Tak selamanya buah hati yang kita damba-dambakan terlahir normal. Apa
saja kelainan yang sering diderita bayi baru lahir? Pada tulisan ini, kita akan
sama-sama mengenali kelainan yang disebut Down's syndrome, cerebral
palsy (kelumpuhan akibat cedera otak besar), unenchepalus (tak punya
tulang tengkorak bagian atas), serta penyakit jantung bawaan.
Down's syndrome
Down's syndrome atau sindroma Down (SD) ditemukan oleh John Langdon
Down, seorang dokter Inggris pada tahun 1966. Penyebabnya adalah
'kelebihan jumlah' kromosom nomor 21 pada sel tubuh anak. Normalnya,
tubuh manusia memiliki miliaran sel yang masing-masing mempuyai pusat
informasi genetika yang disebut kromosom. Sebagian besar sel tubuh
mengandung 23 pasang kromosom. Dalam kasus SD, kromosom nomor 21
jumlahnya tidak sepasang, melainkan tiga.
Istilah medisnya Trisomy 21. Kelebihan kromosom ini menimbulkan
guncangan sistem metabolisme dalam sel, yang mengakibatkan SD. SD
sendiri memunculkan kelambatan mental pada penderita, meski tak tertutup
kemungkinan penderita memiliki kecerdasan normal atau bahkan di atas
rata-rata.
SD adalah kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Di Indonesia saja
terdapat 300 ribu kasus. Dari hasil penelitian, SD menimpa satu dari 700
kelahiran, dan umumnya terjadi pada kelahiran saat ibu berusia di atas 30
tahun. Semakin tinggi usia ibu, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
SD.
Ada tiga jenis SD ditilik dari kelebihan kromosom 21 tersebut. SD primer
adalah kelebihan kromosom 21 pada seluruh sel tubuh anak. Kebanyakan
peristiwa ini ditemukan pada sel telur wanita yang hamil di atas usia 30
tahun. SD sekunder terjadi jika salah satu kromosom 21 yang berlebih itu
menempel pada kromosom lain (misal, kromosom 12, 13, 14, atau 22).
yang seharusnya tertutup ternyata terbuka, atau pembuluh darah yang salah
sambung.
Jenis cacat jantung bawaan lainnya: ruang jantung terlalu sempit, arteri
utama hampir tertutup, katup jantung tak normal dan bocor, serta
penyempitan aorta atau batang nadi. Pada kasus penyempitan aorta atau
batang nadi, aorta sangat menyempit pada satu tempat. Akibatnya, pasokan
darah beroksigen ke seluruh tubuh menurun. Bilik jantung sebelah kiri
dipaksa bekerja lebih keras, sehingga timbullah tekanan darah tinggi.
Banyak kasus yang tak serius dan tak disadari sepanjang hidup. Kasus
lainnya sembuh sendiri, tetapi sebagian lagi dapat mengancam nyawa dan
harus diperbaiki dengan teknik operasi - mulai dari jahitan sederhana
sampai penggantian bagian yang tak berfungsi dengan benda sintetis. b
Rahmi Hastari/Dari berbagai sumber
Ketika Ujian Ini Terasa Berat...
Lebih banyak beristirahat. Temukan cara untuk menjauhkan stres saat
merawat si kecil hari ke hari. Ambil waktu beberapa jam seminggu untuk
melakukan kegiatan tanpa si kecil. Gunakan waktu itu untuk refreshing atau
relaksasi.
Lebih banyak mengungkapkan perasaan. Jangan menahan atau menumpuk
kecemasan, ketakutan, dan keluhan. Bagikan kepada pasangan, orangtua,
mertua, saudara, ipar, sahabat, dokter, orangtua lain yang bermasalah
sama, atau konselor jika perlu.
Carilah lebih banyak bantuan. Andalkan keluarga atau teman-teman untuk
membantu melakukan hal-hal yang tak tertangani. Tak usah merasa
bersalah, sepanjang kita tak menyalahgunakan waktu dan tenaga yang
mereka berikan.
Cerebral Palsy
Cerebral palsy (CP) adalah sekelompok gangguan akibat cedera pada bagian otak
besar (cerebrum). Otak besar adalah pengontrol aktivitas gerak anggota tubuh.
Jika otak besar rusak, sistem saraf pusat pun mengalami kerusakan, sehingga satu
atau beberapa anggota tubuh mengalami paralisis (palsy) atau kelumpuhan.
CP merupakan salah satu gangguan gerak yang paling sering terjadi pada anakanak (diperkirakan terjadi pada 1-2 anak per 1.000 kelahiran). Berbagai penelitian
di Amerika Serikat menyatakan, yang rentan terkena CP adalah bayi yang berberat
lahir sangat rendah (di bawah 1.500 gram). Kelainan ini dapat terjadi sebelum lahir
(terutama akibat gangguan pembentukan otak janin pada tiga setengah bulan
kehamilan), akibat proses kelahiran (misal karena proses kelahiran susah, macet
saat lahir, atau vakum copot beberapa kali sehingga bayi mengalami perdarahan di
otak), setelah kelahiran, atau beberapa bulan setelah bayi lahir.
Menurut Mayo Clinic Family Healthbook, 50% kasus CP tak diketahui sebabnya, 1020% disebabkan kerusakan otak akibat cedera atau penyakit semisal meningitis
(radang selaput otak), encephalitis (radang otak), atau herpes vagina yang diderita
ibu. Selain itu, ibu merokok, pengguna obat-obatan atau minum alkohol (juga jamu
peluntur) selama hamil, ketidakcocokan faktor rhesus, kelahiran prematur dan
hipertiroid pada ibu hamil, diduga juga berperan. Sedangkan faktor keturunan,
kurangnya suplai oksigen pada janin, serta trauma atau cedera saat kelahiran,
masih diperdebatkan apakah ikut berperan atau tidak.
CP akibat proses persalinan dan penyakit (meningitis atau herpes vagina) kini
makin berkurang. Ini karena pelayanan kebidanan makin baik dan kemajuan ilmu
kedokteran. Ancaman herpes vagina, misalnya, dapat diatasi dengan persalinan
cesar. Namun penyebab CP yang masih tinggi saat ini adalah bayi prematur dan
bayi sangat kuning. Rata-rata bayi yang lahir prematur pembentukan otaknya
belum sempurna, sehingga risiko mengalami CP pun lebih tinggi. Sedangkan bayi
yang lahir sangat kuning, bilirubinnya dapat melekat pada otak sehingga bisa
menyebabkan ganguan dan kelumpuhan.
CP ringan atau sedang - berupa keterlambatan perkembangan - dapat sembuh
dengan bantuan fisioterapi. Sedangkan CP berat bisa menyebabkan kelumpuhan
total, keterbelakangan mental, tuli dan epilepsi pada penderitanya. Penderita CP
berat umumnya juga ber-IQ rendah karena adanya kerusakan pada otak kanan
atau kiri.