Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah
atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis yang kemudian
menyerang seluruh tubuh terutama paru-paru. Mycobacterium tuberculosis telah
menginfeksi hampir 2 miliar orang atau sepertiga dari total penduduk dunia. Tidak
berhenti sampai di situ, WHO memperkirakan hingga tahun 2020 jumlah orang
yang terinfeksi TB paru akan bertambah 1 miliar orang lagi. Dengan kata lain,
terjadi pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta orang setiap tahunnya.
Angka ini sangat memprihatinkan karena berarti ada 2-4 orang yang terinfeksi
M.tuberculosis setiap detik dan hampir 4 orang meninggal setiap menit karena TB
paru.1
Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia. Menurut
WHO dalam Global TB Report 2012, prevalensi TB di Indonesia pada tahun
2011 adalah 244/100.000 penduduk. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan
jumlah terbanyak keempat di dunia yakni 5,8% setelah India 21,1%, Cina 14,3%
serta Afrika Selatan. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera dengan angka
prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Bali dan Jawa
dengan angka prevalensi TB tertinggi yaitu 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah
Indonesia Timur dengan angka prevalensi tertinggi yaitu 210 per 100.000
penduduk (Departemen Kesehatan RI, 2008).1
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 didapatkan data bahwa
prevalensi Tuberkulosis paru klinis yang tersebar di seluruh Indonesia adalah
1,0%. Tujuh belas provinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi di atas
angka nasional, yaitu provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan
angka putus obat masih tinggi mencapai 50-85 % . Sejak tahun 2000 strategi
DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes) terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan
dasar.1
Menurut George Enggel pendekatan dalam pelayanan medis tidak hanya
berfokus pada aspek biologi (penyakit) tetapi juga dipengaruhi aspek psikososial.
Karena itu interaksi antara komunitas sosial dan keluarga dengan bantuan
lingkungan komunitasnya sangat membantu tidak hanya dalam menyelesaikan
masalah klinis saja tetapi juga masalah psikososial.3
Oleh karena itu sejalan dengan program DOTS di layanan primer maka
pendekatan diagnostik holistik pada pasien TB Paru juga dapat menjadi salah satu
penunjang dalam mendukung upaya pencapaian sasaran strategi nasional
pengendalian TB yang mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2009-2014.2
1.2 Rumusan Masalah
Apa faktor yang mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis Paru pada Ny. S?
Apakah dengan hygiene yang kurang dapat menjadi salah satu faktor
Tuberkulosis Paru ?
Bagaimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Tuberkulosis Paru ?
1.3 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait Manajemen Tuberkulosis Paru secara
holistic dan komprehensif dengan menggunkan pendekatan kedokteran
keluarga.
Untuk pengendalian permasalahan Tuberkulosis Paru pada tingkat individu
dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi
dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
3
secara individual,
masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik moral dan
peraturan perundangan.
1.3.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan
budaya sendiri dalam penangan Tuberkulosis Paru, melakukan rujukan
bagi kasus Tuberkulosis Paru, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Tuberkulosis Paru.
1.3.4. Pengelolaan
Informasi
(Kompetensi
4)
Mahasiswa
mampu
komprehensif,
holistik,
koordinatif,
kolaboratif
dan
1.5.2. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan first-line therapy dan
dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit Tuberkulosis Paru.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan didasarkan atas berkurangnya gejala klinis pasien terhadap
penyakit yang diderita yaitu Tuberkulosis Paru,seperti keluhan batuk-batuk yang
disertai bercak darah sudah tidak ada lagi, keringat malam yang tidak ada, serta
status gizi yang membaik dengan adanya peningkatan berat badan yang bermakna.
Yang terpenting adalah dilakukan pengecekan sputum SPS ketika sudah 2 bulan
pertama fase intensif pengobatan TB, dan diharapkan terdapat perubahan hasil
yang lebih baik.
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
2.1 KERANGKA TEORITIS
Gambaran Penyebab Tuberkulosis Paru
Penjamu peka
Mycobacterium tuberculosis
MEKANISME
Faktor resiko
Tuberkulosis Primer
Penularan melalui Inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
TUBERKULOSIS PARU
Ling. Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku Kesehatan
PENDERITA
PARU
Ling. Kerja
Beresiko
untuk
menjadi
sumber penularan jika tidak
ada upaya preventif pada
orang
sehat
dan
penatalaksanaan bagi pasien
Pelayanan
Kesehatan
Jarak rumah dengan
PKM mudah dijangkau
Lingkungan Fisik
Faktor Biologi
Seluruh anggota keluarga yang
tinggal serumah beresiko tinggi
terkena Tuberkulosis Paru (Suami dan
ketiga anaknya)
Komunitas
Rumah dengan
buruk
dan
mendukung
m.tuberculosis
ventilasi yang
kelembaban,
infeksi
holistik
adalah
memandang
manusia
sebagai
mahluk
fisik,
hasil
pemeriksaan
penunjang,
penilaian
risiko
tujuannya yakni
1.
2.
3.
4.
5.
penyaring
Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan fisik
Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
10
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan
dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan
pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan
pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
11
III.
IV.
V.
termasuk
salah
satu dari
limaspecies
ukuran 2-4 x 0,2-0,5m, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak
bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga memerlukan pewarnaan
khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna.Pewarnaan yang lazim digunakan
adalah pewarnaan Ziehl-Nielsen.Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan
kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal
antibiotika.M. tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan
antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi
silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat
menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.8,9,10
b. Host (Penjamu)
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TB. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :a).Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua
penderita b) Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita c).
Puncak sedang pada usia lanjut .Dalam prkembangannya, infeksi pertama semakin
tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria
dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari risiko
infeksi .Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TB
sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan
dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TB, tetapi mungkin
mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat
resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TB, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi,
kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai
mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik
dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit
untuk dievaluasi.3,6
c. Enviroment
Distribusi geografis TB mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian
yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
14
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis .Keadaan sosialekonomi merupakan hal penting pada kasus TB. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TB dengan kelas sosial yang
mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan
tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi
dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga
fisik, pengangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TB dapat
juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini .Pada
lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan
hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya .3,6
2.3.3.2 Variabel Epidemiologi
2.3.3.2.1 Distribusi Menurut Orang (Person)
a. Distribusi Menurut Umur
Penyakit TB Paru dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria,
wanita, tua, muda, anak-anak, kaya dan miskin serta dimana saja. Sebagian besar
penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun.Data WHO
menunjukkan bahwa kasus TB di Negara berkembang banyak terdapat pada umur
produktif 15-29 tahun,Sejalan dengan penelitian Rizkiyani (2008) yang
menunjukkan jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6% berasal dari usia
produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut ( 55 tahun).
b. Distribusi Menurut Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan
perempuan.TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Serupa
dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia
tertular oleh kuman TB dan satu juta di antaranya meninggal setiap tahun.
c. Distribusi Menurut Etnik
15
Suku bangsa atau golongan etnik adalah sekelompok manusia dalam suatu
populasi yang memiliki kebiasaan atau sifat biologis yang sama. Walaupun
klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara praktis
maupun secara konseptual, tetapi karena terdapat perbedaan yang besar dalam
frekuensi dan beratnya penyakit diantara suku bangsa maka dibuat klasifikasi
walaupun kontroversi. Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku
bangsa berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan, misalnya:
(Penyakit sickle cell anemia, Hemofilia dan Kelainan biokimia sperti glukosa 6
fosfatase).
2.3.3.2.2 Distribusi Menurut Tempat (Place)
Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di
tularkan melalui udara.Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi
penyebaran TBC salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor .Penderita
TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan
yang kumuh dan kotor.
Wilayah
Resiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis penyakit TB Paru
Afrika,Amerika,Amerika
Indian,Asli
Alaska,Asia,Kepulauan
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan Kapan saja
tanpa mengenal waktu,Apabila Kuman telah masuk ke dalam tubuh maka pada
16
saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya penyakit
TB Paru.
2.3.4. PATOGENESIS
1. Tuberkulosis primer :
Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Mycobacterium
tuberculosis. Setelah melalui barrier mukosilier saluran napas, basil TB akan
mencapai alveoli. Kuman akan mengalami multiplikasi di paru, disebut focus
Ghon. Melalui aliran limfe, basil mencapai kelenjar limfe hilus.Focus Ghon dan
limfadenopati hilus membentuk kompleks primer.Melalui kompleks primer basil
dapat menyebar melalui pembuluh darahke seluruh tubuh.Respons imun
seluler/hipersensistivitas tipe lambat terjadi 4-6 minggu setelah infeksi primer.
Banyaknya basil TB serta kemampuan daya tahan tubuh host akan menentukan
perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respons imun tubuh
dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi kuman dorman.
Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang buruk, respons imun tidak dapat
menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa
bulan kemudian. Sehingga kompleks primer akan mengalami salah satu hal
sebagai berikut:3,9,10
i.
Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat (restirution ad
ii.
iii.
integrum)
Sembuh dengan meninggalkan bekas (sarang Ghon, fibrotik, perkapuran)
Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum ke jaringan sekitarnya.Sebagai contoh adalah
pembesaran kelenjar limfe di hilus, sehingga menyebabkan penekanan
bronkus lobus medius, berakibat atelektasis. Kuman akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat menuju lobus yang atelektasis, hal
ini disebut sebagai epituberkulosis. Pembesaran kelenjar limfe di
leher, dapat menjadi abses disebut scrofuloderma. Penyebaran ke
pleura menyebabkan efusi pleura.Penyebaran bronkogen ke paru
bersangkutam atau paru sebelahnya. Atau tertelan bersama dahak
sehingga terjadi penyebaran di usus.3
b. Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti
tuberculosis milier, meningitis, ke tulang, ginjal, genitalia.3
2. Tuberkulosis post primer
17
Terjadi setelah periode laten (beberapa bulan / tahun) setelah infeksi primer.
Dapat terjadi karena reaktivasi atau reinfeksi.Reaktivasi terjadi akibat kuman
dorman yang berada pada jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi
primer, mengalami multiplikasi.Hal ini dapat terjadi akibat daya tubuh yang
lemah.Reinfeksi diartikan adanya infeksi ulang pada seseorang yang sebelumnya
pernah mengalami infeksi primer. TB post primer umumnya menyerang paru,
tetapi dapat pula di tempat lain di seluruh tubuh umumnya pada usia dewasa.
Karakteristik TB post primer adalah dahak BTA positif, pada lobus atas,
umumnya tidak terdapat limfadenopati intratoraks.3,10
Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini umumnya pada segmen
apical lobus superior atau lobus inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumonik
kecil. Sarang ini dapat mengalami salah satu keadaan sebagai berikut : 3
1. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan berupa jaringan
fibrosis dan perkapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk jaringan
keju dan bila dibatukkan menimbulkan kaviti.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju, yang bila dibatukkan
akan menimbulkan kaviti. Kaviti awalnya berdinding tipis kemudian
menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti akan mengalami:3
a. Meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
b. Memadat dan membungkus diri disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan sembuh, tapi dapat aktif kembali dan mencair
menimbulkan kaviti kembali.
c. Menyembuh dan disebut open healed cavity, atau menyembuh dengan
membungkus diri, akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan
tampak sebagai bintang (stellate shape).
2.3.5
GEJALA KLINIS
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yangtimbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secaraklinik.3,4
18
b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:2
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Catatan:
1. Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat diklasifikasikan
sebagai BTA negatif, dicatat sebagai pemeriksaaan dahak tidak dilakukan.
2. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB
paru.
3. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Adalah
pasien
tuberkulosis
yang
sebelumnya
pernah
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan.2,11
2. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan turun.Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan
dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan
yang didapatkan tergantung luas kelainan struktur paru. Tanda fisik penderita TB
tidak khas, tidak dapat membantu untuk membedakan TB dengan penyakit paru
lain. Tanda fisik tergantung pada lokasi kelainan serta luasnya kelainan struktur
paru. Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara
napas bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak napas
tertinggal, keredupan dan suara napas menurun sampai tidak terdengar. Bila
terdapat limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering di
daerah leher, kadang disertai adanya skrofuloderma.3,11
3.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik. Pada kasus baru akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih
dibawah normal. LED mulai meningkat.1,3
b) Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan
diagnosis.Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro
spinalis, bilasan lambung, bronkoalveolar lavage, urin, dan jarigan biopsi.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara mikroskopik dan biakan.1
Pemeriksaan dahak untuk menentukan basil tahan asam merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang diurigai menderita
tuberculosis atau suspek.Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu /
22
didasarkan
skala
IUATLD
atau
Hasil
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada
b.
saat
pulang,
suspek
membawa
sebuah pot
dahak
untuk
c.
Kesehatan.3
S(Sewaktu):
Dahak dikumpulkan di Unit Pelayanan Kesehatan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.3
Bila hanya satu spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau
SPS ulang.bila foto thoraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB
paru BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang.bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan
penderita TB. Bila SPS positif berarti penderita TB BTA (+). Bila foto
toraks mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnsis adalah
TB paruBTA negatif rontgen positif.3
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak. Secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.Namun
23
24
Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin (tuberculin skin test/TST) merupakan alat diagnostik yang
sampai saat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk
mendiagnosis adanya infeksi tuberkulosis. Pertama kali Robert Koch membuat
filtrat dari kulturMycobacterium tuberculosis dengan tujuan sebagai terapi. Pada
penerapannya, tenyata pemberian tuberkulin yang bertujuan menyembuhkan
menimbulkan reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot, mual dan muntah
sedangkan mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan reaksi tersebut. Akhirnya
pada perkembangannya tuberkulin digunakan sebagai alat diagnostik dengan
mengaplikasikannya secara lokal untuk mencegah reaksi sistemik.1,9
Siapkan 0,1 ml PPD ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27
gauge)
asma
berasala
dari
kata
Yunani
yang
artinya
terengah-
PENATALAKSANAAN
27
dalam
keadaan
metabolik
aktif
yaitu
kuman
yang
sedang
28
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosisi tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan
dengan
pengawasan
langsung
(DOT=Direcly
Observed
OAT
yang
digunakan
oleh
Program
Nasional
PengendalianTuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE):
a. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat diIndonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,Levofloksasin,
Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitupirazinamid and
etambutol.
29
tujuan
untuk
memudahkan
pemberian
obat
dan
menjamin
obat
dapat
disesuaikan
dengan
berat
badan
sehingga
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
Lama
pengobatan
Intensif
Lanjutan
2 bulan
4 bulan
Tablet
Isoniazid
@ 300
mgr
1
2
1
1
3
-
Tablet
Etambuto
l @250
mgr
3
-
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
48
30 37 kg
38 54 kg
56 70 kg
71 kg
Selama 56 hari
2 tab 4KDT
+ 500 mg Sterptomisin inj.
3 tab 4KDT
+ 750 mg Sterptomisin inj.
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Sterptomisin
inj.
5 tab 4KDT
+ 1000 mg Sterptomisin
inj.
Selama 26 hari
2 tab 4KDT
3 tab 4KDT
4 tab 4KDT
5 tab 4KDT
Tahap Lanjutan 3
kali seminggu RH
(150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 2KDT + 2 tab
Etambutol
3 tab 2KDT + 3 tab
Etambutol
4 tab 2KDT + 4 tab
Etambutol
5 tab 2KDT + 5 tab
Etambutol
Lama
Pengobatan
Kaplet
Rifampisin
@450 mgr
2 bulan
1 bulan
Tablet
Isoniazid
@300
mgr
1
1
1
1
Kaplet
Pirazinamid @
500 mgr
3
3
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
Tahap
Lanjut :
R/ 3x
4 bulan
Etambutol
Tablet
Tablet
@250
@400
mgr
mgr
3
3
-
Sterpto
-misin
injeksi
0.75 gr
-
Jumlah
hari/x
mnelan
obat
56
28
60
31
per
minggu
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobatisebelumnya:
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal
3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu denganmenambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4 ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 5. Dosis KDT untuk Sisipan2
Berat Badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@mgr
Kaplet
Rifampisin
@450mgr
Tablet
Pirazinamid
@500mgr
Tablet
Etambuto
l
@250mgr
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan
28
Penggunaan
OAT
lini
kedua
misalnya
golongan
aminoglikosida
32
rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan
terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.
Pengobatan TB pada Anak
Skor 6
Beri OAT
selama 2 bulan dan
dievaluasi
Respons (+)
Terapi TB diteruskan
Respons (-)
Teruskan terapi TB sambil mencari
Penyebabnya
BB < 10 kg
50 mg
75 mg
BB 10 19 kg
100 mg
150 mg
BB 20 32 kg
200 mg
300 mg
33
Pirasinamid
150 mg
300 mg
600 mg
5-9
10-14
15-19
20-32
Keterangan:
a.
b.
c.
d.
e.
penderita
TB
dengan
BTA
positif,
perlu
dilakukan
Penatalaksanaan
Semua OAT diminum
sebelum tidur
Beri aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg
terbakar di kaki
Pirazinamid
rasa INH
malam
per hari
34
seni (urine)
Penyebab
Semua jenis OAT
Penatalaksanaan
Ikuti
Tuli
Streptomisin
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
ganti Etambutol.
Streptomisin
dihentikan,
Hampir
ganti Etambutol.
semua Hentikan semua OAT sampai
OAT
muntah- Hampir
ikterus menghilang.
semua Hentikan semua OAT, segera
dan
petunjuk
karena obat)
Gangguan penglihatan
Purpura dan renjatan (syok)
Hentikan Etambutol
Hentikan Rifampisin
Etambutol
Rifampisin
35
Keterangan :
a. Jika dari ketiga spesimen dahak SPS hasilnya positif maka pasti didiagnosis
TB.
b. Jika hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis
TB paru BTA positif. (lihat bagan alur)
c. Jika ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelahpemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
36
Terapi TB diteruskan
Terapi
sampai
TB diteruskan
6 bulan
Untuksambil
RS fasilitas
mencari
terbatas
penyebabnya
rujuk ke RS dengan fasilitas leb
Keterangan :
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelahpemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk
menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata
walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT
tetap dihentikan.
Tabel 11.Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB untuk diagnosis
TB2
Parameter
Kontak TB
0
Tidak jelas
Uji tuberkulin
Negatif
Berat
badan/
Bawah
2
3
Laporan
BTA
keluarga,
positif
BTA
negatif
atau tidak
tahu, BTA
tidak jelas
Jumlah
Positif (10
37
keadaan gizi
garis
merah
(KMS)
atau BB/U
<80%
Demam tanpa
sebab jelas
Batuk
Pembesaran
kelenjar limfe
koli,
aksila,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto toraks
Normal/tidak
jelas
Jumlah
2 minggu
mm, atau
5
mm
pada
keadaan
imunosupresi
3 minggu
1
cm,
jumlah>1,
tidak nyeri
Ada
pembengk
akan
Kesan TB
Catatan :
a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain lain.
c. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosistuberkulosis.
d. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.
e. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
h. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut.
2.3.10 KOMPLIKASI
38
Pasca
Tuberculosis,
kerusakan
parenkim
(Cardio
Pulmonary
Insufisiency).
Penderita
yang
mengalami
komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan
kerusakan jaringan yang lebih luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali dikeluhkan oleh kasus kambuh.
Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup
diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk
ke unit spesialistik.8
2.3.11. PENCEGAHAN
Untuk mencegah tuberkulosis, digunakan vaksin BCG di seluruh dunia.
Namun, catatan terakhir penggunaan vaksin BCG tidak direkomendasikan untuk
bayi. Selain penggunaan BCG diharapkan untuk melakukan konsultasi dengan
ahli paru yang ada.8
Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi
dini dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini.Menurut hukum, semua
39
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
40
3.1
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian
mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek
dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah
kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan penderita Tuberkulosis
Paru dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Tamalate pada tahun
2016.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan atau keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.2
3.2.1
3.2.2
3.3
3.3.1
Keadaan Geografis
41
6.3.2
7
Keadaan Demografis
Adapun jumlah Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate pada
tahun 2013 adalah 52.474 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak
11.559 Rumah Tangga.
NO
KELURAH
LUAS
JUMLAH
JUMLAH
JUMLA
RATA-
KEPADATA
AN
WILAYA
RW
POSYAN
PENDUD
RATA
DU
UK
RUMAH
JIWA/RUM
PENDUDU
(km2)
TANGG
AH
1,38
A
8,194
TANGGA
4,37
per km2
25,704
RT
Parang
Tambung
10
16
13
35,795
42
Balang
Baru
JUMLAH
1,18
54
10
16,679
3,365
4,96
2,595
2,56
16
26
22
52,474
11,559
9,325
28,299
7.3.2
Upaya Kesehatan
Puskesmas Tamalate sebagai unit teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar
43
7.3.4
3.3.5.2
7.3.5
Kepala Puskesmas
a. Sarana Kesehatan
46
: 2 buah
: 1 buah
Puskesmas
: 1 buah
Puskesmas Pembantu
: 1 buah
: 0 buah
Dokter Praktek
: 11 orang
: 5 orang
Apotek
: 9 buah
Posyandu
: 22 buah
b. Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Tamalate tahun 2015
sebanyak 23 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari
Dokter Umum
: 4 orang
Dokter Gigi
: 2 orang
Perawat
: 8 orang
47
3.3.8
Bidan
: 3 orang
Sanitarian
: 1 orang
Nutrisionis
: 2 orang
Pranata Laboratorium
: 1 orang
Asisten Apoteker
: 1 orang
Perawat Gigi
: 2 orang
Rekam Medik
: 1 orang
Epidemiologi
: 1 orang
Promkes
: 1 orang
AKK
: 1 orang
Loket
Kamar Periksa
-
Poli Umum
Poli Gigi
Poli KIA/KB
Ruang
Tindakan
Rujuk
Pasien
Laboratoriu
m
48
Apotik
Pasien
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL STUDI KASUS
4.1.1 PASIEN
4.1.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Umur
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Bangsa/suku
: Makassar
Agama
: Islam
Pekerjaan
Alamat
49
Seorang
perempuan 34 tahun,
Tamalate dengan keluhan batuk darah. Dialami pasien kurang lebih selama 1
bulan terakhir sebelum datang ke Puskesmas Tamalate. Batuk disertai lendir
berwarna putih namun dalam 3 hari terakhir ditemukan bercak warna merah
dalam lendir. pasien juga mengeluhkan sering demam sejak 2 minggu terakhir dan
selalu keringat ketika malam hari tanpa sebab hingga harus selalu mengganti
bajunya. Riwayat penurunan berat badan 5 kg dalam 2 bulan terakhir yang
disertai dengan penurunan nafsu makan. Tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada
nyeri ulu hati.
BAB : biasa, berwarna kuning , darah tidak ada, warna hitam tidak ada.
BAK : biasa, berwarna kuning dan lancar.
Riwayat DM (-)
Riwayat malaria (-)
dilakukannya.
Ny.S mengakui masih kurangnya perhatiannya dan orang-orang
sekitarnya tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
4.1.1.3.
PEMERIKSAAN FISIS
Tanda vital :
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,7 oC (axilla)
: Biasa
51
Simetris muka
Deformitas
: (-)
Rambut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
: (-)
Gerakan
: ke segala arah
Kelopak Mata
Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: ikterus (-)
Kornea
: jernih
Pupil
Telinga
Pendengaran
Tophi
Nyeri tekan di prosesus mastoideus
Hidung
Perdarahan
Sekret
Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Gigi geligi
Gusi
Leher
Kelenjar getah bening
Kelenjar gondok
DVS
Kaku kuduk
Tumor
Dada
Inspeksi
:
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
Paru
Palpasi
:
Nyeri tekan
: (-/-)
Massa tumor
: (-/-)
Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
: sonor
: sonor
: ICS V dextra
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: ICS II sinistra
: ICS III-IV linea parasternalis dextra
: ICS V linea midclavicularis sinistra
: bunyi jantung I/II murni regular,
bunyi tambahan (-)
Perut
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hepar
Lien
Ginjal
: NT (-) MT (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
: tidak teraba
Perkusi
Alat kelamin
Ekstremitas
Edema -/-
Sputum Sewaktu
Sputum Pagi
Sputum Sewaktu
: BTA +3
: BTA +3
: BTA +3
54
4.1.1.5.
PENATALAKSANAAN
Short OAT Fase Intensif 1 x 3 tab 4 FDC
4.1.1.6. ANJURAN
-
kesehatan
Memperbaiki status gizi dengan makan makanan yang bergizi dan
4.1.2. KELUARGA
4.1.2.1 Profil Keluarga
Pasien Ny. S merupakan istri dari Tn.S yang sudah menikah sejak 22 tahun
yang lalu. Dikarunia 3 putri dan 1 putra. Masing Putrinya berumur 21 tahun, 19
tahun, dan yang bungsu 6 tahun. Sementara putranya berumur 18 tahun. Mereka
semua masih tinggal dalam satu rumah di daerah Tamalate.
4.1.2.2.
N
o
Nama
Gende
r
Umur
Pendidika
n
Pekerjaan
1.
Tn. S
Kepala
37 th
SMA
Pekerja swasta
Keluarga
2.
Ny. S
Istri
34 th
SMA
Ibu Rumah
3.
Nn. N
Anak
21 th
SMA
Tangga
-
4.
Nn.D
Anak
19 th
SMA
5.
An.T
Anak
18 th
SMA
Pelajar
6.
An. S
Anak
6 th
SD
Pelajar
4.1.2.3.
Kesimpulan
Keluarga Tn. S tinggal di rumah
dengan
kepemilikian
sendiri.
Ny.S
tinggal
rumah
yang
sehat
milik
dalam
dengan
4.1.2.5.
Faktor
Keterangan
Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga
menggunakan Letak Puskesmas tidak jauh dari
pelayanan kesehatan
Tarif
kesehatan
Kualitas
kesehatan
untuk
menuju
mencapai
ke keluarga
puskesmas
pasien
puskesmas.
menggunakan sarana angkutan
pelayanan Menurut keluarga tidak ada
umum atau membawa sepeda
biaya pelayanan kesehatan
motor pribadi. Untuk biaya
yang dilakukan di puskesmas
pengobatan diakui oleh keluarga
pelayanan Menurut keluarga kualitas
pasien yaitu setiap kali datang
pelayanan kesehatan yang
berobat tidak dipungut biaya dan
didapat memuaskan.
pelayanan
Puskesmas
pun
dirasakan
keluarga
memuaskan pasien.
Tabel 15. Pelayanan Kesehatan
4.1.2.6.
dapat
Kebiasaan makan
antara 2-3 kali dalam sehari dengan bahan-bahan baku dibeli langsung dari pasar
disekitar rumahnya dan mengelolah bahan-bahan tersebut di dapurnya.
pasien
4.1.2.8.
Pola Dukungan Keluarga
4.1.2.8.1. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Komunukasi, rasa kasih sayang serta kebersamaan sangat tercipta
dilingkungan keluarga ini. Sehingga terlihat walaupun dibeberapa
aspek keluarga ini terdapat kekurangan.
4.1.2.8.2. Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Walaupun suasana kekeluargaan dalam keluarga ini sudah baik, namun
kurangnya keterbukaan salah satu anak (Anak Pertama) yang juga
menderita penyakit yang sama dengan penderita, membuat orang
tuanya menyimpan beberapa kekecewaan kepada anak pertama dalam
keluarga ini. Serta kurangnya pengetahuam keluarga tentang penyakit
yang diderita sehingga masih kurangnya upaya pencegahan factor
pencetus penyebab tuberculosis paru.
4.1.2.9. Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
4.1.2.10.1 Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
1.
2.
Adaptasi :
Tingkat
3.
Growth
Tingkat
Tingkat
Resolve
Tingkat
Hampir Selalu
Kadang-kadang
Hampir tidak pernah
= skor 2
= skor 1
=0
Total Skor
8-10
4-7
0-3
No
1.
Hampir
Selalu
(2)
Pertanyaan
KadangKadang
(1)
Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
seharusnya
Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya karena
keluarga
saya
untuk
miliki
Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan kehangatan/kasih
5.
puas
dengan
waktu
yang
Hampir
Tidak
Pernah
(0)
Total Skor
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 7 ini menunjukkan fungsi
keluarga kurang sehat
4.1.2.10.2 Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
1.
2.
Sosial
3.
4.
5.
6.
Ny.S yang merupakan istri dari Tn.N diakui sebelumnya belum pernah
menderita Tuberkulosis Paru sebelumnya, padahal sudah dilakukan pengecekan
ketika 2 orang anaknya menderita Tuberkulosis Paru dan sekarang masih dalam
proses pengobatan.kedua putrinya yang menderita yakni Nn.N dan Nn.D.
4.1.2.10.3.3. Family Map
Bentuk keluarga ini merupakan keluarga inti.
4.2 PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistic
dan komprehensif yaitu, dari berbagai aspek personal (penderita) serta dari
berbagai aspek dalam kelurga dengan pendekatan kedokteran keluarga.
4.2.1. Analisis Kasus
Pendekatan Kedokteran Keluarga pada penderita tuberculosis paru.
Skor
Fungsi Biologis
Seluruh
keluarga
tinggal
beresiko
Awal
2
Upaya
5
anggota
mengenai
yang
penyakit
serumah
dan
pencegahannya
tinggi
melalui
terkena
Tuberkulosis Paru
Penyelesaian
Edukasi
penyuluhan
Meningkatkan
Skor
Akhir Perbaikan
Terselenggara
Akhir
4
penyuluhan
Adanya
Kenaikan
Berat
Badan
yang
bermakna
dari
penderita,
serta
system
berkurangnya
kekebalan
keluhan
tubuh
dalam
seluruh
anggota
7
Resume Hasil
keluarga.
Skrining
selama
masa
pengobatan.
10 Dilaksanakannya
dini
skrining TB pada
semua anggota
anggota keluarga
keluarga yang
yang
dicurigai
beresiko
beresiko
tinggi
tertular.
2.
Fungsi
dan
Ekonomi
Pemenuhan
Kebutuhan
Kecemasan
penyakit
memburuk
Tingkat
Pendapatan dan
Pendidikan yang
masih rendah.
Pengobatan
Keluhan
4
yang adekuat.
berkurang
Motivasi untuk
Istri
KK
menambah
(Penderita)
dan
penghasilan
anak
dengan
berniat
memanfaatkan
memanfaatkan
waktu luang.
waktu
sulung
luang
untuk
memperoleh
Kekhawatiran
penghasilan.
penyakitnya
akan menular
2
Memakai
masker
bagi
Pemakaian
semua
masker
penderita yang
semua
penderita
sementara
dalam
keluarga
oleh
menjalani
terutama
pengobatan.
beraktifitas
(ketika
3.
Fungsi
Perilaku
Keluarga
di
kurang,
sangat
sehingga
rentan
rumah
untuk
masker)
secara
untuk mulai
mencegah
2
aktif
masih tersedia.
tentang Semua
anggota
Kesehatan
PHBS
4.
Edukasi
ketika
mengaplikasikan
terjangkit infeksi
menular
mereka
Lingkungan
Memperbaiki
Rumah
ventilasi
Rumah
dengan
ventilasi
yang
buruk
dan
ada
jendela
kelembaban,
mendukung infeksi
serta
permanen, sehingga
m.tuberculosis
menggunakan
kondisi
ventilasi
kurang
Total Skor
Rata-rata skor
13
2,1
22
3,67
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada
upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya keluarga.
4.2.2 Anamnese Pendekatan Diagnosa Holistik
4.2.2.1 Aspek Personal
Pasien datang dengan keluhan utama batuk darah yang dialami kurang lebih
selama 1 bulan terakhir sebelum datang ke Puskesmas Tamalate. Batuk disertai
lendir berwarna putih namun dalam 3 hari terakhir ditemukan bercak warna merah
dalam lendir. pasien juga mengeluhkan sering demam sejak 2 minggu terakhir dan
selalu keringat ketika malam hari tanpa sebab hingga harus selalu mengganti
bajunya. Riwayat penurunan berat badan 5 kg dalam 2 bulan terakhir yang
disertai dengan penurunan nafsu makan.. Kekhawatiran, Takut sakit paru-paru,
Takut penyakitnya menular, Takut penyakitnya akan bertambah parah. Harapan:
dapat sembuh tanpa menularkan kepada orang lain.
bajunya.
. Riwayat penurunan berat badan 5 kg dalam 2bulan terakhir yang
disertai dengan penurunan nafsu makan
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jl. Dg Tata Raya pada 22 Maret pukul 10.00
WITA.
Aspek Menginformasi-
Pasien
Saat
Hasil yang
diharapkan
Pasien dapat
perso
kan kepada
dan
pasien
sembuh dengan
nal
keluarga pasien
keluargn
ke
sempurna dan
ya
PKM
dapat melakukan
untuk meminum
dan
aktifitas sehari-
saat
diberi sesuai
home
tergantung dari
anjuran dokter
visit
keberhasilan
puskesmas.
ke
pengobatan
Disamping itu
rumah
nanti.
rutin
pasien
Aspek
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Biaya
Ket.
Tidak
Tidak
ada
menolak
memeriksakan
An.S dan An. T
serta Tn. S untuk
screening TB Paru
ke PKM Tamalate,
dan selam proses
pengobatan
seluruh keluarga
yang menjalani
pengobatan
(Ny,S,Nn D,dan
Nn.D) wajib
menggunakan
masker.
Aspek Menganjurkan
klinik
Pasien
- Saat
Tuberkulosis
Tidak
Tidak
pasien
pasien
Paru pasien
ada
menolak
memperhatikan
ke
dapat sembuh
secara khusus
PKM
- Saat
keadaan pasien,
home
meminumkan obat
visit
ke
control kembali di
rumah
pasien
Pasien
Saat
Untuk menjaga
Tidak
Tidak
ada
menolak
risiko
informasi kepada
pasien
agar penyakit
intern
ke
yang diderita
al
selalu istirahat
PKM
pasien tidak
yang cukup di
dan
rumah,
saat
menjaga
meminumkan obat
home
higienitas
yang teratur,
visit
pasien.
memperbaiki
ke
rumah
dengan
pasien
mengkonsumsi
makanan yang
bergizi dan
seimbang
Aspek Memberi
Pasien
Saat
Untuk menjaga
Tidak
Tidak
risiko
informasi kepada
dan
datang
agar penyakit
ada
menolak
extern
pasien dan
keluarga
ke
yang diderita
al
keluarganya
PKM
pasien tidak
tentang penyebab
dan
Tuberkulosis Paru
saat
menjaga
dan cara
home
higienitas
penularan serta
visit
pencegahan
ke
pasien.
Menjaga
keluarga tetap
Tuberkulosis Paru
rumah
sehat
mengurangi
Tidak
Tidak
ada
menolak
Saat
sehat.
Agar kondisi
Tidak
Tidak
ada
menolak
Aspek Menganjurkan
Seluruh
pasien
Saat
Keluarga
home
faktor-faktor
osial
keluarga pasien
visit
yang dapat
keluar
mengubah
ke
memperberat
ga
kebiasaannya,
rumah
keadaan klinis
terutama perilaku
pasien
pasien.
Menjaga
keluarga tetap
sehat
Aspek Menganjurkan
Pasien
fungsi
agar setelah
home
onal
sembuh pasien
visit
sehat dan
dapat melakukan
ke
membuat anak
aktifitas seperti
rumah
lebih aktif.
pasien
tentu
memperhatikan
kesehatan dirinya
dan keluarganya.
Tabel 6. Rencana Pelaksanaan (plan Of Action)
Pemeriksaan Fisik
Tinggi Badan : 161 cm, Berat Badan : 42 kg Tanda Vital :Tekanan Darah:
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) pada 14 dan
15 Maret 2016
Sputum Sewaktu
Sputum Pagi
Sputum Sewaktu
4.2.5
: BTA +3
: BTA +3
: BTA +3
4.2.6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga
pasien).
Tuberkulosis Paru.
Memperbaiki status gizi dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Tuberkulosis Paru yang dilakukan di
layanan primer (Puskesmas Tamalate)
Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
dan
pemeriksaan
penyakitnya
memburuk,
kekhawatiran
akan
ventilasi
rumah
yang
buruk
sehingga
makin
5.2. Saran
1
Aspek personal
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Zulkifli, Bahar Asril.Tuberkulosis Paru Ilmu Penyakit DalamJilid III
Edisi V.Indonesia :Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
2. Aditama Tjandra Yoga, Kamso Sudijanto, Basri Carmelia, Surya Asik, editors.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Indonesia :Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
3. Helmia Hasan, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya
:Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair. 2012.
4. Zumla Alimuddin, dkk. Tuberculosis. England : The New England Journal of
Medicine. 2013. Vol. 368;8 21 February 2013
5. Putz, R & Pabst, R.Atlas Anatomi Manusia Sobotta.Edisi 22. 2007, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
7. Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi
diFiore
dengan
Korelasi