LAPORAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Kimia
Industri
DISUSUN OLEH
Sinta Marfiani
Fadhlan F.
Ulfy D.N. Hamdani
Ikbar Ar-Rumaisha
Emille
Farras Famela Dhiya
140210120001
140210120006
140210120018
140210120028
140210120030
140210120045
140210120048
140210120058
140210120068
140210120069
140210120076
140210120086
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN KIMIA
LABORATORIUM KIMIA MATERIAL
2015
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.
2.
3.
4.
III.
REAKSI
IV.
TEORI DASAR
Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari molekul air
dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al 2(SO4)3. Alum kalium merupakan
senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau
kubus ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan
didinginkan. Larutan alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium memiliki
titik leleh 900oC. Kalium aluminium sulfat dodekahidrat (tawas kalium) dengan
rumus KAl(SO4)2.12H2O digunakan dalam pemurnian air, pengolahan limbah,
dan bahan pemadam api (Firshen, 2011).
Persenyawaan Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3) atau sering disebut tawas
adalah suatu jenis koagulan yang sangat populer secara luas digunakan, sudah
dikenal bangsa Mesir pada awal tahun 2000 SM. Alum atau tawas sebagai
penjernih air mulai diproduksi oleh pabrik pada awal abad 1500. Alum atau
tawas merupakan bahan koagulan, yang paling banyak digunakan karena bahan
ini paling ekonomis (murah), mudah didapatkan di pasaran serta mudah
penyimpanannya. Reaksi yang terjadi jika alum dimasukkan ke dalam air, yaitu
terjadi proses hidrolisis, yang sangat dipengaruhi oleh nilai pH yang
bersangkutan. Rentang pH untuk jenis koagulan alum sebesar 5,5 sampai 7,8
(Budi, 2006).
Tawas adalah bahan kimia yang sering digunakan orang untuk proses
penjernihan air, yang fungsinya adalah sebagai bahan penggumpal padatanpadatan yang terlarut di dalam air. Aluminium dalam tawas adalah ion logam
berat yang toksik, dan kebanyakan masuk ke dalam tubuh manusia bersama
dengan makanan. Pada usus, ion logam tersebut diserap ke dalam darah, dan akan
terikat sekitar 90% pada eritrosit dan sisanya berada dalam plasma. Ion
aluminium tersebut terdistribusi ke seluruh jaringan dan berikat an dengan
protein pengikat logam (metalotionein) karena logam tersebut mempunyai
kecenderungan untuk berikatan dengan gugus sulfidrilnya (Cheung et al., 2001)
Tawas merupakan senyawa kimia berupa garam sulfat yang memiliki
banyak sekali ragamnya. Jenis tawas lainnya adalah seperti Tawas Natrium untuk
bahan pengembang roti, Tawas Kalium untuk pengolah limbah, Tawas Besi untuk
penyamakan kulit dan bahan pewarna.(Prayoga dkk., 2013)
Produksi pembuatan tawas dapat dibuat melalui dua cara yaitu (Alaerts &
Santika, 1984)
1. Proses Bauxite
Dengan proses bauxite ini tawas dibuat langsung dari bauxite dan asam
sulfat. Dimana bauxite mengandung kurang lebih 50% Al(OH)3.
2. Proses Al(OH)3
Dengan proses Al(OH)3 ini tawas dibuat dari Al(OH)3 yang direaksikan
dengan asam sulfat membentuk alum sulfat.
Tawas sendiri dapat dibuat dengan mereaksikan Al2(SO4)3pada kondisi
panas dan larutan lewat jenuh dengan penambahan senyawa K 2SO4. Dalam
proses pembuatan larutan Al2(SO4)3 dilakukan dengan penambahan Al2(SO4)3
dengan air panas 80oC dan larutan putih yang dihasilkan tidak boleh lebih
terhidrolisis dan larutan dalam keadaan lewat jenuh sehingga lewat jenuh agar
nantinya dapat dilakukan rekristalisasi untuk mendapatkan hasilnya. Saat
pelarutan terjadi larutan Al2(SO4)3 jika terdapat pada suhu yang lebih rendah akan
membentuk larutan kental dan jika didiamkan akan mengkristal (Poler, 2009).
Laju pertumbuhan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang
terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali
kristal yang akan terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tambah menjadi
terlalu besar. Jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju
pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh (supersaturasi) dari larutan.
Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besar kemungkinan untuk membentuk
inti baru, jadi semakin besarlah laju pembentukan inti (Svehla, 1990).
Laju
pertumbuhan
kristal
merupakan
faktor
lainnya
yang
Alat
1
2
2
Batang Pengaduk
Gelas Kimia
Neraca Analitis
3
4
5
V.2
Bahan
1.
2.
3.
VI.
Pipet Tetes
Spatula
Wadah plastik
PROSEDUR
Sebanyak 200 gram padatan Al(OH)3 ditimbang dalam neraca analitis
dan dilarutkan dengan 200 mL akuades dalam gelas kimia. Kemudian dibuat
H2SO4 400ml dari 200 mL asam sulfat pekat 98% dan 200 mL air secara
perlahan-lahan dan diaduk pelan-pelan selama kurang lebih 60 menit sampai
homogen. Kemudian dilakukan pencampuran antara asam sulfat tadi dengan
aluminum hidroksida terlarut dalam ruang asam. Penambahan asam sulfat
dilakukan dengan pipet tetes per tetes hingga seluruh asam sulfat
ditambahkan dalam larutan Aluminum Hidroksida.
Setelah semua bahan dicampurkan. Setelah itu tunggu beberapa saat,
kemudian dimasukkan dalam wadah plastik yang sebelumnya sudah
ditimbang kosong dan didiamkan beberapa hari. Setelah tawas mengeras
kemudian diambil dan ditimbang.
VII.
VII.1
Data Pengamatan
Nama Zat
Rumus
Molekul
Berat Terpakai
Massa Molekul
Aluminum Hidroksida
Al(OH)3
300 gram
78,00 g mol-1
Asam Sulfat
H2SO4
366,1 gram
98,08 g mol-1
VII.2
Tabel Pengamatan
Zat
Al(OH)3
Perlakuan
Ditimbang.
Dilarutkan dalam 200 mL air.
H2SO4 pekat
Hasil
Massa = 300 g
Volume = 200 mL
wadah gelas
Massa tawas = 596,9 g
VII.3 Perhitungan
VII.3.1
: 300 g
: 282.5 g
: 266.3 g
: 55.9 g
VII.3.2
Stoikiometri:
Massa H2SO4
H2SO4
v H2SO4
Massa H2SO4
Mol Al(OH)3
Mol H2SO4
= 1.8305 g.cm-3
= 200 mL = 200 cm3
= 1.8305 g.cm-3 x 200 cm3 = 366,1 g
= Massa Al(OH)3 / Mr Al(OH)3
= 300 gram/ 78,00 g mol-1
= 3,8461 mol
= Massa H2SO4 / Mr H2SO4
2 Al(OH)3
+ 3H2SO4
Al2(SO4)3.+ 6 H2O
3,8461 mol
3,7326 mol
3,8461 mol
1,9269 mol
1,8094 mol
Massa Alum
VII.3.3
Penentuan Rendemen Tawas Al2(SO4)3
Massa tawas butek yang didapatkan pada percobaan = 596.9 gram
Massa tawas teoritis = 658,01 gram
Rendemen = (massa tawas praktis/teoritis) x 100%
= (596,9 gram / 658,01 gram) x 100% = 90,71 %
VII.3.4
- Al(OH)3
- H2SO4
= Rp
200 mL x Rp 1.500,00/mL
160.000,00
= Rp
300.000,00 +
Rp 460.000,00
Untuk produksi sebanyak 2000 kg/hari
Peralatan
Bahan
Gaji pegawai
Uang Makan
Rp 20.000.000
Rp 1.541.460 / hari x 30
Rp 1.500.000,00 x 3 orang
Rp 30.000,00 x 3 x 30
= Rp 20.000.000,00
= Rp 46.243.800,00
= Rp 4.500.000,00
= Rp 2.700.000,00
Listrik
Transport
Rp 50.000,00 x 30
Sewa Tempat/bulan
Total Biaya Produksi
VII.3.5
= Rp
= Rp
= Rp
= Rp
7.000.000,00
1.500.000,00
1.500.000,00
83.443.800,00
Laba penjualan:
Harga jual:
2000 kg x 30 x Rp 2.500,00
= Rp 150.000.000,00
= Rp 83.443.800,00
Laba
= Rp 66.556.200,00
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan tawas butek dari
padatan Al(OH)3. Selain itu, praktikum ini bertujuan untuk mengaplikasikan
perhitungan stoikiometri dalam dalam skala industri, membuat koagulan (tawas)
semi pilot, mempelajari proses operasi pembuatan tawas, serta menghitung
ekonomi pembuatan tawas dan dapat menghitung HPP tawas.
Tawas (Alum) merupakan kelompok garam rangkap hidrat berupa kristal
dan bersifat isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan
kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Tawas telah
dikenal sebagai flocculator yang berfungsi untuk menggumpalkan kotorankotoran pada proses penjernihan air. Tawas sering sebagai penjernih air,
kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia
yang disebut koagulan. Tawas merupakan suatu nama dagang atau biasa dikenal
juga dalam bahasa ilmiah alum sulfat Al2(SO4)3 banyak digunakan sebagai
koagulan di dalam pengolahan air maupun limbah. Tawas sangat efektif
mengendapkan partikel yang melayang baik berupa suspensi maupun koloid.
Proses yang menyebabkan sistem koloid dapat diendapkan dinamakan
destabilisasi. Mekanismenya dapat dijelaskan dengan teori penyapuan
gumpalan atau sweep floc. Postulat teori ini menerangkan bahwa penambahan
koagulan membentuk endapan (kelarutan produk dilampaui) yang diakibatkan
oleh gravitasi. Gumpalan koagulan ini akan menarik koloid dan mengendap
bersama. Koagulasi tidak akan terjadi apabila molekul-molekul koagulan tidak
terdistribusi dalam air. Selain itu juga terjadi proses flokulasi. Selama proses
flokulasi campuran air-koloid-koagulan diaduk untuk terjadinya kontak antara
partikel gumpalan (floc) dan koloid. Hal ini akan menyebabkan partikel floc
tumbuh menjadi besar dan akan mengendap (settle) dengan cepat, dan diharapkan
membawa banyak koloid.
Selain sebagai koagulan, tawas juga dikenal sebagai zat aditif untuk
antirespirant (deodorant). Tawas dibagi menjadi dua jenis yaitu tawas butek dan
tawas bening. Dalam pembuatan tawas butek terdapat dua metode yang dapat
dipilih diantaranya:
a. Tawas butek dibuat dengan cara menambahkan asam sulfat 50% ke dalam
reaktor yang berisi padatan Al(OH)3 dan diaduk hingga larutan mulai
mengental.
b. Tawas butek dibuat dengan cara terlebih dahulu melarutkan padatan
Al(OH)3 di dalam sejumlah aquades yang volumenya sama dengan yang
digunakan dalam pengenceran asam sulfat dan kemudian asam sulfat
pekat ditambahkan seraya pengadukan hingga larutan mulai mengental.
Dalam percobaan ini, kami menggunakan metode yang kedua yaitu
melarutkan terlebih dahulu
aquades yang volumenya sama dengan yang digunakan dalam pengenceran asam
sulfat dan kemudian asam sulfat pekat ditambahkan seraya pengadukan hingga
larutan mulai mengental. Metode in dipilih untuk mempermudah jalannya
percobaan karena padatan Al(OH)3 telah larut.
Padatan Al(OH)3 yang digunakan sebanyak 100 gram. Padatan yang telah
ditimbang kemudian di larutkan dalam 200 mL aquades. Volume aquades yang
digunakan sebanyak 200 mL karena asam sulfat yang digunakan dalam reaksi ini
adalah asam sulfat 50% sebanyak 200 mL, sehingga jika digunakan metode yang
kedua dalam pembuatan tawas ini maka jumlah aquades yang diperlukan adalah
200 mL untuk melarutkan padatan Al(OH)3 yang telah ditimbang. Metode
konvensional ini juga dapat meningkatkan interaksi antar partikel. Dengan
tersebut akan mengeras di dalam reactor sehingga tidak bisa dicetak.Selain itu,
pada saat akan dipindahkan ke dalam cetakan, tawas tidak boleh terlalu dingin.
Jika terlalu dingin, tawas akan mengkristal dan mengendap karena kelarutannya
rendah dalam suasana dingin, akibatnya tawas sulit untuk dicetak. Pada saat
didiamkan pada suhu kamar terbentuklah kristal. Kristal tawas terbentuk karena
pada saat didinginkan kepolaran air relatif menurun sehingga kepolaran air dan
tawas relatif berbeda. Menurut prinsip like dissolved like suatu zat akan mudah
larut dalam pelarut yang memiliki kepolaran relatif sama. Karena kepolarannya
berbeda maka tawas akan mengkristal kembali atau cenderung keluar dari
larutannya dan mengendap. Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan,
tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti atau nukleasi dan
laju pertumbuhan kristal.
Laju pertumbuhan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang
terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali
kristal yang akan terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tambah menjadi
terlalu besar. Jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju
pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh (supersaturasi) dari larutan.
Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk
membentuk inti baru, jadi semakin besarlah laju pembentukan inti.
Laju
pertumbuhan
kristal
merupakan
faktor
lainnya
yang
10
IX.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. & S.S. Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional,
Surabaya
Budi, S.S. 2006. Penurunan Fosfat dengan Penambahan Kapur (Lime), Tawas
dan Filtrasi Zeolit pada Limbah Cair. Tesis Magister S2 program studi Ilmu
Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang.
Cheung, R.C.K., Chan, M.H.M., Lam, C.W.K., & Lau, E.L.K. 2001. Heavy metal
poisoning clinical significance and laboratory investigation. Asia pasific
Analyte Notes. BD Indispensable to Human Health. Hong Kong.;7(1):2234
Firshen,
S.
M.
2002.
Aluminium
dalam
Tawas.
http://firshen46.blogspot.com-/2011/04/aluminium-dalam-tawas.html
Poler. 2009. Proses Pembuatan Tawas. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/proses-pembuatan-alum-tawas.html
11
Svehla, G. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Kimia Anorganik Kualitatif Makro
dan Semimakro, diterjemahkan oleh L. Setiono & A.H. Pudjaatmaka. PT.
Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Yoga, P., A. Winarni, F. Kamalia., K.N. Laila, M. Adha. 2013. Pembuatan Tawas
Dari
Limbah
Alumunium
http://kimiaanorganik1.blogspot.com/2013/09/laporan-praktikumpembuatan-tawas-dari.html
12
Foil.