Anda di halaman 1dari 30

PERSPEKTTF

Sosial Budaya
PERADABAN MARITIM
EIARAH mencatat bahwa kebesaran bangsa Indonesia dibangun karena kekuatan maritim. Sebut saja kerajaan Sriwijaya
dan Majapahit, mereka bisa menguasai kawasan Asia Tenggara. Fakta itu, hingga kini tidak terbantahkan. Keliru jika bangsa
ini tidak belajar dari sejarah untuk kembali menjadi bangsa yang
besar dan disegani.

Bukti kebesaran bangsa Indonesia sebagai negara maritim yang


kuat diungkapkan ahli sejarah dari Universitas Indonesia Ali Akbar. Menurutnya sejarah kekuatan maritim di Tanah Air sudah ada
sejak zaman dulu, dan sentralrrya berada di wilayah pesisir
"dan
laut. Namun, banyak juga kerajaan yang berdiri dan hidup di wilayah pedalamEu:r. Tetapi sejarah mencatat, kebesaran mereka tidak
se-spektakuler kelajaan yang memiliki kekuatan armada laut. Misalnya, Banten yang bisa berjaya selain karena di dalamnya kuat,
juga tidak lepas dari kekuatan maritim. Sayang, saat ini paradigma
pembangunan berubah. Rezimnya kembali ke daratan.
Bukti-bukti sejarah kerajaan di Lrdonesia memang lebih banyak di
pedalaman. Tetapi tidak terdapat kemajuan selama ribuan tahun.
Kebudayaan dan peninggalan menjadi sangat beragam saat ada
pergerakan sejarah menuju pantai, seperti tercatat dalam situs-situs

Perehtif

Mnuiu

Ma6 Dpan Meridfr lnddesh I I

PERADABAN MARITIM

tua di Depok dan Pejaten. Pedalaman |akarta berkembang bergeser


ke daerah Cilincing, Marunda. Hal ini menunjukkan bahwa nenek

moyang kita telah menyadari jika ingin maju harus melihat ke


depan, yaitu laut sebagai kemajuan yang lebih dominan.
Menurut Ali Akbar yang menjabat sebagai Ketua Kajian Pendirian
Museum Maritim, dahulu sistem religi yang dianut sebagian ke:
rajaan tidak lepas dengan gunung dan dewa. Bahkan, dewa tertinggi mereka percaya ada di ketinggian, yaitu gunung-gunung' Kehidupan religi zaman dulu sangat kuat. Tapi, kemudian beberapa
manusia menyadari, kehidupan itu bukan hanya religi, harus ada
interaksi dengan dunia luar. Hal ini yang dikenal perdagangan, dimulainya interaksi dengan Vietnam dan China.
Terdapat banyak bukti-bukti pra sejarah di mana bangsa Indonesia
adalah bangsa yang hebat di dunia maritim. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya lukisan perahu di dalam gua di Sulawesi. Kehebatan
pelaut-pelaut Indonesia dibuktikan dengan adanya perubahan kebudayaan yang tadinya berorientasi pada daratan kemudian memiliki kemampuan berlayar. Bahkan, pelaut hrdonesia sangat terujt,
karena mampu mengarungi lautan hingga ke Madagaskar.

Menurut Ali, di saat pelaut Yunani dan China Selatan datani ke


Indonesia pada periode 3000 sebelum masehi atau 5000 tahun yang
lalu dan pelaut Belanda yang jago mengelola budaya maritim baru
datang 400 tahun sesudah masehi, bangsa Lrdonesia sudah lebih
dahulu berlayar ke luar.
Kekuatan maritim bangsa [rdonesia sejak dahulu sudah tidak diragukan lagi. Itu dibuktikan dengan adanya pelabuhan dan syahbandar.
Bisa dikatakan bahwa karakter maritim bangsa hrdonesia sudah kuat
sejak dahulu sebelum kebudayaan Eropa. Namun sayangnya nenek
moyang bangsa Lrdonesia malas mmcatat s"jrrah. Pengetahuan yang

2 | 9 PeEDehdfMGnuF M.s

Depan M.ritim

lndon6ia

PERAOABAN MARITIM

sudah kitd miliki, tapi karena tidak dicatat akhimya diklaim orang lain.
Itu yang biasa dilakukan orang-orang Eropa. Kalau bicara pra sejaralr,
bangsa Eropa tidak memiliki bukti yang kuat bahwa mereka pandai

melaut. Karena gambar-gambar yang ditemukan hanya perburuan.


Berbeda dengan hrdonesia yang gambamya ada perburuan dan laut.

Bahkaru pada abad ke-8, ditemukan kapal di Cirebon yang diduga


milik berrgsa Indonesia. Meski tidak ada tanda-tanda, tetapi secara
teknologi beda dengan kapal Eropa. Kapal tersebut membawa macam-macam produk dari Arab dan China.
Bicara 140-an masehi ada yang namanya perang salib. Jauh sebelumnya, perang dilakukan urtuk menunjukkan eksistensi bahwa mereka
bangsa yang hebat. Thk heran, dalarn sejarah tercatat kerajaan-kerajaan

di benua biru kerap melakukan perebutan kekuasaan dan wilayah.


Bahkan, karena seringgrya mereka kehabisan sumber daya kehidupan.

Tidak heran, Eropa menjadi bangsa miskin. Karena kemiskinannya


mereka menjadi bangsa barbar. Tak ada cara lain buat mereka selain memaksa keluar mencari kehidupan di negeri nan jauh di sana. Hingga akhimya menernukan dunia baru yang mereka sebut
sebagai tanah kosong. Di sana terjadi kehidupan yang makmur dan
memiliki sistem kehidupan yang lebih maju. Perjalanan inilah liang
memaksa Eropa menjadi bangsa pencuri, penipu dan penjajah.
Tujuannya hanya satu, merebut berbagai sumber kehidupan untuk
kepentingan bangsa mereka.
Tanah emas sumber kehidupan baru itu adalah wilayah Asia.
Kondisi di wilayah ini berbeda dengan negara Eropa. Bumi khatulistiwa sejak dulu terkenal tentram dan makmur "gemah ripah
loh jinawa". Tidak ada tantanganyangberat. Kondisi ini membuat
kerajaan-kerajaan besar kala itu lengah. Mereka sudah menjadi
bangsa juragan.

PeBFhdf Mquiu Mas &peh M.dtlh lndoni. | 3

Pada 1400 masehi Majapahit sudah sangat maju. Ada di prasastinya,


dan itu akurat. Bahkaru Sumatera terkenal sebagai pulau emas. Kon-

disi ini membuat bangsa kita kala itu lengah. Karena semua sumber kehidupan sudah ada, seperti ikan, hasil tani dan perkebunary
emas, serta minyak di bawah perut bumi.

Jej ak-j ej

ak Peradaban Nusantara

Sejarah mencatal bangsa Indouesia sudah dikenal dunia sebagai


bangsa maritim yang memiliki peradaban maju. Bahkao bangsa
ini pemah mengalami masa keemasan sejak awal abad masehi.
Menggunakan kapal bercadik, rnereka berlayar mengelilingi dunia
dan menjadi bangsa yang disegani. Berbekal alat navigasi seadanya,

bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong lautan

4 I

9 PeEpehilfMenuiu Masa DePan Matitim lndonesia

PEMDABAN MARITIM

Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.


Seiring perjalanan waktu, ramainya alur pengangkutan komoditas

perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaankerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, MajapahithinggaDemak, Nusantara adalah negara kuat yang disegani di kawasan Asia. Sebagai kerajaan maritim yangkuat diAsia Tenggara,Siwijaya(683-1030 M) telah
mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran
dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah-wilayah strategis
yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.

Tidak hanya itu, ketangguhan maritim ditunjukkan Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Melihat kekuatan
armada laut yang tidak ada tandingannya, pada 7275 Kertrrcgara
mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Camp+
untuk menjalin persahabatan dalam menghambat gerak Kerajaan
Mongol ke Asia Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali
dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan
Majapahit (1293-L478). Di bawah Raden Wijay+ Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil mertguasai dan mempersatukan
Nusantara. Penganrhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti
Siam, Ayuthi a, I-agog Campa (Kamboia), krdia China

tinta emas bahwa Sriwijaya dan


Majapahit pemah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan,
dan agaLma di seluruh wilayah Asia. Kilasan sejarah itu memberi
Sejarah telah mencatat dengan

gambaran, betapa besamya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka


mampu menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain.
Paradigma masyarakatrya mampu menciptakan visi maritim sebagai
bagian utama dari kemajuan buday+ ekonomi, politik dan sosial.

Fsrp.irlf M6du

Me

DcOrn Merlrftn

lndocrie | 5

PEMDABAN MARITIM

Fakta sejarah lain yang menandakan bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa maritim, dibuktikan dengan adanya temuan-temuan
situs prasejarah di beberapa belahan pulau. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna Seram dan Arguni yang dipenuhi
lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa trdonesia merupakan bangsa pelaut. Selain itq ditemukan kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di
Australia dengan di ]awa. Ini menandakan bahwa nenek moyang
bangsa hrdonesia telah memiliki hubungan dengan bangsa lain.

Ironisnya dalam perjalanan bangsa lrdonesia, visi maritim seperti


ditenggelamkan. Sejak masa kolonial Belanda abad ke-18, masyarakat di tanah air mulai dibatasi berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda. Padahal,
sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara dan peletak dasar
kemaritimanAmmana Gappa di Sulawesi Selatan. Belum lagi, PenSkisan semangat maritim bangsa ini dengan menggiring bangsa ini hanya berkutat sektor agraris demi kepentingan kaum kolonialis. Akibatry+ budaya maritim bangsa Lrdonesia memasuki masa surarn.
keberpih4kan
Kondisi ini kemudian berlanjut dengan
sebagai
Indonesia
kembali
rezim Orde Baru untuk membangun
bangsa maritim. Akibatr/4 dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat
kurangnya investasi.

Perahu Bukti Seiarah

Dalam perjalanan peradaban bangsa Indonesia, para pakar sejarah kemaritiman menduga perahu telah lama memainkan perarum penting di wilayah Nusantara, jauh sebelum bukti tertulis

6 | 9 rhE9.ffif Mauiu M.*

Oepan

Militln

htud.

menyebutkarmya (prasasti dan naskah-naskah kuno). Dugaan ini


didasarkan atas sebaran artefak perunggu; seperti nekara, kapak,
dan bejana perunggu di berbagai tempat di Sumatera, Sulawesi
lJtara, Papua hingga Rote. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada
masa akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan
antara Nusantara darr Asia Daratan.
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan
perdagangan antata Nusantara dan India. Bukti-bukti tersebut be-

rupa barang-barang tembikar dari India (Arikamedu, Karaikadu


dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggang)
dan Bali (Sembiran). Keberadaan barang-barang tembikar tersebut diangkut menggunakan perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudra.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi laut tercatat dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni
682 Masehi). Pada prasasti tersebut diberitakan; "Dapunta Hiyrrl

9 PeEpehrifMenuju Masa Dep.n Madrinr lndonEla |

PERAOABAN MARITIM

bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua


laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu."
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke 7-8
Masehi) dipahatkan beberapa maciun bentuk kapal dan perahu.
Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu
atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat
Nusantara, misalrrya di Sumatera.

Bukti Arkeologis
Bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah Nusantara, berupa PaPan-Papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun kemudi, yang ukurannya cukup besar.
Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak

di Desa Sami-

rejo Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera


Selatan). Situs ini berada di suatu tempat lahan gambut. Sebagian
besar areahrya merupakrn rawa-rawa. Beberapa batang sungai
yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu. Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah
papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah papan tersebut, dua
bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya berasal dari perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional

di daerah Asia Tenggara dengan teknik yang disebut "papan ikat


dan kupingan pengikaf' (sewn-plank dan lashed-lug technique), dan
diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang ter-

8 |

9 PeEpehdfM.nuiu

Msa Ebpan Maritim lndomla

PEMMAN

MARITIM

panjang berukuran paniang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter;


lebar 0,23 meter; dan tebal sekitar 3,5 cm.
Pada jarak-jarak tertentu (sekitar

0J meter), di bilah-bilah papan kayu

terdapat bagian yang menonjol berdenah empat persegi panjang disebut


tambuko. Di bagian itu terdapat lubang yang bergaris Egah sekitar 1
crn. Lubang-lubang itu ternbus ke bagian sisi papan Tambuko disediakan

untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan kayu setebal


3,5 crn kemudian dihubungkan bagian hrnas perahu dmgan cara mngikatrya satu sama lain. Tali ijuk (Artnga pirurata) mengikat bilah-bilah
papan yang dilubangi hingga tersusun seperti

h:ntuk perahu.

Selanjutnya dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga menjadi


dinding lambung. Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar
18 crn) dari tepiafl papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan
di desa Sambirejo berukur an parrjang2}Zmeter. Berdasarkan analisis
laboratorium terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samireio adalah
1350 t 50 BP, atau sekitar tahr:n610-775 Masehi.
Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang
enam meter. Bagian bilah kemudinya berukuran lebar 50 crn. Kemudi
ini dibuat dari sepotong kayu, kecualibagianbilahnya ditambahkayu
lain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi
terdapat lubang segi empat untuk memasukkan Palang. Di bagian

tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih


kecil trntuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukarmya.
Benhrk kemudi semae.un ini banyak ditemukan pada perahu-perahu
besaryangberlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu Pinisi.

ini terletak di kaki

sebelah barat
Bukit Siguntang sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang.
Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs

P#tdif

Mnuiu Mao Ocpar Maiin

lnrtocb | 9

PERADAAAN MARITIM

papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun-ditemukan dalam jumlah


banyak, namun keadaannya suclah rusak akibat aktivitas penduduk

di masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu


tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke
dalam tanah untuk memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm
dan lebar antara 20-30 cm. Seluruh papa4 ini mempunyai kesamaan
dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo yaitu tembuko
yang terdapat di salah satu permukaannya dan lubang-lubang
yang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halrrya pada
tepian papan untuk memasukkan tali iiuk yang menyatukan PaPan
perahu dengan gading-gading serta menyatukan papan satu dengan lainnya. Pada bagian tepi papan terdapat lubang-lubang yang
digunakan untuk menempatkan pasak kayu atau bambu untuk
memperkuat badan perahu. Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.

Teknik Rancang

Perahu
i

Belurn ada data yang menyebutkan nenek moyang bangsa Indonesia

mengenal pembuatan perahu. Hanya sedikit data arkeologi dan


sejarah yang berhasil mengungkapkan tentang hal itu. Satu-satunya data arkeologi yang sedikit mengungkapkan teknologi pembangunan perahu adalah dari lukisan gua. Di situ terlihatbagaimana
bentuk purt" pada masa prasejarah.
Bentuk perahu padaimasa itu dapat dikatakan masih sangat sederhana. Sebatang pohon yang mempunyai garis tengah batang cukup
besai inereka teban$. Kemudian bagian tengahnya dikeruk dengan
menggunakan alat sederhan4 sepertibeliung daribatu. Nampaknya
mudah, tetapi dalam kenyataannya cukup sulit. Dinding perahu

lO

Ic

P.crhdf knuiu Me DeF Maltln lndncc.

PERADABAN MARITIM

PerspehtifMenuiu Masa Oepan Maririm lndone5ia I

ll

PERADABAN MARITIM

harus dapat diperkirakan tebahrya. Tidak boleh terlampau tebal


atau terlampau tipis.
Jangan sampai badan perahu mudah pecah atau bocor apabila ter-

antuk karang atau kandas di pantai yang keras. Apabila bentuk


dasar sudah selesai, kemudian diberi cadik di sisi kiri dan kanan
badan perahu. Perahu jenis ini dinamakan perahu lesung atau sampan. Ukuran panjangnya sekitar 3-5 meter dan lebar sekitar 1 meter.
Contoh membangun perahu dengan teknologi yang masih sederhana
ini dapat dilihat pada suku-suku bangsa yang masih sederhana yang
bermata pencaharian dari menangkap ikan di laut dangkal.
Pada zaman prasejarah, perahu bercadik memainkan Peranan yang

besar dalam hubungan perdagangan antar pulau di Indonesia dengan daratan Asia Tenggara. Karena adanya hubungan dengan daratan Asia Tenggara, maka terjadilah tukar menukar informasi teknologi dalam segala bidang misahrya dalam pembangunan candi,
pembangunan kota dan tentu saja pembangunan perahu.

Akibat ada hubungan dengan daratan Asia Tenggara, dalam pembangunan perahu pun ada suatu kemajuan. Di seluruh perairan
Nusantara, banyak ditemukan runtuhan perahu yang tenggelam
atau kandas. Dari runtuhan itu para pakar perahu dapat mengidentifikasikan teknologi pembangunan perahu.
Para pakar telah merumuskan teknologi tradisi pembangunan
perahu berdasarkan wilayah budayanya, yaitu Wilayah Budaya
Asia Tenggara dan Wilayah Budaya China (Manguin 1987:47-48).
Perahu yang dibuat dengan teknologi tradisi Asia Tenggara mempunyai ciri khas, antara lain, badan (tambung) perahu berbentuk
seperti huruf V, sehingga bagian lunasnya berlinggi. Sementara untuk haluan dan buritan lazimnya berbentuk simetris. Tidak ada seka!-sekat kedap air di bagian lambungnya.

12 I grhEpehrif Menuiu Ma$ Dep.n Maddm lndonEia

Dalam proses petnbangunannya $ama sekali tidak merrggunakan


paku besi, serta kemudi berganda di bagian kiri dan kanan buritan'
Teknik yang paling mengagumkan untuk lnasa kini, adalah cara
mereka menyambung PaPan. Selain tidak menggunakan paku besi,
cara menyambung satu papan dengan papan lainnya adalah dengan
mengikatnya memakai tali ijuk.
Sebilah papan, pada bagian tertentu clibuat menonjol. Di bagian yang

menonjol ini diberi lubang yang jumlahnya empat buah menembus


ke bagian sisi tebal. Melalui lubang-lubang ini tali ijuk kemudian
dimasukkan dan diikatkan dengan bilah papan lain. Di bagian pisi
yang tebll diperkuat dengan pasak-pasak kayu atau barnbu. Teknik
penyambungan paPan seperti ini dikenal dengan istilah sewn-plank
dan lashed-lug technique. Sisa perahu yang ditemukan di Samirejo
dan Kolam Pinisi, juga sisa perahu yang ditemukan di tempat lain
di Nusantara dan negara iiran, ada kesamaan umum yang dapat
dicermati, yaitu teknologi pembuatannya.
Teknologi pembuatan perahu yang ditemukan, antara lain teknik
ika! teknik pasak kayu atau bambu; teknik gabungan ikat dan
pasak kayu atau bambu; serta perpaduan teknik pasak kayu dan
paku besi. Melihat teknologi rancang-bangun perahu tersebut,

dapat diketahui pertanggalannya. Bukti tertulis tertua )ang


berhubungan dengan PenSSunaan pasak kayu dalam pembuatan
perahu atau kapal di Nusantara berasal dari sumber Portugis awal
abad ke-L6 Masehi.

Dalam sumber tersebut disebutkan perahu-perahu niaga orang


Melayu dan Jawa {isebut }ung (berkapasitas lebih dari 500 ton),
dibuat tanpa sepotong besipun di dalamnya. Untuk menyambung
papan maupun gading-gading hanya digunakan pasak kayu.
buru p"*buatan perahu dengan teknik tersebut masih tetap
diternukan di Nusantara, seperti yang terlihat pada perahu:

9 P.GpekdfMnulo

Md

Ocarn

llrrtlm lndocrkr

I 13

perahu niaga, dari Sulawesi dan Madura yang kapasitasnya


lebih dari 250 ton.
Adapun, kapal-kapal yur,j aiUrrrgrrr, menurut tradisi China mempunyai ciri khas, antara lain tidak mempunyai bagian lunas (bentuk
bagian dasamya membulat), badan perahu atau kapal dibuat
berpetak-petak dengan dipasangnya sekat:sekat yang strukturil,
antara satu papan dengan papan lain disambung dengan paku besi,
dan mempunyai kemudi sentral tunggal.

Dari sekian banyak perahu kuno yang ditemukan di perairan Nusantara, sebagianbesar dibangun dengan teknik tradisiAsia Tenggara.

Keturunan dari kapal-kapul y*g dibangun dengan teknik tradisi


Asia Tenggara adalah kapal pinisi dan be-berapa perahu tradisional
di berbagai daerah di Nusantara. Pada kapal pinisi, teknik papan ikat
dan kupingan pengikat dengan
an tali ijuk sudah tidak
dipakai lagi. Para pelaut Bugis sudah
an teknik yang
lebih modem, tetapi masih mengikuti teknik tradisi Asia Tenggara.
Dalam buku Antonio Galvao, seorang Portugrs, pada 15114 telah
menguak tabir pembangunan perahu di Nusantara sebelah timur
(daerah Maluku dan sekitarnya) (Poesponegoro dkk. 1-98a p): LL2113). Ia menguraikan, antara lain teknik pembangunan kapal orang
Maluku. Menurutnya, berrtuk kapal orang Maluku yang menyerupai
telur dengan kedua ujung dibuat melengkung ke atas dimaksudkan
supaya kapal dapat berlayar maju dan mundur.
Suku bangsa Bugis adalah suku bangsa perantau. Banyak di antara

mereka pergi meninggalkaa kampung halarnannya untuk pergi


merantau ke tempat-tempat di wilayah Nusantara. Di tempat yang
dituju mereka tinggat di tepi-tepi dan muara sungai besar, misalnya
di Batanghari (Jambi). Di situ mereka membangun pemukiman dan
membangun kapal pinisi. Bahan baku kayu_untuk membuat kapal

14 | e

aepUif

Ucroiu

Ule

OFn

Maddhlndd6ia

SUMBEROAYA MANUSIA

mereka ambil dari hutan sekitamya. Setelah kapal selesai mereka


pergi meninggalkan kampung tersebut. Kapal itu tidak dipaku atau
didempuf tetapi diikat dengan tali ijuk melalui lubang yang dibuat
di bagian lunas, rusuk, linggi depan, dan linggi belakang.

.,

Di bagian dalam terdapat bagian yang menoniol dan berbentuk


cincin untuk tempat memasukkan tali ijuk pengikat. Papan-papan
disambung dengan pena (pasak) kayu atau bambu yang dimasukkan

pada lubang kecil di ujung depan. Sebelumnya, pada bagian


sambungan papan diolesi 'bar1l'(semacam damar) agar air tidak
dapat masuk. Kemudian paPan disarnbung berapit-apit dengan kemahiran tirgg,, sehingga orang yang melihat akan mengira bahwa
bentuk itu terbuat dari satu bilah papan. Pada bagian haluan kapal
dibuat hiasan ular naga bertanduk.

SUMBER DAYA MANUSIA


Bicara mengenai laut, tidak lepas dari segala sumber kekayaan
alam yang belum dirnanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat
Indonesia. Setrarusnya, sumber alam yang berlimpah ini bisa memberikan andil besar bagi kesejahteraan rakyat.

Padahal,laut Indonesia dapat menghasilkan ratusan triliun devisa


dengan berbagai potensi energi terbarukan. Negeri ini juga memiliki
sumber daya hayati beranekaragam, meliputi 2.000 spesies ikan,
lebih dari 80 genera terumbu karang atau sekitar 17,95 persen di
dunia, 850 jenis sponge, padang lamun, dan hutan mangrove yang
menyimpan potensi 5,5 juta ton ikan (dapat dimanfaatkan nelayan
5,01 juta ton ikan di hamparan laut seluas 5,8 juta km persegi).
Sebaliknya negeri tetangga, Malaysia banyak memanfaatkan potensi

kelautan Indonesia dengan meningkatkan penguasaan teknologi

F.qdf

Mduiu

k5

Oo9.n Mddm

lrd@C.

I 15

SUMBERDAYA MANUSIA

penangkapan ikan, sehingga negara ini mengalami kerugian lebih


dari Rp100 miliar per tahun. Acla dua faktor paling mendasar yang
diperlukan dalam membangun sektor kelautan, yaitu SDM dan
kemampuan teknologi. Pengalaman beberapa negara dan wilayah
lain yang sukses membangun sektor kelautan, karena bertumpu
pada kedua faktor tersebut sumber daya manusia berkualitas dan
perigembangan teknologi.

Norwegia dan Chili dapat menjadi acuan dalam pengembangan


sektor kelautan. Norwegia pada mulanya adalah negara miskin
di Erop+ yang hanya mengandalkan minyak bumi. Tapi, perlahan
negara tersebut semakin maju. Norwegia saat ini menjadi penghasil
ikan salmon terbesar di dunia.
Produl< perikanannya dihasilkan melalui proses budidaya Salmon
yang didukung kegiatan penelitian dan pengembangan SDM. Tidak
heran, mereka mampu menghasilkan devisa negara jutaan, bahkan
miliaran dolar A$ dari satu jenis ikan Salmon.

Demikianhalnya dengan Chili. Saatini Chili mampu memproduksi


vaksin untuk perikanan budidaya memiliki pakan sendiri, dan produk perikanannya berstandar internasional. Produk mereka laku di
pasar ekspor dan memberikan devisa bagi negaranya.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya
alam berlimpah, bangsa Indonesia belum mampu memanfaatkan

potensi yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi karena rendahnya


kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritim. Salah
satunya, Indonesia masih kekurangan tenaga pelaut.

Krisis tenaga pelaut di Tanah Air hingga kini masih menjadi


masalah serius. lumlah, lulusan pendidikan tersebut belum
seimbang dengan kebufuhan di bidang pelayaran. Di sektor

16 | e ncrgrrrf Uenulu

M.* kpan

Madtim

trdpMi.

angkutan laut kondisinya minim tenaga pelaut. Para lulusan


pelaut di tingkat perwira hampir 75 persen memilih bekerja di
kapal asing atau berbendera asing ketimbang mengabdikan diri
untuk perusahaan pelayaran nasional dengan alasan yang masuk
akal yakni penghasilan yang lebih besar.
Kondisi seperti itu membuat miris dan menjadi perhatian penuh
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian
Perhubungan. Kepala BPSDM, Bobby R Mamahit mengemukakan
perlu ada restandar gaji dan ada perbaikan gaji bagi para pelaut.
Bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja perlu dikaji ulang
agar pelaut nasional tidak bekerja di kapal asing. Meskipun terdapat
perbedaan penghasilan yang cukup jautr, tiga hingga empat kali
lipat dengan penghasilan pelaut kita di Tanah Air.
Dalam lima tahun ke depan, kebufuhan pelaut nasional mencapai
43.806 orang atau 8.600 orang setiap tahunnya, yang terdiri dari
78.774 pelaut kelas perwira dan 25.032 pelaut kelas dasar. Namun,
suplai pelaut saat ini di Tanah Air baru mencapai 3-000 orang per
tahun karena kapasitasrrya yang belum mencukupi. Namun begitu
jumlah tersebut bisa segera bertambah dengan peningkatan jumlah
sekolah yang akan direalisasikan dua tahun mendatang.
Pelaksanaan asae'cabotage di Indonesia selama enam tahtrn terakhir

telah memicu terjadi peningkatan kebutuhan pelaut hingga mencapai 55.000 orang. Ketua Umum hrdonesia National Shipowner
Association (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan lonjakan kebutuhan pelaut nasional itu menyrusul meningkatnya jumlah armada niaga nasional.
Dia menjelaskan selama 2005 hingga 2019 perhrmbuhanjumla! kapal
niaga nasional mencapai lebih dari 50 persen atau ada penambahan

tidak kurang dari 3.300 unit kapal. Selama periode itu, kebutuhan

9 Perspchif

M6uiu Ma* Dcaan Metrn lnrloeia I 17

pelaut untuk mengisi kapal-kapal niaga nasional bertambah hingga


55.000 orang danbelum termasuk mesin dan nahkoda'
Ia menambahkan untuk saat ini, pelaku usaha pelayaran nasional
pelaut dalam negeri
iu"tn, mengalami krisis pelaut akibat produksi
tidak bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan. Bahkan kondisi
ini sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir menyusul lonjakan
jumlah kapal niaga nasional dan ketentuan wajib diawaki oleh awak
berkebangsaan hrdonesia.

Rendahnya SDM bangsa ini terjadi karena fokus pembangunan


pemerintah masih berkiblat pada sektor darat atau agraris. Pemerintah tidak berupaya mengubah arah pembangunan sesuai dengan
kondisi geografis yang dimiliki bangsa ini.
Berpijak pada sejarah bangsa Indonesia yang pemah iaya di masa
to"1uar, soi*ilaya dan Majapahit menggambarkanbahwa masyarakat
ini maiu sebagai negara maritim,-bukan negara agraris' Selama ini
kebudayaan Indonesia di konsepsengan format kebudayaan agraris,
yang cenderung terpaku pada alam, kekuatan adikodrati, feodalistik'
yang membagi masyarakat pada strata-strata kekuasaan' -',' ," :
:,ifi.:j',,

ii

.1,;

Budaya tersebut sengaja dihembuskan kaum pe iujah untuk mencengkramkan kakinya di bumi khatulistrwa. Masyarakat Indonesia
dibuat lupa atas kekuatarmya di bida5rslmaritiln. Alhasil, bangsa ini
menjadi budak, kuli dan buruhrdi negerinya sendiri. Kehormatan
mereka sebagai bangsa maritim ya4g kUat terampas'
r" Jf1?I''"

Karena itu, perlu mengubah paradigma pembangunan SDM dengan


konsep kebudayaan maritim. Yaihr, pengetahuan kebudayaan maritim modem yang memiliki semangat keterbukaaru kemandirian, dan
keberanian,dalam mmgfudapi era modem dengan ditunjang kecerdasan masy4rakatrya. Keterbukaan yang dimaksud adalah sikap mau

l8

| 9 Perpntif Ueoulu Mas Dqren M.rilim lnddGia

membuka diri terhadap perubahan zaman dan nilai-nilai lain. Mereka


mau menghargai kebudayaan bangsa lain yang acap kali melakukan
adaptasi inovatif untuk rnemperkuat budayanya. Apalagi dalam
konteks sekrang dunia dikatakan sebagai global ttillage, pertemuan
budaya antar bangsa yang menjadi sangat mudah dan cepat.

Terkait hal ini, sikap kemandirian merupakan pagar pelindung


bagi bangsa maritim. Perdagangan merupakan pencarian utama
masyarakat maritirn. Kebudayaan maritim modem yang hendak
dicapai adalah mencoba melepaskan diri dari kungkungan konsumerisme, yaitu bangsa pemakai dari barang-barang orang lain.
Hal ini diupayakan dengan kolaborasi Penguasaan pasar bersama
pembuatan hasil produksi di dalam negeri.
Sifat agraris masyarakat Indonesia yang mayoritas petani dapat
diberdayakan dalam konteks ini. Pertanian dan industri dikembangkan secara modem, tidak hanya menghasilkan barang mentah,
tapi produksi barang jadi. Sehingga produk ini didistribusikan pedagang ke seantero dunia rnelalui kemampuannya bemegosiasi dan
merambah pelosok negari lain melalui perdagangan laut.
Keberanian menjadi ciri khas dari masyarakat maritim. Saat berlayar banyak hambatan alam yang ditemui. Gelombang badai, keterasingan di tengah laut, perompak atau bajak laut, dan ancaman
binatang laut menjadi hal biasa. Tantangan ini begitu berat dibandingkan dengan mengelola pertanian. Sehingga masyarakat maritim secara psikologis adalah bangsa yang berani. Mereka tidak
mau takluk dengan alam, tapi berusaha bersahabat dengan alam.
Fenomena alam mereka pelajari dan dijadikan sebagai penunjuk
dalam berlayar. Terlebitu abad ini telah teqadi pergeseran besar
dalam pendekatan bagaimana memvisualisasikan lautan dan
profesi pelaut. Lahimya teknologi canggih, kapalhi-tech menuntut
kualitas SDM yang tinggi untuk mengoperasikan kapal.

tuEp.iiif M6uiu Mae oqan

Maddm

lndffiia

I 19

Sumber daya hayati dan non hayati harus dapat dikelola secara optimal.
Potensi itu meliputi potensi perikanan, sumber daya wilayah pesisir,

bioteknologi, wisata bahari, minyak bumi dan transportasi. Dalam


mengelolanya diperlukan sumber daya manusia berkualitas yang memahami danmengerti terhadap potensi laut yang dlmilitinya.

Ahli Bidang SDM Bahari dan Iptek Kelautan, Dewan Kelautan


Indonesia, Bonar Simangunsong mengatakan, Indonesia tidak bisa
hanya mengandalkankemajuaniptekharus ada sumber daya manusia
yang mengelolanya dengan baik. SDM kelautan berorientasi global
diperlukan karena laut menganut hukum nasional dan intemasionaf
human heritage, dan masa depzm dunia ada di laut.
Tenaga

Menurut Bonar, kini pembangunan kelautan diarahkan untuk mewujudkan potensi laut menjadi kenyataan yang membutuhkan
kapasitas SDM memadai. Masyarakat masih berorientasi landbased
daselopment (pembangunan darat), pelayaran nasional hanya 54
persen, sisanya masih dipegang perusahaan asing. Masih banyak
yang belum kita capai dalam pengelolaan dan pemanfaatannya.

SDM diperlukan sehingga dapat tersebar baik dipemerintahan


maupirn masyarakat serta akademisi. SDM Bahari harus menjadi
salah'satu fokus karena mereka yang mengelola dan memanfaatkan
potensi laut. Dalam hal ini, DEKIN merumuskan rekomendasi
urnum mengenai kelautan kepada Presiden. Untuk SDM Baha{
Bonar sendiri ingin segera melakukan pendataan yang memadai
berapa dan di mana saja potensi SDM tersebut berada. Selama ini
DEKIN sendiri telah beberapa kali membentuk kelompok kerja.
Dengan adanya kelompok Le4u, y^gdapat rnempertemukan antar
stakeholder sehingga koordinasi dapat terjalin.

Melihat besarnya potensi laut nusantara, Indonesia mestinya mempunyai infrastruktur maritim yang kuat seperti pelabuhan yang

2O I

f,crptrtifUenuiu MasDoan Marifm lndon6i.

lengkap dan moderry sumber daya manusia di bidang maritim


berkualitas serta kapal berkelas, mulai untuk jasa pengangkutan
manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan armada TNI Angkatan Laut. Apabila hal ini dikelola dengan baik,
potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Saat

ini industri maritim di Indonesia

sekarang bergerak menuju

tahap yang lebih maju, tidak hanya terfokus-pada perdagangan


domestik, namun juga bergerak lebih menuju perdagangan internasional. Lrntuk itu perlu adanya ekspansi armada nasional dalam hal jumlah dan teknologi maritim.
Sementara

itq

Sekretaris ]enderal DPP PPNSI (Perhimpunan Petani

dan Nelayan Sejahtera Indonesia), Riyono, mengharapkan agar


pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Kelautan untuk
meningkatkan sumber daya manusia di bidang maritim, karena
dengan minimnya kebijakan yang dibuat pemerintah, negeri ini
tidak memiliki arah yang jelas untuk membangun dunia kelautan
perikanan nasional, khususnya dalam mensejahterakan nelayan.

KEMISKINAN MASYARAKAT PESISIR


Sebagai negara bahari dan kepular.lan terbesar di dunia dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km, sebagianbesar wilayah Indonesia
merupakan daerah pesisir. Terdapat banyak kehidupan masyarakat
di sana. Ironisnya, sebagian besar kehidupan warga di sana berada
dalam garis kemiskinan.

Sebanyak 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk


Lrdonesia dalam kondisi miskin, dan rentan menjadi miskin. Badan
Pusat Statistik (BI'S) pada 2@8 menyebutkan bahwa penduduk miskin

9 P.ED.frrif

M6uiu MH D.g.n M..itim lndoo6ia I 2l

di Indonesia mencapai 34,96 jutajiwa dan 63,47 petse.n di antaranya


adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan.
Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang
mendiami suatu wilayah pesisir dan sumber kehidupan per ekonomiannya tergantung pada pemanfaatan sumber daya laut dan
pesisir. Kemiskinan masyarakat pesisir dilatarbelakangi oleh beberapa macarn persoalan yan15 saling berhubungan satu sama lain.
Dikategorikan menjadi kemiskinan struktural, kemiskinan superstruktural, dan kemiskinan kultural. Beberapa pakar ekonomi
mengatakan bahwa nelayan tetap mau untuk tinggal dalam
Iingkaran kemiskinan karena kehendaknya untuk menialani hidup
(Panayotou, 1982).

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melansir jumlah masyarakat miskindi pesisir jumlahnya mencapai T,Sffiajiwayang bermukiin di 10 ribu desa yang berada di tepi pantai. Tingginya tingkat
kemiskinan disebabkan karena kerusakan sumber daya pesisir,
rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, dan rendahnya infrastruktur desa serta kesehatan lingkungan pemukiman.
Etos kerja dari para nelayan, lemahnya tingkat pendidikan, kurangnya
aksesibili-tas terhadap informasi dar-r teknologi yang masuk, kurangnya
biaya r.rntuk modal semakin mernbuat masyarakat Pesisir merrjadi me
lematr. Di saat bersamaaru kebijakan dmi pemerintah tidak memihak
kepada masyarakat pesisia akibatnya kemiskinan semakin ber,tambah-

Di antara kategori pekerjaanyang terkait dengan kemiskinan, nelayan


kerap kali disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor). Berdasarkan data World Bank
kemiskinan, disebutkan bahwa sebanyak 108,78 juta orang
atau 49 persn dari total penduduk hrdonesia dalam kondisi miskin
dEr-r rentan menjadi miskin. Selain itu, merrurut Badan Pusat Statistik

22 |

p.GFhdfMGnuiu

Mas Depan Mariu:h lnd@6i.

I<EMISKINAN MASYAMICT PESISIR

(BPS) pada tahun 2008 disebutkan pula bahwa penduduk miskin

di

Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen diantaranya


adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan.
Melihat kondisi di atas, nelayan dan komunitas masyarakat pesisir
pada umumnya adalah bagian dari kelompok masyarakat miskin
yang berada pada tingkat paling bawah dan seringkali menjadi
korban pertamayangpaling menderita akit,atketidakberdayaan dan
kerentanannya. Beberapa kajian yang telah dilakukan menemukan
bahwa para nelayan bukan saja sehari-hari harus berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan
yang panjang, tetapi lebih dari itu. Mereka sering harus berhadapan

dengan berbagai tekanan dan bentuk eksploitasi yang muncul


bersamaan dengan berkembangnya proses modemisasi.

Ironis sekali ketika mengetahui sebagian besar wilayah Indonesia


yang berupa perairan memiliki kekayaan sumber daya alam dan
nelayan sebagai salah satu mata pencaharian vital yang seharusnya
dapat memanfaatkan hasil laut untuk kesejahteraan hidupnya dan
masyarakat lain, justru keadaannya terpuruk.

Kemiskinan yang terjadi pada nelayan menjadi salah satu sumber


ancaman potensial bagi kelestarian sumber daya pesisir dan lautan.
Berbagai macarn sebab salah satunya yakni desakan ekonomi dan
tuntutan hidup memuntut masyarakat unfuk memperoleh perrdapatan melalui usaha ekstraksi strmber daya perairan dan kelautan
dengan menghalalkan segala cara tanpa mempedufikan akibatnya. Su-

dah menjadi suatu keharusan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi salah satu agenda perrting di wilayah pesisir, mengingat
masyarakat,vang tirggul di daerah tersebut adalah para nelayan.
Pemberdayaan ini lebih difokuskan kepada pencerdasan para nelayan itu sendiriagar mereka paham dan mengerti bagaimana rne-

tusp.hdf t

Gnulo

Ma

Dcprn frh]l'lm

lndorch

23

manfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan, serta bagaimana


cara mengentaskan kemiskinan mereka agar mata pencaharian
nelayan dapat dipandang sebagai mata pencaharian unggulan se-

hingga mereka, para nelayan tersebut tidak terjebak lagi dalam


lingkaran setan kemiskinan (oicious circle).
menjadi kendala dalam pengembangan kelautan dalam negeri adalah lernahnya SDM nelayan. Industri perikanan sulit berkembang karena keterbatasan angkatan kerja di
sektor perikanan yang terdidik. Sementara industri perikanan
rakyat perkembangannya sangat lamban. Kondisi ini terjadi
karena tingkat pendidikan masyarakat pesisir masih rendah:
Nelayan sulit beradaptasi dengan perkembangan teknologi penangkapan ikan yang kemajuannya sangat pesat. Kurang inovatif terhadap teknologi lokal yang mereka miliki, dan ada
kecenderungan hanya selalu mengikuti doktrin-doktrin dari
leluhur mereka yang seharusnya mengalami perbaikan dan perubahan yang sifatnya adaptif.
Sa1ah satu yang

Apalagi ada kecendemngan jumlah hasil tangkapan yang semakin


kecil sejak beberapa tahun terakhir. Kondisi ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah perilaku nelayan sendiri dalam
melakukan penangkapan. Penggunaanbom ikan dalam banyak kasus terbukti sangat merusak ekosistem laut sebagai tempat berkembangbiaknya ikan. Belum lagi harga BBM naik, yang berpengaruh
terhadap aktivitas nelayan.
Kelangkaan ketersediaan tenaga kerja terampil menjadi masalah
tersendiri dalam proses pengembangan sektor kelautan. Wilayah
perairan yang luas dengan areal penangkapan yang sangat be-

sar membutuhkan tenaga-tenaga handal. Nelayan sudah saatrrya


mengerti bahwa pengetahuan tentang laut itu tidak hanya pada
pengetahuan yang bersifat turun-temurun. Tetapi kearifan tradi-

24 I f ireBFhtif Mduiu Mas Dem

Mrrltim

lnd66ia

NELAYAN TRAOISIONAL TERPINGIRKAN

sional yang ditransformasi menjadi sebuah keterampilan, sehingga


mendorong penirgkatan produktivitas.

Adapun upaya pemerintah dalam uPaya perbaikan kualitas nelayan


salah satunya dengan diterbitkan Keppres No 10/2011 yang ditujukan
khusus meningkatkan kesejahteraan nelayan, dengan Menteri Kelautan
dan Perikanan sebagai nakhoda, dibantu sebelas kementerian terkait-

ELAYAN TRADISIONAL TERPI NGG I RKAN

Sepanjang tahun 2011 kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh


negara Malaysia meningkat. Mereka ditangkap atas tuduhan me-

masuki perairan negeri jiran. Sikap pemerintah atas penangkapan


nelayan ini tidak mampu untuk melindungi warganya.
Perahu nelayan tampak terlihat berjejer di bibir pantai. Bukan karena
cuaca buruk atau angin kencang yang melanda di perairan Sumatera.

Pagi itu mereka mendapat kabar duka bahwa rekannya Ell Zalianl
(33) meninggal dunia di salah satu penjara di Malaysia. Elibersama 13
nelayan tradisional asal Desa Palusibaji, Deli Serdang, Sumatera Utara,

November lalu ditangkap polisi Diraja Malaysia dengan tuduhan


memasuki perairan y'ang bukan milik negaranya. Para nelayan yang
ditangkap ini mendapat perlakuankasar dari aparat Malaysia.
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanik

mengungkapkan kematian nelayan ini menunjukkan minimnya perhatian. Sudah ratusan nelayan mengalami pemukulan dan perlakuan
buruk dari aparat negara lain. Akibatnya seorang nelayan kita tewas.
Kiara meminta Presiden SBY untuk mendesak negara-neg.ua {tg-

gota ASEAN memberikan perhatian khusus untuk menghentikan


kriminalisasi nelayan tradisional di perbatasan yang ditangkap karena diduga mencuri ikan dan melanggar garis perbatasan.

PspcHf

M.nulu

Ma*

Depan Maddm

lndooh | 25

NELAYAN TRADISIONAL TERPIN6GIRI(AN

Menurut Riza data yang dihimpun Kiara dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (ICrIfD menyatakan bahwa hanya untuk daerah
sekitar Kabupaten Langkat, Sumatera Utara saja telah terdapat
sebanyak 52 nelayan tradisional yang pernah ditangkap dan

ditahan aparat Malaysia sejak April2009 hingga September 2011.


Selain itu, masih berdasarkan data yang dihimpun tersebut,
terdapat hingga sebanyak 47 nelayan tradisional lainnya mengaku
pemah menjadi korban perompakan dan penganiayaan oleh polisi laut negara jiran tersebut.
Nelayan tradisional yang telah menangkap ikan di perairan secara
turun-temurun harus mendapatktm semacarn dispensasi atau ganti
rugi karena mereka memang memiliki batas wilayah perairan
sendiri. Batas wilayah perairan secara adat tradisional itu, lanjutny+
seharusnya dapat diakui dan dihargai oleh masing-masing negara
yang wilayahnya beririsan dengan perairan tersebut.

Riza menjelaskan, seharusnya pemerintah negara Asia Tenggara


yang menangkap nelayan tradisional di kawasan tersebut juga seharusnya melihat aspek hi'storis bagi para nelayan tersebut. Bisa
saja nelayan tradisional ditan$kap karena terombang-ambing di
perairan akibat cuaca ekstrim. Naffrun, ia mengemukakan bahwa
terbagai pihak yang melakukan pencurian ikan di wilayah fndonesia merupakan para pelaku yang menggunakan kapal-kapal penangkap ikan komersial berukuran besar sehingga pant-as apabila
dilakukan tindakan hukum.
Kementerian Luar Negeri juga dinilai kurang memberikan perlindungan terhadap warga negara di luar negeri. Lemahnya koordinasi

antara Kedutaan Indonesia di Malaysia dan Pemerintah Malaysia


dituding memperlambat proses pemulangan warga Indonesia
yang ditangkap. Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla)
juga dinilai lalai dan gagal melind*g batas-batas perairan laut

26 | f

nergcrnrf

uauiu Ma5. D.pcn Mariiim ln&nia

Indonesia. Padahal menurut nelayan;'ustru kapal Malaysia banyak


yang masuk ke wilayah perairan Indonesia.

Pada Agustus 2011, Agensi Penguat kuasa Maritim Malaysia


(APMM) menangkap lima nelayan tradisional asal Kabupaten Langkat Sumatera Utara, dan enam nelayan tradisional lainnya dirompak. Sembilan nelayan dari Desa Paluh Sibaji, Deliserdang ditangkap
Kepolisian laut diraja Malaysia pada September 2011 lalu. Kesembilan
nelayan itu ditangkap dengan dua kapal yang berbeda.

Koordinator Program Kiara, Abdul Halim, mengatakan kasus penangkapan nelayan di wilayah perbatasan yang berulang itu menunjukkan pemerintah tidak belajar dari kejadian serupa sebelumnya. "Bagaimana rnungkin anak bangsa dibiarkan bertarung

9 Pe6pehrifMenuiu Masa Depan Markim

lndoneia | 27

NELAYAN TRADISIONAL TERPINC6IRI<AN

sendirian di tengah laut untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga


dan tiba-tibaharus menyerahkan seluruh hasil tangkapannya kepad.a orang asing di bawah todongan senjata?" ujar Abdul'

"Dalam perahu nelayary hasil tangkapan ikan seberat 250 kg'


kotak penyimpanan ikan atau fiber 3 buah, solar sebanyak 135
liter, dan alat tangkap nelayan dipaksa diserahkan kepada petugas APMM yang rnemakai kapal bernomor lambung 3140'"
kata Abdul melanjutkan.
Presidium Nasional KNTI wilayah sumatera, Tajruddin Hasibuan
mengatakan kasus kekerasan vang dialami para nelayan di wilayah
perairan perbatasan tersebut menunjukkan bahwa aparat negara
ietangga kerap memasuki wilayah perairan Indonesia, khususnya
di sekitar Langkat, Sumatera Utara.
,,Lemahnya penjagaan wilayah perairan perbatasan Lrdonesia jelas
terlihat. Seldin itu tidak adanya bekal informasi batas perairan Lrdonesia
dengan Malaysia untuk nelayan tradisional, baik melalui peta terkini
*urp* alat navigasi modem mmjadikan nelayan rentan mengalami
kekerasan dan kdminalisasi oleh aparat negara\ai71," ujar Tajruddin.

Karena itu, ia meminta kepada pemerintah untuk segera meiringkatkan kualitas dan kuantitas patroli Pengamanan laut di wilayah
perairan Indonesia, memberikan informasi dan pemahaman mengenai hak-hak nelayan dan batas wilayah Lrdonesia dengan 10
,r"gum tetangga melalui pelatihan secara berkala kepada nelayan'
Hal terakhir yang ia minta yakni pemerintah memberikan pelatihan

advokasi hukum bagi organisasi nelayan


khusus di perbatasan.

di

berbagai wilayah

Kasus penangkapan nelayan meniadi batu sandungan menteri


luar negeri kedua negara duduk berunding di Kinabalu, Malaysia"

28 I C PrEPchiifUcnuiu Ma$

EhPan Maritim

lndoictl'

NELAYAN TRADISIONAL TRPINCGIRI(AN

Walau masih permulaarl pertemuan Kinabalu ifu sungguh memberi harapan. Dua negara menerbitkan sejumlah kesepakatan guna

mencari jalan damai mengakhiri kisruh yang kerap terjadi.


Selain membicarakan masalah perbatasan - termasuk ,'Insiden 13
Agustus 2010" - menteri luar negeri kedua negara juga membicarakan upaya peningkatan kapasitas perlindungan warga negara.
Delegasi Indonesia, yang dipimpin Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa, mengajukan usulan consular Notification and Assistance
Arrangemenfs mengenai langkah-langkah yang perlu diambil oleh
kedua pihak dalam menangani keadaan dimana warganegaranya
menghadapi permasalahan hukum.

Parp.krf lhuiu L.s. Dqrn Mrtrr

krdmr | 29

Anda mungkin juga menyukai