Anda di halaman 1dari 11

.

PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman leptospira patogen.
Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis,
hepatitis, demam dengue, deman berdarah dengue dan demam virus lainnya. Kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa
utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi.
Banjir besar di Jakarta tahun 2002, diketemukan 113 pasien leptospirosis dan 20 orang
meninggal. Leptospirosis sering kali tidak terdiagnosis karena gejala klinis tidak spesifik, dan
sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis
dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu
penyakit yang termasuk the emerging infectious diseases.
Mengingat hal tersebut di atas, akan bahaya leptospirosis sehinga perlu sosialisasi
pedoman tatalaksana kasus dan pemeriksaan laboratorium leptospirosis di rumah sakit.
Penyakit leptospirosis mempunyai sinonim (nama lain): Autumnal fever, Conical fever,
Canine typhus, Cane cutters fever, Flood fever, haemorrhagic jaundice, Icteric leptospirosis,
Mud fever, Redwater of calves, Rice field fever, Stuttgard disease, Swamp fever, Swineherds
disease, Trench fever dan demam kemih tikus.
II. PATOGENESIS
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit,
konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan
dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang
ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang
lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada
asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari
infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman
leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan
penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling
penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide
(LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin
bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan
trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira
mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel
lain
yang
mengandung
fosfolipid.

Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo,
toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel
polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.
Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik
disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang
mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi
bilirubin.
Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah,
kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa
uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan
kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang.
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme
pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi
spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus
proksimal ginjal, dan mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa
minggu atau bulan.
III. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis, kerusakan endotel,
dan infiltrasi inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma, histosit dan netrifil. Gambaran
histologi leptospirosis yang mencolok yaitu kerusakan hati, ginjal, jantung dan paru.
a) Kerusakan hati akibat nekrosis sentrilobular yang disertai proliferasi sel kupffer. Sering
ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel-sel parenkim mengecil
dan infiltrasi mononukleus pada daerah portal.
b) Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati, yaitu edema, dan
perdarajhan di medula. Adanya gambaran nefritis interstisial yang berlanjut menjadi nekrosis
tubulus pada kasus berat. Silinder protein, pigmen darah, eritrosit dan sisa sel tubulus dapat
ditemukan di medula tubulus.
c) Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya pembengkakan,
vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit, netrofil dan sel plasma leptospira,
misalnya pada otot gastroknemius.
d) Kerusakan pada jantung ditandai dengan petekie di endokardium dan epikardium, serabut otot
sembah, disertai vakuolisasi, degenerasi dan infiltrasi sel radang. Pada beberapa kasus terjadi
miokarditis toksik atau endokarditis akut.

e) Kerusakan pada paru bervariasi dari inflamasi intetstisial setempat disertai eksravasasi hingga
infiltrasi bronkopneumonik luas.
IV. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dengan masa inkubasi berkisar antara 7 -12 hari dengan rerata 10 hari.
Menurut tingkat keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk
pendekatan diagnosis klinik dan penangannya, para ahli membagi penyakit leptospirosis
menjadi: leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.
Leptospirosis anikterik :
Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik, diperkirakan mencapai
90 % dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis
berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit leptospirosis
antikterik maupun ikterik umumny leptospiraa bifasik karena mempunyai 2 fase / stadium yaitu
fase leptospiremia/fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.
(tabel 1)
Leptospirosis timbul mendadak dengan gejala:
Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten; Nyeri kepala; Menggigil;
Mialgia; Mual; muntah dan anoreksia; Nyeri kepala dapat berat, mirip yang terjadi pada
infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia; Nyeri otot terutama di daerah betis
sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot
sehingga kreatinin fosfokinase akan meningkat, dan pemeriksaan kreatinin fosfokinase dapat
membantu diagnosis klinik leptospirosis.
Adanya canjungtival suffision dan nyeri tekan di daerah betis. Lemfodenopati,
splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat ditemukan meskipun
jarang.Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis
anikterik maupun ikterik.
Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis leptospiraaseptik
yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleiositosis pada cairan serebrospinal
ditemukan pada 80 % pasien, meskipun hanya 50 % yang menunjukkan tanda dan gejala
klinik meningitis aseptik.
Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan, gejala klinik
akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu. Manifestasi klinik menyerupai penyakit
demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus selalu
dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu diagnosis bandingnya, terutama di daerah
endemik dan pasca banjir.

Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa


negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol,
meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru
dalam suatu wabah di cina.
Pada tes pembendungan dapat positif, sehingga pasien leptospirosis anikterik pada
awalnya di diagnosis sebagai pasien dengan infeksi dengue.
Leptospirosis ikterik:
Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau
nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis
serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan
kecepatan memperoleh terapi yang tepat.
Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim
transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal setelah pasien sembuh.
Komplikasi yang terjadi pada leptospirosis merefleksikan leptospirosis sebagai suatu penyakit
multisistem. Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi
perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.
Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun pada
pemeriksaan fisik belum dityemukan kelainan. Kelainan timbul pada hari ke 3 sampai 9
perjalanan penyakit. Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern
yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura. Kelainan
pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian bawah.
Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa organ,
perdarahan masih dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS) merupakan penyebab
utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik.
Penyebab kematian leptospirosis berat adalah koma uremia, syok septikemia, gagal
kardiorespirasi dan syok hemoragik. Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan
kematian pada pasien leptospirosis adalah oliguria terutama oliguria rrnal, hiperkalemia,
hipotensi, ronki basah paru, sesak nafas, leukositosis > 12.900 per mm3 , kelainan
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, dan adanya infiltrasi pada foto pencitraan
paru.
Pasien leptospirosis berat (ikterik, gagal ginjal, manifestasi perdarahan, gangguan
kesadaran akibat uremia) dapat menunjukkan gambaran klinik yang mirip dengan malaria
falciparum berat ( demam, ikterik, gagal ginjal, manifestasi perdarahan, kesadaran
menurunakibat malaria serebral), haemorrhagic fever with renal syndrome (HFRS) yang
disebabkan oleh infeksi hantavirus tipe Dobrava (demam, gagal ginjal, manifestasi perdarahan,
injeksi subkonjungtiva, kadang-kadang ikterik, dan demam tifoid berat dengan komplikasi ganda
(sindrom septikemia, ikterik, azotemia, tendensi perdarahan, soporokoma).

Kelainan gambaran EKG ditemukan > 50 % pasien leptospirosis dalam 24 jam pertaama
dalam perawatan di rumah sakit, dan yang tersering adalah blok artrioventrikular derajat I, dan
fibrilasi atrium.
Hipotensi sering dijumpai pada pasien leptospirosis leptospirosissaat masuk rumah sakit,
dan mayoritas pasien dengan hipotensi, dan mengalami gangguan fungsi ginjal.
Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak. Hal ini mungkin diasebabkan karena
tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa. Pada kasus
berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai penyakit Kawasaki, dengan
perdarahan paru. Manifestasi klinis pada kasus ringan adalah demam dan gastroenteritis.
V. DIAGNOSIS KLINIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis di beberapa rumah sakit tidak sama,
tergantung dari : jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi lingkungan dan lain-lain.
A. Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data bepidemiologis penderita
harus
jelas
karena
berhubungan
dengan
lingkungan
pasien.
Identitas pasien ditanyakan: nama,umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan
jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena
berhubungan dengan leptospirosis.
B. Pemeriksaan fisik
Gejala klinik menonjol yaitu: ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival
suffusion.
Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan.
Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hiri ke 3 selambatnya hari ke
7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang
disertai fotofobia dan injeksi faring; faring terlihat merah dan bercak-bercak.
Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan
hiperestesi kulit.
Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu: hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang
meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis hemoragi. Diatesis hemoragi timbul
akibat proses vaskulitis difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia dan trombositopenia, uji
pembendungan dapat positif. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan
manifestasi dapat terlihat sebagai petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit.
Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata
maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

C. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium umum
Termasuk pemeriksaan laboratorium umum yaitu:
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal atau menurun, hitung
jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat mencapai
26.000 per mm3 pada keadaan anikterik.
Morfologi darah tepi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri.
Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa pembekuan umumnya
normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin
memanjang pada sebagian pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin K.
Trombositopenia ringan 80.000 per mm3 sampai 150.000 per mm3 terjadi pada 50 %
pasien dan berhubung dengan gagal ginjal, dan pertanda penyakit berat jika hitung
trombosit sangat rendah yaitu 5000 per mm 3. Laju endapan darah meningi, dan pada
kasus berat ditemui anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa
terjadi pada stidium lanjut perjalanan penyakit.
2) Pemeriksaan fungsi ginjal
Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder ( hialin,
granuler ataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada
keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mencapai 1 g/hari dengan
disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua
pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognostik, makin
tinggi kadarnya makin jelek prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL.
Proses perjalanan gagal ginjal berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan
terjadi anuri total. Ganguan ginjal pada pasien penyakit Weil ditemukan proteinuria
serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut. Oliguria: produksi urin
kurang dari 600 mL/hari; terjadi akibat dehidrasi, hipotensi.
3) Pemeriksaan fungsi hati
Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik
disebabkan karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan
dengan meningkatnya serum transaminase (serum glutamic oxalloacetic transaminase
= SGOT dan serum glutamic pyruvate transaminase = SGPT). Peningkatannya t idak
pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2 3 kali nilai normal. Berbeda dengan
hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT.
Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat.

Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali
nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim
kreatinin fosfokinase.
b. Pemeriksaan laboratorium khusus
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira
dapat secara langsung dengan mencari kuman leptospira atau antigennya dan secara
tidak melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji serologis
1) Pemeriksaan langsung:
a) Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining
Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah, cairan
prtoneal dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara
hari ke 3 7, dan di dalam urin pada minggu ke dua, untuk diagnosis definitif
leptospirosis.
Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin aliran
tengah, diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan 1:4. Bila jumlah
spesimen banyak dilakukan dua kali pemusingan untuk memperbesar peluang
menemukan kuman leptospira. Pemusingan pertama dilakukan pada kecepatan
rendah, misalnya 1000 g selama 10 menit untuk membuang sel, dilanjutkan
dengan pemusingan pada kecepatan tinggi antara 3000 4000 g selama 20
30 menit agar kuman leptospira terkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen
(10 -20 mL) diletakkan di atas kaca obyek bersih dan diberi kaca [penutup
agar tersebar rata.
Selain itu dapat dipakai pewarnaan Romanowsky jenis Giemsa, dan
pewarnaan perak yang hasilnya lebih baik dibanding Gram dan Giemsa
(kuman leptospira lebih jelas terlihat).
Pewarnaan imunofluoresein lebih disukai dari pada pewarnaan perak karena
kuman leptospira lebih muda terlihat dan dapat ditentukan jenis serovar.
Kelebihan pewarnaan imunofluoresein dapat dicapai tanpa mikroskop
fluoresein dengan memakai antibodi yang telah dilabel enzim, seperti
fosfotase dan peroksidase atau logam seperti emas.
b) Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi DNA
kuman leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer khusus
untuk memperkuat semua strain patogen. Spesimen dari 2 ml serum, 5 mL
darah tanpa antikoagulan dan 10 mL urin.

C, drySpesimen tersebut dikirim pada suhu 70 C dalam waktu singkat. Urin


dikirimice, atau suhu 4 C.pada suhu 4
c) Biakan
Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah,
cairan serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke media,
kemudian dikirim ke laboratorium pada suhu kamar.
d) Inokulasi hewan percobaan
Kuman leptospira virulen dapat menginfeksi hewan percobaan, oleh karena itu
hewan dapat dipakai untuk isolasi primer kuman leptospira. Umumnya
dipakai golden hamsters (umur 4 6 minggu) dan marmut muda ( 150 175
g), yang bukan karier kuman leptospira.
2) Pemeriksaa tidak langsung / serologi
Berbagai jenis uji serologi dapat dilihat seperti pada tabel 4.
Jenis uji serologi:
Microscopic agglutination test (MAT) Microscopic slide agglutination test
(MSAT)
Uji carik celup:
LEPTO Dipstick
LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
Aglutinasi lateks Kering
(LeptoTek Dri Dot) Microcapsule agglutination test
Indirect fluorescent antibody test (IFAT) Patoc slide agglutination test
(PSAT)
Indirect haemagglutination test (IHA) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)
Uji Aglutinasi lateks Counterimmunelectrophoresis (CIE)
Complement fixation Test (CFT)

D. Penegakkan diagnosis
Diagnosis Leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu:
Suspek, bila ada gejala
klinis, tanpa dukungan uji laboratorium. Diagnosis menurut Faine dengan menggunakan
nilai skor berdasarkan gejala klinis dan data epidemiologi, sekarang tidak dianjurkan lagi,
karena pasien dengan nilai skor rendah, pemeriksaan kultur dapat positif atau sebaliknya.
Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif, bila:
1) Ditemukan kuman leptospira atau antigen kuman leptospira dengan pemeriksaan
mikroskopik, kultur, inokulasi hewan atau reaksi polimerase berantai.
2) Gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT serial yang
menunjukkan adnya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih, atau IgM
ELISA positif.
E. Diagnosis banding
Leptospirosis anikterik: influensa, demam dengue dan demam berdarah dengue, infeksi virus
hanta, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria, pielonefritis, meningitis
aseptik, keracunan bahan kimia, keracunan makanan, demam tifoid dan penyakit demam
enterik lain, Fever of known origin (FUO), serokonversi HIV primer, penyakit legioner, dan
infeksi virus/bakteri lain.
Leptospirosis ikterik: malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifus dengan
komplokasi ganda, haemorrhagic fever with renal failure, demam berdarah virus lain dengan
komplikasi.
VI. TERAPI
Kuman leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika, terkecuali vakomisin,
rafampisin dan mitronidasol.
Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap dengan
mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan suportif.
Terapi leptospirosis ringan

1. Pemberian antipiretik, terutama apabila demmamnya melebihi 38 C.


2. Pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis ringan diberikan terapi:
Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari, pada anak di atas 8
tahun: 2 mg/Kg/hari (maksimal 100 mg)
Ampisilin 500 750 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral
Amoksisilin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral.
Terapi leptospirosis berat
1. Pemberian antipiretik.
2. Pemberian Nutrisi dan cairan
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan, karena nafsu makan pasien menurun, sehingga
asupan nutrisi berkurang. Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan
nitrogen, dengan perhitungan:
Berat badan 0 10 kg : 100 kalori/kgBB/hari
Berat badan 20 30 kg : ditambahkan 50 kalori/kgBB/hari
Berat badan 30 40 kg : ditambahkan 25 kalori/kgBB/hari
Berat badan 40 50 kg : ditambahkan 10 kalori/kgBB/hari
Berat badan 50 60 kg : ditambahkan 5 kalori/kgBB/hari
Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein
yang cukup mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2 0,5 gram/kgBB/
hari.. Pada pasien dengan muntah hebat atau tidak mau makan, diberikan makanan secara
parenteral ( tersedia kemasan cairan infus yang praktis, cukup kandungan nutrisinya)
Pemberian antibiotik :
Prokain penisilin 6 8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular
Ampisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena
Amoksisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena

Antibiotik pada anak:


Prokain penesilin 50.000 IU/kg BB; maksimal 2 juta IU sehari yang diberikan 4 kali sehari
intramuskular
Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/kgBB; maksimal 100 mg sehari yang diberikan 2
kali sehari per oral.
Pananganan khusus:
a. Hiperkalemia : Merupakan keadaan yang harus segera ditangani, karena menyebabkan
cardiac arrest;
b. Asidosis metabolik;
c. Hipertensi: perlu diberikan anti hipertensi.;
d. Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik;
e. Perdarahan diatasi dengan transfusi.
Diagnosis is suspect (hanya didukung oleh gejala klinis&riwayat pajanan) Demam,
cojunctival suffusion, nkaku&nyeri otot (betis dan paha) Ikterik, sakit kepala, menggigil,
oliguria,anuria kaku kuduk,dll. Ditambah: riwayat pajanan dengan hewan/lingkungan
terkontaminasi
urin
hewan
faktor
resiko
transmisi
leptospirosis
Diagnosis Probable: Diagnosis suspect didukung tes serologi penyaringan positif
Diagnosis is Confirmed: Peningkatan titer serial 4 atau serokonversi MAT atau ELISA IgM
(+)Azotemia
VII. PENCEGAHAN
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi
yang meliputi:
1) Intervensi sumber infeksi;
2) Intervensi pada jalur penularan ;
3) Intervensi pada pejamu manusia.

Anda mungkin juga menyukai