Anda di halaman 1dari 20

1

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan

sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu
gugus asetil. Asetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilin. Amina aromatis primer
dapat bereaksi dengan anhidrida asetat membentuk larutan monoasetil. Bila pemanasan
selama reaksi diperpanjang dan kelebihan anhidrida asetat, maka akan menghasilkan
bentuk/turunan diasetil. Umumnya bentuk diasetil tidak stabil dalam air dan mengalami
hidrolisis menjadi bentuk monoasetil (Priyatmono, 2008).
Asetanilida dapat dibuat dari anilin dan anhidrida asetat. Mekanisme reaksinya
menyangkut serangan nukleofil oleh anilin pada karbon karbonil dari suatu turunan asam.
Anilin adalah benzena tersubstitusi yang bereaksi lebih mudah daripada benzenanya
sendiri. Jadi anilin bereaksi substitusi elektrofilik lebih cepat daripada benzena. Hal ini
disebabkan karena anilin mempunyai gugus NH2 yang merupakan gugus aktivasi. Adanya
gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka terhadap subsitusi lebih lanjut. Sedangkan
reaksi dengan nukleofil terhadap anhidrida lebih reaktif dibandingkan ester. Kedua hal
inilah yang menyebabkan reaksi pembuatan asetnilida lebih cepat dibandingkan aster dan
ammonia (Irdoni, 2015).
1.2

Tujuan Percobaan
1. Mempelajari dan memahami pembuatan asetanilida skala labor.
2. Mempelajari pembuatan turunan amida aromatik melalui reaksi amina
aromatik dengan turunan asam karboksilat, yaitu anhidrida asam.
3. Menghitung berat asetanilida yang dihasilkan, persentase rendemen, dan kadar
air

BAB II
Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

LANDASAN TEORI

2.1

Amina Aromatis
Amina merupakan gabungan dari suatu ammonia (-NH 3) dengan hidrokarbon.

Amina diklasifikasikan berdasarkan banyaknya hidrokarbon (alkil atau aril) yang


menyerang/berikatan dengan gugus fungsi suatu ammonia (RNH 2, R2NH, dan R3N)
(Fessenden, 1999).

Gambar 2.1 Rumus Struktur Amina (Fessenden dan Fessenden, 1999)


Amina dan amida adalah sangat mirip yaitu sama-sama mempunyai gugus
karbonil yang membedakan adalah adanya gugus asil pada amida (RCO- atau ArCO-).
Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asilasi atau dapat pula dibuat
dengan mereaksikan antara asam karboksilat dengan menambahkan agen penghidrasi
untuk

menyerap

air.

Agen

penghidrasi

ini

biasanya

menggunakan

DDC

(dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan amida


biasanya menggunakan reaksi asilasi. Contoh dari suatu amina adalah anilin (R-NRR),
sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida (Fessenden, 1999).

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida


Gambar 2.2 Rumus Struktur Asetanilida dan Anilin (Fessenden dan Fessenden,
1999)

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

Amina merupakan suatu basa (lemah) karena dapat mendonorkan pasangan


elektron (menerima proton) kepada atom lain, yaitu pasangan elektron non-bonding dari
nitrogen. Kuat basa dipengaruhi oleh hibridisasi, oleh gugus penarik elektron, dan oleh
konjugasi (Kirk, 1981).

Gambar 2.3 Proses donor pasangan elektron (Fessenden, 1999)


Karena amina merupakan suatu basa yang lemah maka amina akan mudah
teroksidasi daripada amida. Elektron bebas dari atom Nitrogen dapat berpindah ke cincin
benzena dan meningkatkan rapat elektron didalam cincin terutama pada posisi orto-para.
Struktur resonansiuntuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas
elektron secara resonansimeskipun N merupakan atom elekktronegatif (Fessenden, 1999).
Akibat stabilisasi-resonansi, cincin anilin menjadi negatif sebagian dan sangat
menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-, p-) pada cincin anilin
teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan
disbanding m-. Struktur resonansi yang sudah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa
posisi-posisi o- dan p- mengemban muatan negatif parsial sedangkan m- tidak
(Fessenden, 1999).
2.2

Amida Primer
Amida terbentuk dari asam karboksilat yang disebut carboxamides. Amida ini

berbentuk padatan kecuali formamida yang dalam bentuk cairan. Amida tidak
menghantarkan listrik, memiliki titik didih tinggi, dan (ketika cair) adalah pelarut yang
baik. Tidak ada sumber-sumber alam praktis amida kovalen sederhana, tetapi peptida dan

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


protein dalam sistem kehidupan adalah rantai panjang (polimer) dengan ikatan peptida.
Urea adalah suatu amida dengan dua kelompok amino. Amida komersial, termasuk
beberapa kovalen digunakan sebagai pelarut, sedangkan yang lainnya adalah obat sulfa
dan nilon. Kelas kedua, ion amida (seperti garam), dibuat dengan memperlakukan sebuah
amida kovalen, amina atau amonia dengan reaktif logam (misalnya natrium) dan basa
kuat (Fessenden, 1999).
Sebuah turunan dari asam karboksilat dengan RCONH 2 sebagai rumus umum, di
mana R adalah hidrogen atau alkil atau aril radikal. Amida dibagi menjadi beberapa sub
kelas, tergantung pada jumlah substituen pada nitrogen. Yang sederhana atau primer,
yaitu amida dibentuk oleh penggantian gugus hidroksil karboksilat oleh gugus amino,
NH2. Senyawa ini diberi nama dengan menjatuhkan asam "-ic" atau "-OKI" dari nama
asam karboksilat asal dan menggantinya dengan akhiran "amida"(Austin, 2008).

Gambar 2.4 Amida primer (Austin, 2008).


2.3 Asetanilida
2.3.1 Pengertian Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asil amina aromatis yang digolongkan
sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu
gugus asil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih (kristal) tidak larut dalam
minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau
sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat
molekul 135,16 g/gmol (Irdoni, 2015).

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


1

Gambar 2.5 Asetanilida (Priyatmono, 2008)

Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan
cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime
yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun
1899, Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H 2O dengan
katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat
(Priyatmono, 2008).
2

Sifat Asetanilida

2.3.2.1 Sifat sifat fisis:


Rumus Molekul
Berat Molekul
Titik Didih Normal
Berat Jenis
Titik Kristalisasi
Wujud
Warna
Bentuk
(Sumber : Pudjaatmaka, 1992)

C6H5NHCOCH3
135,16 g/gmol
305oC (1 atm) ; 415,21oC (2,5 atm)
1,21 gr/ml
113-60oC (1 atm)
Padat
Putih
Butiran (kristal)

2.3.2.2 Sifat sifat kimia


1. Pirolisa dari asetanilida menghasilkan Ndiphenil urea, anilin, benzen dan
asam hidrosianik.
2. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa,
hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan
panas akan kembali ke bentuk semula.
3. Adisi sodium dlam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan
C6H5NH2.

2.4 Proses Pembuatan Asetanilida dan Kegunaan


2.4.1

Proses Pembuatan Asetanilida


Cincin aromatik dari anilin C 6H5NH2, sangat kaya dengan elektron. Pasangan

elektron sunyi dari N, bisa melakukan delokalisasi dengan sistem dari inti benzen.
Akibatnya anilin sangat mudah mengalami reaksi substitusi elektrofilik. Interkonversi
gugus fungsi amina jadi amida dapat dilakukan dengan mereaksikan amina dengan asetat
anhidrat, suatu senyawa turunan asam karboksilat. Anilin, suatu amina primer aromatik

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


mengalami interkonversi gugus fungsi jadi asetanilida, suatu zat antipiretik (zat penurun
panas), dengan asetat anhidrat (Vogel, 1996).
Beberapa pembuatan asetanilida yaitu:
1

Pembuatan asetanilida dari asetat anhidrat dan anilin


Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya

dengan pendinginan, sedangkan filtratnya di recycle kembali. Pemakaian asetat


anhidrat dapat diganti dengan asetil klorida (Austin, 2008).
C6H5NH2 + (CH3CO)2O
2.

C6H5NHCOCH3 + CH3COOH..............................(1)

Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin


Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan. Karena anilin dan

asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan
pengaduk (Kirk, 1981).
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + H2O.........................................(2)

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150 oC 160oC. Produk dalam
keadaan panas rekristalisasi dengan menggunakan kristalizer (Kirk, 1981).
3.

Pembuatan asetanilida dari keten dan anilin


Keten (gas) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan

akan menghasilkan asetanilida (Kirk, 1981).


C6H5NH2 + H2C=C=O
4.

C6H5NHCOCH3........................................................(3)

Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin


Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan

menghasilkan asetanilida dengan membebaskan (H2S Kirk, 1981).


C6H5NH2 + CH3COSH

C6H5NHCOCH3 + H2S............................................(4)

Dalam percobaan asetanilida ini digunakan proses antara asetat anhidrat dengan
anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah:
a
b

Reaksinya sederhana
Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk
regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan
untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih murah (Nadya,
2008).

2.4.2

Kegunaan Produk Asetanilida


Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia, antara lain :
a
b

Sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan.


Sebagai zat awal pembuatan penicilium.

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

2.5

Bahan pembantu dalam industri cat dan karet.

Bahan intermediet pada sulfon dan asetil klorida

Reaksi dan Mekanisme


Gambar 2.6 dibawah ini adalah gambar pembuatan asetanilida,yang mana mula-

mula anilin bereaksi dengan asetat anhidrat membentuk suatu amida yaitu asetanilida dan
asam asetat (Irdoni, 2015).

Gambar 2.6 Reaksi Pembentukan Asetanilida (Damtith, 1994)

Gambar 2.7 Mekanisme reaksi asetanilida (Adyana, 2004)


Gambar 2.7 merupakan mekanisme reaksi asetanilida. Sintesis asetanilida sebagai
suatu

amida

merupakan

suatu

reaksi

Substitusi

Nukleofilik (SN)

Asil

(addition/elimination) diantara anilin. Amina bersifat sebagai nukleofil, dan gugus


Asildari asetat anhidrida bersifat sebagai elektofil. Asetat anhidrida mengalami
delokalisasi/resonansi membentuk struktur 2, dengan atom O memiliki muatan negatif
(O-) dan atom C memiliki muatan positif (C+) akibat dari ion H+ dari pelarutnya (asam
asetat glasial ). C+ (karbokation) sekunder ini lebih stabil daripada karbokation primer,
karena terdapat halangan sterik yang lebih kecil, sehingga pada stuktur ini tidak

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


mengalami penataan ulang (rearrangement). Pasangan elektron bebas dari atom nitrogen
dari suatu amida tidak suka untuk melakukan delokalisasi/resonansi disekitar cincin
aromatis. Suatu amida distabilkan oleh resonansi yang menyertakan pasangan elektron
non-bonding dari atom nitrogen dan yang kuat menarik elektron yang merupakan akibat
dari adanya gugus karbonil. Elektron dari oksigen yang kuat yang menarik gugus
karbonil memiliki muatan parsial negatif (Fieser, 2000).
Protonisasi dari suatu amida terjadi pada oksigen dibanding nitrogen, amida ini
tersubstitusi pada orto-para. Sehingga elektron bebas nitrogen dari anilin (sebagai
nukleofil = pecinta nukleus) lebih memilih menyerang karbokation sekunder dari asetat
anhidrida yang bersifat sebagai elektrofil (pecinta elektron), dan menyebabkan
perpindahan muatan dari atom C ke atom N yang kemudian N memiliki muatan +
(positif), kemudian elektron bebas dari O membentuk ikatan rangkap dua dengan atom C
bersamaan ketika atom C melepas sepasang elektron ke atom O untuk membentuk
struktur yang paling stabil yaitu dengan terbentuklah asetanilida dan ion asetat. Ion asetat
tersebut diserang oleh anilin yang lain dan terbentuklah ikatan ionik antara keduanya
membentuk garam anilium asetat (Fieser, 2000).
2.5.1

Reaksi Asilasi dan Asetilasi


Reaksi asilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asil kedalam suatu

substrat yang sesuai. Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap
oksigen dan karbon. Jika R mewakili alkil, maka asil mempunyai formula.

Gambar 2.8 Gugus Asil (Pudjaatmaka, 1992).


Asil yang umum dipakai adalah CH 3CO-. Ini disebut sebagai etanoil. Dalam
kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakan alkanoilasi) adalah proses adisi
gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai
agen pengasil. Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat
membentuk elektrofil yang kuat ketika diberikan beberapa logam katalis. Sebagai contoh
pada asilasi Friedel-Crafts menggunakan asetil klorida, CH3COCl, sebagai agen dan
aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena (Adyana,
2004).

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

Gambar 2.9 Contoh Reaksi Asilasi (Pudjaatmaka, 1992).


Asil halida dan anhidrida asam karboksilat juga sering digunakan sebagai agen
pengasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester.
Dalam hal ini, amina dan alkohol adalah nukleofil; mekanismenya adalah adisi-eliminasi
nukleofilik. Asam suksinat juga umumnya digunakan pada beberapa tipe asilasi yang
secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu suksinat
diadisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi adalah sintesis aspirin, di mana
asam salisilat diasilasi oleh asetat anhidrida (Austin, 1984).
Reaksi acetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam
suatu substrat yang sesuai (Irdoni, 2015).

O
R-CO-

Gambar 2.10 Gugus Asetil (Pudjaatmaka, 1992).


Gugus acetyl adalah RCOO- (dimana R = alkil atau aril). Asam Salisilat
merupakan senyawa turunan asam benzoat yang dikenal juga dengan nama asam ortohidroksi benzoat. Perbedaan Reaksi Asilasi dan Asetilasi adalah pada senyawa yang
disubstitusi pada senyawa, pada reaksi asilasi yang di substitusikan adalah gugus asil,
sedangkan pada asetilasi yang direaksikan adalah gugus asetil (Pudjaatmaka, 1992).
2.6

Rekristalisasi

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

10

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


Rekristalisasi merupakan proses pengkristalan kembali, yang bertujuan
mendapatkan kristal yang lebih murni dan bentuk kristalnya lebih bagus. Syarat untuk
rekristalisasi adalah menggunakan pelarut, dimana pelarut yang dipakai harus dapat
melarutkan kristal tersebut. Terdapat beberapa definisi tentang rekristalisasi, yaitu sebagai
berikut:
a

Rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi


digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh

b
c

sampai butiran asli termasuk didalamnya.


Perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis.
Terbentuknya struktur butiran baru melalui tumbuhnya inti dengan pemanasan.
Besarnya suhu rekristalisasi adalah setengah sampai dengan sepertiga dari suhu
logam.
Pelarut adalah suatu zat yang mengandung beberapa bahan (material) yang

digunakan untuk melarutkan bahan (material) lainnya. Pelarut, terutama pelarut organik
mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan, produktifitas, dan efisiensi di lingkungan
kerja atau industri. Pelarut diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1

Pelarut aqueous (Pelarut Air)


Dasar dari pelarut jenis ini adalah air. Sebagai contoh larutan asam, larutan
basa dan deterjen yang dilarutkan di dalam air. Umumnya sistem pelarut air
memiliki tekanan uap yang rendah pada suhu kamar sehingga bahaya potensial
oleh penghirupan dan sistemik toxicity tidak besar (Adyana, 2004).
Contoh dari pelarut air adalah asam-asam organik biasa seperti hidrogen
halida (HF, HCl, HI, dan HBr), asam-asam oksigen seperti nitrat/HNO 3,
fosfat/H3PO4, dan sulfat/H2SO4, dan lain-lain seperti hidrogen sulfida/H 2S, dan
hidrogen sianida/HCN (Fessenden, 1999).
Pengaruh

pelarut

ini

bagi

kesehatan

berubah-ubah

sesuai

dengan

konsentrasinya. Hal yang sering terjadi yaitu kontak terhadap jaringan tubuh
termasuk iritasi (mucous membrane) selaput lendir atau saluran pernapasan.
Seperti iritasi yang disebabkan oleh oksidasi HCl dan dehidrasi oleh H 2SO4,
HCN, dan H2S. Asam-asam tersebut sangat beracun dengan akibat yang berbeda
dibanding dengan asam lainnya. Asam tersebut dapat membentuk senyawa
kompleks dengan logam yang ada dalam enzyme (Cytochrome) yang dapat
mencegah terjadinya metabolisme oksigen dalam sel (Susilo, 2006).
2

Pelarut Non Aqueous (Pelarut Organik)

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

11

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


Pelarut organik sangat berbahaya bagi kesehatan karena pelarut organik
adalah pelarut yang mengandung bahan kimia yang dapat menguap dengan cepat
di udara dan menghasilkan kadar uap yang tinggi pada keadaan tertentu. Bahaya
terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh pelarut organik tidak hanya ditentukan
oleh sifat-sifatnya yang khusus atau karakteristik pelarut, namun juga ditentukan
oleh cara-cara penggunaannya. Pelarut organik mempunyai sifat yang sebagian
besarnya dapat menyebabkan hilangnya kesadaran (pengaruh narkosis). Untuk
mengidentifikasi potensi bahaya suatu senyawa, diperlukan data karakteristik
sifat fisis dan kimiawi senyawa tersebut, diantaranya TVL, VHR, Auto Ignition
Temperature, Minimum Ignition Energy, dan Flammable Limit (Susilo, 2006).
Berikut penjelasan untuk masing-masing kriteria.

TVL (Treshhold Value Limit)


TVL adalah konsentrasi rata-rata berdasarkan waktu untuk 8 jam
(per hari) atau 40 jam kerja per minggu dimana kontak langsung
berulang-ulang tidak akan menimbulkan efek merugikan. Semakin kecil
nilai TVL, semakin besar potensi bahaya suatu senyawa (Susilo, 2006).

VHR (Vapor Hazard Rate)


VHR adalah (saturation consentration, ppm/exposure limit,
ppm). Semakin tinggi VHR, maka semakin besar potensi bahaya suatu
senyawa (Susilo, 2006).

Auto Ignition Temperature


Auto Ignition Temperature atau titik sulut adalah suhu terendah
dimana bahan dapat terbakar dengan sendirinya. Dibawah titik sulut,
kebakaran hanya mungkin terjadibila selain bahan bakar,terdapat juga
oksigen yang cukup, temperatur yang lebih tinggi dari flash point, serta
suatu sumber nyala. Semakin rendah titik sulut, semakin besar potensi
bahayanya (Susilo, 2006).

Minimum Ignition Energy


Minimum Ignition Energy adalah jumlah minimum energi yang
dibutuhkan untuk menyalakan senyawa yang mudah terbakar. Semakin
kecil nilai MIE, semakin besar potensi bahayanya (Susilo, 2006).

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

12

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

Flammable Unit
Flammable unit adalah batas konsentrasi suatu gas dalam
campuran untuk dapat dibakar (Susilo, 2006).

2.7

Perhitungan kadar air dan rendemen


Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai

bidang. Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang industri
bahan kimia. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung
dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105 oC selama
waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air
(Kirk, 1981).
Kadar air dalam makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara:
1

Metode Pengeringan (Thermogravimetri)


Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.

Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan.
Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahannya antara lain:
a

Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap
misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.

Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak
mengalami oksidasi dan sebagainya.

Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Metode Destilasi (Thermovolumetri)


Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan
pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan
tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air.
Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, dan
tetrakhlorethilen (Kirk, 1981).
Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml
pada sampel yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2-5 ml, kemudian dipanaskan
sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam
tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

13

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung
dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung (Kirk, 1981).
Penentuan kadar air dengan cara pemanasan yang dimaksud disini adalah
pengeringan sample dengan menggunakan oven (pemanas). Metode penentuan kadar air
dengan cara pemanasan ini adalah yang paling sering dilakukan dan paling sederhana
Kirk, 1981).
Cara penentuan kadar air dengan metode pemanasan (Oven) ini biasanya di
lakukan untuk sample yang berubah biji-bijian, bubuk, atau padatan lainnya yang tidak
mengandung kadar gula tinggi dan juga tidak mengandung zat-zat volatil yang mudah
menguap (Kirk, 1981)

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

14

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


3.1

Alat Alat yang Digunakan

Tabel 3.1 Alat-Alat yang digunakan


No
Nama Alat
1
Erlenmeyer

Spesifikasi
250 mL

Jumlah
1

Satuan
Buah

100 mL

Buah

Erlenmeyer

Corong Buchner

Buah

Pompa Vakum

Buah

Gelas Ukur

100 mL

Buah

Gelas Ukur

50 mL

4
5

Pipet Volume
Termometer

25 mL
120C

1
1

Buah
Buah

Batang pengaduk

25 cm

Buah

Spatula

Buah

Timbangan analitik

Buah

Corong gelas

Buah

10

Kertas saring

11

Alumunium foil

12

Batu didih

Secukupny
a
Secukupny
a
Buah

13

Wadah sampel

Buah

Bahan- Bahan yang Digunakan

Tabel 3.1 Bahan yang Digunakan


No
1

Nama Bahan
Anilin

Spesifikasi
-

Jumlah
8,7 mL

Asam Asetat Anhidrat

8,1 mL

Akuades

30 mL : 30mL

Etanol

25 mL

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

15

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

3.3

Prosedur Praktikum
1
2

Dimasukkan 8.1 mL asam asetat anhidrat kedalam labu didih alas bulat.
Ditambahkan 8.7 mL anilin kedalam labu alas bulat, dan dimasukkan batu didih

3
4

kedalam labu.
Digoyang-goyangkan labu agar zat tercampur sempurna.
Dipanaskan larutan diatas penangas air pada temperatur 78 0 800C, sambil

5
6

diaduk selama 5 menit.


Dibiarkan campuran menjadi dingin pada suhu kamar, diaduk sekali-sekali.
Diencerkan larutan dengan 30 mL akuades, sehingga terbentuk berupa Kristal

asetanilida.
Didinginkan labu dasar bulat selama 15 menit didalam wadah batu es sampai

8
9
10
11

terbentuk endapan kristal.


Ditimbang kertas saring kosong.
Kemudian disaring endapan menggunakan kertas saring dan corong buchner.
Ditimbang kristal asetanilida.
Larutkan asetanilida dengan 25 mL akuades panas dan 25 mL etanol panas dan

lalu dipanaskan sampai larut.


12 Didinginkan labu dasar bulat selama 20 menit didalam wadah batu es hingga
13
14
15
16
17

terbentuk banyak kristal.


Timbang kertas saring kosong.
Disaring kristal yang terbentuk dengan pompa vakum.
Ditimbang hasil yang didapat.
Dioven kristal asetanilida selama 5x5 menit.
Dihitung rendemen.

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

16

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

3.4

Rangkaian Alat
Rangkaian Pompa Vakum

6
5
4
3
2
1

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Pompa Vakum


Keterangan :
1
2
3
4
5
6

Selang Pembuangan Air pada Pompa Vakum


Alat Pompa Vakum
Erlenmeyer
Saklar
Corong Buchner
Kertas Saring didalam Corong Buchner

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

17

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Tabel Praktikum
1

Volume yang digunakan saat kristalisasi :


Volume asetat anhidrat
: 8.1 ml
Volume anilin
: 8.7 ml
Volume akuades
: 30 ml
Rekristalisasi :
Volume etanol
: 25 ml
Volume akuades
: 25 ml
Berat kertas saring
: 1,103 gram
Berat hasil + kertas saring
: 15.209 gram
Berat hasil
: 3,963 gram
Pemanasan asetanilida dengan oven selama 5 menit :
Pemanasan I
: 3,313 gram
Pemanasan II
: 3,136 gram
Pemanasan III
: 2,923 gram
Pemanasan IV
: 2,821 gram
Pemanasan V
: 2,789 gram
Pemanasan VI
: 2,706 gram
Hasil yang didapat :
% Kadar air
: 31,71 %
% Rendemen

4.2

: 36%

Pembahasan
Reaksi asilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asil kedalam suatu

substrat yang sesuai. Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap
oksigen dan karbon. Pada percobaan ini asetanilida dibuat dengan cara mereaksikan 8,7
ml anilin dengan 8,1 ml asam asetat anhidrat. Anilin dan asam asetat anhidrat berfungsi
sebagai reaktan (pereaksi), sedangkan asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut yang
bersifat asam (melepas ion H +/H3O+) yang juga sangat mempengaruhi reaksi agar
terbentuk suatu garam amina. Pemilihan anilin dan asam asetat anhidrat sebagai bahan
utama pembuatan asetanilida dikarenakan di dalam anilin terdapat gugus amida primer
yang akan berikatan dengan gugus asetil dari asam asetat anhidrat. Dimana anilin sebagai
mengkorversi satu atom hidrogen pada aniin digantikan dengan satu gugus asetil dari
asam asetat anhidrat.

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

18

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


Campuran larutan menghasilkan panas dan bewarna coklat. Selanjutnya larutan
ini dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit, yang bertujuan agar larutan terlarut
sempurna dan mempercepat reaksi yang terjadi. Panas yang ditimbulkan dari campuran
reaksi ini dikarenakan adanya reaksi eksotermis yaitu panas dilepaskan dari sistem
kelingkungan sehingga larutan harus didinginkan pada suhu kamar terlebih dahulu selama
5 menit sambil diaduk sempurna. Campuran yang terbentuk kemudian diencerkan dengan
30 ml akuades untuk terbentuknya endapan, kemudian didinginkandi dalam kaleng berisi
es batu selama 15 menit. Selanjutnya larutan tersebut disaring dengan pompa vakum.
Proses penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi, dan dibantu menggunakan
vacuum pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan
pengeringan cepat selesai. Vacuum pump di sini dapat menggunakan alat tersendiri ataupun
dengan mengalirkan air pada akhir selang penghubung secara terus menerus sehingga
terjadi perbedaan tekanan udara yang akan menimbulkan sedotan.
Dari proses ini didapat berat asetanilida sebesar 15,209 gram. Asetanilida yang
didapat kemudian di rekristalisasi dengan menambahkan 25 ml etanol dan 25 ml aquades
hangat. Hasil rekristalisasi kemudian disaring di pompa vakum dan selanjutnya
didinginkan dengan batu es selama 15 menit untuk membentuk endapan kristal
asetanilida. Akuades berfungsi untuk pembentukan kristal asetanilida yang lebih murrni.
Etanol panas berperan untuk mengikat zat pengotor dan melarutkan kristal asetanilida
sedangkan air berperan untuk membentuk kristal yang lebih murni. Etanol dan aquades
dipanaskan bertujuan untuk meningkatkan kelarutan, jika kelarutan berbeda maka Ksp
akan berbeda, perbedaan Ksp inilah yang membuat asetanilida jadi mengendap didasar
labu didih (Mawarni, 2013).
Hasil rekristalisasi asetanilida ditimbang dan didapat berat basah sebesar 3,963
gram. Selanjutnya kristal asetanilida basah tersebut di oven untuk menghilangkan kadar
air dari kristal asetanilida dan didapat berat asetanilida kering sebesar 2,706 gram.
Dengan rendemen 36 %, kadar air 31.71%. Rendemen yang didapatkan dipengaruhi oleh
waktu pemanasan kurang lama, menyebabkan berkurangnya nilai rendemen

BAB V
KESIMPULAN
Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

19

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


1

Kesimpulan
Kesimpulan dari pratikum Reaksi Asilasi Pembuatan Asetanilida adalah:

Asetanilida dapat dibuat dengan mereaksikan anilin dan asam asetat anhidrat dan

hasil samping reaksi berupa air yang dibuat dalam skala labor (jumlah tertentu).
Reaksi asilasi adalah suatu reaksi memasukkan gugus asil kedalam suatu substrat
yang sesuai. Dalam percobaan ini gugus asil adalah gugus asetat dari asetat
anhidrat ((CH2CO)2O) yang substratnya yaitu anilin (C 6H5NH2) dan hasil

samping air (H2O).


Berat hasil yang diperolah yaitu 2,706 gram. Sehingga rendemen yang diperoleh

yaitu 36 % dan kadar air yaitu 31,71 %.


Saran
Saran untuk pratikan saat melakukan pratikum reaksi asilasi pembuatan

asetanilida adalah:
1

Usahakan suhu saat pemanasan selalu tetap (konstan) sehingga reaksi dapat

berlangsung sempurna.
Perhatikan selalu peralatan safety yang digunakan agar tidak terjadi bahaya yang

tidak diinginkan.
Berhati-hati saat praktikum berlangsung dan gunakan selalu alat pelindung diri

seperi sarung tangan dan masker.


Proses pencampuran sebaiknya dilakukan dalam lemari asam karena reaksi

bersifat eksoterm.
Selalu memperhatikan penggunaan bahan yang berbahaya seperti anilin dan asam
asetat anhidrat harus menggunakan lemari asam untuk penggunaan bahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adyana, I K, dkk, 2004, Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia L.), http://acta.fa.itb.ac.id, 14 Mei 2016.
Austin, George T, 1984, Shreves Chemical Process Industries, 5th ed. McGraw- Hill
Book Co, Singapura.

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

20

Pratikum Kimia Organik/Kelompok V B/S.Genap/2016


Damtith, John, 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta
Fessenden dan Fessenden, 1999, Kimia Organik Jilid 1 dan 2, Edisi ke 3, Jakarta,
Erlangga.
Fieser Williamson, Louis, 2000, Organic Experiment, 7th edition, d.c. Health and
Company, USA.
Irdoni dan Nirwana, 2015, Modul Kimia Organik, Pekanbaru, Fakultas Teknik
Universitas Riau.
Kirk dan Othmer, 1981, Encyclopedia of Chemical Technology, Wiley Interscience, New
York.
Priyatmono, Aris, 2008, Asetanilida, kimiadotcom.wordpress.com, 14 Mei 2016.
Pudjaatmaka, A.H., PhD, 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Jakarta, Erlangga.
Susilo, Cahyo Condro, 2006, Pencegahan pencemaran lingkungan ddi pertamina UP IV
Cilacap, http://eprmts.undip.ac.id/16890/I.cahyo-condro-susilo.pdf, 14 Mei 2016.
Vogel, A.I.,dkk, 1996, Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th Edition,
Prentice Hall.
Williamson, 1999, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 6th edition, 10
Davis Drive, Boston, USA.

Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida

Anda mungkin juga menyukai