Anda di halaman 1dari 2

Permasalahan gizi bagi bayi lima tahun (balita) merupakan fokus utama

pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).


Selain permasalahan gizi kurang dan gizi buruk, yang perlu juga mendapatkan perhatian
serius adalah pertumbuhan terhambat, yakni tinggi badan tidak sesuai umur pada balita.(1)
Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit
2 standar deviasi (SD) di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang
menjadi referensi internasional. Keadaan ini diinterpretasikan sebagai keadaan malnutrisi
kronis.(2) Masalah gizi, khususnya stunting, menghambat perkembangan anak, dengan
dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.(3)
Keadaan gizi kurang masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang
sangat penting di abad ke21 ini.(2) Data World Health Organization (WHO) mencatat
terdapat 162 juta balita menderita stunting dan 56% anak penderita stunting berada di
Asia.(4) Menurut data United Nations Childrens Fund (UNICEF) 2009, Indonesia
termasuk dalam lima besar negara dengan prevalensi stunting terbanyak di Asia dan
Afrika.(5) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia prevalensi
stunting untuk anak balita secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi
peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Terdapat 20 provinsi
yang memiliki angka prevalensi stunting di atas prevalensi nasional. Provinsi NTT
merupakan provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi untuk tingkat nasional.(6)
Rikesdas Provinsi NTT tahun 2007 menunjukkan Kabupaten Kupang berada di urutan
ke5 prevalensi stunting per kota dan kabupaten.(1) Terdapat 25 puskesmas di Kabupaten
Kupang, salah satunya ialah Puskesmas Tarus yang berada di Kecamatan Kupang
Tengah. Berdasarkan data peneliti sebelumnya terdapat 1.894 balita yang berkunjung dan
didapatkan 417 balita mengalami stunting pada periode Juni sampai Desember 2012.(7)
Kemampuan motorik adalah kemampuan untuk melakukan gerakan.(8)
Perkembangan gerakan motorik dapat menggambarkan dampak jangka pendek stunting
pada usia kanak-kanak dini (2 6 tahun) sedangkan prestasi, perkembangan kognitif dan
perkembangan perilaku dapat menggambarkan dampak jangka panjang stunting pada
usia kanak-kanak lanjut (6 13 tahun).(2) Penyimpangan perkembangan harus dideteksi
secara dini. Presiden Republik Indonesia (RI) telah mencanangkan gerakan nasional
pemantauan tumbuh kembang anak pada 23 Juli 2005. (9) Demikian pula dengan dampak
stunting yang harus dideteksi secara dini melalui perkembangan gerakan motorik guna
memperbaiki perkembangan anak dalam usia kanak-kanak lanjut.(2)
Prestasi sekolah yang buruk merupakan salah satu dampak jangka panjang
stunting. Berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun
2013, Provinsi NTT menempati peringkat ke29 nasional dari 33 provinsi, sedangkan
tahun 2012 dan tahun 2011 Provinsi NTT menempati peringkat terakhir nasional. Sejalan
dengan hasil penelitian di Kupang dan Sumba Timur yang menyatakan siswa stunting
lebih banyak memiliki prestasi belajar yang kurang, sementara siswa non stunting lebih
banyak memiliki prestasi belajar yang baik.(10)

Usia 12 36 bulan atau yang dikenal dengan masa toddler termasuk dalam
periode emas pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa ini merupakan periode yang
sangat penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual.(11) Setiap
anak berhak mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimal termasuk
perkembangan motorik, namun untuk mendapatkan tumbuh kembang anak yang optimal
bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
sehingga anak dapat mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif,
komunikasi, motorik, adaptif atau sosialisasi. Salah satu faktor yang turut mempengaruhi
tumbuh kembang anak adalah status gizi anak berdasarkan TB/U.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang terjadi peneliti termotivasi untuk
meneliti hubungan stunting dengan perkembangan gerakan motorik pada balita usia 12
36 bulan. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian di Provinsi NTT telah melihat dampak
jangka panjang stunting melalui prestasi belajar anak sekolah sedangkan penelitian yang
melihat dampak jangka pendek stunting melalui perkembangan gerakan motorik anak
masih belum ada, sehingga peneliti pada umumnya ingin melihat stunting dengan
perkembangan gerakan motorik anak usia 12 36 bulan.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang melihat hubungan stunting dengan
perkembangan anak telah banyak dilakukan. Hasil penelitian prospektif Amerika Serikat
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara perlambatan perkembangan anak
(perkembangan gerakan motorik kasar, perkembangan gerakan motorik halus,
perkembangan kognitif, perkembangan bahasa) dengan tinggi badan, berat badan dan
lingkar kepala.(12) Adapun penelitian lain dilakukan di Uruguay juga menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stunting dan perlambatan
perkembangan anak.(13) Terdapat hubungan positif yang siginifikan antara stunting
dengan perkembangan gerakan motorik juga menjadi kesimpulan penelitian lain yang
dilakukan di Nepal.(14) Sementara itu penelitian lainnya telah dilakukan pada anak-anak
stunting yang lahir dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) turut
menyimpulkan bahwa stunting memiliki hubungan positif dengan perkembangan
psikomotor dan mental yang buruk.(15) Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan
adanya hubungan positif antara stunting dengan perkembangan gerakan motorik.

Anda mungkin juga menyukai