi dengan pemuka masyarakat
segera bertindak melerai dua kelompok yang
sedang dibakar amarah. Apalagi, Kepala
Polsek Penjaringan saat itu, Komisaris Pol. Drs
Edi Setyo Budi, dikenal dekat dengan tokoh
dari kedua kelompok tersebut, sehingga
amarah bisa segera dipadamkan, sehingga
bentrokan tidak berlarut-larut. Dan roda
ekonomi di sentra perikanan Jakarta tak
terganggu dalam waktu yang lama.
Masih di tahun 2001, kawasan itu kembali
dibuat membara. Namun kali ini bukan bentrokan
138

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

antarwarga, melainkan bentrokan antara


petugas keamanan dan ketertiban (tramtib)
Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara, dengan
ratusan tukang becak yang dibantu oleh
simpatisan warga sekitar. Operasi pembersihan
becak yang dirancang mirip operasi militer,
melibatkan aparat dari tramtib, kepolisian, dan
TNI. Operasi digelar, lantaran dari catatan
pemda, jumlah becak di kawasan padat
penduduk itu paling besar dibandingkan
kecamatan lain di Jakarta.
Para tukang becak yang rata-rata berasal
dari Indramayu, Jawa Barat, rupanya tak kalah
persiapannya menghadapai serangan dari
aparat. Apalagi mereka sudah mendengar
informasi becak yang menjadi sandaran hidup
mereka akan disita dan diganti hanya dengan
uang sebesar Rp. 250 ribu. Apalagi,
sebelumnya, rekan-rekan tukang becak di
Kelurahan Pademangan, sudah lebih dahulu
kena razia. Mereka tidak terima dan menyiapkan
jebakan bagi aparat yang akan masuk ke
kawasan padat itu.
Iring-iringan kendaraan aparat dan ratusan
petugas tramtib dengan penuh percaya diri
memasuki kawasan tersebut. Mereka menduga
operasi akan berjalan dengan sukses. Ternyata,
justru sebaliknya. Operasi gagal total, ratusan
aparat terjebak dalam ladang pembantaian
lantaran ketika semua aparat sudah berada di
139

GEGER KALIJODO

dalam kawasan, semua jalan keluar ditutup


warga dengan sebuah kontainer yang
dilintangkan di tengah jalan.
Sedangkan di ujung jalan yang lain, ribuan
warga berbaur dengan tukang becak yang
marah, menghunus senjata tajam dan melempari
para petugas yang terjebak. Tak menyangka
mendapat serangan mendadak, aparat
keamanan khususnya petugas tramtib lari
tunggang langgang. Tercatat tiga mobil dari
Satuan Pelaksana (Satlak) Tramtib dan Polsek
Penjaringan rusak berat akibat kena lemparan
batu, beberapa petugas tramtib pun nampak
terluka.
Saat itu, Kapolsek Metro Penjaringan,
Komisaris Krishna Murti juga terjebak dalam
kerumunan warga. Untuk membubarkan amukan
warga, polisi pun harus menembakkan gas air
mata. Tercatat dua warga terluka akibat terkena
lemparan batu. Sedangkan salah seorang sopir
mobil operasional Tramtib Jakarta Utara, yang
bernama Eko, sempat ditawan oleh para tukang
becak dan baru dua jam kemudian bisa
ditemukan oleh anggota polsek dan bisa
dibebaskan.43
Gambaran lain situasi konflik juga terjadi
dari warga asal Cirebon yang mempunyai tokoh
preman karismatik dan mempunyai banyak
massa pendukung dan terkenal sering membuat
kericuhan, yaitu Saleh Jongge. Dia termasuk
140

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

warga RT 19, Kampung Muara Baru. Setahun


sebelumnya, di sebuah gudang di Jalan Gedung
Pompa ditemukan 6000 buah bahan peledak.
Saleh Jonge yang ketika itu mabuk berhasil
mengumpulkan ratusan warga Cirebon Bedulan
untuk menjarah gudang tersebut sehingga
membuat warga asal suku lain menjadi tidak
senang dan hampir menyebabkan terjadinya
bentrokan.
Pihak-pihak yang dituakan, seperti tokoh
masyarakat baik dari tokoh agama, suku,
maupun pihak pengurus RW mendatangi tokohtokoh yang bertikai dan mereka selalu mau
didamaikan dan mendengar para tokoh
masyarakat itu. Namun hal itu juga tak lepas dari
antisipasi pihak Polsek Metro Penjaringan yang
bertindak cepat dalam mendamaikan warga.
Dalam beberapa kali konflik di Muara Baru,
sering kali terjadi keributan yang bermula dari
Kafe Angin Mamiri, bahkan pada tahun 2001, di
belakang kafe tersebut seorang preman
dipenggal kepalanya oleh sekelompok orang
bertopeng ala ninja hingga keadaan saat itu
menjadi ricuh. Padahal keributan itu bukan dari
Kafe Angin Mamiri, mereka juga menenggak
minuman keras di luar Kafe Angin Mamiri, sudah
itu nongkrongnya di sini, kata Daeng Badi
pemilik Kafe Angin Mamiri.
Konflik antarkelompok biasanya dapat
diselesaikan oleh para sesepuh warga Muara
141

GEGER KALIJODO

Baru, masih ada kepercayaan di sebagian


besar warga, bahwa perselisihan dapat
diselesaikan oleh mereka sendiri. Namun, jika
masalahnya serius, apalagi menyangkut nyawa
seseorang, warga dan aparat kepolisian pun
segera bertindak. Ini bukan lagi soal yang bisa
diselesaikan dengan musyawarah para tetua.
Pihak kepolisian, termasuk pihak pengurus RW
segera mengamankan lokasi kejadian dan
mencari tahu asal korban, yang ternyata bukan
berasal dari suku mayoritas, sehingga tak
menimbulkan ekses yang berkepanjangan
antarwarga.
Seperti kasus Daeng Ibrahim yang
membunuh Ustad Bana di sebuah mushola di
RT 16 C, malamnya Ibrahim minum-minum di
belakang Kafe Angin Mamiri. Dalam keadaan
mabuk, Ibrahim memarahi orang yang tengah
mengaji dan membunuhnya. Warga yang
mengetahui hal tersebut mengeroyoknya dan
mendatangi rumah Ibrahim, sehingga keluarga
Ibrahim terpaksa diamankan pihak kepolisian
untuk menghindari amukan warga.
Pihak kepolisian pada waktu kejadian
tersebut sangat berpengaruh untuk meredam
konflik lebih luas, kata Brigadir Slamet anggota
Pos Polisi Muara Baru. Daeng Ibrahim tega
membunuh Ustad Bana karena sudah dirasuki
minuman keras, padahal anak Daeng Ibrahim
sendiri mengaji kepada Ustad Bana. Daeng
142

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Ibrahim yang merasa tak


..., ratusan aparat
senang dinasehati Ustad
terjebak dalam
Bana lalu membunuhnya.
ladang pembantaian
Daeng Ibrahim lari, namun
tak lama ia dapat ditangkap petugas di salah
satu rumah saudaranya, kata Slamet.
Sudah bisa diduga, terbunuhnya Ustad
Bana segera menyulut kemarahan warga
Serang, asal guru ngaji itu. Kemarahan warga
sulit dibendung. Beberapa warga Serang
bahkan sudah menyerang rumah Daeng Ibrahim.
Namun, berkat antisipasi dari Polsek
Penjaringan, petugas dapat mengantisipasi
menyelamatkan keluarga Daeng Ibrahim dari
amarah warga asal Serang. Petugas sendiri
kala itu dipimpin langsung Kapolseknya Kompol
Edi Setyo Budi untuk meredam warga dengan
mengirim Daeng Ibrahim ke Polres Jakarta
Utara, warga juga dihimbau kalau Daeng
Ibrahim sudah dihukum sesuai dengan
perbuatannya, kata Slamet. Saat itu, Slamet
pun sibuk bukan main, ia harus mondar-mandir
memberitahu warga asal Serang, bahwa si
pembunuh sudah ditangkap polisi.
Pemberitahuan ini penting, mengingat adanya
desas-desus warga Serang akan menyerbu
warga Makassar di Muara Baru. Cara ini efektif
menghindari konflik antarsuku di Muara Baru.
Dengan menunjukkan bukti polisi berbuat cepat
dan netral.
143

GEGER KALIJODO

Itulah sekelumit berbagai peristiwa yang


terjadi di tahun 2001. Kejadian tewasnya Suding,
ujung dari konflik antarsuku, merupakan kasus
terakhir yang pernah mendera kawasan Muara
Baru. Setelah itu tidak ada lagi kejadian
bentrokan antarwarga yang berbeda etnis di
kawasan tersebut. Bahkan, kawasan ini bisa
dibilang jauh dari kerusuhan, ketika tempat lain
seperti di Cakung, terjadi bentrokan antarwarga
Betawi dan Madura, atau antar warga Serang
dengan Madura, di kawasan Pasar Kramat Jati,
pada 2002.
Namun, walau terbebas dari gejolak, dalam
kurun waktu damai, Kampung Muara Baru bukan
nol dari gejolak. Namun, berbagai peristiwa yang
menjurus pada konflik terbuka antarkelompok
lebih sering bisa diselesaikan antarwarga
sendiri di kantor RW. Seperti contoh kejadian
tanggal 1 Juni 2002, dua preman Muara Baru
dibacok hingga perut keduanya terkoyak oleh
tokoh preman bernama Alfian. Penyebabnya
adalah dua preman tersebut sebelumnya
mengadakan pesta minuman keras dengan
kawannya bernama Rages. Kedua preman
terlibat cekcok mulut hingga Rages dikejar-kejar
dan mengadukan hal itu ke Alfian hingga kedua
preman itu sekarat. Pihak kepolisian sendiri
dalam hal ini melakukan pengejaran terhadap
Alfian yang melarikan diri. Namun pihak tokoh
warga seperti pengurus RW melakukan
144

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pendekatan terhadap keluarga preman tersebut


dan membiayai pengobatan kedua preman yang
mencapai Rp 8 juta. Perdamaian sendiri antara
keluarga preman dengan pihak Alfian dan Rages
telah diselesaikan oleh sesepuh warga di sini,
kata Adi, warga setempat yang menyaksikan
perdamaian di Kantor RW 17. Kedua belah
keluarga tidak saling menuntut. Proses
perdamaian tersebut disaksikan langsung oleh
Ketua RW 17 Umas Husen. Namun pihak jajaran
serse Polsek Metro Penjaringan dipimpin Kanit
Buser Bripka Suyatno tetap melakukan
pengejaran terhadap tersangka Alfian untuk
memproses secara hukum.
Selain soal perselisihan antarpemuda,
masih ada potensi-potensi konflik di Muara Baru.
Seperti konflik perebutan lahan, ketika warga
menempati dan mematok lahan kosong milik PT
Gajah Tunggal. Lokasi tanah perusahaan ban itu
letaknya membujur di RT 6 sampai RT 8. Oleh
warga yang mematok tanah itu, kemudian
didirikan bangunan semi permanen. Akibatnya,
perusahaan yang merasa asetnya diserobot
unjuk gigi.
Seperti dituturkan Ny. Bati Mustamin, warga
diusir oleh puluhan orang dari lokasi dengan
mengahancurkan tenda serta merobohkan tiangtiang rumah. Mendapat perlakuan itu warga
marah dan malah membangun kembali secara
permanen. Kita dulu beli dengan yang pertama
145

GEGER KALIJODO

tinggal di sini sampai empat juta, tapi malah


diperlakukan begitu yah kita bangun, kalau
mereka ngajak ribut kita nggak takut, kata Bati.
Masalahnya menjadi lebih rumit, lantaran pihak
PT Gajah Tunggal, dalam upayanya mengusir
warga mengerahkan massa dari satu kelompok
suku yang dipimpin Daeng Tuju.
Akibatnya, kedua kelompok yang saling
menghunus senjata tajam berhadap-hadapan
dengan warga yang membawa parang serta
tombak. Saat itu, antara kedua kelompok warga
sudah sempat terjadi saling lempar batu dan
anak panah. Untung saja, aparat Pospol Muara
Baru serta aparat Polsek Metro Penjaringan
segera menengahi kedua kelompok itu.
Mereka semua mau menyelesaikan,
karena warga di sini disuruh oleh pengacara dari
pemilik tanah untuk mengontrak, sedangkan
mereka punya surat tanah demikian juga dengan
PT Gajah Tunggal, kata Slamet yang menyebut
masalah lahan itu sampai sekarang masih
terkatung-katung dan pihak yang bertikai oleh
aparat kepolisian diminta untuk menempuh jalur
hukum.
Dari beberapa contoh kasus yang telah
dipaparkan di atas, dapat tergambar, bahwa
munculnya pengaktifan jati diri suku bangsa
mengalami eskalasi ketika muncul kontakkontak dalam ruang geografi dan sosial di antara
anggota suku bangsa yang berbeda, terutama
146

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dalam kaitan hubungannya dengan kepentingan


ekonomi dan adanya kompetisi antarsuku
bangsa. 44
Frederik Barth menyebut, bahwa secara
hipotesis, konflik antarsuku bangsa dapat
dicegah jika dalam kompetisi untuk
memperebutkan sumber-sumber daya yang ada
setempatyang melibatkan anggota-anggota
suku bangsa yang berbeda ituterdapat aturan
main yang adil dan beradab dan adanya
penegak hukum sebagai pihak ketiga yang
netral atau tidak memihak serta dipercaya warga
masyarakat setempat, serta betul-betul
menerapkan aturan-aturan main tersebut. 45
Dalam beberapa kali terjadi konflik
antarsuku bangsa inilah Polsek Penjaringan
terlihat sebagai salah satu pihak yang berperan
sebagai pihak ketiga (mediator), bukan hanya
sebagai pihak yang menangani masalah
keamanan warga, tapi juga sebagai pihak netral
yang dapat menerapkan aturan-aturan main
berdasarkan hukum yang berlaku. Hal itu juga
untuk membatasi budaya penyelesaian konflik
yang mengandung unsur pidana di Muara Baru
ataupun di Kantor RW. Walaupun penyelesaian
lewat musyawarah cukup baik, namun hukum
harus ditegakkan agar keadilan bisa dirasakan
oleh semua kelompok warga, dan membuat jera
para pelakunya.
***
147

GEGER KALIJODO

148

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

149

GEGER KALIJODO

150

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

erekat utama kehidupan warga Kampung Muara Baru


tercipta, berkat adanya pusat kegiatan ekonomi, yang berantai
dan menafkahi ribuan penduduk dari berbagai suku bangsa.

Secara kebetulan, warga yang mendiami


Kampung Muara Baru, berasal dari kelompok
masyarakat pesisir, yang terkenal berperangai
keras dan terbuka. Sebut saja, kelompok warga
Bugis, dikenal sebagai pelaut ulung dan
pemberani. Juga warga Madura, yang
mengenal budaya carok untuk membela harga
diri. Juga warga asal pesisir Pantai Utara Pulau
Jawa, dari Tegal, Cirebon, Indramayu, sampai
Serang, dikenal sebagai warga yang ulet dan
pantang menyerah dalam mengadu
peruntungan di Jakarta.
Berbagai komunitas, antarsuku tersebut
selain memperkaya kebudayaan yang ada,
juga menciptakan suatu interaksi dalam
kehidupan sehari-harinya. Interaksi atau
151

GEGER KALIJODO

hubungan yang tercipta dilakukan oleh para


pelaku yang menjadi warga dari suku-suku
yang berbeda. Biasanya mereka hidup saling
bertetangga atau bersama-sama membentuk
terwujudnya sebuah masyarakat yang lebih
luas daripada masing-masing suku bangsanya.
Parsudi Suparlan dalam bukunya
Hubungan Antarsuku Bangsa menyebutkan,
bahwa hubungan antarsuku bangsa masingmasing suku bangsa tersebut menciptakan dan
memantapkan batas-batas sosial.46 Atas dasar
batas-batas sosial tersebut mereka
membedakan diri sebagai saya dengan dia
yang berbeda, dan menggolongkan sejumlah
orang yang tergolong kami dari satu suku
bangsa yang dibedakan dari mereka yang bukan
tergolong bukan suku bangsa saya. Batas-batas
sosial ini berguna dalam menunjukkan
perbedaan antara mereka yang tergolong dalam
satu suku bangsa yang lain, yaitu yang berbeda
suku bangsanya.
Melalui batas-batas sosial ini, stereotip
yang dipunyai oleh masing-masing suku bangsa
mengenai satu sama lainnya menjadi lestari,
karena melalui dan di dalam stereotip inilah
perbedaan-perbedaan suku bangsa yang
berbeda tersebut terwujud. Dalam interaksi yang
terjadi antara warga yang berbeda suku
bangsanya tidak selamanya stereotip-stereotip
yang mereka punyai masing-masing itu

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

digunakan sebagai acuan dalam saling


berhubungan. Interaksi antarsuku bangsa
seperti ini biasanya terwujud dalam suatu
interaksi di mana masing-masing pihak saling
membutuhkan, memperoleh manfaat dan
keuntungan, dan hubungan yang terwujud
tersebut bersifat hubungan komplementer yang
simbiotik.
Hubungan di antara warga yang berbeda
suku bangsanya, yang terjalin adalah
hubungan saling menguntungkan. Beranjak
dari hal ini mereka telah membuat jembatan
penghubung di atas batas-batas sosial
tersebut. Jembatan ini berupa hubungan pribadi
yang terwujud sebagai persahabatan atau
perkawinan, atau saat hubungan sosial dalam
hubungan kerja atau ekonomi dan hubungan
politik.
Apalagi, perekat utama kehidupan warga
Kampung Muara Baru tercipta, berkat adanya
pusat kegiatan ekonomi, yang berantai dan
menafkahi ribuan penduduk dari berbagai suku
bangsa, yakni Pusat Pelelangan Ikan Muara
Baru. Mekanisme pasar dan mata rantai yang
panjang dari denyut nadi ekonomi di kawasan
ini memberi penghidupan bagi warga.
Sehingga, tergores dalam-dalam dari segenap
tokoh dan warga, jika ketentraman dan
keamanan mereka terusik, roda ekonomi di
kawasan itu akan macet. Pada gilirannya,
153

GEGER KALIJODO

mereka warga sekitar juga yang menuai


kerugian.
Pada awalnya, Kampung Muara Baru,
yang terletak di RW 17, Kelurahan Penjaringan,
Kecamatan Penjaringan ini, yang kini dihuni oleh
hampir delapan belas ribu jiwa. Angka ini pun
diyakini tidak sahih, lantaran bisa lebih besar
jumlah aslinya, mengingat banyak warga
pendatang yang tak terdata. Padahal luas
Kampung Muara Baru hanya 169,5 ha.
Hampir sebagian besar lahan Muara Baru
sebelumnya adalah empang atau rawa-rawa.
Jalan yang menuju Muara Baru di sisi waduk
ditanami tebu oleh warga di awal tahun 1980,
memanjang menuju Pelabuhan Samudra
Jakarta. Lambat laun penggunaan lahan di
wilayah Muara Baru tak terawasi pemerintah.
Pagar-pagar dirusak dan warga mendirikan
rumah dan bangunan. Pemerintah kecamatan
menuding penjaga waduklah yang memulai
adanya pembangunan rumah-rumah, karena
mereka yang mengelola lahan yang luas. Hal itu
diikuti warga lainnya.
Kepemilikan tanah di Muara Baru boleh
dikata cukup unik. Ketua RT/RW dapat mengeluarkan surat jual-beli tanah garapan di atas
segel seharga Rp 500 - Rp 700 ribu. Harga
bisa naik berlipat-lipat jika pemilik menjual
sekaligus rumahnya. Harganya bisa men-capai
Rp 2 sampai Rp 3 juta untuk ukuran 2,5 x 3 m.
154

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Jelas, surat yang diperjualbelikan itu oleh


para Ketua Rukun Warga, tentu saja bukan
surat kepemilikan sah atas tanah seperti
sertifikat atau dokumen girik. Di atas tanah
yang kemudian merasa dimiliki warga, dengan
bukti surat RW, warga kemudian mendirikan
bangun-bangunan. Jika pada
awalnya rumah semi permanen
Kepemilikan
yang terbuat dari papan-papan
tanah di Muara
kayu, kemudian lamaBaru boleh dikata
kelamaan menjadi bangunan
cukup unik. Ketua
permanen.
RT/RW dapat
Penambahan jumlah
menge-luarkan
penduduk, yang diikuti dengan
surat jual-beli
penambahan rumah petak,
tanah garapan di
lama-kelamaan membuat
atas segel
kawasan itu menjadi padat.
seharga Rp 500 Sampai saat ini, jumlah pasti
Rp 700 ribu.
warga Muara Baru belum
dapat diketahui secara pasti. Secara resmi
belum ada data aparat pemerintah, baik di
tingkat kelurahan maupun sampai level
Kotamadya Jakarta Utara. Bahkan, ada
kecenderungan pemerintah daerah tidak
mengakui mereka sebagai warga Jakarta. Hal
ini bisa dimaklumi, lantaran banyak warga tak
memiliki tanda identitas seperti kartu tanda
penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga (KK) yang
diterbitkan oleh kantor kelurahan setempat.
Akibatnya, pendatang baru yang keluar
155

GEGER KALIJODO

dan masuk ke wilayah Muara Baru tak terpantau, hal itu diakui juga oleh Ketua RW 17, A.
Rahman. Meski pihak kelurahan tak mau
mendata pendatang baru. Jumlah penduduk di
kawasan itu hanya dimiliki oleh pengurus RW,
yang didapat dari masing-masing pengurus RT.
Data di tingkat RT inilah satu-satunya catatan
yang bisa dipakai untuk menghitung jumlah
warga di sana.
Kehidupan warga Muara Baru sangat
terkait dengan keberadaan Pelabuhan Samudra
Jakarta, yang diperluas dengan melakukan
reklamasi seluas 100 Ha pada tahun 1984. Tak
jauh dari pelabuhan, berlangsung pembangunan
Waduk Pluit, lantaran banyak lahan kosong di
sekitar proyek, maka para pekerja melirik lahan
kosong itu sebagai tempat tinggal mereka.
Hampir 75 persen warga Muara Baru
adalah pengontrak dan bekerja sebagai buruh
di pabrik-pabrik di sekitar Pelabuhan Muara
Baru. Selain itu banyaknya nelayan asal Losari,
Cirebon dan Surabaya yang berdatangan
untuk menjual hasil tangkapannya. Rata-rata
mereka membeli lahan kosong itu untuk
ditempati selama menjual hasil tangkapannya,
lama-kelamaan keluarga dan istri dibawa untuk
tinggal di Muara Baru.
Penduduk Muara Baru didominasi berbagai
suku bangsa, seperti suku Bugis, Makasar,
Serang Banten, dan Indramayu, Cirebon yang
156

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

menyebar di kawasan tersebut. Berbagai suku


bangsa memiliki berbagai macam pekerjaan,
mulai pedagang ikan, buruh nelayan, dan
pengayuh becak berada di wilayah Muara Baru.
Mengingat letaknya yang berada di pesisir
pantai, maka sebagian besar penduduk yang
menempati wilayah ini bergantung pada laut.
Hasil laut adalah sumber mata pencaharian
utama mereka. Untuk itu tidak mengherankan
jika berbagai suku bangsa berinteraksi dan
membentuk tata susunan masyarakat yang
secara umum diadopsi dari masing-masing
daerah asal.
Etnis terbesar yang mendominasi, pada
umumnya mempunyai tokoh-tokoh panutan.
Misalnya dari etnis Makasar, Daeng Bali, Daeng
Nasir Nile, Daeng Kebo, Daeng Saleh Jongke,
Daeng Mansur, Daeng Eric, Daeng Ata, Daeng
Tiju, Daeng Tuan Muda, Jamaludin, dan H.
Rahim. Sedangkan dari etnis Serang, antara
lain: Raman M, Chusnul, Dulhadi, Ustadz Abdul
Mutalib, Uyung, dan Jaeni. Dan dari etnis
Indramayu, Cirebon ada Rosdullah,47 Kosim, dan
Warsi.
Berdasarkan keterangan Ketua RW,
Rahman, saat ini telah ada pembauran etnis di
wilayahnya, dengan perkawinan maupun
pekerjaan mereka saling terkait. Namun
demikian, peran para tokoh tetap besar. Bila ada
permasalahan atau perselisihan di antara
157

GEGER KALIJODO

warga, mereka bisa didamaikan oleh para tokoh


dengan musyawarah warga.
Kehidupan Muara Baru tergolong keras,
namun lingkungan sekitar relatif aman. Berbagai
konflik bisa diatasi. Pihak kepolisian sendiri
berperan aktif di dalamnya, sehingga terjadinya
konflik yang meluas bisa diredam. Selama tahun
2001 ada tiga kali konflik. Sedangkan di tahun
2002 hanya ada dua kali konflik, dan perselisihan
itu hanya dalam waktu dua hari bisa
diselesaikan.
Biasanya, masalah muncul, seperti ribut
anak kecil berlanjut ke orang tuanya, rebutan
wanita, rebutan lapak preman di wilayah pasar
pelelangan ikan Muara Baru. Di pasar tersebut
sempat terjadi bentrok massal antara preman
dengan pedagang ikan atau buruh pelelangan
ikan, namun tak sampai berkepanjangan.
Di Muara Baru, terdapat dua pasar sebagai
pusat kegiatan warga sekitar. Pertama, Pasar
Tradisonal Muara Baru dan Pasar Pelelangan
Ikan Muara Baru. Pelelangan ikannya berada di
Jalan Muara Baru Ujung, sedangkan pasar
tradisional yang memiliki kode di Walikotamdya
Jakarta Utara, JU-II-06, tercatat sebagai pasar
yang menjadi tempat usaha bagi 90 pedagang
resmi. Masing-masing kelompok suku bangsa
mempunyai lapak dan langganan sendiri dalam
berinteraksi dengan pedagang. Seperti
kegiatan bongkar muat sudah ada beberapa
158

Penyerahan senjata olehwarga kepada Kapolres Jakarta Utara, simbol penyelesaian konflik (Foto : KOMPAS)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

159

GEGER KALIJODO

kelompok koperasi yang menangani. Contohnya


A. Rahman mengaku mempunyai 2000 anggota
tersebar di Pasar Muara Baru, ada yang menjadi
tenaga bongkar muat, keamanan pasar,
pedagang ikan dll.
***

160

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Pola Menetap
Warga Muara Baru

eranekaragamnya pola menetap warga Muara


Baru tersebut disebabkan beragamnya warga yang
tinggal dan terdiri dari berbagai suku.

Mengacu pada teori Clayton (1979),


mengenai di manakah pasangan menetap
setelah menikah dapat dijelaskan dari beberapa
pola yang berbeda-beda tentang pola menetap.
Antara lain, pola patrilokal, pola matri-patrilokal,
pola matrilokal, pola patri-matrilokal, pola bilokal,
pola neolokal, serta pola avunkulokal.
Pada pola patrilokal berarti pasangan yang
baru menikah bersama pada pihak pria, pola
matri-patrilokal, suami mula-mula menetap
bersama keluarga wanita, tetapi kemudian
pindah ke keluarga pihak pria. Pola matrilokal
pasangan menetap bersama pihak wanita. Pola
patri-matrilokal pasangan yang baru menikah
semula menetap di keluarga pihak pria dan
kemudian pindah ke keluarga pihak wanita. Pola
161

GEGER KALIJODO

bilokal adalah pola yang di dalamnya pasangan


baru menikah dapat memilih untuk menetap di
keluarga pria maupun keluarga pihak wanita.
Untuk pola avunkulokal, merupakan suatu pola
matrilineal yang di dalamnya seorang pria
menetap di desa paman dari pihak ibu. Untuk
pola neolokal, pola yang di dalamnya pasangan
suami istri setelah menikah bebas untuk memilih
tempat di luar tempat keluarga pria ataupun
pihak wanita.
Untuk warga Muara Baru yang di dalamnya
terdiri dari berbagai suku bangsa, tentunya pola
menetap yang ada pun beranekaragam.
Beranekaragamnya pola menetap warga Muara
Baru tersebut disebabkan beragamnya warga
yang tinggal dan terdiri dari berbagai suku.
Berbeda dengan kawasan lain di Jakarta,
yang dengan mudah ditemukan penduduk asli,
Betawi, di Muara Baru, warga asli sulit
ditemukan, karena hampir semua warga Muara
Baru adalah pendatang. Begitu mereka sampai
di Muara Baru, biasanya langsung mendirikan
rumah dengan seenaknya, sehingga bangunanbangunan yang muncul tersebut bangunan liar
dan penduduknya pun juga disebut sebagai
penduduk liar.
Ini mungkin bisa ditelusuri dari asal-muasal
kawasan ini yang sesungguhnya tidak
diperuntukan sebagai kawasan pemukiman. Hal
itu mereka sadari bahwa tanah yang mereka
162

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dirikan bangunan merupakan tanah negara dan


mereka tidak memiliki hak kepemilikan.
Karena itulah di kawasan ini tidak ada
penduduk aslinya, semua yang tinggal
merupakan warga pendatang. Keterangan yang
didapat penulis di lapangan menyebutkan,
banyak warga yang menghuni
di wilayah Muara Baru datang .... warga asli sulit
dengan tak berpekerjaan, ditemukan, karena
seperti diceritakan oleh Erwin, hampir semua
bahwa kakeknya datang ke warga Muara Baru
Muara Baru sekitar tahun adalah
1970.48 Dulu kakek nelayan pendatang. Begitu
dan sering menjual ikan di mereka sampai di
Muara Baru atau pasar ikan di Muara Baru,
Sunda Kelapa. Lama-lama biasanya
setelah
terbiasa
dan langsung
mempunyai
kontrakan, mendirikan rumah
membawa istri dan anaknya. dengan
Setelah usaha ikan maju dapat seenaknya,
membeli
tanah
serta sehingga
mendirikan rumah, ucap Erwin bangunansaat memengobrol dengan bangunan yang
penulis di sebuah warung.
muncul tersebut
Mirip dengan hasil bangunan liar dan
penelitian Parsudi Suparlan di penduduknya pun
awal tahun 1970-an, terdapat juga disebut
kecocokan, yaitu datang ke sebagai
Jakarta bersama keluarga penduduk liar.
(istri atau istri dan anak-anak)
163

GEGER KALIJODO

dengan tujuan tempat kerjaan yang telah


dijanjikan, atau tempat ke mana dia tadinya
menetap dan bekerja di Jakarta. Lebih jauh
Erwin mengatakan, bahwa kakeknya yang
bernama Saefuddin membawa istrinya dengan
empat belas anaknya ke Jakarta, tepatnya di
Muara Baru. Sampai ia kemudian pensiun dan
usahanya kemudian dilanjutkan oleh anakanaknya sebagai nelayan serta pelele di Muara
Baru. Saat ini Saefuddin
tinggal dengan ketiga anaknya.
Saya lahir di
Sedang sebelas anak lainnya
sini, saya
sudah berumah tangga dan
nggak tahulah,
memilih tinggal di sekitar
penduduk
Muara
Baru
bersama
aslinya yang
keluarganya masing-masing.
mana. Yang
Cerita Erwin dikuatkan
jelas ketika
oleh Adi Sulaiman, Saya lahir
saya lahir di
di sini, saya nggak tahulah,
sini semuanya
penduduk aslinya yang mana.
pendatang.
Yang jelas ketika saya lahir di
sini semuanya pendatang. Karena mereka,
datang dan langsung mendirikan gubuk untuk
tempat tinggal. Untuk urusan pernikahan,
keluarga saya masih mengikuti budaya
Makassar. Kebetulan istri saya juga dari
Makassar. Sekarang istri dan satu anak saya
telah mengontrak sendiri.49 Dari kisah Adi, ratarata warga asal Makassar datang ke Muara Baru
mengikuti jejak orang tuanya atau keluarga
164

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

lainnya.
Badrun yang asal Indramayu dan
Muhamadin asal Bugis yang beristrikan Sutinah
asal Tegal dengan empat anaknya yang tinggal
di RT 10, keluarga Erwin yang kakeknya
Saepudin adalah nelayan dan keterampilannya
melaut, sewaktu datang ke kawasan itu, hampir
semua membawa keluarganya dengan modal
uang, pengetahuan yang memadai serta tujuan
relasi di Muara Baru.
Kakek yang menggalang warga Indramayu
untuk datang ke Muara Baru dan termasuk tokoh
Indramayu di sini. Sebagai nelayan kakek
datang dari Indramayu dan mempunyai modal
serta menjual ikan hasil tangkapannya di pasar
ikan, sekarang masih berdagang di Muara Baru.
Dengan itu kakek bisa membeli tanah dan
mendirikan rumah, termasuk menyekolahkan
anak-anaknya di sini, ujar Badrun.
Sedangkan keluarga Muhamadin atau biasa
disapa Madin mengatakan, pada tahun 1960 dia
datang ke Muara Baru, tanpa modal dan tujuan
menetap maupun relasi. Bapak empat anak ini
sampai sekarang menarik becak dari awal tahun
1970 sampai becaknya dijual dan sekarang
hanya menyewa kepada kawannya.50 Dari
Bugis saya datang, karena di sini banyak
perkampungan Bugis, saya akhirnya bergaul dan
dulu bekerja sebagai buruh bongkar muat di
kapal. Lama-lama jadi tukang becak sampai
165

GEGER KALIJODO

sekarang, kata Madin yang anak-anaknya


sudah bekerja di pabrik yang berada di kawasan
Muara Baru .
***

166

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B
Kelompok Etnis
di Muara Baru

aktor lain yang membuat pola menetap menjadi


semakin sulit dipetakan adalah budaya asal masingmasing suku bangsa.

1. Suku Bangsa Makassar (Bugis)


Sejak dibangunnya pelelangan ikan di
Pelabuhan Samudera Jakarta dan ditutupnya
Pelabuhan Ikan Kali Baru, mulai nampak
perpindahan warga suku Makassar dan suku
Bugis dari Kalibaru pada tahun 1984.
Kepindahan mereka yang sebagian besar
bekerja sebagai pedagang ikan atau pemilik
kapal penangkap ikan, berhubungan dengan
tempat tinggal yang disesuaikan dengan
kedekatan tempat bekerja.
Awal 1986seiring dibukanya Pelabuhan
Samudera Jakarta dan pelelangan ikan di Muara
Barueksodus besar dari masyarakat
Makassar ke Muara Baru terjadi. Salah seorang
warga Makassar, M. Djalil mengatakan, dirinya
167

GEGER KALIJODO

mempunyai dua tempat tinggal, yaitu di Kalibaru


dan Muara Baru. Alasan utamanya memilih
tempat tinggal di Muara Baru karena kedekatan
dengan tempat kerja.
Lebih lanjut menurut Djalil, dalam
hubungan kekerabatan di antara warga
sesuku, ada kecenderungan mementingkan
kelompok atau saudara sendiri. Ini tercermin
dalam kepemilikan rumah di Muara Baru yang
berdekatan satu sama lain, juga lapak-lapak
ikan di pasar pelelangan ikan Muara Baru.
Kalaupun mereka hidup ketetanggaan dengan
suku Serang ataupun Jawa, terbatas dalam
urusan jual-beli ikan atau bisnisnya .
Ciri-ciri kebudayaan MakassarBugis
sendiri di antaranya: menggunakan bahasa
Makassar atau bahasa Bugis, beragama Islam,
berprofesi sebagai pelaut (nelayan), pengaruh
lingkungan hidup membentuk tipikal yang
keras. Di Muara Baru, suku bangsa Makassar
dan Bugis adalah suku yang mendominasi,
selain suku Banten. Corak kehidupan warga
suku Makassar dan Bugis adalah sebagai
nelayan dan pedagang ikan atau pelele, buruh,
penjual kayu, dan pemilik kapal.
Berdasarkan data-data yang ditemukan
dapat ditarik kesimpulan, kedatangan suku
bangsa Makassar-Bugis di Muara Baru terjadi
sejak 1986, saat selesai dibangunnya
Pelabuhan Samudera Perikanan Jakarta
168

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

(PSPJ). Namun demikian, seperti kebanyakan


suku lainnya, mereka mengklaim sebagai
generasi penerus dari sukunya yang lebih dulu
telah menempati wilayah Muara Baru. Hal ini
seperti dikatakan Adi Sulaiman. Saya generasi
ketiga yang menempati wilayah ini, saat ini usia
saya 35 tahun. Ayah saya sudah ada di sini
sejak tahun 60-an, kalau kakek saya lebih lama
lagi, kira-kira pada tahun 1930, katanya. 51
Pernyataan semacam ini akan sangat
sering dijumpai dalam setiap suku. Padahal
menurut data resmi yang ada, wilayah ini
hingga tahun 1986 saja masih berupa lahan
kosong dan rawa-rawa. Seperti ada keinginan
dari setiap suku untuk mengklaim, kelompok
merekalah yang pertama menjamah tanah tak
bertuan itu. Ini berarti, mereka punya hak yang
lebih ketimbang pendatang lainnya. Seperti
pada penguasaan tanah yang terjadi juga di
Kalijodo, berlaku anggapan, Ku patok, maka
inilah tanahku. Pendatang kemudian harus
membayar untuk menyewa.
Memang jika dilihat dari pola kedatangan
suku bangsa Makassar secara umum, mereka
hadir di Muara Baru mengikuti jejak
keluarganya yang sudah terlebih dahulu
menetap di Muara Baru. Keluarga yang sudah
menetap di wilayah ini sering dijadikan sebagai
tujuan utama saat warga daerah asal yang
lainnya menginjakan kaki di Jakarta.
169

GEGER KALIJODO

Jadi sangat wajar jika kondisi ini juga


berpengaruh pada pola menetap masingmasing suku bangsa. Kebanyakan keluarga
suku bangsa Makassar awalnya berada di
kawasan Luar Batang, khususnya RW 03,
Penjaringan. Karenanya, kebanyakan warga
Luar Batang, masih kerabat dekat dan memiliki
hubungan darah dengan suku bangsa
Makassar. Saat itu hanya segelintir orang saja
yang menempati wilayah Muara Baru. Namun
sejak adanya program reklamasi pantai tahun
1984 dan peresmian PSPJ, lambat laun
mereka mulai merambah wilayah RW 17 Muara
Baru. Belakangan pola menetap ini semakin
sulit dipetakan berdasarkan kesukuan. Sebab
pertambahan penduduk di wilayah tersebut
berlangsung begitu cepat.
Faktor lain yang membuat pola menetap
menjadi semakin sulit dipetakan adalah budaya
asal masing-masing suku bangsa. Seperti di
daerah asalnya dalam setiap keluarga
Makassar, jika ada pasangan yang baru
menikah, maka mereka harus mengikuti pihak
mertua dari istri. Setelah tinggal beberapa lama,
biasanya didasarkan pada kemampuan untuk
mandiri atau waktu, mereka segera pindah ke
pihak keluarga laki-laki.
Tradisi ini berlaku mutlak bagi setiap
pasangan baru suku bangsa Makassar.
Mengingat tujuan dasarnya adalah untuk
170

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mengenali karakter masing-masing keluarga,


sehingga pasangan itu mampu menjunjung tinggi
setiap nilai dan norma-norma yang berlaku di
masing-masing keluarga. Ketika dipandang
sudah cukup mampu berdiri sendiri, baik dalam
ukuran ekonomi maupun pemahaman atas tata
nilai tadi, mereka diperkenankan untuk
membangun rumah tangganya sendiri.
Ciri khas yang menonjol lainnya dari suku
bangsa Makassar adalah saat menghadapai
ritual-ritual tertentu yang berhubungan dengan
perubahan fase hidup anggota keluarganya.
Misalnya saja hajatan pernikahan maupun pada
saat acara ritual kematian. Pada dua peristiwa
ini umumnya suku bangsa Makassar di Muara
Baru masih menggunakan pakaian adat. Untuk
yang wanita, mereka memakai kain atau baju
yang bernama Baju Bodo, yang bercirikan
lengan pendek dan warna kontras. Pakaian lakilakinya sendiri baju renda dan kopiah soko guru,
tampak menghiasi mereka saat menghadiri
pesta pernikahan maupun ungkapan
belasungkawa atas kematian kerabatnya atau
sesama sukunya. Senjata khas yang merupakan
perlengkapan pakaian pria Makasaar yaitu
senjata Badik. Suku bangsa lain akan
mengenal seseorang bahwa mereka berasal
dari Makassar, hanya melihat dengan senjata
badik yang dibawa orang itu. Maka dalam
kondisi tertentu, senjata badik akan selalu
171

GEGER KALIJODO

ditenteng suku bangsa Makassar untuk


menunjukkan jati diri atau identitas kesukuannya.
Hal negatif dari penggunaan senjata ini akan
terlihat sewaktu konflik, baik individual sesama
suku maupun lain suku yang berjumlah besar,
mereka akan mengacungkan senjata badiknya
ke lawan-lawannya.
Ciri lain dari mereka yaitu memasak nasi
jagung, yang juga merupakan makanan pokok
suku Makassar, tak lupa disertai lauk-pauknya
ikan laut. Mereka beranggapan, dari
kepercayaan asal, bahwa dengan memakan
jagung akan menambah energi. Selain itu, ratarata orang Makasar sebagain besar merupakan
penganut agama Islam yang taat, dengan
karakter keras karena secara geografis mereka
hidup di pantai.
Ekses dari faktor geografis ini juga memiliki
pengaruh pada profesi mereka. Sebagai
masyarakat daerah pesisir, orang-orang
Makassar memiliki talenta alami untuk menjadi
pelaut. Dulu saat jumlah mereka masih sedikit
umumnya memilih profesi ini sebagai sumber
mata pencaharian. Kalau pun mereka tidak
menjadi awak kapal, pilihan alternatif adalah
menjadi buruh bongkar muat atau sejenisnya
yang masih berhubungan dengan aktivitas
pelayaran. Namun demikian, setelah jumlah
mereka semakin banyak, sementara lapangan
pekerjaan yang menyempit, perlahan-lahan
172

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mereka mulai melirik aktivitas porefesi lain.


Mengingat tardisinya yang keras dan sebagian
besar sebagai buruh, akhirnya kebanyakan orang Makassar memilih profesi itu sebagai
pekerjaan sehari-hari. Oleh karenanya, suku
bangsa lain lambat-laun memberikan
pengakuan, bahwa orang-orang Makassar yang
berada di Muara Baru adalah buruh yang lebih
banyak mengandalkan tenaga.
2. Orang Serang, Banten
Seperti halnya dengan suku bangsa
Makassar, komunitas Sunda, Banten yang
didominasi orang asal daerah Serang juga
mengklaim sebagai suku bangsa pertama yang
menginjakkan kaki di wilayah Muara Baru.
Waktu dan pola kedatangan mereka pun sama
seperti halnya orang-orang Makassar, datang
pertama kali mengikuti jejak keluarganya atau
kerabatnya.
Salah satu ciri keluarga nelayan Muara Baru
asal Serang, biasanya tidak pernah mengajak
anak dan istrinya tinggal di perkampungan
nelayan tersebut. Istri dan anak mereka ditinggal
di kampung halaman, sementara mereka tinggal
di Muara Baru khusus untuk mencari nafkah
sebagai nelayan. Salah satu alasan
meninggalkan keluarga, dengan tujuan untuk
penghematan. Mereka berpendirian, daripada
mengeluarkan biaya mengontrak di Muara Baru,
173

GEGER KALIJODO

lebih baik istri dan anak ditinggal di kampung


halaman. Dengan begitu semua penghasilan
mencari ikan dapat dimanfaatkan untuk
menutupi seluruh kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, jarak antara Serang dan Muara
Baru relatif tak begitu jauh, sehingga para suami
dapat pulang kapan saja. Biasanya mereka
pulang setiap dua minggu sekali, namun kadang
kala bisa lebih cepat atau lambat. Ukuran
pastinya bergantung pada hasil jerih payah
setiap harinya, atau adanya urusan keluarga,
seperti pesta, sakit, atau kematian. Jika
dirasakan cukup hasil yang bisa mereka bawa
kepada sanak keluaga, mereka segera pulang
ke Serang.
Selain alasan ekonomis, meninggalkan
anak-anak di kampung halaman, juga berkaitan
dengan soal pendidikan agama anak. Sudah
menjadi budaya tersendiri bagi masyarakat
Banten yang menanamkan pendidikan agama
secara ketat kepada anaknya. Mereka biasanya
memasukkan anaknya ke sebuah madrasah
atau pesantren untuk memperdalam ilmu agama
Islam, di samping pendidikan umum. Dengan
pertimbangan di Muara Baru pendidikan agama
sulit untuk diberikan, mereka tetap
mempercayakan pendidikan anak-anak mereka
di wilayah Banten (Serang), tepatnya di
Kecamatan Sontrol.
Hal itu seperti diungkapkan Asman yang
174

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tinggal di Rt 17/17, Kelurahan Penjaringan. Anak


pertamanya tinggal di Serang, sementara ia
mengontrak di Muara Baru bersama istri dan tiga
anaknya.
Saya tinggal di sini mengontrak bersama
istri saya Siti dan 3 anak saya. Anak pertama
saya taruh tetap di Serang karena saya kuatir
apabila tinggal di Muara Baru tak mendapatkan
pendidikan agama. Di Serang pendidikan
agamanya bagus, itulah pertimbangan saya.
Kehidupan sehari-hari di dalam keluarga
dipegang istri. Karena saya jarang pulang ke
rumah. Makanya dialah yang mengatur
segalanya, termasuk soal mengurusi anakanak, 52
Dari keterangan Asman, selaku kepala
keluarga, ia menjadi tulang punggung
keluarganya. Sedangkan istrinya memiliki fungsi
mengatur kehidupan keluarga mulai dari
mengurus anak sampai pada pendidikannya.
Pembagian
tugas
ini
Salah satu ciri
berlangsung secara alamiah
keluarga nelayan
mengikuti profesi kaum lelaki
Muara Baru asal
sebagai pencari nafkah.
Serang, biasanya
Ciri menonjol lain dari
tidak pernah
komunitas suku bangsa Sunda
mengajak anak
masyarakat Serang yakni
dan istrinya tinggal
dalam adat kematian. Dalam
di perkampungan
adat kematian biasanya
nelayan tersebut.
mereka melakukan tahilan
175

GEGER KALIJODO

selama tujuh hari. Tahlilan itu akan berlanjut pada


40 hari, 100 hari. Pada hari ketiga sampai hari
ketujuh, secara adat mereka mengadakan
jamuan makan di samping mengadakan tahlilan
baik di rumah maupun di kuburan. Demikian juga
pada hari keempat puluh dan hari keseratus.
Budaya tersebut sudah menjadi kebiasaan turuntemurun sesuai dengan ajaran agama yang
dianut secara mayoritas.
Acara perkawinan juga menggunakan ritual
Islam. Di mana pasangan mempelai pria dan
wanita di hadapan penghulu mengikat tali
perkawinan. Selanjutnya baru diadakan pesta
perkawinan. Budaya mereka cenderung
mengikuti budaya perkawinan Jawa. Bagi
keluarga baru, secara adat kaum laki-laki
mengikuti pihak mertua dari istri. Maka sudah
menjadi suatu aturan bahwa dari pihak istrilah
yang mengajukan lamaran. Selain itu,
masyarakat Serang secara turun-menurun
mempunyai anggapan kalau seorang perjaka
atau pemuda itu belum sempurna apabila belum
mendapatkan seorang istri. Seorang pemuda
akan merasa rendah diri apabila belum
mendapatkan pasangan hidup.
Khusus komunitas Serang yang tinggal di
Muara Baru, mayoritas mereka berprofesi
sebagai pelele. Dan hal itu sudah diakui oleh
suku bangsa lain yang berada di wilayah
Muara Baru, bahwa orang yang berasal dari
176

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Serang berprofesi sebagai pelele.


3. Suku Madura
Suku minoritas yang tinggal di Muara
Baru, salah satunya adalah suku bangsa
Madura. Kedatangan mereka di wilayah Muara
Baru pada awal tahun 1990, mengikuti jejak
suku lainnya. Dari 17 Rukun Keluarga yang
ada di wilayah Muara Baru, penyebaran
mereka sendiri berdasarkan kekerabatan
maupun individual masing-masing. Junaedi,
Salah satu Ketua RT 18 menyebutkan, kalau
warganya banyak didominasi oleh warga
Madura dan mempunyai kegiatan berdagang
seperti menjual kayu, berdagang sate, bahkan
wanitanya menjadi pelele atau pedagang ikan.
Warga Madura yang datang ke sini ratarata pengontrak dan belum memiliki rumah
sendiri, paling hanya satu dua seperti tokohnya
Haji Mukhri yang menjadi bandar kayu dan
mempunyai anak buah bisa sepuluh orang yang
berasal dari Madura,53
Pelele asal Madura yang berada di
lingkungan Muara Baru, rata-rata adalah
perempuan yang menjalin hubungan dengan lakilaki asal Serang atau Makassar yang sudah
menjadi pelele lebih dahulu. Jika hubungan itu
diakhiri dengan perkawinan, aktivitas
perempuan Madura di Muara Baru biasanya
berubah menjadi ibu rumah tangga atau
177

GEGER KALIJODO

membuka warung kopi. Sedangkan laki-laki


yang menjadi suami, mereka biasanya bekerja
sebagai pedagang kayu, pelele ikan, atau
pedagang ayam.
Sedangkan laki-laki Madura, di Muara
Baru, biasanya mempunyai pekerjaan sebagai
pedagang kayu, penjual sate, dan pembuat peti
kayu (valet). Para tokoh Madura itu tersebar di
RT 18, 14, 13, 06, 04. Beberapa di antaranya,
Haji Mukhlis, warga RT 14; Yamin, warga RT 06;
serta Haji Amirullah, Haji Mukhri, dan Haji Roji,
warga RT 18, mereka mempunyai kios kayu
yang terletak di sepanjang Jalan Muara Baru.
Di sepanjang kanan dan kiri jalan menuju
pelabuhan dapat terlihat tumpukan kayu milik
suku Serang dan Makassar. Namun suku
Madura juga mempunyai bisnis serupa seperti
yang dimiliki H. Mukhri dengan perusahaan UD
Jaya, yang merupakan tokoh pelopor keluarga
Madura yang berada di Muara Baru sejak tahun
1990.
Awalnya H. Mukhri berjualan kayu dari
kenalannya asal Bugis, di Pelabuhan Sunda
Kelapa. Rata-rata kayu yang dibeli dengan
harga murah atau kayu sisa yang berasal dari
Kalimantan, Bogor, atau Banten. Pembelinya
sendiri kebanyakan berasal dari Madura yang
tinggal di bawah tol Rawa Bebek, Penjaringan,
atau pembeli Madura di Ancol yang membuat
usaha valet untuk papan kayu-kayu yang dipakai
178

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pada perusahaan kontainer. Saingan memang


banyak, tetapi kami sudah punya banyak
pelanggan, karena pelanggan itu kami bisa
bertahan jualan kayu di Muara Baru ini, ujar
Djunaedi salah satu warga Madura yang
berjualan kayu.
Warga Madura di Muara Baru sendiri
terbilang minoritas, namun para pelele di pasarpasar yang tersebar di seluruh Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi, rata-rata
berasal dari suku Madura. Mereka memang
tidak tinggal di Muara Baru, tetapi menjalin
hubungan baik dengan pelele Madura di Muara
Baru. Mereka yang tinggal di Muara Baru,
mempunyai kekerabatan yang sangat kental satu
dengan yang lain. Namun hubungan kegiatan
dengan suku-suku lain tak mengalami gangguan,
karena mereka mempunyai agama yang sama,
yaitu Islam. Hal ini dapat terlihat dari pengajian
rutin mereka yang tidak hanya mengikuti
kelompok sukunya, tetapi membaur dengan
warga lain di Muara Baru.
Orang Madura di sini sudah menyatu
dengan warga Muara Baru yang lain. Tak ada
yang kami tonjolkan dari suku kami, apalagi
berbuat onar di sini, tak pernah. Memang pernah
terjadi, pada Mei tahun 2001, terjadi bentrokan
antara Madura dibantu Serang dengan
Makassar, tetapi kami bisa menyelesaikannya
baik-baik, ujar Junaedi Ketua RT 18/17 yang di
179

GEGER KALIJODO

wilayahnya banyak suku Madura tinggal.


Sebuah keluarga Madura lain yang ditemui
penulis, bernama Siti dan suaminya Rus asal
Pamekasan, mereka berdua menjadi pelele di
Pasar Muara Baru, dan tinggal di RT 10, dekat
pabrik kaleng Jalan Kebun Tebu. Kegiatan
keduanya dimulai sejak subuh. Setiap pagi Siti
dibantu kedua anaknya yang pada pukul 06.00
WIB pergi ke pasar. Sebagai pedagang ikan,
Rus membeli ikan dari bos di Pasar Muara Baru
berkisar antara 20 sampai 40 ember. Tiap
embernya berisi macam-macam ikan, seperti
bawal, bandeng, cumi, udang, tongkol, dan ikan
lainnya. Ikan yang biasanya ia beli, adalah jenis
yang laku di pasaran. Pada malam harinya,
pada pukul 20.00 WIB dia bawa ember-ember
ikan itu dengan colt bak terbuka ke Pasar
Kramatjati, Jakarta Timur. Di situ pelanggan akan
datang sampai menjelang pagi. Untuk setiap
kiloggramnya dia hanya mengambil keuntungan
sebesar Rp 2.500. Setelah ikan-ikan tersebut
habis terjual, barulah siang harinya dia
membayar ke bos ikan.
Ciri yang paling terkenal berkaitan dengan
adat suku bangsa Madura yaitu budaya carok.
Carok atau duel satu lawan satu dengan
menggunakan senjata khas Madura, clurit,
sampai salah satu pihak mati. Budaya carok ini
bagi mereka terjadi apabila kehormatannya
telah dilecehkan. Kehormatan di sini meliputi
180

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kehormatan atau harga diri berkaitan dengan


persoalan wanita, rebutan harta benda. Seorang
anggota suku Madura, apabila telah merasa
harga dirinya dilecehkan, akan melakukan
budaya carok sampai tujuh turunan. Hal itu
terjadi apabila belum ada perdamaian di antara
kedua belah pihak yang bersengketa. Sehingga
dalam budaya carok ini sangat kental dengan
moto: lebih baik putih tulang daripada putih
mata. Yang berarti lebih baik mati daripada malu
di muka masyarakat lainnya. Sehingga mereka
akan terus berseteru walau nyawa taruhannya.
Oleh karenanya peranan seorang tokoh
masyarakatdalam hal ini seorang Kiai
sangatlah dominan, sehingga peranan seorang
kiai akan lebih besar daripada peranan
pemerintah setempat. Dari gambaran tersebut
terlihat, bahwa pengaruh kepemimpinan informal
lebih besar dan lebih dipercaya atau lebih
dihormati daripada pengaruh kepemimpinan
pemerintah resmi atau kepemimpinan formal.
Dan hal itu sampai sekarang masih lekat di
tengah kehidupan mereka.
Hal lain yang mencerminkan komunitas suku
bangsa Madura adalah adanya Tanian
Lenceng yang berarti halaman panjang yang
luas di mana ada sebuah mushola di tengahtengahnya. Seluruh anggota keluarga, mulai dari
kakek hingga beberapa keturunannya tinggal di
situ. Dan tradisi Tanian Lenceng sampai
181

GEGER KALIJODO

sekarang masih berkembang di dalam


kehidupan suku bangsa Madura, di Muara Baru.
Sedangkan khusus masyarakat suku
bangsa Madura yang berada di wilayah Muara
Baru, dilihat dari jenis pekerjaannya, masyarakat
Madura diakui oleh suku bangsa lain mayoritas
sebagai pembeli dan distributor ikan hampir di
seluruh Jabotabek. Jadi gambaran tersebut bisa
dilihat dari Rus sebagai pelele yang
mendistribusikan ke Pasar Kramatjati. Selain itu
mereka juga dikenal sebagai pemilik armada
angkutan, oleh karenanya setiap truk yang
masuk ke wilayah Muara Baru bisa dipastikan
armada milik orang Madura, termasuk Rus yang
menyewa angkutan menuju Pasar Kramatjati.
Suku lain secara otomatis memberikan
pengakuan, bahwa orang Madura identik
dengan pembeli karena jumlahnya mencapai 90
persen. Dalam sebulan, Rus bisa mendapatkan
keuntungan yang bervariasi. Namun dalam satu
harinya ia menyisihkan tabungan dari
keuntungan penjualan ikan sebesar Rp 25 ribu
untuk keluarganya.
Ada orientasi penting dari warga Madura
dalam hal pendidikan untuk anak-anaknya, yaitu
pendidikan agama Islam. Biasanya, orang tua
dari komunitas ini mengajarkan sendiri, ilmu
membaca Al-Quran atau mengaji. Sedangkan
untuk pendidikan umum, ia menyekolahkan
anak-anaknya di sekolah negeri di Penjaringan.
182

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Di hari libur, seperti saat penulis datang ke


komunitas Madura, anak-anak Rus berada di
Madura, mengikuti kakek dan neneknya. Juga
kegiatan keagamaan seperti salat ataupun
mengaji hampir dilakukan setiap hari.
Sedangkan di hari Minggu, warga mengadakan
pengajian rutin mingguan.
Sebagai usaha menambah penghasilan
suaminya, Siti mempunyai lapak kopi di Pasar
Pelelangan Ikan Muara Baru, yang dibukanya
sejak pukul 18.00 WIB. Dengan meja ukuran 1 x
0,5 m, yang penuh ia isi dengan botol minuman
ringan dan makanan kecil, seperti kerupuk,
kacang, dan permen. Tak lupa juga ia jual rokok
yang menjadi langganan para kuli dan
pedagang ikan. Sebagai peralatan tambahan,
Siti menyediakan kompor minyak untuk
menggoreng pisang, merebus air untuk
menyeduh kopi, dan memasak mie instan. Di
depan lapak kopi, ia menyediakan sebuah
bangku untuk para pembeli menikmati mie rebus, pisang goreng, sambil menghisap rokok.
Biasanya warung Siti ramai dikunjungi
pelanggannya pada pukul 20.00
WIB sampai pukul 23.00 WIB. Seluruh anggota
Saat itu para kuli atau pelele keluarga, mulai
yang berasal dari suku dari kakek hingga
Makassar, beristirahat setelah beberapa
melakukan aktivitas jual-beli. keturunannya
Selanjutnya ia kembali ke tinggal di situ.
183

GEGER KALIJODO

rumah kontrakan berukuran 3 x 6 m2 hingga


mereka tertidur pada sekitar pukul 24.00 WIB.
Suaminya sendiri baru pulang pada sekitar pukul
06.00 WIB, dan baru tidur menjelang sore,
sekitar pukul 15.00 WIB. Jika ada pertemuan
dengan kerabatnya di wilayah Rawa Bebek,
Penjaringanyang biasanya pada hari
MingguRus bersama Siti berusaha untuk
selalu menghadiri acara tersebut. Di sana
membahas keadaan keluarga di tempat tinggal
masing-masing serta kesulitannya. Sekalian
acara arisan dan uang tabungan untuk kelompok
kalau ada salah satu keluarga membutuhkan itu
akan diambil dan seterusnya begitu, kata Rus.
4. Wong Tegal
Kebanyakan keluarga asal Tegal, Jawa
Tengah, yang merantau ke kota besar biasanya
berprofesi sebagai pedagang nasi. Demikian
pula halnya dengan mereka yang kemudian
menentukan pilihannya untuk hidup di Muara
Baru. Mereka datang dengan bermodalkan uang
untuk mendirikan Warung Tegal (warteg). Hal itu
seperti tercermin dari kehidupan keluarga
pasangan Tanuri dan Kumalasari, serta seorang
anak gadisnya Fitri. Dengan usaha warteg itu,
Tanuri menghidupi keluarganya.
Rutinitas hidup mereka dimulai sebelum
fajar menyising. Saat itu, Kumalasari yang
berbelanja di pasar pada sekitar pukul 05.30
184

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

WIB. Usai berbelanja, bahan-bahan yang


dibelinya, ia bersama anak dan suaminya,
mereka mengolah menjadi makanan yang siap
dijual kepada kuli angkut, tukang becak, dan
pedagang ikan yang menjadi pelanggannya.
Ketika sajian telah tersedia, pada jam sarapan,
Fitri dengan sigap menjadi pelayan
menyediakan sarapan pagi,
nasi hangat dan lauk, serta Mereka tidur
seduhan teh atau kopi kental bersama dengan
manis. Di warung inilah karung-karung
berbagai kelompok warga beras, kiloan gula,
sering bertemu, mereka saling sebagai persedian
berbagi cerita, mengatasi jualan untuk
perbedaan satu sama lain, beberapa minggu.
dalam hubungan yang sangat Walaupun
cair.
demikian, fungsi
Selain sebagai tempat keluarga tetap
berdagang, keluarga ini berjalan, ....
menjadikan warung sebuah
kios yang disewa, sekaligus juga sebagai
tempat tinggal. Mereka tidur bersama dengan
karung-karung beras, kiloan gula, sebagai
persedian jualan untuk beberapa minggu.
Walaupun demikian, fungsi keluarga tetap
berjalan, di mana seorang ayah seperti Tanuri
menjadi panutan keluarganya.
Soal pendidikan terhadap anaknya, Fitri,
Tanuri sudah tidak begitu memperhatikannya.
Pasalnya, Fitri dianggapnya telah cukup dewasa
185

GEGER KALIJODO

dan telah lulus SMEA di Tegal. Soal pendidikan


agama pun, menurutnya Fitri sudah tahu
kewajibannya. Hal itu terlihat dari shalatnya yang
rajin dan kerudung yang dikenakan setiap
harinya. Anak saya memang sudah besar, jadi
mendidiknya tidak seperti anak kecil lagi.
Urusan agama memang yang nomor satu.
Beruntung dia saya sekolahkan di Tegal sana.
Dia ke sini setelah lulus SMEA, kata lelaki yang
bersahaja itu.54
5. Keluarga Indramayu
Sama seperti kelompok Madura dan Tegal,
kelompok warga asal Indramayu, Jawa Barat,
di Muara Baru juga merupakan suku minoritas.
Pasalnya jumlah mereka lebih sedikit
dibandingkan dengan suku-suku lain seperti
Banten (Serang), atau Makassar. Keunikan-nya,
keluarga Indramayu yang tinggal di Muara Baru
biasanya hanya suaminya saja.
.... keluarga
Sedangkan anak dan istrinya
Indramayu yang
ditinggal di kampungnya.
tinggal di Muara
Para
suami
asal
Baru biasanya
Indramayu yang bekerja di
hanya suaminya
kawasan Muara Baru biasanya
saja. Sedangkan
hanya mengontrak sepetak dua
anak dan istrinya
petak saja. Kesehariannya,
ditinggal di
pagi bekerja dan sorenya
kampungnya.
pulang ke kontrakannya, atau
sebaliknya malam bekerja,
186

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

siang ada di kontrakan untuk istirahat. Suami


asal Indramayu merupakan tulang punggung
keluarga, seperti diungkapkan Kasim. 55
Dikatakannya, bahwa bagi masyarakat
Indramayu, suami merupakan tulang punggung
keluarga, seperti juga dirinya. Ia bekerja
sebagai tukang es di Muara Baru, dengan
penghasilan perhari rata-rata antara Rp 30 ribu
hingga Rp 50 ribu untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya. Sedangkan istri bertugas
mengatur kehidupan keluarganya di kampung
halaman. Di sinilah peran istri terlihat besar untuk
mendidik anak-anaknya. Istri saya yang
mengatur keluarga, mulai dari mendidik anak dan
lainnya. Karena dialah yang ada di rumah. Tapi
bila saya pulang kampung, tugas sebagai kepala
keluarga ada pada saya, katanya.
Lebih lanjut Kasim juga mengatakan bahwa
rata-rata suami asal Indramayu yang bekerja di
Muara Baru, mengkontrak rumah antara sepetak
atau dua petak kamar saja. Seminggu sekali
mereka pulang ke kampung halamannya untuk
menjenguk keluarga.
***

187

GEGER KALIJODO

188

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

189

GEGER KALIJODO

190

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

ujud dari hubungan baik tersebut misalnya terlihat dari


adanya hubungan persahabatan atau perkawinan. Adanya
hubungan persahabatan atau perkawinan itu akan mampu
menjembatani perbedaan di antara mereka.

Interaksi antarkomunitas suku dalam batasbatas sempit, terjadi melalui blok-blok wilayah
setingkat rukun tetangga, bahkan terkadang
batasan itu kabur, karena ada pembauran. Hal
ini membuat dinamika sosial yang unik di
kampung Muara Baru. Atribut serta jati diri suku
bangsa yang berbeda-beda dengan sendirinya
menimbulkan pergeseran terhadap budaya asal
mereka dari daerah asal. Pergeseran budaya
itu terjadi akibat hubungan kemasyarakatan yang
meliputi bidang agama (bercampurnya
keragaman tradisi lama), sosial (ketetanggan),
ekonomi (hubungan buruh-juragan, pelanggan
dan pembeli) dan politik (organisasi massa dan
partai politik).
Pengaruh masing-masing budaya ini makin
191

GEGER KALIJODO

kental terlihat saat interaksi antarindividu


berlangsung di tempat umum. Awalnya
pengaruh-pengaruh ini hanya berlangsung saat
interaksi terjadi. Namun, lambat laun bentuk baru
dari pengaruh tersebut diakui dan diyakini
sebagai norma yang berlaku bagi semua pihak.
Pengaruh paling jelas dari masing-masing
budaya ini sangat terlihat dari penggunaan
bahasa di tempat-tempat umum, seperti pasar.
Di tempat inilah mereka meninggalkan atribut
bahasa daerah mereka masing-masing yang
biasa mereka gunakan di rumah atau dalam
percapakan dengan sanak famili dan warga
sesuku, kemudian diganti dengan bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh dialek Betawi
sebagai bahasa yang berlaku. Hal itu terjadi
karena bahasa dari masing-masing suku sangat
jauh berbeda, sehingga bahasa Indonesia
digunakan untuk mempermudah komunikasi di
antara mereka.
Selain itu, pengaruh dari interaksi antarsuku
bangsa adalah menguatnya prinsip-prinsip egalitarian di antara masing-masing suku. Kondisi ini
disebabkan tidak adanya salah satu suku yang
mendominasi kehidupan masyarakat, sehingga
hubungan yang tercipta adalah hubungan
ekonomi dengan prinsip untuk saling
menguntungkan. Begitu pula pada bentuk
transaksi yang berlaku atau prinsip tawarmenawar. Dalam konteks ini, umumnya
192

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mekanisme pasar sangat tergantung pada


standar harga yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Namun begitu mengingat proses
interaksi antarsuku yang ada, kadang hargaharga standar nasional itu bisa dipatahkan
dengan pengaruh yang dimiliki oleh seorang
pembeli atau karakter dasar salah satu suku
bangsa. Orang Madura misalnya, secara umum
para pelele Madura kerap menetapkan harga
berdasarkan kehendaknya sendiri. Mereka
berpengaruh karena jumlahnya yang besar, jika
sudah berkumpul dari berbagai penjuru
Jabotabek di Muara Baru. Harga dipatok
setinggi-tingginya. Namun begitu mereka tidak
keberatan jika si pembeli menawar dengan
harga yang sangat rendah, sampai akhirnya
terjadi kesepakatan di antara mereka.
Begitu pula jika pembeli adalah tokoh yang
berpengaruh atau orang yang mereka kenal.
Tanpa peduli para pedagang sudi untuk
menurunkan harganya atau malah menaikan
harga barang dagangannya hingga jauh di atas
rata-rata. Dalam hal ini, masing-masing pelaku,
baik sadar atau pun tidak, telah mengaktifkan
simbol-simbol yang dimilikinya untuk dapat
saling menilai dan dinilai. Semua keadaan
yang terjadi saat itu akhirnya akan diberi
permakluman sedemikian rupa dan akan
diakhiri dalam situasi saling menguntungkan.
Dalam hal kehidupan sosial, kebudayaan
193

GEGER KALIJODO

suku bangsa berpengaruh pada hubungan


kekuatan atau lebih tepatnya hubungan sosial.
Hubungan-hubungan pribadi dan sosial yang
baik di antara suku bangsa yang berbeda akan
terwujud. Wujud dari hubungan baik tersebut
misalnya terlihat dari adanya hubungan
persahabatan atau perkawinan. Adanya
hubungan persahabatan atau perkawinan itu
akan mampu menjembatani perbedaan di
antara mereka.
Hal itu terurai manakala tercipta sebuah
perkawinan silang. Dalam kondisi seperti ini,
biasanya salah satu pihak akan menonjolkan
jati diri kesukuannya dan satu pihak lainnya
akan meredupkan jati diri kesukuannya.
Sehingga kesukubangsaannya tak lagi
dijadikan acuan dalam berinteraksi. Atas
terjadinya perkawinan silang tersebut, salah
satu suku bangsa akan mengikuti aturan main
dari pihak lainnya yang menjadi pasangannya.
Sebagai contoh, seorang laki-laki Serang yang
menikahi seorang gadis Indramayu. Maka
belum tentu pihak laki-laki akan menonjolkan
kesukuannya, tetapi bisa jadi akan mengikuti
aturan main dari pihak perempuan asal
Indramayu.
Pengaruh dari kebudayaan suku bangsa
terhadap kehidupan kemasyarakatan yang
lain, yakni terciptanya sebuah solidaritas
sosial. Solidaritas sosial sendiri dapat tercipta
194

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

manakala sentimen kesukubangsaan diaktifkan.


Hal itu akan muncul seandainya terjadi
persaingan dalam memperebutkan suatu
sumber rezeki dan pengalokasian,
pendistribusian, atau untuk mempertahankan
serta memperjuangkan kehormatan suku
bangsanya yang dirusak oleh suku bangsa lain.
Sebagai contoh dalam kasus ini dapat
dilihat pada bab sebelumnya yang
menggambarkan situasi terciptanya solidaritas
sosial suku bangsa Madura saat konflik dengan
suku bangsa Makassar, yang dipicu oleh
terkoyaknya harga diri salah seorang warga
dari suku Madura.
Unsur lainnya yang tidak kalah penting
untuk dibicarakan dalam kaitan ini adalah
masalah keagamaan. Pada masyarakat Muara
Baru, secara kebetulan dipenuhi oleh suku
bangsa yang menganut ajaran Islam, hingga
tidak terlalu memiliki persoalan mendasar.
Namun begitu menarik untuk disimak cara
masing-masing
suku
bangsa
menginterpretasikan ajaran tersebut. Misalnya
saja seperti yang terlihat pada masyarakat
Madura yang begitu taklid (rasa hormat dan
patuh yang berlebihan) kepada kiai atau pemuka
agamanya. Tak jarang mereka didaulat sebagai
pemimpin informal mereka, sehingga merasa
perlu untuk dijaga harga diri dan martabatnya.
Pelecehan pada sang kiai kerap dimaknai
195

GEGER KALIJODO

sebagai perusakan harga diri atau kehormatan


orang Madura secara menyeluruh.
Tradisi semacam ini suka atau tidak,
akhirnya juga merambah pada sikap suku
bangsa lainnya di wilayah tersebut. Dilandasi
rasa kesadaran menjaga kehidupan
bertetangga, suku bangsa lainnya juga ikutikutan memberi penghormatan seperti yang
dilakukan oleh orang-orang Madura pada sang
kiai, meski tidak taklid buta seperti suku bangsa
Madura.
Begitu pula dalam memaknai ritual
kematian seorang anggota masyarakat Muara
Baru. Adanya tradisi ritual 1 hari, 7 hari, 40
hari, serta 100 hari dengan membaca tahlilan
seperti pada masyarakat Madura dan Serang,
ternyata juga mempengaruhi masyarakat suku
bangsa lain yang tinggal di Muara Baru.
Budaya tersebut saat ini tidak hanya digunakan
atau dijalani oleh kedua suku bangsa tersebut,
tetapi juga suku bangsa yang lainnya, seperti
suku bangsa Makassar dan lainnya, yang
akhirnya juga telah mengikuti budaya itu. Dan
itu seolah sudah memasyarakat.
Pengaruh lain yang terjadi yakni dalam
pendidikan agama terhadap anak. Di dalam
masyarakat suku bangsa Serang maupun
Madura, pendidikan agama terhadap anak
merupakan sebuah keharusan secara turunmenurun dan biasanya pendidikan agama yang
196

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

diberikan
bersifat
ketat.
Pada
perkembangannya, yang terjadi di dalam
masyarakat Muara Baru, pendidikan agama
terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua
secara ketat tersebut mempengaruhi pola
mendidik orang tua suku bangsa lainnya.
Orang tua dari suku bangsa lain yang tinggal
di Muara Baru pun mendidik anaknya dalam
bidang agama secara ketat. Hal itu mereka
lakukan karena menurut mereka, memang
pendidikan agama bagi anak-anak sangatlah
penting sebagai pondasi nilai moral, ahlak, dan
pengetahuan agama. Sehingga anak-anak
mereka, dimasukkan ke lembaga-lembaga
pendidikan informal, seperti pengajian-pengajian
atau ke sekolah Madrasah.
Sedangkan pengaruh kebudayaan suku
bangsa terhadap kehidupan kemasyarakatan,
khususnya di bidang politik dapat terlihat bahwa
kebanyakan warga masih menganut budaya
politik berdasarkan pola patron-klien. Dalam
urusan politik, kecenderungan masing-masing
suku bangsa yang ada di Muara Baru sangat
terpaku pada tokoh atau panutan masyarakat.
Atau dengan kata lain, secara streotip dapat
digambarkan kalau masing-masing suku
bangsa ini terlihat kecenderungan tersendiri
dalam memilih suatu partai politik dalam Pemilu
1999.
Adanya budaya patron-klien yang dibawa
197

GEGER KALIJODO

oleh masing-masing etnis tersebut berpengaruh


terhadap kehidupan politik warga Muara Baru
dalam hal perilaku politiknya. Perilaku politik
tersebut terbentuk mengikuti patron yang
mempengaruhi kliennya lewat janji-janjinya. Patron di sini identik dengan seorang tokoh dari
masyarakat tertentu maupun secara organisasi
keprofesian. Tokoh secara etnis, seperti Daeng
Nasir Mile dari etnis Makassar atau A. Rahman
dari etnis Banten. Sedangkan tokoh secara
organisasi keprofesian seperti Rasdullah selaku
Ketua Urban Poor Consortium (UPC), yang
mengorganisir para tukang becak di Muara Baru.
Dapat disebutkan beberapa stereotip
politik yang umumnya berlaku terhadap sukusuku tersebut. Yaitu, suku Makassar yang
kecenderungan pilihan partai politiknya kepada
Partai Golkar, hal ini bila mengacu kepada hasil
Pemilu 1999, di mana wilayah Sulawesi Selatan
merupakan salah satu basis kuat partai tersebut.
Atau suku Madura yang cenderung akan memilih
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), karena
mayoritas suku tersebut adalah warga Nahdlatul
Ulama (NU), sebuah organisasi keagamaan
yang melahirkan partai tersebut.
Di luar masalah stereotip politik tersebut,
sebagian warga Muara Baru ada yang
mengelompok dalam satu wadah organisasi
profesi, seperti Himpunan Nelayan Nasional Indonesia (HNSI) Muara Baru, Tenaga Kerja
198

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Bongkar Muat Indonesia (TKBMI), dan Koperasi


Angkutan Ikan (Kopakin) Muara Baru.
Dari pengamatan penulis di lapangan,
ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan
kecenderungan massa
untuk memilih suatu partai
.... bos-bos ikan dari
politik berdasarkan tokoh
suku bangsa masingpanutan dari sukunya
masing mempunyai
masing-masing. Namun di
massa yaitu anak
sisi lain lain, ditemukan juga
buah yang begitu
kecenderungan, massa
setia dengan
memilih partai politiknya
juragannya, karena
karena keterikatannya
ada keterkaitan
dengan tokoh-tokoh warga
dengan janjinya akan
suku
bangsa
yang
masalah pekerjaan
mendirikan organisasi
atau juga
kemasyarakatan macam
kesejahteraan yang
HNSI, TKBMI maupun
menarik massa
koperasi lain dengan bentuk
tersebut dalam
hubungan
terhadap
memilih suatu partai.
pimpinannya dalam pola
patron-klien.
Dapat penulis sebutkan beberapa contoh
dari pola tersebut yang akhirnya mengaburkan
stereotip politik yang umum berlaku tentang
kecenderungan pilihan partai politik dari suku
bangsa tertentu. Sebagai contoh, A. Rahman
yang berasal dari suku bangsa Banten (Serang).
Ia memimpin HNSI dan TKBMI dengan
anggotanya yang mencapai sekitar 2000-an or199

GEGER KALIJODO

ang, yang mempunyai pilihan politik terhadap


Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP). Karena itu kemudian ia mempunyai
kekuasaan untuk mempengaruhi anggotanya
yang berasal dari berbagai suku untuk memilih
PDI-P karena mereka secara organisatoris atau
ekonomi mempunyai ketergantungan
terhadapnya. Janji itu kemudian diwujudkannya
dalam bentuk pemberian surat tanah kepada
anggotanya, walaupun surat tanah itu hanya
mendapatkan stempel dari kantor RW.
Selain itu, bos-bos ikan dari suku bangsa
masing-masing mempunyai massa yaitu anak
buah yang begitu setia dengan juragannya,
karena ada keterkaitan dengan janjinya akan
masalah pekerjaan atau juga kesejahteraan
yang menarik massa tersebut dalam memilih
suatu partai. Massa dari suku bangsa yang
berbeda tersebut dapat berpindah pilihannya
terhadap partai politik lain, ketika mereka
menganggap bahwa partai politik yang dipilihnya
itu tidak menguntungkan mereka dari berbagai
aspek, atau aspirasi mereka yang dianggap tak
tersalurkan dalam janji atau program politik yang
didengungkan sebelum pemilu dilaksanakan.
Hal ini berkaitan dengan rasionalitas atau bisa
juga oportunitas dari warga Muara Baru yang
umumnya memandang segala sesuatu
berdasarkan untung atau rugi terhadap diri dan
kelompoknya.
200

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Hal lain yang tak kalah menarik di dalam


pengerahan massa juga dikaitkan dengan tokohtokoh yang terkait di dalam suatu organisasi
macam TKBMI. Di situ tampak pengaruh tokoh
pendamping seperti H. Damam dan Joned.
Posisi mereka sebagai pendamping A. Rahman
untuk pengerahan massa demi tujuan
kelompoknya atau suku bangsa Serang.
Seperti ketika reformasi terjadi di Indonesia, masyarakat Muara Baru juga terkena
imbasnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan
masalah politik. Di tengah-tengah derasnya arus
reformasi tahun 1998, warga Muara Baru
ternyata mempunyai kesadaran politik yang tinggi
pula, terutama dalam hal memilih figur pemimpin.
Ketika secara nasional pemimpin dari militer
atau ABRI (TNI/Polri) terpojok posisinya karena
hujatan mahasiswa dan masyarakat, beberapa
warga Muara Baru memanfaatkan moment
tersebut untuk tujuan politis di wilayahnya.
Contohnya, pada tahun 1998 ketika H. Jaafar,
warga RT 13, berpangkat mayor polisi,
memenangkan pemilihan ketua RW 17 dan
hanya selisih satu suara dengan A. Rahman.
Ketika Jaafar menjabat ketua RW baru satu
bulan lamanya, A. Rahman dengan H. Damam
dan Joned mengadakan pendekatan politis
kepada warga dan tokoh-tokoh warga Muara
Baru. Dengan dalih reformasi, mereka
menyatakan bahwa ketua RW tidak sepantasnya
201

GEGER KALIJODO

dari anggota ABRI. Posisi ABRI yang saat itu


sedang dalam kondisi dihujat masyarakat
membuat Jaafar terdesak, dan ia akhirnya
mengundurkan diri. Posisinya sebagai ketua RW
17 saat itu kemudian digantikan oleh A.
Rahman, hingga kemudian ia digantikan oleh
Umar Husein lewat pemilihan langsung ketua
RW 17 pada 10 Juni 2002.
***

202

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Hubungan Antar
Suku Bangsa

ebuah suku bangsa tertentu akan memiliki peran


tersendiri yang menjadi ciri suku bangsa dalam aktivitas
jual-beli ikan di Muara Baru.

Untuk dapat memahami pola hubungan


pada masyarakat Muara Baru, maka harus
dilihat dalam dua keadaan yang selalu
berlangsung silih berganti di kawasan ini.
Mengikuti pemikiran Parsudi Suparlan, dalam
semua masyarakat majemuk, pola hubungan
yang secara rutin dapat terjadi, yaitu dalam
kondisi normal dan kondisi konflik. Kondisi
konflik telah kita ulas di bagian sebelumnya.
Suparlan dalam hal ini membentuk tiga ukuran
dasar yang dapat dijadikan sebagai patokan,
antara lain kegiatan ekonomi masyarakat,
hubungan sosial non-kegiatan ekonomi dan
kondisi politik lokal, khususnya dalam konteks
hubungan dengan masing-masing patron.
***
203

GEGER KALIJODO

(KOMPAS, 29 Februari 2002)

204

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B
Dalam Kehidupan
Sehari-hari

alah satu Pola dalam kehidupan kemasyarakatan,


tercermin dari kesetiaannya terhadap seorang patron

Pola kehidupan warga yang terbentuk di


Muara Baru dalam kegiatan ekonomi terlihat di
Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru, di mana
aktivitas berjalan sesuai dengan peran masingmasing dan sudah menjadi kebiasaan. Kegiatan
jual-beli ikan di pelelangan ikan, dimulai pukul
06.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 WIB.
Begitu pula dengan kegiatan bongkar muat ikan
yang dimulai dengan datangnya truk dari luar
daerah, sekitar pukul 12.00 WIB.
Dari kegiatan gambaran yang telah
dipaparkan sebelumnya, dapat terlihat pola
distribusi yang terbentuk, di mana barang yang
masuk ke pelabuhan lewat kapal, berlanjut ke
aktivitas bongkar muat yang dilanjutkan oleh
buruh bongkar muat, dan kemudian masuk pada
205

GEGER KALIJODO

proses pelelangan. Setelah itu, barang berupa


ikan dikemas dengan peti atau kresek (kotak
plastik untuk penyimpanan ikan). Selanjutnya
dinaikkan ke atas truk dan dikrim ke pasar ikan
dan sebagian lagi diditribusikan ke pasar-pasar
tradisional. Begitu pun truk-truk dari daerah yang
berisi ikan, mulai dari ikan tawar maupun laut
dibongkar di depan pasar ikan Muara Baru.
Biasanya ikan yang di dalam truk disimpan
dalam peti, blong, kress, atau kotak yang berisi
daun jati disertai es serta garam untuk
mengawetkan ikan, sesuai dengan jarak
pengiriman truk agar tak busuk.
Ikan-ikan yang sudah ada penampungnya,
macam bos ikan, diturunkan dari atas truk oleh
buruh bongkar muat dan disimpan di sekitar
lapak-lapak pelelangan ikan dalam blong
besar, selanjutnya pada malam hari baru dijual
di pasar tersebut.
Berangkat dari adanya aktivitas tersebut
akan mempengaruhi pola hubungan antarsuku
yang ada. Sebuah suku bangsa tertentu akan
memiliki peran tersendiri yang menjadi ciri suku
bangsa dalam aktivitas jual-beli ikan di Muara
Baru. Contohnya, aktivitas buruh bongkar muat
yang dikuasai oleh suku bangsa Makassar,
karena jumlahnya dapat dikatakan mayoritas.
Sedangkan aktivitas berdagang ikan atau pelele
yang berada di Pasar Ikan Muara Baru, banyak
dilakukan oleh suku bangsa Serang, Banten,
206

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Makassar, dan Jawa. Hal seperti itu diakui oleh


suku bangsa lain, bahwa mayoritas pelele
berasal dari komunitas suku bangsa Sunda asal
Serang. Untuk pembeli ikan yang
mendistribusikan sendiri, secara mayoritas
dikuasai oleh suku bangsa Madura, karena
pembeli-pembeli dari Madura sudah turuntemurun menguasai penjualan ikan di pasarpasar tradisional se-Jabotabek. Pola seperti
yang terbentuk di atas sudah menjadi sebuah
ciri khas yang diakui oleh masing-masing pihak
yang ada, dalam hal ini suku-suku bangsa yang
ada dan telah memasyarakat.
Sedangkan dalam pola penentuan harga,
aktivitas jual-beli di Pasar Ikan Muara Baru
meliputi tiga hal, yakni:
Pertama, pola penentuan harga
berdasarkan mekanisme pasar. Yang berarti,
pola penentuan harga tergantung dari kondisi
permintaan pasar. Harga tinggi ditentukan oleh
semakin tingginya permintaan, dan pembeli
semakin besar. Biasanya permintaan semakin
besar ini terjadi berkaitan dengan hari-hari
besar seperti hari raya Idul Fitri, Natal, atau
pada bulan-bulan puasa. Dalam waktu-waktu
seperti ini permintaan pasar tinggi.
Kedua, pola penentuan harga terjadi
akibat adanya penimbunan ikan oleh para
spekulan. Saat harga ikan jatuh, dan pasokan
berjumlah banyak, sementara permintaan tak
207

GEGER KALIJODO

sebanding dalam arti lebih kecil. Untuk


mendongkrak agar harga ikan tinggi dan para
pedagang tidak mengalami kerugian, biasanya
mereka melakukan penimbunan. Penimbunan ini
biasa dilakukan dengan cara ikan dimasukkan
ke dalam gudang cold castoride. Di Muara Baru
ada dua buah gudang cold castoride, di mana
ikan ditimbun sampai beberapa waktu lamanya
hingga menunggu permintaan pasar bertambah.
Karena jika tidak dilakukan dengan cara itu, para
pedagang akan mengalami kerugian.
Ketiga, Pola penentuan harga dengan
mengikuti musim ikan. Yang berarti, saat-saat
penghasilan ikan kecil, karena musim melaut
tidak bersahabat, harga ikan akan melonjak
tinggi. Hal itu terjadi saat musim angin barat,
dan musim setelah angin barat. Namun
demikian, patokan waktu seperti itu sekarang
sudah berubah, karena musim saat ini
waktunya sudah tak menentu.
Selain kegiatan ekonomi masyarakat, pola
hubungan masyarakat Muara Baru dalam
kondisi normal, juga tercermin dari sikap
masing-masing individu dalam kesehariannya.
Umumnya dalam keadaan keseharian, atributatribut suku bangsa meredup dan berganti
dengan atribut yang diakui bersama, seperti
penggunaan bahasa Indonesia yang
dipengaruhi oleh dialek Betawi. Selain itu,
tingkat toleransi juga tergolong tinggi, seperti
208

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan oleh


pemerintah lokal (RT, RW, hingga kelurahan)
akan dipahami sebagai kepentingan bersama
yang harus didahulukan. Jika seorang individu
tidak terlibat dalam acara-acara itu, maka akan
merasa dirinya sebagai tidak toleran atau tidak
mampu hidup bertetangga dengan baik. Oleh
karena itu, biasanya mereka akan mengganti
dengan materi jika memang tidak sempat ikut
serta.
Pola
lain
dalam
kehidupan
kemasyarakatan, tercermin dari kesetiaannya
terhadap seorang patron. Seorang patron di
wilayah Muara Baru biasanya identik dengan
seseorang yang memiliki anak buah. Beberapa
anak buah itu dengan sendirinya memiliki
kesetiaan karena ketergantungan mereka
secara ekonomi. Dalam arti, mereka
mempunyai penghasilan dari majikannya
tersebut, sehingga selain mereka tergantung
secara ekonomi, mereka pun akan mengikuti
segala perintah majikannya. Di sinilah
pengaruh seorang patron sangat besar
terhadap anak buahnya atau kliennya.
Seorang patron biasanya memiliki profesi
tertentu, seperti pelele atau pedagang, bos
valet, dan sejenisnya. Anak buah mereka
dalam kesehariannya tunduk terhadap perintah
sang bos. Bahkan dalam hal tertentu, seperti
penentuan sikap terhadap partai politik tertentu,
209

GEGER KALIJODO

anak buah pun ikut dengan pilihan majikan. Jadi


dapat dilihat mengenai keadaan normal
hubungan antarsuku bangsa dalam hal-hal
penguasaan kegiatan ekonomi, dapat
mewujudkan saling ketergantungan dalam
kehidupan masyarakat itu sendiri. Kondisi
semacam itu mampu menjembatani hubungan
antarsuku bangsa menjadi lebih mantap
berkembang. Kesadaran mengenai hal itu akan
membuat peredaman jati diri suku bangsa
apabila terjadi konflik.
***

210

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C
Hubungan
di Tempat Umum

erlihat jelas bahwa identitas kesukuan akan diredupkan


dengan sendirinya dalam aktivitas ekonomi

Dalam hubungan antarsuku bangsa di


tempat-tempat umum menjadi penting, karena
para warga suku bangsa yang berbeda,
biasanya bertemu di tempat-tempat umum, misal
untuk bekerja, berbelanja, atau berjualan,
melakukan kegiatan hiburan, kegiatan-kegiatan
sosial dan rekereasi, atau kegiatan politik. Di
tempat-tempat umum, batas-batas suku bangsa
dapat dipertajam atau diperlonggar sesuai
dengan tujuan kegiatan dan kepentingan
masing-masing warga suku bangsa yang
bersangkutan. Melalui hubungan di tempattempat umum, warga dari suku bangsa-suku
bangsa yang bersangkutan mengembangkan
stereotip dan prasangka satu sama lainnya.
Pola hubungan yang terjadi di tempat211

GEGER KALIJODO

tempat umum, dalam hal ini di Pasar Ikan Muara


Baru, masing-masing suku bangsa
menanggalkan identitas atau jati diri
kesukuannya. Karena apabila jati diri kesukuan
diaktifkan akan menimbulkan benturan-benturan,
dan bahkan menimbulkan konflik massal, karena
di tempat tersebut sterotip menjadi kabur karena
pedoman bertindak di Pasar Ikan Muara Baru
bercorak akulturatif yang menolak atribut-atribut
suku bangsa dari para pelaku.
Terlihat jelas bahwa identitas kesukuan akan
diredupkan dengan sendirinya dalam aktivitas
ekonomi seperti tersebut di atas. Di tempat
umum, dalam hal ini pasar, mereka berhubungan
berlandaskan atas orientasi mencari
keuntungan dan adanya saling ketergantungan
satu sama lainnya.
Contoh lainnya, di Pasar Ikan Muara Baru
masing-masing pihak akan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Hal
itu mereka lakukan untuk memudahkan dalam
bertransaksi. Karena apabila salah satu suku
bangsa menggunakan bahasa sukunya saat
melakukan transaksi dengan suku bangsa lain,
jelas mereka akan mengalami kesulitan secara
komunikasi.
Sehingga yang berlaku adalah adanya
saling menghargai dan tanpa memandang dari
suku bangsa mana berasal. Karena mereka
berfikir, bahwa saat kegiatan ekonomi
212

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

berlangsung, maka yang berlaku adalah hal-hal


yang sejalan dengan meredupnya jati diri
kesukuan. Hal ini juga ditopang oleh sistem
sosial, seperti ketetanggaan, yang di dalamnya
terdapat berbagai aktifitas, seperti mengobrol,
kegiatan arisan ibu-ibu, sehingga terjalin saling
kenal, juga acara menjenguk keluarga yang sakit
atau melayat mengantarkan sanak famili yang
meninggal.
***

213

GEGER KALIJODO

D
Pola Kepemimpinan
di Muara Baru

ergantian ketua RW, bisa diartikan pemilihan pemimpin.


Semua budaya suku bangsa yang terbentuk di masyarakat Muara
Baru tercermin di dalam pertemuan warga dengan sesepuh.

Walaupun umumnya warga Muara Baru


berasal dari tipe masyarakat tradisional, namun
mereka cukup kritis dalam menentukan
pemimpinnya. Contohnya ketika terjadi
pemilihan Ketua Rukun Warga (RW) 17 untuk
tahun 2002, yang terlihat cukup unik. Pada saat
itu, jabatan Ketua RW 17 dipegang oleh A.
Rahman selama hampir empat tahun, yaitu dari
1998 sampai 2002, sehingga warga
menginginkan pergantian ketua RW-nya, karena
meng-anggap jabatan yang dipegang A.
Rahman harusnya sudah selesai sejak tahun
2001. Yang menarik, pemilihan ketua RW
pengganti A. Rahman oleh warga tidak lagi
mengacu kepada mekanisme lama, di mana
pemilihan dilakukan oleh para ketua RT, akan
214

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tetapi dipilih langsung oleh warga lewat jalur


pemilihan, layaknya pemilu.
Ketua RT 02, Khonedi, yang juga salah
seorang panitia pemilihan menyatakan, bahwa
ide tentang adanya pemilihan ketua RW secara
langsung itu merupakan keinginan warga Muara
Baru sendiri yang dilakukan lewat musyawarah
warga, yang dilakukan sejak awal Mei 2002.
Dari musyawarah tersebut akhirnya terbentuk
panitia independen dari perwakilan masingmasing RT sekitar 60 orang, tuturnya.
Pemilihan ketua RW yang diadakan
langsung oleh warga RW 17 itu dilangsungkan
pada tanggal 9 Juni 2002, diikuti oleh 3.424
warga yang sudah memiliki hak pilih dari 22 RT,
termasuk dari RT perwakilan. Dalam pemilihan
tersebut peserta juga memilih kandidat melalui
kertas suara di Tempat Pemungutan Suara
(TPS) layaknya pemilu. Sebanyak 12 TPS
tersebar di wilayah tersebut dengan melibatkan
sebanyak 30 personel polisi dan 60 orang
tenaga Pam Swakarsa untuk mengamankan
jalannya pemilihan tersebut.
Dari hasil pemilihan tersebut, Umar Husein
terpilih sebagai Ketua RW 17 baru. Ia
mengantongi suara sebanyak 1.023 suara dan
mengungguli 7 orang kandidat lainnya. Posisi
kedua disusul oleh Mulyoto dengan 527 suara.
Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh M. Nasir
Mile dengan jumlah pemilih sebanyak 407 suara.
215

GEGER KALIJODO

Secara lebih jelasnya posisi kandidat dan jumlah


pemilihnya dapat dilihat dari tabel berikut ini:
TABEL IX
HASIL PEMILIHAN KETUA RW 17
MUARA BARU, KELURAHAN
PENJARINGAN PERIODE 2002-2005
No
1
2
3
4
5
6
7

Nama Kandidat
Umar Husein
Mulyoto
M. Nasir Mile
Abdul Rachim
Daeng Sapo
Mustamin
Hadi S.

Jumlah Suara Sah


Jumlah Suara Batal
Jumlah Total Pemilih

Jumlah Pemilih
1.023 suara
527 suara
407 suara
396 suara
210 suara
107 suara
91 suara
2.893 suara
531 suara
3.424 suara

Sumber: Panitia Pemilihan Ketua RW 17


Kelurahan Penjaringan

Gambaran menarik dalam pemilihan Ketua


RW 17 tersebut, adalah masa kampanye yang
dilakukan oleh para kandidat, layaknya politikus
yang sedang menggalang dukungan. Para
kandidat tersebut melalui kampanye berusaha
melobi para tokoh pemuda dan tokoh
216

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

masyarakat melalui janji-janji politiknya. Bahkan,


sehari sebelum pemilihan ketua RW
dilaksanakan, para kandidat melakukan debat
terbuka di Balai RW 17, Kelurahan Penjaringan.
Dalam debat antarkandidat tersebut Umar
Husein, yang sehari-harinya berprofesi sebagi
bos ikan, mengaku tidak mencalonkan diri
sebagai kandidat ketua RW, namun uniknya ia
malah dicalonkan oleh kerabat dekatnya sendiri,
yaitu ayah kandungnya sendiri. Dalam janji
politiknya, ia menyatakan akan memprioritaskan
pembangunan akhlak warga Muara Baru.
Muara Baru selama ini sering dikenal karena
banyaknya usaha perjudian dan prostitusi. Jika
saya terpilih, hal ini akan menjadi prioritas saya
untuk memberantasnya, janjinya saat itu.
Upaya saling menjatuhkan lawan
antarkandidat pun terjadi dalam kampanye yang
dilakukan menjelang pemilihan. Contohnya,
ketika Mustamin berkampanye kepada warga
RT 08/17. Nanti kalau warga InsyaAllah memilih
saya, akan saya bantu fasilitas olahraga bagi
pemuda di sini, juga tokoh masyarakat di sini
akan saya giatkan pengajian dan pembangunan
mesjid, seperti dikutip salah seorang warga RT
08 bernama Darus.
Sedangkan lawan politik Mustamin
mengadakan kampanye tandingan kepada
warga RT 08 melalui pendukungnya yang
mengatakan, bahwa Mustamin sangat tidak
217

GEGER KALIJODO

layak menjadi ketua RW. Hal itu dikaitkan dengan


posisinya sebagai pemilik Kafe Angin Mamiri,
di Jalan Kebun Tebu. Mereka menjadikannya
sebagai tolok ukur moral Mustamin sebagai
pemimpin. Masak kalian mau memilih penjual
minuman keras yang kafenya menjadi sarang
keributan sebagai ketua RW. Itu jelas melanggar
kaidah agama Islam, kata Abdullah, seorang
warga yang menjadi pendukung lawan politik
Mustamin kepada sejumlah warga dan berusaha
meyakinkannya, bahwa Mustamin menggunakan
uang sebagai alat kampanyenya.
Dari pihak warga sendiri sebenarnya cukup
banyak yang menduga jika ada politik uang
dalam pemilihan RW, karena fasilitas serta
kepemimpinan RW Muara Baru sangat
berpengaruh bagi kehidupan bermasyarakat
dari mata pencaharian, pekerjaan, sampai ke
masalah pertanahan. Untuk setiap kandidat
harus menyediakan uang sebesar Rp 10 juta
untuk penyelenggaraan pemilu sebagai uang
administrasi, untuk menggelar pemilihan tersebut
karena ada kebutuhan seperti konsumsi dan
transportasi.
Di Muara Baru, ketua RW dianggap
sebagai pemimpin warga yang bisa
menentukan segala aturan, seperti soal jualbeli tanah layaknya pejabat pembuat akta
tanah (PPAT) atau bisa mengatur pola
hubungan dagang. Selain itu, ketua RW berhak
218

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mendapat fasilitas khusus, seperti monopoli


tempat usaha, contohnya bangku, lori di Pasar
Pelelangan Ikan Muara Baru dikuasakan penuh
kepada TKBMI yang diketuai oleh A. Rahman.
Selain itu, hansip RW dapat mengutip uang dari
pabrik-pabrik untuk RW sebagai sumber
pemasukan uang terbesar.
Pergantian ketua RW, bisa diartikan
pemilihan pemimpin. Semua suku bangsa
budaya yang terbentuk di masyarakat Muara
Baru tercermin di dalam pertemuan warga
dengan sesepuh, ketua RT, warga, dan lurah
di Kelurahan Penjaringan pada 6 Mei 2002.
Dalam pertemuan itu warga saling mengajukan
calon dan meminta secepatnya pergantian
ketua RW tanpa memandang asal suku bangsa
bakal calon ketua RW. Para wakil warga ada
yang mengkritik ketua RW lama disertai
sorakan dan cemohaan, namun terlihat
demokratis karena masing-masing perwakilan
diberi waktu untuk berbicara.
Seperti dilontarkan salah satu warga
bernama Hamid Nasution yang menyatakan,
bahwa pemilihan harus segera dipercepat
karena jabatan ketua RW yang lama sudah
berakhir. Bisa dikatakan kalau warga di sini
ingin pemilihan secara langsung oleh warga,
karena kalau para ketua RT yang memilih jelas
keberpihakan dengan ketua RW jadi nggak
fair, kata Hamid yang menunjuk banyak tokoh
219

GEGER KALIJODO

yang menginginkan calon ketua RW, disertai


tepukan tangan warga Muara Baru pada
pertemuan tersebut.
Hamid menambahkan, bahwa posisi ketua
RW di Muara Baru sangat strategis.
Menurutnya, menjadi Ketua RW 17, secara
materi dapat lebih besar dibandingkan posisi
lurah, hal itu dikarenakan potensi Muara Baru
sangat kaya. Seandainya ketua RW itu pandai
mengolah dan membina hubungan baik di
kalangan pengusaha ikan atau pedagang ikan
di Muara Baru, disertai berbagai kutipan-kutipan
uang oleh hansip kepada pengusaha, maka ia
akan mendapat banyak penghasilan dari hal-hal
tersebut. Karena itulah jabatan ketua RW
menjadi sangat diinginkan sebagian besar tokoh
masyarakat, namun warga sangat menginginkan
ketua RW-nya bersih dan mempunyai wibawa.
Pola pemilihan RW Muara Baru cenderung
kontroversial dilihat dari beberapa aspek,
terutama ketika bakal calon ketua RW yang akan
menggalang dukungannya itu berusaha untuk
menarik simpati massa agar memilihnya sebagi
ketua RW baru, dan cenderung manjadi
persaingan yang tidak sehat. Bahkan menurut
Kapospol Muara Baru Aiptu Endarwin, ada calon
RW yang menyiapkan uang dukungan mencapai
Rp 100 juta, dan itu didapatkannya dari para
pengusaha.
Dalam pemilihan ketua RW periode 2002220

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

2005, warga tampaknya tak sekedar mencari


figur pemimpin, tetapi mereka harus segera
memilih ketua RW yang seharusnya sudah
diganti tahun lalu. Suara tersebut tentu saja
membuat gusar para pendukung mantan Ketua
RW 17, A. Rahman, yang saat itu masih
memegang jabatan ketua RW. Tapi A. Rahman
hanya boleh gusar, karena suara itu terus
membesar menjadi tuntutan sebagian besar
warga.
Suara keras yang mendesak A. Rahman
menanggalkan jabatannya, muncul dari warga
yang bernama Sobirin, juga salah satu kandidat
ketua RW. Dalam kampanyenya ia kembali
menegaskan, bahwa A. Rahman seharusnya
sudah diganti tahun lalu. Sobirin bahkan lebih
jauh melangkah, ia membuat pengaduan
kepada Lurah Penjaringan.
Dalam suratnya kepada lurah, tertanggal
6 Mei 2002, intinya menyatakan bahwa,
peremajaan RW dan berakhirnya masa jabatan
ketua RW periode 2001. Warga menuding
kalau kelambatan tersebut ada hubungannya
dengan proyek lurah yang bekerja sama
dengan ketua RW dalam pengukuran rumahrumah di Muara Baru. Surat tersebut menyebut
nama Sobirin sebagai penegak realita keadilan
dan demokrasi di wilayahnya.
Selain membawa surat, ia juga datang ke
kantor kelurahan dan menui A. Mukhlis, Lurah
221

GEGER KALIJODO

Penjaringan. Rupanya, langkah Sobirin ini


diketahui oleh A. Rahman, sehingga salah
seorang pendukungnya, Lukman melakukan
ancaman hingga pukul 22.00 WIB. Sobirin
akhirnya diantarkan pulang ke rumahnya oleh
Pak Lurah. Keesokan harinya, Sobirin
mengadukan hal tersebut ke Mapolsek Metro
Penjaringan dengan bukti lapor No.Pol 580/K/
V/SEK.PENJ. Tanggal 7 Mei 2002. Pihak
kepolisian diminta untuk menindak hal itu serta
menjamin keselamatan Sobirin.
Pihak kepolisian di sini juga turut andil
dalam pengamanan jalannya pemilihan ketua
RW, seperti Babinkamtibmas Kelurahan
Penjaringan Aiptu Mulyono, diperintahkan
langsung oleh Kapolsek Penjaringan, AKP
Krishna Murti, untuk melakukan hal-hal yang
berkaitan dengan tindakan oknum-oknum
tertentu yang akan mengacaukan jalannya
pemilihan. Jika dalam proses pemilihan itu ada
tindakan-tindakan dengan unsur pidana, polisi
akan melakukan tindakan prefentif atau
tindakan tegas lainnya.
Namun A. Rahman yang mendapat
sorotan tersebut mengundurkan diri dari bursa
pencalonan ketua RW, nama-nama yang muncul
dari warga sendiri sebagai kandidat ketua RW
adalah Mulyoto asal Semarang, Sukri asal
Cirebon, Umar Husein asal Serang, Mustamin
asal Makassar, Daeng Nasir Mille asal
222

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Makassar, Hadi Sucipto asal Jakarta, Daeng


Sapo asal Makassar dan H.A. Rahim asal
Serang.
Sebagai ketua pantia pemilihan langsung
ketua RW, ditunjuk secara aklamasi oleh
warga, yakni Daeng Baso Bali sebagai orang
yang dituakan di Muara Baru. Setelah itu
Daeng membentuk panitia induk yang
anggotanya terdiri dari masing-masing ketua
RT, sedangkan panitia wilayah sebagai
penanggung jawab tempat pemungutan suara
(TPS), adalah dari warga masing-masing RT,
sebanyak 12 TPS yang tersebar di Muara Baru.
Para kandidat ketua RW bersaing
melakukan kampanye dengan caranya masingmasing. Ada yang bersifat terbuka dan ada
yang tertutup. Seperti diceritakan Ketua RT 02,
Khonedi, yang menyebutkan bahwa
kemungkinan para kandidat melakukan caracara seperti politik uang, serangan fajar, atau
membeli kartu pemilih sangat mungkin. Di
Muara Baru sangat beragam, warga kita dari
berbagai macam suku, kalau pas memilih
adalah hak warga itu sendiri tanpa intervensi
lawan-lawan politik ketua RW. Yang jelas
pemilihan kita di sini adalah disyukuri warga dan
diterima oleh yang kalah, tutur Khonedi.
Pengamatan langsung penulis di lapangan
melihat persiapan warga. Setiap TPS
disediakan dana sebesar Rp 200 ribu untuk
223

GEGER KALIJODO

membangun TPS serta dana logistik panitia.


Masing-masing wakil dari para kandidat
sebanyak 12 orang sudah berada di TPS sejak
pukul 08.00 WIB. Warga sendiri berdatangan ke
TPS mulai dari pukul 09.00 WIB. Setelah
mengambil lembaran kartu pemilih yang berisi
gambar dari kandidat yang dipilih, warga
masuk ke dalam TPS dan menusuk foto yang
dipilihnya dengan paku, mirip dengan Pemilu
yang memilih anggota DPR.
Menjelang pukul 14.00 WIB semua kotak
berisi kartu pemilih diangkut ke kantor RW dan
dihitung jumlah suaranya dan disaksikan oleh
para kandidat. Panitia menghitung hingga
pukul 16.00 WIB. Dari penghitungan suara
tersebut Umar Husein berhasil meraup suara
terbanyak sebagai pemenang. Kemenangan
ini pun diakui oleh kandidat yang lain, sehingga
tidak terjadi bentrokan antarpendukung.
Kampung Muara Baru pun bergeliat seperti
biasa dalam kesibukan dan bau amis ikan,
sambil tersenyum dengan tampilnya ketua RW
yang baru.
***

224

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

227

GEGER KALIJODO

226

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A
Konvensi Sosial
di Muara Baru

onvensi sosial di antara pelanggan dengan pelele atau


pola tawar-menawar inilah yang kemudian memunculkan
keteraturan hubungan antarwarga yang saling menguntungkan

Berbagai ragam suku bangsa yang


mendiami kawasan padat penduduk Muara
Baru, ternyata tak menghalangi upaya
masyarakat untuk menciptakan suasana hidup
yang damai dan toleran. Ini berbeda, kondisinya
di kawasan Kalijodo, di mana ada kelompok
yang tak ingin menciptakan perdamaian,
sehingga aparat keamanaan harus turun tangan
di dalamnya. Lantas, mengapa Muara Baru bisa
berdamai di tengah tarikan kepentingan dari
sumber daya ekonomi yang melimpah di
kawasan tersebut?
Ragam dari uraian sebelumnya, dapat
diketahui, bahwa keteraturan sosial yang ada
dalam kehidupan masyarakat Muara Baru dapat
ditinjau dari konvensi maupun pranata-pranata
227

GEGER KALIJODO

sosial yang di dalamnya berisi upaya


memantapkan keteraturan sosial. Dengan
pranata sosial, menjadi bingkai dari setiap
dinamika yang tumbuh di masyarakat. Atau
dengan kata lain, pranata menjadi batasan
setiap individu, maupun masing-masing
kelompok agar tercipta keharmonisan. Dalam
suasana seperti itulah kegiatan-kegiatan yang
produktif warga dapat menghidupi diri mereka
masing-masing dan keluarganya serta
masyarakatnya. Ada jaminan, mereka yang
berproduksi memperoleh haknya atas jerih
payah yang telah mereka keluarkan.
Dari hasil pengamatan penulis di lokasi
penelitian ditemukan beberapa hal yang
merupakan hasil dari kesepakatan bersama
yang sudah menjadi kebiasaan, hidup dari warga
yang terpusat pada kegiatan jual-beli pada
Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru. Bagi yang
melanggar akan ada sebuah konsekuensi,
misalnya pelanggan akan meninggalkan
pelelenya. Sehingga hal semacam itu sudah
menjadi kesepakatan bersama, demi menjaga
pelanggan di antara sesama pelele atau dengan
kata lain menjadi sebuah aturan yang tak tertulis
tetapi di sepakati di antara mereka.
Konvensi sosial di antara pelanggan
dengan pelele seperti yang telah dipaparkan di
atas atau pola tawar-menawar inilah yang
kemudian memunculkan keteraturan hubungan
228

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

antarwarga yang saling menguntungkan


(simbiotik mutualisme), baik dalam situasi yang
relatif stabil maupun situasi konflik. Di sinilah
mekanisme pasar berlaku, di mana
ketergantungan antara penjual dan pembeli
menjadi jelas, yaitu penjual akan menyediakan
barang (supply) sesuai dengan kebutuhan atau
permintaan (demand) dari si pembeli. Namun
ketika barang yang disediakan oleh si penjual
dapat disediakan dalam jumlah yang lebih
banyak dan lebih murah oleh penjual lain, si
pembeli dapat berpindah membeli kepada
penjual lain.
Kegiatan yang dilakukan antara pelele dan
pelanggan ini, batas-batas suku bangsa dapat
dipertajam atau diperlonggar sesuai dengan
kebutuhan atau tujuan kegiatan dan kepentingan
masing-masing warga suku bangsa yang
bersangkutan.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas yang
kemudian berlaku secara umum di Pasar Muara
Baru dikenal dalam teori ekonomi sebagai
mekanisme pasar yang berhubungan erat
dengan sistem kapitalisme. Dalam pandangan
Adam Smith, prinsip-prinsip dasar suatu
masyarakat kapitalis terdiri atas milik pribadi
(private property), motif mencari laba (the profit
motive), dan persaingan bebas (free competition).56 Selanjutnya dikemukanan bahwa sistem
kapitalisme modern menganut pula asumsi229

GEGER KALIJODO

asumsi lain, yaitu pemupukan modal (capital accumulation), penciptaan kekayaan (the creation
of wealth), dan ekspansionisme.
Dapat penulis jelaskan beberapa konvensi
antara pelele dengan pelanggan yang berlaku
di Pasar Muara Baru sebagai berikut:
Ketetapan Pelele Muara Baru yang menjadi
perantara pelele daerah lain. Adanya pelele atau
pedagang di Muara Baru yang menjadi perantara
tetap oleh pelele daerah lain dalam jual-beli ikan
tampak pada pelele bandeng, tenggiri, dan udang.
Seperti apa yang telah dijelaskan dalam bab
sebelumnya, pelele H. Astaria dari Serang
menguasai perdagangan ikan bandeng. H. Astaria
menjadi perantara tetap dari pelele asal Lamongan,
Jawa Timur, H. Seger. Kemampuan dari H. Astaria
tidak diragukan oleh H. Seger, ini dapat dilihat dari
kepercayaannya, karena dalam setiap harinya H.
Seger mampu mengirim ikan bandeng hampir 100
ton. Kepercayaan itu terbentuk karena keduanya
telah menjalin hubungan yang lama dan sudah
menjadi kesepakatan pelele lain, bahwa pelele akan
mengambil ikan bandeng dari H. Astaria.

Apabila konvensi atau kesepakatan itu


dilanggar, semisal ada pelele dengan modal
yang sangat besar memotong jalur perdagangan
H. Astaria dengan memborong ikan bandeng
dari distributor lain asal daerah dengan harga
yang tinggi, itu tak akan mudah dan langgeng,
karena pelele di pasar ikan Muara Baru, hanya
mengenal H. Astaria. Di samping itu H. Seger
selaku pemasok ikan bandeng pun hanya
memiliki kepercayaan terhadap H. Astaria,
230

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

sehingga pelele baru yang memotong jalur


distribusi ikan bandeng dari daerah akan merugi.
Demikian halnya dengan jual-beli udang.
Dalam jual-beli udang dikuasai H. Amsil asal
Makassar. H. Amsil menerima kiriman dari
pelele asal Sungai Lumbu, Lampung. Para
pelele pun mengambil udang dari H. Amsil yang
omset setiap harinya mencapai 1 hingga 2 ton.
Dan apabila ada pelele baru yang memotong
pengiriman untuk disalurkan ke pasar ikan pun
akan mengalami kerugian. Karena kondisinya
sama seperti halnya dengan perdagangan ikan
bandeng atau tenggiri serta ikan yang lainnya di
Pasar Ikan Muara Baru.
Selain konvensi yang meliputi penguasaan
distribusi produk perikanan, juga terdapat
konvensi lain dalam sistem pembayaran. Di sini
ada empat sistem pembayaran yang berlaku,
seperti sekilas telah disampaikan dalam bab
sebelumnya.
Pertama, sistem jual beli ikan dengan
melandaskan saling kepercayaan antara
pengirim barang dengan pelele. Dalam sistem
ini para pelele biasanya telah lama mengenal
pelele yang ada di Muara Baru, yang akan
menjualkan ikan kirimannya. Demikian halnya
dengan pelele sendiri, ia pun telah mengenal
pemasok ikannya dengan baik dan bertahun
lamanya, baik yang ada di daerah setempat
maupun luar daerah.
231

GEGER KALIJODO

Dalam sistem saling kepercayaan,


biasanya seorang pelele baru akan membayar
kiriman ikan dari pengirim setelah ikan kiriman
itu terjual habis. Semisal saja kiriman ikan
bandeng dari Lamongan yang mencapai sekian
ton perharinya. Pembayarannya dapat dilakukan
dalam tenggang waktu sehari itu juga ataupun
sebulan dan bisa jadi setiap triwulan. Para pelele
dalam melakukan pembayaran terhadap uang
tanggungan atas kiriman ikan itu, mereka
memanfaatkan jasa bank. Dengan cara
menstranfernya melalui rekening bank tertentu
yang telah disepakati bersama. Besar dari uang
yang ditransfer tentunya sesuai dengan harga
dari banyaknya ikan yang dikirim. Bahkan para
pelele juga dapat membayar uang ikan kiriman
sebagian saja dulu. Sisanya menyusul bulan
berikutnya.
Kedua, sistem pembayaran kedua yang
biasa berlaku di Pasar Pelelangan Ikan Muara
Baru, yakni sistem bayar kontan. Dalam sistem
bayar kontan di sini seorang pelele harus
memenuhi tanggung jawabnya untuk segera
menyediakan uang begitu barang kiriman
datang. Sistem bayar kontan berarti, ada uang,
ada barang (namun hal ini sangat jarang
dilakukan para pelele, karena kebiasaan yang
berlaku di Muara Baru berhutang dulu baru
bayar). Hal ini dilakukan sebagian pemasok,
karena mereka tak mau mengambil resiko
232

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

apabila terjadi kebohongan di antara mereka


berdua. Selain itu dilakukan oleh pemasok
karena tak mau terlilit dalam kerugian. Hal ini
sudah barang tentu pemasok barang tak mau
memikirkan apa yang terjadi terhadap pelele,
baik dalam kondisi untung maupun akan merugi.
Ketiga, sistem saldo, pelele dapat
melakukan pembayaran terhadap pemasok
barangnya, apabila ada
keuntungan yang diperoleh. .... ini dapat
Pemasok mengirim barang dilihat dari
kepada pelele dengan jumlah kepercayaannya,
sekian ton berupa jenis ikan karena dalam
tertentu. Pemasok sepakat setiap harinya H.
menerima uang pembayaran di Seger mampu
waktu mendatang. Meski mengirim ikan
kirimannya telah terjual habis, dia bandeng hampir
tak menuntut untuk langsung 100 ton.
dibayar, tetapi pembayaran
tergantung dari situasi yang dialami pelele. Saat
rugi maka pembayaran dapat ditunda dan
sebaliknya, saat untung pembayaran dapat
dilakukan. Meski kondisi rugi dan pelele tak
segera membayar barang yang telah dikirim,
pemasok tetap akan mengirim barang.
Keempat, sistem pelanggan. Dalam sistem
pelanggan identik dengan sistem kepercayaan.
Di mana pelele hanya bermodalkan dengkul
atau tanpa modal saja. Pemasok akan
memberikan sejumlah barang kepada pelele,
233

GEGER KALIJODO

dengan terlebih dulu menetapkan harga. Barang


yang telah diserahkan atau yang dikirim
penjualannya diserahkan kepada pelele, bagi
dia, asal harga yang telah ditetapkan terpenuhi,
maka sudah tak ada masalah lagi. Dan dia tak
ikut campur dalam hal penentuan harga, itu
semua diserahkan kepada pelele mau
mengambil keuntungan berapa dari barang yang
dikirim pemasok tersebut.
Keempat sistem pembayaran tersebut di
atas bagi para pelele sudah menjadi
kesepakatan bersama di antara mereka.
Apabila kesepakatan tersebut dilanggar, maka
akan berpengaruh terhadap kegiatan jual-beli
selanjutnya. Bisa jadi pemasok ikan akan
berpaling ke pelele lain yang bersedia
menjualkan ikannya. Sehingga sistem
pembayaran yang telah disepakati itu, akan
dijaga betul. Mereka pun secara moral merasa
tak enak seandainya melanggar kesepakatan
pembayaran yang telah ditentukan bersama itu.
Keteraturan sosial dalam hal sangsi lainnya
adalah konvensi yang telah disepakati oleh
warga Muara Baru, seperti ketika salah seorang
warga berbuat sesuatu yang menurut warga
dianggap janggal atau tabu. Perbuatan warga
tersebut juga bisa dikategorikan ringan dan
berat, hingga hukuman secara adat oleh warga
juga dilihat dari tingkat perbuatan warga tersebut
tanpa memperdulikan asal suku bangsa. Namun
234

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

ini bisa dikatakan hukum adat karena berisikan


aturan-aturan berikut sangsi-sangsinya
berkenaan dengan pelarangan untuk melakukan
sesuatu perbuatan yang melanggar atau
mengambil hak orang lain atau merugikan
masyarakat yang bersangkutan. Fungsinya
sendiri untuk menjaga keteraturan sosial dalam
masyarakat dan kelestarian masyarakat
tersebut dari gangguan-ganggguan yang
merusakkannya dari perbuatan benalu atau
merugikan atas hak-hak warganya dan
masyarakatnya.
Berkaitan dengan hukum adat yang telah
melembaga lewat konvensi sosial, Parsudi
Suparlan mengatakan:
Dalam keadaan dimana yang bersangkutan didakwa
pelanggaran berat, yaitu membunuh anggota
keluarga atau sesama masyarakatnya atau
melakukan perbuatan yang dianggap akan
menghancurkan tatanan kehidupan masyarakatnya,
maka hukuman yang terberat adalah diusir dari
masyarakatnya, dan bila masih terlihat dalam
lingkungan masyarakat tersebut dia akan dibunuh.
Dengan cara ini, hukum adat fungsional dalam
menegakan keteraturan moral, dan keteraturan
moral mendorong terwujudnya keteraturan sosialketeraturan sosial mendorong produktivitas bagi
kesejahteraan hidup warga masyarakat tersebut,.

Hal di atas juga tercermin dalam keseharian


warga Muara Baru yang terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, salah satu warganya yang
bertempat tinggal di Jalan Kebun Tebu, bernama
235

GEGER KALIJODO

Ibrahim, pada bulan Mei 2001mendapat sangsi


tersendiri, keluarga diusir dan Ibrahim masuk
penjara, termasuk rumahnya dirusak dan rata
dengan tanah oleh warga yang mengamuk.
Permasalahannya sendiri adalah Ibrahim yang
berasal dari suku Makassar melakukan
penganiayaan berat, hingga korbannya
meninggal dunia. Ceritanya berawal ketika
Ibrahim yang bekerja sebagai buruh di
pelelangan ikan, sekitar pukul 04.15 WIB
melewati sebuah mushola yang dekat dari
rumahnya.
Saat masuk rumah Ibrahim langsung
merebahkan diri di tempat tidur. Di sebelahnya,
istri Ibrahim sudah tidur nyenyak. Suara orang
sedang melakukan pengajian, terdengar keras
di telinga Ibrahim yang lelah tersebut. Amir yang
tengah mengaji, kebetulan berasal dari suku
Serang. Ibrahim yang merasa terganggu
kemudian menghampiri Amir dan menyuruh
korban berhenti mengaji. Namun, di tangan
Ibrahim sebilah badik sudah dipegangnya dan
di ayunkan ke tubuh Amir. Maka Amir pun tewas
seketika.
Melihat Amir rubuh dan bersimbah darah,
Ibrahim melarikan diri. Warga setempat gempar.
Begitu mengetahui yang melakukan Ibrahim,
warga dari berbagai macam suku bangsa,
seperti Serang, Makassar, Jawa bergabung dan
melakukan pencarian. Bahkan ketika petugas
236

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Polsek Metro Penjaringan dapat menangkap


pelaku, warga belum puas. Keluarga Ibrahim
diusir keluar dan rumahnya dirusak hingga rata
dengan tanah.
***

237

GEGER KALIJODO

B
Pranata-pranata Sosial

ranata-pranata sosial terbagi di antaranya pranata


keluarga, pranata ekonomi, pranata politik.

Pranata sosial merupakan suatu bentuk


organisasi yang secara tetap tersusun dari polapola kelakukan, peranan-peranan, dan relasirelasi sebagai cara yang mengikat guna
tercapainya kebutuhan-kebutuhan mendasar.
Pranata-pranata sosial terbagi di antaranya
pranata keluarga, pranata ekonomi, pranata
politik. Di dalam masyarakat Muara Baru
pranata-pranata tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut.
Di dalam keluarga masyarakat Muara
Baru, pranata yang berkembang sesuai dengan
keadaan keluarga itu sendiri. Secara umum
sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, dan
anak. Pranata yang terbentuk adalah berkaitan
dengan peran dari masing-masing anggota
238

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

keluarga. Sebagai seorang suami, memiliki


peran sebagai kepala rumah tangga yang
berkewajiban untuk memberikan penghasilan
guna mencukupi kebutuhan seluruh keluarganya.
Sebagai seorang istri, dia berkewajiban untuk
mengatur keluarga apabila sang suami tengah
bekerja mencari nafkah. Perannya mulai dari
memasak, mencuci dan memberikan
keseimbangan terhadap peran sang suami
dalam kehidupan keluarganya. Sebagai anak,
akan memiliki peran tersendiri sesuai dengan
kondisi keluarga. Namun secara umum anak
berperan untuk menjalankan perintah dari kedua
orang tuanya, seperti kewajiban berbakti kepada
orang tua, sekolah ataupun membantu pekerjaan
orang tua yang berada di dalam rumah.
Meski pranata keluarga yang ada di
keluarga Muara Baru secara umum demikian,
tetapi ada kalanya peran-peran itu mengalami
pergeseran. Pergeseran itu terjadi karena sang
suami meninggalkan anak dan istrinya di
kampung halamannya, sementara suami hidup
sendiri dengan cara mengontrak di Muara
Baru. Kondisi semacam itu, tentunya membuat
peran sebagai kepala rumah tangga bergeser
ke istri. Sehingga istri yang berada di kampung
bersama anak-anaknya bertanggung jawab
menjalankan peran sebagai seorang suami.
Pergeseran peran itu rata-rata dialami oleh
istri dari komunitas masyarakat Serang dan
239

GEGER KALIJODO

Indramayu. Karena rata-rata suami mereka


berada di Muara Baru untuk mencari uang,
sedangkan istri dan anak ditinggal di kampung.
Kondisi semacam itu memaksa seorang istri
untuk berperan sebagai kepala rumah tangga
di samping berperan sebagai seorang ibu
rumah tangga.
Sedangkan dalam pranata ekonomi di
wilayah Muara Baru yang terjadi adalah
bagaimana mereka memperoleh barang dan
mendapatkan keuntungan secara materi.
Sehingga terciptalah hubungan dalam bentuk
jual-beli. Di Pasar Muara Baru jelas ada dua
peran yakni peran si pembeli dan si penjual.
Pembeli akan membeli barang dari penjual
demi mendapatkan barang, sedangkan penjual
akan melayani pembeli untuk mendapatkan
barang yang diinginkannya, yang berorientasi
mencari keuntungan secara materiil. Maka
pranata yang ada adalah adanya uang yang
dimiliki pembeli untuk ditukar dengan barang
yang disediakan oleh penjual. Pembeli akan
mendapatkan barangnya, sementara penjual
akan mendapatkan keuntungan materi.
Pranata lain yakni pranata politik. Di dalam
masyarakat Muara Baru pranata politik terlihat
dari keberadaan kepala RT dan kepala RW.
Secara hierarki warga setempat tunduk
terhadap aturan-aturan yang dikeluarkan oleh
ketua RT ataupun ketua RW setempat. Tentunya
240

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

aturan-aturan itu terbentuk setelah ada


kesepakatan bersama. Aturan-aturan yang
ditetapkan bertingkat akan diadministrasikan
oleh pengurus RT dan RW. Bentuk dari
administrasi itu diantaranya adanya kartu
keluarga (KK) yang diketahui dan disahkan oleh
RT ataupun RW setempat atau juga
dikeluarkannya kartu tanda pengenal (KTP)
oleh aparat setempat. Sedangkan tata tertib
umumnya, akan terlihat adanya aturan seperti
wajib lapor bagi pendatang atau tamu ke ketua
RT setempat apabila menginap lebih dari 24 jam
di rumah warga Muara Baru. Tata tertib
semacam itu, selain diadministrasikan juga
tertulis di papan-papan pinggir jalan atau pintu
masuk gang.
Pranata lain yakni pranata hukum. Di dalam
masyarakat Muara Baru pranata hukum terlihat
dari adanya pamswakarsa, yang dibentuk
sebagai lembaga pendukung tercapainya
keamanan. Selain pamswakarsa juga ada
hansip yang bertugas untuk kegiatan siskamling.
Kedua lembaga itu dibentuk untuk menciptakan
ketertiban dan keamanan masyarakat Muara
Baru. Keberadaan mereka diakui karena sudah
menjadi keputusan secara tertulis, bahwa kedua
lembaga tersebut bertanggungjawab terhadap
keamanan dan ketertiban di wilayah Muara Baru.
Sedangkan pranata agama yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan berisikan
241

GEGER KALIJODO

aturan-aturan ibadah. Karena mayoritas warga


Muara Baru memeluk agama Islam, maka ajaran
yang diamalkan pun berdasarkan aturan dari
Alquran dan Hadits. Aturan-aturan dari Alquran
dan Hadits tersebut diyakini secara universal,
sehingga diintrepetasikan serta dipahami
sebagai pedoman hidup yang tak terpisahkan
dari kehidupan sehari-harinya.
Di samping pranata-pranata tersebut di
atas, juga ada pranata dalam perkawinan.
Pranata dalam hal perkawinan pada masyarakat
Muara Baru pun dapat dikatakan sama dengan
masyarakat lain. Untuk membentuk suatu
pasangan baru, melalui perkawinan harus
memenuhi unsur-unsurnya. Unsur-unsurnya yaitu
mempelai pria, mempelai wanita, kedua orang
tua masing-masing mempelai atau wali serta
penghulu. Pranata perkawinan akan terpenuhi
apabila unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.
Pasangan baru terbentuk setelah ada akad nikah
oleh penghulu. Sedangkan masalah lain, seperti
pesta atau bentuk acaranya mengikuti
kesepakatan kedua belah pihak.
***

242

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C
Keteraturan Sosial
Yang Dicapai

ubungan ketetanggaan yang mereka jalin, akan


menciptakan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama
melalui musyawarah tingkat RT maupun tingkat RW.

Keteraturan sosial dalam masyarakat


Muara Baru, terwujud karena adanya hubungan
sosial di antara warganya. Hubungan sosial
tersebut berupa hubungan patron-klien,
hubungan pertemanan dan hubungan
ketetanggaan serta hubungan perantara.
Hubungan patron-klien merupakan hubungan
yang terjadi antara patron dan klien.
Dalam hubungan ini, patron memberikan
peranan yang besar dalam terwujudnya corak
keteraturan sosial karena para patron rata-rata
memiliki kuasa dan secara ekonomi memiliki
kelebihan-kelebihan daripada kliennya.
Sehingga mereka dapat membuat ketentuanketentuan yang diberlakukan kepada kliennya,
karena para kliennya itu bekerja kepada patron.
243

GEGER KALIJODO

Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan para


patron biasanya berkaitan dengan urusan
pekerjaan. Oleh karenanya apabila ketentuanketentuan itu dilanggar oleh klien, patron akan
memberikan sangsi berupa teguran atau
mungkin dikeluarkan dari pekerjaannya.
Gambaran tersebut di atas terlihat dari
ketentuan pelele untuk mengharuskan
pekerjanya atau anak buahnya untuk bekerja
sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Semisal
saja waktu bekerja dimulai sejak pukul 18.00
WIB hingga 02.00 WIB, maka apabila ada anak
buah yang melanggar ketentuan waktu dalam
bekerja tersebut, mereka akan mendapatkan
sangsi teguran atau dikurangi pendapatannya.
Hal itu lama-kelamaan akan berpengaruh
terhadap pola perilakunya, sehingga karena
merasa dinafkahi, mereka tunduk kepada pelele
tak hanya dalam urusan pekerjaan, tetapi bisa
tunduk dalam banyak hal.
Hubungan ketetanggaan dalam masyarakat
Muara Baru memberikan pengaruh yang besar
juga terhadap corak keteraturan sosial. Karena
dari hubungan ketetanggaan yang mereka jalin,
akan menciptakan ketentuan-ketentuan yang
disepakati bersama melalui musyawarah tingkat
RT maupun tingkat RW. Sehingga pola tindakan
mereka berdasarkan ketentuan yang telah
disepakati itu. Lama kelamaan pola tindakan itu
akan berkembang terhadap munculnya corak
244

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dalam hubungan sosial. Sehingga akan


berpengaruh lagi terhadap corak kondisi
lingkungan warga Muara Baru.
Dari pengamatan penulis, corak kondisi
lingkungan wilayah Muara Baru bersifat kumuh
dan liar. Kekumuhan itu terlihat dari bangunanbangunan rumah yang ada karena bangunan
yang ada rata-rata merupakan gubug-gubug
dengan ukuran petakan. Di samping itu, sampahsampah banyak berceceran di sekitarnya.
Dikatakan liar, karena tanah yang mereka dirikan
menjadi bangunan sebagai tempat tinggalnya
itu bukan milik mereka. Mereka datang langsung
mengklaim dengan mendirikan bangunan,
pemerintah sendiri juga mengklaim mereka
sebagai penduduk liar.
Hubungan perantara di dalam masyarakat
Muara Baru terlihat dalam aktivitas ekonomi. Di
dalam aktivitas ekonomi khususnya yang ada
di pasar Ikan Muara Baru yaitu pelele di Muara
Baru sebagian merupakan pelele perantara dari
pelele daerah lain untuk menjualkan hasil
tangkapan ikannya. Pelele perantara yang ada
di Muara Baru lantas menjualkan ikan kiriman
dari pelele di luar daerah dan pembayarannya
berdasarkan kesepakatan bersama. Biasanya
mereka memiliki kesepakatan karena telah
saling percaya dari adanya hubungan yang telah
lama.
Sebagai pelele perantara, mereka pun
245

GEGER KALIJODO

memiliki anak buah. Maka dari hubungan


perantara itu, akan mempengaruhi corak
hubungan antar pelele di pasar Ikan Muara Baru
berkaitan dengan masalah pembayaran. Lambat
laun kepercayaan itu menjadi semacam corak
dalam hubungan mereka di dalam aktivitas jual
beli. Hal ini seperti yang telah dijelaskan penulis
di dalam Bab III dan IV.
Menurut, Parsudi Suparlan, Keteraturan
dan ketertiban sosial dapat dilihat melalui
tindakan-tindakan para warga miskin yang
berpola yang merupakan konvensi-konvensi
sosial yang berlaku dalam kehidupan dengan
sesama mereka, di antara tetangga, teman, bos
dalam hubungan kerja, dengan petugas atau
pejabat pemerintahan, dan dengan sesama
warga RT atau RW .
Keteraturan sosial yang terdapat di
masyarakat Muara Baru, tak jauh berbeda
dengan keteraturan yang terjadi pada
masyarakat pada umumnya. Yaitu keteraturan
yang diciptakan melalui aturan-aturan formal
maupun informal. Misalnya setiap warga
masyarakat harus memiliki KTP (Kartu Tanda
Penduduk) dan sebagainya. Selain itu mereka
juga mengikuti aturan-aturan informal yang
disesuaikan dengan konvensi-konvensi sosial
yang berlaku di dalam kehidupannya.
Konvensi-konvensi tersebut merupakan
interpretasi mereka yang mengacu pada
246

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kebudayaan mereka dan disesuaikan dengan


peranan-peranan yang mereka jalankan sesuai
dengan pranata yang ada. Sehingga ada
keteraturan sosial di dalam kehidupan sehariharinya. Berkaitan dengan hal itu masing-masing
pihak memiliki peranan sendiri-sendiri dalam
upaya memantapkan keteraturan sosial di dalam
lingkungannya. Baik yang diupayakan oleh
warga biasa, tokoh masyarakat, pamswakarsa,
PEMDA, Pospol, dan Polsek Metro Penjaringan
seperti sudah diuraikan dalam bagian
sebelumnya.
***

247

GEGER KALIJODO

D
Peran Warga Biasa

endidikan yang ketat tentang ilmu agama, jelas


merupakan ungkapan dukungan terhadap upaya-upaya
pemantapan keteraturan sosial.

Sebagai warga biasa di Muara Baru,


mereka berupaya memantapkan keteraturan
sosial sesuai dengan perannya masing-masing
yang disesuaikan dengan peranannya masingmasing. Sebagai seorang buruh, pedagang
maupun yang lainnya mereka berusaha untuk
mendukung setiap peraturan yang berlaku baik
secara tertulis maupun tak tertulis.
Ungkapan dukungan terhadap penegakkan
aturan untuk menciptakan keteraturan sosial oleh
warga biasa, diwujudkan mulai dari kehidupan
keluarganya hingga saat berinteraksi dengan
sesamanya atau dengan suku bangsa lainnya.
Misalnya, sebagai seorang kepala rumah
tangga, tentunya peran yang dijalankan sesuai
dengan corak keteraturan yang ada. Yakni
248

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

sebagai tulang punggung keluarga yang


bertanggung jawab terhadap kehidupan
keluarganya yang terdiri dari istri dan anak.
Sebagai kepala rumah tangga sekaligus
sebagai warga biasa, upaya-upaya yang
dilakukan untuk mendukung terciptanya
keteraturan sosial yang mantap di dalam
masyarakatnya dilakukan mulai dari keluarganya sendiri. Misalnya saja memberikan nasihat
kepada istri dan anaknya untuk mentaati
peraturan yang ada. Selain itu selaku orang tua
sangat ketat mendidik anaknya dalam hal
urusan agama. Pendidikan yang ketat tentang
ilmu agama, jelas merupakan ungkapan
dukungan terhadap upaya-upaya pemantapan
keteraturan sosial.
Selain itu, mereka pun menjalin hubungan
dengan warga lain, melalui hubungan
ketetanggaan. Karena dengan adanya hubungan
ketetanggaan itu, akan mempererat
persaudaraan dan persahabatan di antara
mereka meski berasal dari sukubangsa yang
berbeda. Dari hubungan ketetanggaan yang erat
tersebut, tentunya akan berpengaruh terhadap
upaya pemantapan keteraturan sosial. Karena
dari hubungan ketetanggaan itu, secara umum
mereka akan mengkuti aturan-aturan yang
ditetapkan oleh RT-nya atau RW-nya masingmasing. Sehingga aturan-aturan itu dibuat bukan
untuk dilanggar tetapi untuk ditaati. Mereka akan
249

GEGER KALIJODO

secara sadar mentaati aturan yang ditetapkan


RT atau RW setempat, untuk menghindari
benturan-benturan atau konflik dengan tetangga
lainnya.
Contoh lainnya, seperti yang diemban
seorang pelele yang memiliki beberapa anak
buah. Karena sebagai patron dari anak
buahnya, seorang pelele pun memiliki peran dan
pengaruh terhadap anak buahnya dalam upaya
memantapkan keteraturan sosial. Di antaranya
seorang pelele akan selalu menasehati anak
buahnya, agar tidak mudah terprovokasi apabila
ada permasalah atau bersinggungan dengan
kelompok suku bangsa lainnya. Hal semacam
ini juga merupakan ungkapan tindakan
pemantapan keteraturan sosial di masyarakat
Muara Baru.
Demikian pula peran yang diemban
seorang buruh, karena mendapat nasihat
demikian maka perilakunya pun menyesuaikan
dengan sang patronnya atau dalam hal ini pelele
sebagai warga biasa. Seorang buruh yang juga
sebagai warga biasa, akan bersikap tidak
mudah terprovokasi apabila ada masalah atau
bersinggungan dengan kelompok sukubangsa
lainnya. Dari sikap tunduk pada nasehat
pelelenya itulah merupakan salah satu wujud dari
upaya seorang buruh dalam memantapkan
keteraturan sosial di masyarakat Muara Baru.
***
250

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

E
Peran Tokoh Masyarakat

eberadaan tokoh-tokoh memiliki pengaruh yang besar


karena mereka memiliki anak buah serta pengaruh dari peran
yang dijalaninya.

Peran seorang tokoh di masyarakat Muara


Baru dalam hal upaya pemantapan keteraturan
sosial sangatlah besar. Pasalnya mereka
dijadikan panutan oleh anak buahnya.
Ketokohan seseorang di Muara Baru, biasanya
dilihat dari lamanya ia tinggal di Muara Baru,
karena faktor keulamaannya dalam agama atau
bisa juga karena faktor kepemilikan lapak
ikannya yang banyak. Sehingga ia banyak
memiliki anak buah. Atau juga karena ia
merupakan pemimpin dari kelompok tertentu,
sehingga ketiga hal itu menjadikannya disegani
sebagai seorang pemimpin atau tokoh.
Seperti telah disebutkan di dalam bab
sebelumnya, di Muara Baru, terdapat beberapa
tokoh, misalnya Daeng Bali, Daeng Nasir Nile,
251

GEGER KALIJODO

Daeng Kebo, Daeng Saleh Jongke, Daeng


Mansyur, Daeng Eric, Daeng Ata, Daeng Tiju,
Daeng Tuan Muda, Jamaludin, H. Rahman, M.
Chusnul, Dulhadi, Ustadz Abdul Mutalib, Uyung,
Jaeni, Rosdullah, Kosim, dan Warsi.
Keberadaan tokoh-tokoh tersebut memiliki
pengaruh yang besar karena mereka memiliki
anak buah serta pengaruh dari peran yang
dijalaninya. Sehingga selain disegani, para anak
buahnya pun akan tunduk terhadap perintah atau
nasehat dari tokohnya. Dari pengaruh yang
besar itulah, para tokoh bisa berperan sebagi
pengayom saat terjadi keributan, bisa menjadi
penengah di antara mereka yang konflik dan
sekaligus dapat menggalang kekuatan di antara
mereka. Sehingga perilaku dari anak buahnya
pun akan mengikuti perilaku dari tokohnya.
Sebagai contoh dalam hal ini yakni peran
dari Ustadz Abdul Mutholib. Abdul Mutholib
sebagai seorang Ustadz memanfaatkan
peranannya secara rapi dalam bentuk kegiatan
Majlis Taklim yang ada di Muara Baru untuk
membina kehidupan agama pada khususnya
serta membina kerukunan antar warga di Muara
Baru atau upaya mencegah terjadinya konflik di
antara mereka. Dengan dakwah melalui majlis
taklim itulah Ustadz Abdul Mutholib
mempergunakannya sebagai instrumen
meredupkan jati diri kesukuan untuk mencegah
terjadinya konflik, di antaranya dengan selalu
252

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

menanamkan konsep nilai


Dengan dakwah
universal dalam Islam.
melalui majlis
Konsep Islam univertaklim itulah
sal yang disampaikan
Ustadz Abdul
Ustadz Mutholib antara lain,
Mutholib
kesejajaran umat manusia,
mempergunakannya
tak ada perbedaan dan
sebagai instrumen
semua satu saudara meski
meredupkan jati
berbagai suku bangsanya.
diri kesukuan
Hal itu dapat ditanamkan
untuk mencegah
dalam kehidupan sehariterjadinya konflik,
hari kepada jamaahnya
pada khususnya dan
kepada warga Muara Baru pada umumnya.
Selain tausiah yang disampaikan oleh
ulama, dibentuk pula suatu organisasi Dai
Dewan Akbar Indonesia. Keberadaan
organisasi ini berlatar belakang, memanasnya
situasi menjelang Pemilu 1999. Saat itu,
menjelang pesta demokrasi, warga Muara Baru
antusias menyambut dengan melakukan
kampanye-kampanye sesuai dengan partainya
masing-masing. Di dalam situasi seperti ini
Muara Baru, sangatlah rentan konflik diantara
para pendukung partai yang berbeda.
Situasi kemudian bertambah memanas
akibat warga saling mengkampanyekan
partainya. Untuk mencairkan kondisi yang sudah
memanas itulah, Ustadz Abdul Mutholib
mendirikan organisasi tersebut. Organisasi itu
253

GEGER KALIJODO

dibentuk dengan maksud untuk mengalihkan


perhatian warga dari persoalan politik Nasional.
Caranya warga diarahkan untuk tidak lagi
membicarakan masalah politik, tetapi diajak
untuk membicarakan masalah yang lain, seperti
masalah sosial. Sehingga warga akan sejenak
melupakan partainya, tetapi berganti ke
persoalan lain. Dengan upaya tersebut, menurut
Ustadz Abdul Mutholib sangat efektif. Dikatakan
olehnya bahwa pada PEMILU tahun 1999, cara
itu sangatlah efektif dalam meredam terjadinya
konflik di dalam warga Muara Baru yang tengah
memanas akibat persoalan kepartaian. Cara itu
sangat efektif, karena situasi warga sudah
memanas, tetapi karena perhatian dan
pembicaraan mereka saya alihkan ke persoalan
lain, konflik dapat diminimalisir, Ujar Ustadz
Abdul Mutholib saat ditemui penulis.
Cara lain juga ditempuh, untuk menjaga
netralitas agar umatnya tidak terpecah, Ustadz
memilih bersikap netral dan tidak terlibat dalam
kampanye suatu partai tertentu. Sikap tidak mau
terlibat dalam kampanye untuk mendukung
sebuah partai tertentu ditunjukkan oleh Ustadz
Abdul Mutholib demi menjaga perpecahan di
antara warga. Karena apabila dirinya terlihat
berkampanye dan mendukung sebuah partai
tertentu akan membuat warga yang berbeda
partai dengannya, tidak mau mengundangnya
untuk berceramah di RT-nya. Sehingga apabila
254

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

terjadi seperti itu, berarti perpecahan sudah


terjadi. Oleh sebab itu, dirinya tidak mau melihat
warga Muara Baru terpecah-belah gara-gara
dirinya terlibat dalam kampanye sebuah partai.
Karena apabila perpecahan terjadi, konflik
massal sulit untuk dihindari.
Dari gambaran itu, jelas
Cara itu sangat
pengaruh seorang tokoh
efektif, karena
amatlah besar. Maka bisa
situasi warga
dikatakan bahwa peran
sudah memanas,
seorang tokoh dalam upaya
tetapi karena
memantapkan keteraturan
perhatian dan
sosial sangatlah besar.
pembicaraan
Sebagai contoh lain saat
mereka saya
terjadi konflik antarkomunitas
alihkan ke
suku bangsa Sunda asal
persoalan lain,
Serang dengan suku bangsa
konflik dapat
Makassar seperti yang telah
diminimalisir,
disebutkan dalam bab
sebelumnya, di mana kedua
tokoh dari kedua belah pihak mampu bertindak
sebagai penengah dalam meredamkan situasi
konflik, di samping pihak aparat kepolisian.
Fungsi sebagai penengah yang diemban tokoh
masyarakat dalam situasi konflik tersebut, jelas
merupakan salah satu peran dalam upaya
memantapkan keteraturan sosial di dalam
masyarakat Muara Baru.
***
255

GEGER KALIJODO

F
Peran Pamswakarsa

am swakarsa memiliki peran yang banyak terhadap upaya


pemantapan keteraturan sosial yang ada.

Keberadaan pamswakarsa pun memiliki


peran yang besar dalam upaya pemantapan
keteraturan sosial di masyarakat Muara Baru.
Hal itu karena pamswakarsa memiliki tanggung
jawab dan tugas mengayomi para pengguna
jasa, terutama di tempat pasar pelengan ikan,
dan di sekitar kawasan Muara Baru.
Dari tugas dan kewajibannya itu peran pam
swakarsa menjalankan seperti halnya dengan
peran yang dimiliki oleh petugas polisi. Yaitu
mengayomi, melindungi serta menjaga
ketertiban setempat. Secara khusus Pam
swakarsa mampu meminimalisir maraknya aksi
pemalakan serta pencurian yang dilakukan preman. Karena sebelum dibentuk pam swakarsa
di kawasan Pasar Ikan Muara Baru aksi
256

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pemalakan dan pencurian yang dilakukan oleh


preman banyak terjadi.
Dari gambaran itu,
Cikal bakalnya
terlihat bahwa keberadaan
bermula dua
pam swakarsa memiliki
kelompok suku
peran yang banyak terhadap
bangsa yakni
upaya
pemantapan
Makassar dan
keteraturan sosial yang ada.
Serang bentrok,
Karena para pedagang ikan
pemicunya adalah
di Muara Baru tak merasa
preman Makassar
takut lagi bakal menjadi
memalak mobilsasaran pemalakan atau
mobil pelele
pencurian ikan yang
Madura.
dilakukan para preman.
Karena pada umumnya para preman setempat
merasa segan terhadap anggota pamswakarsa.
Rasa segan itu dikarenakan para preman
dengan anggota pamswakarsa rata-rata sudah
saling mengenal. Sehingga anggota
pamswakarsa akan dengan mudah menangkap
pelaku pemalakan atau pencurian, karena
mereka telah kenal dan tahu di mana preman
bersembunyi serta dari kelompok mana.
Dengan adanya penurunan kejahatan itu, aktivitas
jual beli atau perdagangan di pasar Ikan Muara
Baru lebih lancar. Sehingga adanya kelancaran
aktivitas perdagangan itu berpengaruh terhadap
keteraturan sosial di Muara baru.
Dalam pengamatan penulis, pamswakarsa
mempunyai peranan penting dalam keteraturan
257

GEGER KALIJODO

sosial di wilayah Muara Baru, seperti sebelum


terbentuknya pamswakarsa pada tahun 2001.
Cikal bakalnya bermula dua kelompok suku
bangsa yakni Makassar dan Serang bentrok,
pemicunya adalah preman Makassar memalak
mobil-mobil pelele Madura. Bentrokan hebat
keduanya juga menyebabkan kerugian yang
sangat besar di Muara Baru serta korban jiwa
baik yang meninggal dan luka-luka akibatnya
pihak kepolisian merangkul dua tokoh
sukubangsa tersebut yaitu Achmad Lani dan
Daeng Nasir Mille yang bersepakat mengakhiri
perseteruan dan melebur dalam Pam Swakarsa
dan anggotanya diambil sebagian dari dua
kelompok tersebut. Apabila ada yang melanggar
masing-masing kedua tokoh tersebut akan
mengadili dengan cara masing-masing
kelompok tersebut.
Setelah mereka bergabung dalam Pam
Swakarsa kedua kelompok tersebut tampak
akur, namun banyak dari preman-preman lainya
yang tak tertampung dalam pam swakarsa,
tetapi mereka tak berani menggangu
keberadaab pelele atau pedagang ikan di pasar
ikan Muara Baru.
***

258

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

G
Peran Pemerintah Lokal

eran Pemda sendiri di Muara Baru cenderung pasif dan


kurang pengawasan terhadap warga Muara Baru....

Peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam


hal ini terbagi tiga antara lain pihak Kelurahan,
Kecamatan dan Walikotamadya Jakarta Utara,
yang masing-masing mempunyai otorita serta
keterkaitan dengan warga Muara Baru dalam hal
pemerintahan. Meski demikian warga
mempunyai prasangka atau seterotipe
mengenai aparat pemda dari lurah, camat
hingga walikota mengenai keberadaan tanah
hunian warga yang tak diakui atau illegal (liar),
menurut warga mereka mendiami lahan tersebut
bertahun-tahun berdasarkan alih hak atau
membeli tanah tersebut dari tangan ketangan,
karena itu haknya adalah tanah tersebut milik
mereka dengan status tanah negara atau tanah
garapan.
259

GEGER KALIJODO

Peran Pemda sendiri di Muara Baru


cenderung pasif dan kurang pengawasan
terhadap warga Muara Baru dari segi
administrasi pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan dengan sasarannya adalah
masyarakat. Namun hal tersebut tercermin
dalam laporan tahunan 2001/2002, Kecamatan
Penjaringan, mengenai tidak tersentuhnya
warga Muara Baru. Contoh dari segi
administrasi pemerintahan mengenai jumlah
warga di Muara Baru sendiri tak pasti karena
mereka berdasarkan hitungan warga yang
memilik Kartu Tanda Penduduk (KTP),
sedangkan warga pendatang tak terdeteksi.
Dari sisi pembangunan dalam proyek anggaran
2001, terlihat pembangunan yang dibangun
adalah wilayah lain macam penataan kawasan
Sunda Kelapa, pemeliharaan prasarana atau
perbaikan pengurasan saluran PHB Muara
Angke. Gambaran lainnya dari sisi
kemasyarakatan, mengenai keagamaan juga
jarang dikunjungi aparatur Pemda baik dari
pembinaan maupun kunjungan kesehatan yang
memantau kesehatan, status gizi ibu dan anak
melalui program Pusling (Pusekesmas Keliling).
Komentar Walikotamadya Jakarta Utara
Drs. Soebagio sendiri mengungkapkan kesulitan
mengenai warga di Muara Baru, mulai dari
penertiban bangunan liar yang tak terawasi
hingga ribuan warga main patok tanah dan
260

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

aparat pemda sendiri kesulitan menggusur.


Artinya disini walikota sampai aparat Kelurahan
tidak mampu memberikan penyuluhan bagi
warga Muara Baru. Bantuan pengawasan dari
warga mengenai bangunan liar sangat perlu bagi
kita, namun kesadaran warga lebih utama untuk
tidak membangun di area terlarang seperti
bantaran waduk Pluit, bisa menyebabkan banjir,
ujar Drs. Soebagio yang pernah memberi
perintah cakra tiga (harus dilaksanakan),
penertiban bangunan namun tidak berhasil
sampai saat ini.
Bahkan warga mendapat pembangunan
dari dana luar negeri seperti Agra atau Mercy
yang digunakan warga dalam membangun
jembatan-jembatan penghubung sepanjang
Jalan Kebun Tebu. Tiap bulannya warga di beri
kegiatan bersih-bersih seperti menyapu atau
mengakut sampah dari selokan dan di tukar
beras seberat 5 Kg oleh yayasan Agra hingga
warga Muara Baru merasakan manfaatnya
meski Pemda tak menyentuh mereka.
Pandangan Pemda Jakarta Utara, juga
diamini oleh jajaran aparatur dibawahnya, baik
aparat kecamatan maupun kelurahan. Yakni
anggapan sebagian besar warga Muara Baru
dianggap warga sebagai warga liar yang
menyerobot lahan milik negara. Hal itu seperti
diakui oleh Camat Penjaringan Supardan
Setiabudi yang menolak melakukan
261

GEGER KALIJODO

pembangunan fisik di daerah tersebut karena


warga di lokasi tersebut menurutnya adalah
warga liar. Itulah warga Muara Baru yang
mendengungkan reformasi kebablasan
sehingga menempati areal yang bukan
semestinya, masak kita mendata warga tak
resmi dan melegalkan. Lihat saja pembentukan
RT disana mau-maunya warga sendiri, 57
Hal yang sama dikatakan Lurah Penjaringan
A. Muklis yang menyebutkan bahwa tak ada
kewajiban dari pihaknya untuk melakukan
pembangunan fisik di Muara Baru, karena
mereka adalah penduduk liar. Namun diakuinya
bahhwa sebagai pamong dirinya tetap melayani
warga dalam hal pelayanan adminstratif seperti
KTP atau Kartu Keluarga (KK) apabila syaratsyarat prosedur warga Muara Baru terpenuhi.
Padahal, dibanding sikap aparat
pemerintah, warga kelurahan sendiri sangat pro
aktif apabila mendapat undangan dari kelurahan.
Mereka sangat aktif mengikuti kegiatan yang
diberikan Kelurahan seperti penyuluhan. Warga
di Muara baru meski dilihat sangat kumuh dan
miskin mereka sangatlah terpelajar seperti
dikalangan anak mudanya, bahkan pendidikan
mereka ada yang mencapai pasca sarjana.
Namun Lurah A. Muklis menyebutkan kalau
kegagalan pemda adalah melalui pejabat
pendahulunya yang membiarkan pembangunan
rumah-rumah liar di sisi sungai melebihi aturan.
262

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Seperti gubug terpanjang di dunia, untuk


menertibkan tingkat walikota saja tak mampu!
Itu mesti tingkat DKI, ucap Supardan Setiabudi
yang merasa tak berdosa tidak memberikan program apapun untuk warga Muara Baru .
Setelah penulis melakukan pengamatan
dan melakukan konfirmasi dengan warga di
lapangan, terutama di RW 16 yang mempunyai
RT perwakilan mencapai 10 dan warganya
mencapai 1000 KK, mereka mengakui bahwa
aparatur pemda baik tingkat kecamatan atau
kelurahan tak satupun yang mengadakan
pembinaan. Nggak ada
tuh kepedulian Lurah atau Karena para
Camat, kita ada di sini ya pedagang ikan di
membangun
rumah Muara Baru tak
dengan cara membeli dari merasa takut lagi
orang lama, tetapi tetap bakal menjadi
saja dibilang warga liar, sasaran pemalakan
ucap Khonedi warga RT atau pencurian
03.
ikan yang
Seperti terlihat dari dilakukan para
beberapa pertemuan preman. Karena
dengan aparat Kelurahan pada umumnya
dengan warga di Kantor para preman
Kelurahan Penjaringan, setempat merasa
banyak warga yang segan terhadap
menghormati lurah dan anggota
memberi respon yang pamswakarsa.
baik, terutama ketika
263

GEGER KALIJODO

Lurah A Muklis memberi masukan kepada


warga Muara Baru. Kita di sini saling belajar
dan saling kritik kepada warga yang salah yah
harus dibilang salah dan jangan mau menangnya
sendiri, kata A Muklis di depan warga ketika
hadir di ruang pertemuan Kantor Kelurahan
Penjaringan pada tanggal 26 Mei 2002 untuk
membahas segala permasalahan di Muara Baru
dan warga akan menurut apabila ada kepastian
mengenai hak kependudukan mereka di Muara
Baru .
Cerminan demokrasi warga Muara Baru
juga ditanamkan aparat kelurahan yang selalu
mengajak diskusi warganya hingga kedewasaan
berpolitik serta berorganisasi warga Muara Baru
dapat terlihat dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam setiap pertemuan, mereka berani
mengkritik lurah, camat atau walikota sekalipun.
Dapat dikatakan warga Muara Baru dan
kelurahan seperti terlibat tarik ulur mengenai
urusan administrasi kependudukan. Apabila ada
pendatang yang menempati wilayah RW 17
Muara Baru, pihak kelurahan akan mempersulit
warga tersebut dikarenakan surat pindah dari
daerahnya atau lokasi tempat tinggalnya di
Muara Baru, tak memenuhi syarat hingga
kelurahan enggan mengeluarkan lembaran A1,
untuk memproses mendapatkan KTP kepada
warga itu dengan berbagai alasan. Hal itu juga
menyebabkan sebagian besar warga
264

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pengontrak di Muara Baru enggan mengurus


surat-surat atau masalah kependudukan
lainnnya. Hingga ketika penulis mencari datadata mengenai jumlah persis warga pengontrak
atau jumlah warga berdasarkan jenis kelamin,
pekerjaan atau suku etnis pihak Kelurahan
menyatakan tak ada arsipnya.
***

265

GEGER KALIJODO

H
Peran Polisi

iapapun pelaku kejahatan yang melakukan tindak


kejahatan akan diproses sesuai dengan jalur hukum yang
berlaku

Seperti yang telah disebutkan pada bab


terdahulu, Muara Baru adalah sebuah daerah
yang sangat rawan konflik. Terutama sekali jika
laut, tidak dapat memberikan hasil yang cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya. Maka kecenderungan untuk
pecahnya tindak kriminalitas atas nama
kebutuhan perut mencuat ke permukaan.
Biasanya situasi itu bisa berefek secara
langsung terhadap hubungan antarwarga.
Ekses dari rendahnya hasil penangkapan
ikan di laut membuat aktivitas kegiatan ekonomi
di pasar ikan Muara Baru menurun, sehingga
buruh bongkar muat yang memiliki pendapatan
harian menurun pula. Adanya kondisi seperti ini
mempengaruhi prilaku dan psikologis buruh
266

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

bongkar muat. Akibat yang lebih jauh adalah


munculnya tindakan kriminalitas, mulai dari
pencurian kecil-kecilan sampai dengan
pemalakan. Contohnya, pencurian ikan,
meminta jatah rokok, dan memeras orang asing
di jalan, pembeli di pasar dll.
Di samping itu, pertambahan penduduk
yang terjadi secara cepat dan melampaui
penyediaan lapangan kerja di wilayah ini juga
ikut mendorong angka kriminalitas yang tidak
bisa dikatakan kecil. Belakangan jumlah
pengangguran dari angkatan kerja yang ada
juga semakin meninggi sehubungan dengan
pertambahan jumlah penduduk ini. Karenanya
kebutuhan akan rasa aman dari masing-masing
individu juga menguat.
Selain itu sebagaimana layaknya
masyarakat pesisir, masyarakat Muara Baru
juga merupakan masyarakat dengan tipikal
keras. Artinya setiap individu memiliki
temperamen yang cukup tinggi. Mereka
emosinya bisa saja meledak seketika saat,
misalnya, atribut-atribut kesukubangsaan
mereka merasa dilangkahi. Oleh karena itu
peran kambtibmas yang diusung Polri,
khususnya Polsek Metro Penjaringan dan Pos
Polisi Muara Baru di wilayah ini dirasakan
sangat penting untuk membatu mengawasi
situasi keamanan dan sekaligus menekan angka
kriminalitas.
267

GEGER KALIJODO

Bisa dikatakan, hampir setiap tahun angka


kriminalitas di kawasan ini terus bertambah.
Padahal wilayah Muara Baru, sesungguhnya
hanya terdiri dari satu RW dan 22 RT resmi dan
20 RT perwakilan. Namun angka kriminalitas
yang ada, contohnya, sepanjang tahun 2001 saja
mampu menyamai angka kriminalitas yang
terdapat di sebuah kecamatan kecil di wilayah
Jawa Tengah. Pada kurun waktu itu di Muara
baru telah terjadi 36 kasus kriminalitas. Lima
diantaranya nyaris menyebabkan kerusuhan
antar warga yaitu kasus pelanggaran pasal 170
KUHP tentang pengeroyokan, sementara 8 dari
11 kasus 351 KUHP (tentang penganiayaan
berat) juga nyaris menimbulkan bentrokan
antarsuku bangsa. Dengan angka-angka
tersebut terlihat jelas bagaimana tingkat
kerumitan yang dihadapi kepolisian setempat
dalam rangka menekan angka-angka tersebut.
Dalam hal ini pihak kepolisian
mengembangkan berbagai bentuk taktik dan
strategi yang distandarkan tugas pokok Polri,
yaitu berkewajiban menjaga kestabilan
kambtibmas. Selanjutnya dalam praktek
kepolisian setempat juga menerapkan
pendekatan kemasyarakatan yang terwujud
dalam hubungan struktural (kedinasan) dan
hubungan personal individual.
Hubungan kedinasan berkaitan dengan
pendekatan hukum di wilayah Muara Baru.
268

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kepolisian setempat dalam upaya penegakan


hukum dilaksanakan secara tegas. Artinya
segala bentuk tindakan yang dipandang telah
melanggar aturan hukum formal atau KUHP
akan ditangani secara profesional, independen
dan berlandaskan azas
praduga tak bersalah.
Muara Baru adalah
Petugas tidak pandang sebuah daerah yang
bulu terhadap situasi ini. sangat rawan
Siapapun pelaku kejahatan konflik. Terutama
yang melakukan tindak sekali jika laut,
kejahatan akan diproses tidak dapat
sesuai dengan jalur hukum memberikan hasil
yang berlaku misalnya, yang cukup
kasus perbuatan cabul yang memadai untuk
dilakukan oleh Daeng Mado memenuhi
terhadap Daeng Kana yang kebutuhan hidup
terjadi pada 18 april 2001, masyarakatnya.
sesuai dengan laporan Maka
korban 205/K/IV/2001/S. kecenderungan
Penjaringan. Penanganan untuk pecahnya
kasus tersebut sangat tindak kriminalitas
diprioritaskan dan tergolong atas nama
cepat guna menjaga hal-hal kebutuhan perut
yang bersifat pengadilan mencuat ke
warga atau ekses yang permukaan.
berdampak meluas seperti
pengrusakan rumah atau
teror warga kepada keluarga Daeng Mado.
Dalam kasus ini pelaku ditangkap petugas dan
269

GEGER KALIJODO

diproses sampai putusan pengadilan hingga


warga Muara Baru puas dengan hukuman yang
dijatuhkan pengadilan selain sangsi moral dari
warga kepada keluarga Daeng Mado.
Namun adakala petugas dalam menangani
sebuah kasus dilakukan dengan metode
pendekatan terhadap kedua belah pihak. Hal itu
apabila kasus yang ditangani oleh petugas dapat
diselesaikan secara kekeluargaan. Di sinilah
pengaruh peranan kepolisian yang dilakukan
berdasarkan hubungan persahabatan berperan.
Seperti dalam kasus Maudu yang ditusuk
punggungnya oleh Udin Cs di Marlina pada 15
Juni 2001. Kasus yang berdasarkan laporan
248/K/V/2001/S. Diselesaikan secara
kekeluargaan di antara keduanya yang
diperantarai oleh pihak kepolisian Penjaringan.
Tindakan itu dilakukan oleh petugas karena
akan diperkirakan berekses pada terjadinya
konflik massal.
Petugas lantas memberikan biaya
pengobatan terhadap korban yang dirawat di
rumah sakit hingga sembuh. Karena korban
selama dirawat di rumah sakit tidak
mengeluarkan uang, maka korban pun bersedia
menyelesaikan kasus tersebut secara
kekeluargaan. Jadi jelas bahwa dengan cara
pendekatan sangat efektif dilakukan petugas
untuk meredam terjadinya konflik secara massal.
Meski demikian, penanganan semacam ini
270

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

masih juga dipilah-pilah lagi. Apabila korbannya


sampai meninggal dunia, maka proses hukum
terus dijalankan.
Selain berupaya menegakkan hukum yang
ada, aparat kepolisian juga senantiasa
berupaya mencegah terjadinya konflik antar
sukubangsa. Sebagai contoh di antaranya saat
pemilihan ketua RW di Muara Baru. Saat
pemilihan RW di wilayah Muara Baru kondisi
politiknya memanas, akibat masing-masing
kubu berusaha untuk mencari pengaruh dan
dukungan. Dalam mencari dukungan ini, para
kandidat berusaha menggunakan cara-cara
yang apabila ketahuan pihak lawan akan
memicu terjadinya konflik. Cara-cara itu
misalnya saja, politik uang. Seorang kandidat
tak segan-segan akan menyebar uang demi
membeli suara warga. Sehingga tindakan ini
akan memicu terjadinya konflik di Muara Baru.
Maka untuk mencegahnya aparat
kepolisian Polsek Metro Penjaringan,
menempatkan anggotanya di Muara Baru untuk
mengawasi tindakan semacam itu. Penempatan
anggota itu jelas akan mempengaruhi para
calon RW untuk tidak main uang dalam mencari
dukungan suara. Sehingga benturan atau konflik
dapat dicegah. Hal itu karena memang
pemilihan seorang RW di Muara Baru tak kalah
meriahnya dengan pemilihan seorang kepala
desa ataupun lurah. Mengingat pesta pemilihan
271

GEGER KALIJODO

RW sangatlah besar pengaruhnya terhadap


terjadinya konflik, maka pihak aparat kepolisian
Polsek Metro Penjaringan pun terlibat cukup
besar dalan rangka menjaga keamanan Muara
Baru.
Peranan Pospol Muara Baru di sini tak
kalah pentingnya, terutama manfaatnya bagi
warga Muara Baru dalam segi ketertiban dan
keamanan. Pengamatan penulis sendiri
dilapangan menemukan kalau kantor Pos Polisi
Muara Baru hampir setiap hari ada warga yang
mendatangi. Dari warga yang membuat laporan
kehilangan KTP sampai warga yang menjadikan
tempat berkumpul, seperti para Ketua RT di
Muara Baru menyebutkan kalau petugas Muara
Baru sangat ramah dan akrab dengan
warganya.
Hampir tiap hari kita duduk-duduk di
pospol dan mengobrol dengan petugas disini,
banyak yang dibicarakan di pospol sini mulai
wilayah yang rawan atau ada tindak kejahatan,
kita pasti bicarakan dengan Pak Endarwin untuk
antisipasinya, kata Junaedi Ketua RT 16 yang
bersama dengan warganya tampak duduk
didepan Pospol Muara Baru.
Kepala Pospol Muara Baru, Ajun Inspektur
Satu M. Endarwin, mengungkapkan kalau di
pospolnya ada enam anggota yang terbagi dua
shift, yang masing-masing jam tugasnya 24
jam. Kita selalu patroli ke pelosok kampung
272

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

untuk memantau situasi dan waktunya sendiri tak


tentu, tapi sampai malam. Warga di sini kalau
kita kunjungi pasti senang dari jauh saja mereka
sudah teriak, Mampir Pak!, jadi jelas keakraban
warga dengan kita sudah terjalin dan mereka tak
sungkan dengan kita, kata Endarwin
menyatakan kalau warga di Muara baru sangat
menghormati petugas di Pospol Muara Baru.
Informasi yang kecil sekalipun diberikan
warga demi keamanan lingkungan Muara Baru
yang dulunya dikatakan sarang preman, artinya
tindakan kejahatan serta pelaku kejahatan
dapat dideteksi petugas secara dini hingga
kerja sama dengan warga dapat bermanfaat
sekali dalam menekan angka kejahatan.
***

273

GEGER KALIJODO

274

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

277

GEGER KALIJODO

276

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Membandingkan Kalijodo
dan Muara Baru

Suatu senja, ketika melintas di atas jalan


tol Pluit-Grogol, Jakarta Barat, nampak kali banjir
kanal yang lebar beriak tenang keperakan. Di
sebelahnya, kampung Kalijodo, sumpek
nampak damai. Aktifitas warga berjalan normal,
tak ada kegaduhan apalagi aksi bakar-bakaran.
Itulah gambaran Kalijodo sekarang.
Gambaran ini kontras dengan suasana dua
tahun lalu, tepatnya sepanjang tahun 2002. Di
kawasan sempit di pinggir sungai, hingar bingar
terjadi. Dua kelompok preman terlibat dalam
pertarungan yang kejam. Parang, samurai,
tombak, anak panah, menjadi mesin pembunuh
antar dua warga yang berlainan suku tersebut.
Sudah puluhan nyawa melayang di kawasan itu.
277

GEGER KALIJODO

Perkelahian massal, yang berlangsung berharihari, biasanya baru berhenti setelah aksi bakarbakaran lapak-lapak judi yang berdiri di
sepanjang bantaran kali.
Di kawasan padat penghuni ini pula, lahir
jagoan-jagoan yang menguasai tanah-tanah tak
bertuan. Di bantaran kali mereka membangun
gubuk-gubuk liar. Di sini hidup para jagoan
menyewakan tempat-tempat tersebut kepada
para bandot sebutan untuk para bandar
judi untuk beroperasi. Kisah dua jagoan, yang
secara kebetulan berbeda suku bangsa, yang
bersaing memperbanyak jumlah petaruh,
berujung pada perseteruan yang berlarut-larut.
Apalagi, perseteruan itu memiliki akar sejarah
yang panjang di awal tahun 1990-an.
Cerita tutur yang hidup di kedua komunitas,
tentang kehebatan kelompok masing-masing,
menjadi ilalang kering. Hanya persoalan sepele,
keributan antar kelompok pemuda yang mabukmabukan bisa menjadi perkelahian massal yang
berkepanjangan.
Kedua kelompok memperbesar jumlah
kelompoknya seiring dengan semakin
meningkatnya, jumlah petaruh yang ikut perjudian.
Judi, bagi sebagian masyarakat kita dianggap
sebagai sarana membuang sial, sementara bagi
kelompok lain menjadi lahan mencari
penghidupan. Terutama bagi kelompok
penyewa lahan dan lapak.
278

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Mengapa mereka sanggup bertahan lama,


dalam psikologi, ada yang disebut learning
theory. Sebuah perilaku yang mendapatkan
apresiasi positif, maka perilaku ini akan sering
dilakukan. Kalau sebaliknya, apresiasi itu
negatif, maka perilaku ini tidak akan sering
dilakukan. Judi terus-menerus dilakukan
walaupun terus mengalami kekalahan, karena
ada harapan yang disertai kegembiraan kalau
taruhannya kena.
Tugas kepolisian, sebagai penegak hukum,
adalah memberikan pengertian bahwa perjudian
adalah bentuk pelanggaran hukum. Sehingga
tindakan tegas agar mencapai efek deteren,
harus dilakukan. Apalagi, jika ternyata implikasi
lain muncul sebagai akibat suburnya usaha ilegal
tersebut.
Implikasi yang lain yang lebih berbahaya
adalah bangkitnya jati diri kesukubangsaan,
sebagai cara untuk bertahan dan
mempertahankan diri masing-masing kelompok
yang saling bertikai. Apalagi, pengalaman buruk
sepanjang periode reformasi, di mana terjadi
pertentangan kelompok, pecahnya ikatan
persaudaraan sesama anak bangsa, di Maluku,
Kalimantan, menjadi keprihatinan yang
mendalam.
Jika dibandingkan dengan kawasan lain
yang juga memiliki komunitas suku bangsa yang
beragam, Geger Kalijodo sepanjang tahun
279

GEGER KALIJODO

2002, nyaris tanpa henti. Kepemimpinan lokal


yang disegani telah hilang sehingga tak ada
penengah adil yang bisa menyelesaikan konflik
dari warga sendiri. Ini terjadi, karena dua
pentolan warga yang menjadi patron dari grupgrup pemuda itu sendiri yang terlibat dalam
pertarungan.
Dalam situasi serba kacau, upaya
penyelesaian konflik pun menjadi lebih rumit.
Perlu ada pemahaman mendasar atas anatomi
konflik. Tentang sebab terjadinya perseteruan,
faktor pemicu keributan. Perjudian adalah faktor
utama keributan dua kelompok warga yang
berbeda suku bangsa. Karena kedua kelompok
masyarakat tersebut, adalah pengelola usaha
ilegal dan pelanggaran hukum.
Keberpihakan polisi hanya pada tujuan
hukum, bukan kepada pihak-pihak yang
bersengketa baik secara perorangan, kelompok
maupun golongan. Untuk agar kelugasan para
pelaksana operasional di lapangan bisa terjadi,
maka sedari awal kebijakan Polsek adalah
melarang anggota menerima upeti, uang mel,
uang kopi, uang rokok atau apa pun namanya
dari komplek perjudian tersebut. Hanya dengan
cara itu, moral anggota bisa ditingkatkan,
sehingga mereka dapat berbuat tegas di
kawasan tersebut jika ada pelanggaran hukum.
Kebijakan ini secara konsisten juga
dilakukan Pimpinan Polsek. Secara terbuka,
280

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kami sampaikan kepada dua pengelola


perjudian, bahwa kami terus merazia jika
perjudian dibuka. Razia senjata, dilakukan untuk
meminimalkan korban jika terjadi pertarungan
antar dua kelompok. Upaya kedua kelompok
untuk meminta agar polisi bisa membuka lahan
judi pun ditolak.
Perjudian telah membawa dampak
kerawanan yang lebih besar, yakni pertentangan
antar dua kelompok etnis. Jika salah satu
kelompok judi dibuka, maka kelompok lain juga
akan membuka usahanya, jika kedua kelompok
saling membuka usaha ilegal, mereka akan
saling bersaing. Persaingan usaha ilegal yang
keras, tak bisa menggunakan norma bisnis
biasa, etika sudah lama mati di kawasan panas
ini. Hanya ada satu jalan untuk meningkatkan
pengaruh kelompok, menganggu usaha satu
sama lain. Ini berarti pertarungan antar kedua
kelompok akan terus langgeng, sampai satu
kelompok menyatakan diri menyerah atau takluk
kepada kelompok lain. Ini bisa terjadi karena ada
prinsip dalam kehidupan gangster tidak boleh
ada dua macan dalam satu gunung.
Upaya untuk melenyapkan sumber
kejahatan dalam bentuk usaha perjudian, tentu
saja tak hanya bisa dilakukan hanya dengan
penegakkan hukum saja. Ini karena kejahatan
sudah dilakukan secara kelompok, dan
melibatkan masyarakat dalam jumlah besar.
281

GEGER KALIJODO

Usaha perjudian telah membuat sebagian


masyarakat di kawasan Kalijodo tergantung.
Perputaran uang yang cepat, membuat usahausaha informal seperti pedagang kecil dapat
hidup.
Harian Kompas yang melakukan
pengamatan di kawasan itu mencatat, aktivitas
di Kalijodo melibatkan sedikitnya 1000 preman
yang yang tergantung hidupnya dari perputaran
meja judi, sebagai penjaga keamanan. Lima
sampai seribu orang petaruh, ratusan penjaja
makanan dan minuman. Sepertinya tidak lepas
dari kegiatan judi, setiap malam Kalijodo juga
diramaikan sedikitnya 700 wanita tuna susila
(WTS) yang menerima tamu dengan tarif Rp 50
ribu di kamar-kamar yang penggap dan panas.
Community Policing (CP) membekali polisi
untuk memahami denyut nadi masyarakat. CP
juga memperoleh tantangan yang sebenarnya.
Seperti digambarkan oleh Satjipto Rahardjo,
perkembangan CP di Amerika dimulai konsep
problem oriented policing (POP). Perpolisian
tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi
mencari dan melenyapkan sumber kejahatan.
Sukses dari POP bukan dalam menekan angka
kejahatan tetapi ukurannya adalah manakala
kejahatan itu tidak terjadi.58
Dalam situasi kompleks semacam ini,
upaya penyelesaian konflik tak bisa dilakukan
oleh polisi secara otonom. Tindakan hukum
282

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

normatif hanya dilakukan kepada pelaku tindak


kejahatan perseorangan, sedangkan konflik
massa, hanya bisa diredam dengan
mengikutsertakan kekuatan masyarakat lain. Di
sini polisi meminta bantuan kepada Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki
hubungan emosional dan hubungan daerah
dengan kedua kelompok yang bertikai.
Pilihan untuk melibatkan Yayasan Sosial
Masyarakat Sulawesi (YSMS), sebagai
organisasi sosial dan persaudaraan sesama
warga Sulawesi Selatan di Jakarta, menjadi
penting. Kedua kelompok yang bertikai samasama berasal dari Sulawesi Selatan, walaupun
berbeda suku, Mandar dan Bugis Makassar.
Sehingga upaya damai, seolah bukan rekayasa
dari atas, melainkan inisiatif masyarakat sendiri
yang datang dari bawah. Dengan kata lain, polisi
menjadi mediasi tumbuhnya tokoh panutan baru
dari masyarakat.
Selain sebagai mediasi konflik, polisi dan
YSMS juga berupaya membunuh jati diri
kesukubangsaan. Perananan Yayasan
Persaudaraan Sulawesi adalah untuk menarik
kesadaran baru bagi dua kelompok bertikai,
bahwa mereka adalah sama-sama warga
Sulawesi Selatan, bukan lagi warga Bugis
Makassar atau Mandar, yang merantau ke
Jakarta untuk mencari penghidupan. Ikatan
persaudaran menjadi inti utama untuk
283

GEGER KALIJODO

membangkitkan kepercayaan diri, bahwa


mereka sama bersaudara dan jika rukun dan
bekerjasama mereka bisa hidup di kota Jakarta.
Perdamaian juga harus diciptakan dengan
membangun perasaan aman di komunitas
tersebut. Tak ada jalan lain, usaha perjudian yang
ilegal itu kemudian dinyatakan ditutup. Mereka
harus bisa hidup dengan kegiatan produktif yang
legal, bukan sekedar mencari makan dengan
mengandalkan perputaran meja judi. Pada
awalnya kondisi aman itu sulit terjadi, karena
angka kriminalitas naik tajam di kawasan
tersebut, pasca penutupan lokasi judi. Tetapi,
kriminalitas biasa dengan mudah bisa
diselesaikan dengan aksi polisional biasa.
Upaya untuk menekan angka kriminalitas bisa
dilakukan dengan mengetatkan patroli
keamanan dan melibatkan warga sekitar untuk
selalu waspada pada tindak kejahatan,
melakukan pengejaran dan penangkapan
terhadap pelaku kejahatan.
Pada fase awal, razia senjata tajam juga
dilakukan dengan melibatkan tokoh panutan
baru sangat efektif menekan tindak kejahatan.
Penyuluhan kepada warga akan bahaya
penggunaan senjata, dan tak ada gunanya
pertarungan yang meneteskan darah,
disampaikan kepada warga. Sehingga akhirnya
warga sendiri dengan sukarela menyerahkan
senjata tajam yang mereka miliki. Senjata yang
284

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

telah diserahkan kepada aparat penegak hukum


inilah yang kemudian secara simbolis, diberikan
kepada polisi dalam suatu acara yang dihadiri
oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kondisi di Kalijodo ini yang berbeda
dengan kampung Muara Baru. Di kawasan ini,
sumber daya yang diperebutkan antar komunitas
adalah legal. Pusat pelelangan ikan, sebagai
sentra ekonomi dan denyut nadi kehidupan
warga Muara Baru harus dihindarkan dari
pertengtangan antar kelompok. Di sini, pranata
sosial, konvensi yang hidup dalam lingkungan
kecil, hukum nasional bisa ditegakkan. Warga
yang berbeda etnis, suku bangsa, membaur
menjadi satu keluarga Muara Baru. Kesadaran
baru sebagai sesama warga Kampung Muara
tercipta dengan tidak perlu menanggalkan tradisi
asal daerah masing-masing. Kesadaran
sebagai sesama pendatang yang mencari
makan di kawasan pinggir laut Jakarta itu,
dengan sendirinya melunturkan jati diri
kesukubangsaan antar kelompok di Muara Baru.
Para tetua, selalu memberikan kesadaran
bahwa pertentangan hanya memunculkan
kerugian. Perkelahian di kawasan ini hanya
membuat perdagangan bubar. Jika ini terjadi
roda ekonomi tak berputar, sehingga warga
yang akan sulit mendapatkan nafkah bagi
kehidupan keluarganya.
Dalam situasi yang kondusif inilah, warga
285

GEGER KALIJODO

bisa meningkatkan kehidupannya. Mata


pencaharian yang tersedia, putaran uang yang
cepat secara legal, sah dan halal, membuat
hidup warga menjadi tenang. Riak-riak kecil,
bisa cepat diatasi, oleh warga sendiri dengan
satu kesadaran tak ada guna pertentangan yang
berlarut. Dalam kondisi seperti itu, peran polisi
lebih pada mensinergikan potensi-potensi sosial
untuk menciptakan rasa aman.
Kesadaran akan pentingnya kedamaian
terus dipelihara. Lewat Pos Polisi di Muara Baru,
warga Muara Baru yang rata-rata pendatang dan
berpendidikan rendah itu dengan mudah bisa
mengadukan berbagai persoalannya kepada
petugas polisi di Pos Polisi terdekat. Ini bisa
terjadi, lantaran hubungan baik antara polisi di
Pospol tersebut dengan warga sekitar.
Sehingga, berbagai problem dan konflik bisa
diselesaikan secara kekeluargaan dan hukum.
Ini meminimalisir upaya main hakim sendiri di
antara warga masyarakat.
Inilah yang berbeda dengan Kalijodo.
Pertentangan dan pelanggaran hukum,
mengharuskan aparat hukum seperti polisi
berbuat tegas. Kecepatan dan kecermatan juga
diperlukan untuk menyelesaikan persoalan
secara tuntas. Kemampuan polisi diuji, untuk
bisa menyelesaikan masalah ini sampai selesai.
Tentu saja, dalam kompleksitas persoalan
sosial, pengetahuan multi disiplin ilmu,
286

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

diperlukan untuk sebagai dasar menyelesaikan


soal-soal pelik ini. Saat itu, polisi tak hanya
dituntut pengetahuannya tentang hukum saja,
namun juga pengetahuan tentang sosiologi,
antropologi dan psikologi. Sehingga
penyelesaian yang komprehensif bisa
dilakukan, dan out putnya, berupa suasana aman
bisa diwujudkan.
Riak-riak air sungai yang membelah
kawasan Kalijodo, tetap tenang. Kawasan yang
menciptakan legenda turun-temurun dari zaman
penjajahan dan cerita pertarungan dua saudara
di Kalijodo sepanjang tahun 2002, sebagai
potret kecil buramnya kerukunan antar suku
bangsa harus menjadi penutup cerita. Tak harus
ada saling prasangka dan pertentangan antar
suku bangsa di negeri ini. Sehingga, kedamaian
di bumi nusantara bisa diwujudkan di Indonesia
yang sentosa.
***

287

GEGER KALIJODO

Pertikaian hanya menyisakan derita dan bencana (Foto : KOMPAS)

288

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Catatan Kaki
1

Lihat Mohammad Yamin : Naskah Persiapan Undangundang Dasar 1945 Jilid II Tahun 1960. Hal 114-115.
2
ibid, 120.
3
Lihat Penelitian Indonesian Institute for Civil Society (INCIS),
2001
4
Sihbudi (ed), 2001.
5
op cit, INCIS.
6
Lihat Parsudi Suparlan : Diktat Antropologi Perkotaan.
7
Idham Azis dalam penelitiannya memberikan definisi
tentang preman. Pada awalnya kata preman berasal dari
kata dalam bahasa Belanda Vrije Man yang berarti orang
bebas. Ceritera tentang organisasi preman berasal dari
Medan. Ketika penjajah Belanda masih bercokol di Medan
sejumlah pemuda selalu mengusik para tuan kebon
dengan menantang para centengnya berkelahi, merusak
tanaman, tembakau, kelapa dan sawit. Serta membela
para buruh kontrak yang disiksa para centeng.
8
Jenderal (Purn) Drs. Kunarto, Merenungi Kiprah Polri
Menghadapi Gelora Anarkhi II, hal 77-81)
9
Menurut berita Belanda yang ditulis oleh J.H. van Linschoten,
pada tahun 1596, Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan
satu-satunya pelabuhan di Jakarta yang ramai didatangi
oleh pedagang India, Cina, dan Portugis. Perdagangan
lada adalah perdagangan utama, dengan jumlah besar
melebihi perdagangan di India atau Malabar. (Lihat, Adolf
Heuken SJ, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Jilid II,
Cipta Loka Caraka, Jakarta 2000)
10
Sedangkan kelima Afdeling lainnya adalah Afdeling
Meester Cornelis (sebutan sekarang Jatinegara), Afdeling
Tangerang, Afdeling Buitenzorg (sebutan untuk kota Bogor),
dan Afdeling Karawang. (Sejarah Jakarta dalam Karya Jaya,
Kenang-kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta, 19451966, Pemda DKI Jakarta, 1977)
11
Lengkapnya baca Novel Cau-Bau-Kan, karya Remy Sylado,
Gramedia.
12
Suara Pembaruan, 28 September 2001.
13
Antropolog Koentajaraningrat menyebutkan di Indonesia
hidup sekitar 300 kelompok etnik. Dari sekian banyak
289

GEGER KALIJODO

kelompok etnik tersebut, hamper sebagian besar kelompok


etnik itu di Jakarta. Untuk melestarikan kehidupan di daerah
asalnya, mereka mendirikan kelompok paguyuban.
14
Munculnya istilah Gheto di Eropa oada awalnya sebagai
istilah untuk pemukiman kaum Yahudi.
15
S. Menno, Hal 63.
16
Keterangan Jalal dalam pemeriksaan.
17
Kompas, 24 Januari 2002.
18
Idham Azis, Organisasi Arkan Malik dalam Pengelolaan
Judi di Kelurahan X, Jakarta, Thesis Magister Sains Kajian
Ilmu Kepolisian, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2001
19
Parakitri Simbolon, Kompas, 12 Maret 2002.
20
Parakitri Simbolon, Kerusuhan Sosial Kita, Salah
Penjelasan, Salah Penanganan, Kompas 12 Maret 2002.
21
Dikisahkan anggota Tim Buser Polsek Metro Penjaringan
yang berhasil menangkap Jalala.
22
Untuk proses projustisia, bukti terjadinya penganiayaan
dikuatkan oleh visum dokter dari Rumah Sakit Pluit.
23
Keterangan Bedul disampaikan di depan penyidik yang
memeriksanya.
24
TEMPO, No 33, September 1993
25
Kompas 1 Juni 2001, Warga Kalijodo Masih Cemas,
Mereka yang Mengungsi Sudah Kembali.
26
Kompas 18 Februari 2002.
27
Istilah ATM Nasional ini kemudian dikutip oleh media
massa seperti Kompas.
28
Stephan Hurwitz, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta 1986.
29
Riza Sihbudi, (ed) Kerusuhan Sosial di Indonesia,
Grasindo, Jakarta 2001, hal 35.
30
Seusai penandatangan kesepakatan perdamaian, Polsek
Metro Penjaringan juga melepaskan 21 tahanan yang
ditangkap pada Kerusuhan Februari lalu. Mereka yang
dilepas adalah para pelaku perkelahian yang memang
tidak terbukti membawa senjata tajam. Kompas, Dua
Kelompok Warga di Kalijodo Sepakat Damai, Kompas,
10 Mei 2002.
31
Nota Kesepakatan Perdamaian ditandangani pada 8 Mei
2002, oleh masing-masing kelompok antara lain,
Kelompok Mandar: H. Usman Nur, H. Arief, Syahrul,Malik,
290

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Ibrahim, Lukman, Ruswandi. Sedangkan dari kelompok


Makassar antara lain Bedul, dkk.
32
Cerita ini disampaikan oleh Ketua RW 05.
33
Parsudi, Masalah Pemukiman Penduduk Perkotaan, hal
3-50.
34
Menyusul perkelahian besar di kawasan ini, pemerintah
dalam hal ini Pemda Jakarta Utara dan Jakarta Barat,
melakukan penggusuran terhadap kawasan liar Kalijodo,
yang diantaranya masuk kelurahan Angke, Kecamatan
Tambora, Jakarta Barat. Lihat Kompas, 26 Februari 2002.
35
Hans Dieter Evers and Rudiger Korff, Southeast Asia Urbanism: The Meaning and Power of Social Space, alih
bahasa Yayasan Obor Indonesia, 2002.
36
The True Believer, by Eric Hoffer, Alih Bahasa Yayasan Obor,
Jakarta, 1993, Hal 27
37
Antopologi Perkotaan, S. Menno dan Mustamin Alwi,
Rajawali Pers, Jakarta, 1992.
38
Beberapa kasus bahkan menunjukkan eksploitasi pada anakanak terutama bayi-bayi, tidak dilakukan oleh orang tua
mereka. Bayi-bayi mungil itu sengaja disewakan bahkan
dijual kepada para pengemis yang beroperasi di pinggir
jalan, untuk menumbuhkan rasa iba. Beberapa kasus
pernah diberitakan media massa nasional.
39
Kompas 15 Juli 2002.
40
Parsudi Suparlan, Diktat Antropologi Perkotaan, Ciri-ciri
Masyarakat Pendatang di Jakarta, Jurusan Antopologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1996, hal 3-63
41
Ibid, hal 49-50.
42
Soetjipto Wirosardjono, Pengertian, Batasan dan Masalah
Sektor Informal, Prisma, 1985.
43
Kompas, 4 Oktober 2001, Massa Rusak Tiba Mobil Saat
Penertiban Becak.
44
Frederik Barth, Introduction dalam Frederik Barth (ed.),
Ethnic Groups and Boundaries, hal. 9-38. (Boston, Mass:
Little, Brown, & co, 1969)
45
Suparlan, Konflik Antar Sukubangsa dan Upaya
Mengatasinya, (Singkawang: Makalah dalam Temu Tokoh
Sejarah dengan Generasi Muda, 2002)
46
Parsudi Suparlan, Ph.D, Hubungan Antarsuku Bangsa,
291

GEGER KALIJODO

(Jakarta: Diktat Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 1999),


hal 5
47
Rosdullah adalah tokoh tukang becak yang pernah
mencalonkan diri sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
48
Wawancara dengan Erwin warga asli Madura pada tanggal
20 April 2002
49
Wawancara dengan Adi Sulaiman Selasa 16 april 2002
50
Wawancara dengan Madin salah satu warga di Muara Baru
pada tanggal 25 April 2002
51
Wawancara dengan ADI SULAIMAN, warga yang bekerja
sebagai Pam swakarsa pada 16 April 2002.
52
Wawancara dengan ASMAN pada 29 April 2002
53
Wawancara dengan Ketua RT 18, Junaedi
54
Wawancara dengan TANURI pada 16 April 2002
55
Kasim ditemui penulis, Selasa 16 april 2002
56
Lihat Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta:
Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993), hal. 170
57
Wawancara dengan Supardan Setiabudi 9 April 2002
58
Satjipto Rahardjo Pengantar Diskusi Tentang Community
Policing di Indonesia, Seminar Polisi Antara Harapan
dan Kenyataan Sespati Polri, Jakarta, 2 Februari 2001.

292

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Daftar Pustaka
Buku:
-Barth, Frederik, Kelompok Etnik dan
Batasannya, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1988.
-Bayley, David H, Police For The Future,
Edisi Indonesia, Polisi Masa Depan, Jakarta,
Penerbit Cipta Manunggal, 1998.
-Berry, David, The Principles of Sociology,
Edisi Bahas Indonesia Pokok-Pokok Pikiran
Dalam Sosiologi, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 1995.
-Brouwer, MAW, Studi Budaya Dasar,
Bandung, Penerbit Alumni, 1986.
-Budihardjo, Eko, Lingkungan Binaan dan
Tata Ruang Kota, Yogyakarta, Andi 1997.
-Creswell, John W, Research Design Qualitative Approaches, California, Copyright by
Sage Publications Inc, 1994.
-Dieter Evers, Hans & Rudiger Korff,
Urbanisme di Asia tenggara, Makna dan
kekuasaan dalam Ruang-ruang Sosial,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2002.
-Dirdjosisworo, Soedjono, Dr, SH, Ruang
Lingkup Kriminologi, Bandung, Remaja Karya,
1986.
-Earl, Babbie, The Practice of Sosial Research, Wadsworth Publishing Company, 1992.
-Finlay, Mark & Zvekic Ugljesa, Alternative
293

GEGER KALIJODO

Policing Styles Cross Cultural Perspectives,


Disadur oleh Kunarto, Alternatif Gaya Kegiatan
Polisi Masyarakat, Tinjauan Lintas Budaya,
Jakarta, PT Cipta Manunggal, 1998.
-Geertz, Clinford, Abangan, Santri, Priyayi
Dalam Masyarakat Jawa, Edisi Indonesia,
Jakarta, Yayasan Ilmu-ilmu Sosial bekerjasama
dengan PT Dunia Pustaka Jaya, 1983.
-Gidens, Anthony & David Held (Eds)
Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai
Kelompok, Kekuasaan dan Konflik, Jakarta, CV
Rajawali, 1982.
-Goldthrorpe, JE, Sosiologi Dunia Ketika
Kesenjangan dan Pembangunan, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1992.
-Heuken, Adolf SJ, Sumber-sumber Asli
Sejarah Jakarta, Jilid II, Jakarta, Cipta Loka
Caraka, 2000
-Hurwitz, Stephan, Saduran L. Moeljatna,
Kriminologi, Jakarta, Bina Aksara, 1986.
-Kunarto, Jenderal (Purn) Drs, Merenungi
Kiprah Polri Menghadapi Gelora Anarkhi II,
Jakarta, Cipta Manunggal, 1999.
-Haviland, William A, Antropology, Jilid
1,4th edition, Cetakan ke-3, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, Airlangga, 1992.
-Harris, Peter dan Ben Reilly, Demokrasi
dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan
Untuk Negosiator, Jakarta, Lembaga
Penerbitan, Pendidikan dan Pengembangan
294

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Pers Mahasiswa (LP4M), Interasional IDEA,


2000.
-Ihromi, TO, Antrologi Suparlan Sebuah
Bunga Rampai 1993, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, 1993.
--, Pokok-pokok Antropologi
Budaya, Jakarta, PT Gramedia, 1990.
-Kelling, George L & Coles Chaterine M,
Fixing Broken Windows, 1996, Disadur oleh
Kunarto, PT Cipta Manunggal, 1998.
-Koentajaraningrat, Kebudayaan Jawa,
Jakarta, PN Balai Pustaka, 1984.
, Pangantar Ilmu Antropologi,
Jakarta, Rinneka Cipta, 1990.
-Parsudi, Suparlan, Manusia Kebudayaan
dan Lingkungan, Jakarta, CV Rajawali, 1984.
----,
Orang Sakai di Riau
Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor, 1985.
-Rahardjo, Satjipto, Prof.Dr.SH, Polisi Sipil
dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Jakarta,
Kompas, 2002.
-Sihbudi, Riza, (ed) Kerusuhan Sosial di
Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2001.
-Surata Agus, Taufiq Andrianto Tuhana,
Atasi Konflik Etnis, Yogyakarta, Global Pustaka
Utama Bekerjasama dengan Gharba dan UPN
Veteran Yogyakarta, 2001.
-Widjaja, AW, Editorial Manusia Indonesia,
Individu Keluarga dan Masyarakat, Jakarta,
295

GEGER KALIJODO

Akademika Pressindo, 1985.


Karya Ilmiah Non Publikasi
-Azis, Idham, Organisasi Arkan Malik
dalam Pengelolaan Judi di Kelurahan X,
Jakarta, Thesis Magister Sains Kajian Ilmu
Kepolisian, Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia, 2001
-Suparlan, Parsudi, Kebudayaan dan
Pembangunan, Inti Ceramah Umum Dr. Parsudi
Suparlan dalam Pertemuan MGMP Sosiologi
Antropologi, pada tanggal 13 Oktober 1998,
diperbanyak oleh MGMP Sosiologi Antropologi
Jakarta, 1998.
-, Hubungan Antar Suku Bangsa,
Kumpulan Diktat Kuliah Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian, tidak diterbitkan, Jakarta, 1999.
---, Diktat Antropologi Perkotaan,
Depok, Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986.
-Tim Pengkajian Bidang Adat Badan
Pembinaan Nasional, Himpunan Laporan Hasil
Pengkajian Bidang Hukum Adat, Jakarta Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman RI, 1985.
Kamus dan ensiklopedi
Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, Ichtiar
Baru-Van Hoeve, 1982.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke3, Jakarta, PN Balai Pustaka, 2001.

296

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Media Massa
Kompas
Media Indonesia
Suara Pembaruan

297

GEGER KALIJODO

INDEKS
Aceh 11, 15
Airud 63
Algadari 15
Ambon ix, xiv, 15, 17, 19,
21, 22, 46, 47

Anderson xi
Arab 17
Aria Natadiningrat 49,
51

Arifin MT 14
Asman 41, 43, 44
Astaria 230
Bachtiar 3,9
Badik 36, 37, 62
Balkan x
Bandar 74, 278
Banten xv, 47, 48, 51
Bar 18, 27, 28
Barth 147
Bati 145, 146
Bedul 38, 40, 41, 39, 43,
52, 53, 54

Belanda 5, 9, 16, 25, 26


Berlan 87
Bimantoro 64
Brimob 64, 66, 93
Bruner 13, 14
Bugis xv, 17, 21, 38
Cabo 26
Cirebon 28, 29, 140

Culik 48, 49
Daeng 36, 55, 69
Dayak ix, xii
Djalil 167, 168
Ernest Renan 6, 7
Erwin 163, 164
Evers 125
Fisher 103
Fitri 184, 185
FPI 20, 43
Gang Kambing 27, 35, 77
Getho 31, 33, 34
Gus Dur 64, 84
HSNI 198, 199
Idham Azis 42
Incis 14, 15, 16
Indramayu 151, 165, 186,
187

Irian Jaya 11
Jagoan 35, 55
Jakarta xv, xvi, xviii, xx, 14,
15, 16, 17, 18, 21, 22, 28,
29, 32, 42, 44, 46, 47
Jalal 35, 36, 37, 38, 45, 51
Kalijodo xv, xvi, xviii, xx, 22,
25, 26, 27, 31, 33, 34, 35,
37, 38, 40, 41, 43, 46, 47
Kamilong 56, 57, 58
Kapolsek 28, 40, 44, 54,
53, 76

298

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Kapuk 83, 84
Karawang 12
Ketapang 19, 21, 46
Kohn 7
Kramatjati 87
Krishna xvii, xx, xxi, xxiii,

NU 64, 198
Otto Baur 7
Parno 128
Parsudi xvii, 3, 4, 13
PBB 8
PDIP 200
Pejagalan xv, 22, 28, 35
Pekalongan 29
Penjaringan xv, xviii, xx,

xxiv

Kupang 12, 21
Lamongan 232
Lao Tze 46
Leang 55, 56, 88
Lewis 126, 127, 132
Linton 131
Madura ix, xii, 151
Makasar xii, xxii, 21, 22,
31, 33, 37, 41, 47
Makbul xviii
Mami 28, 29
Mamiri 141, 142
Mandar xv, xxii, 22, 31, 33,
38, 41, 47, 51
Mangga Besar 26
Mattulesy 88, 89
Medan 13, 14
Melayu ix, 5, 17
Muara Baru xv, xvi, xx, xxi,
xxii, xxiii, 22
Muhammadin 165
Mukri 178
Mutalib 252, 253, 255

299

xxiii, 22, 25, 26, 27, 35,


38, 40
Pluit 37, 52, 156, 261
Polda 40, 41, 63
Polres 44, 63
Poso xiv
Prasodjo xviii
Preman 158, 257, 258
Priok 124
Rahman 156, 157, 201,
214
Rengasdengklok 12
Riau 11
Rony 47
Rosdullah 252
Sambas ix, xii, 12, 15
Sanggauledo 12, 46
Sari 27, 28, 29
Serang xv, 47, 48, 51
Sindikat 29
Situbondo 12

GEGER KALIJODO

Smith 229
Sri 128, 129
Stodard 7
Suding 137, 138
Sulaiman 169
Sunda 25
Sylado 26
Tambora 64
Tangerang 57
Tasikmalaya xii, 12, 29,
46

Tegal 151, 184, 185, 186


Thionghoa xii, 27
Tito x
TKBMI 199, 201, 219
Traffiking 29
Udin 35, 36, 37, 41
Untaes x
UPC 198
Ury 103
Weber 104
Wirosardjono 131
Yanto 35
YSMS 104, 106, 111
Yugoslavia x

300

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

301

Anda mungkin juga menyukai