Konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
dapat buang air besar (BAB) Penyebab Konstipasi seperti
biasanya. Walaupun tidak ada ketentuan berapa kali seseorang harus BAB, tetapi lazimnya frekuensi BAB seseorang adalah 3 x / hari 3 x / minggu. Penyebab
konstipasi bisa berasal dari gangguan gastrointestinal, penyakit
sistemik pada saluran gastrointestinal, dan pemakaian obat. Konstipasi dapat dibagi menjadi konstipasi primer dan sekunder. Konstipasi primer dibagi menjadi normal transit constipastion, slow transit constipation, dan anorektal dysfunction. Normal transit constipastion merupakan jenis konstipasi yang paling banyak terjadi. Pada jenis konstripasi ini kotoran melewati kolon dalam hitungan transit waktu yang normal. Hanya, kotoran sangat keras dan sulit untuk dikeluarkan. Akibatnya, pasien kerap mengalami nyeri atau ketidaknyamanan yang dapat menimbulkan stress. Sedangkan slow transit constipation kerap terjadi pada wanita muda usia pubertas yang sering buang air besar secara tidak teratur. Gejala yang dirasakan dapat berupa perut kembung, sensasi untuk buang air yang tidak beraturan, serta perut yang tidak nyaman. Pasirn yang mengami colon-transit-time yang lama, diet yang mengandung serat tinggi dapat memperpendek colon-transit-time hingga meringankan kostipasi. Namun jika pasien tidak merespon makanan berserat atau laksatif, dapat terjadi colonic inertia. Studi hispatologi pada pasien dengan tipe slow transit constipastion ini menunjukkan adanya perubahan jumlah myenteric plexus neurons.
Tipe konstipasi primer ketiga adalah anorectal dysfunction
yang juga dapat digambarkan seperti anismus, pelvic floor dyssynergia, atau pelvic floor dysfunction. Kegagalan rectum untuk segera mengeluarkan isinya dapat dikaitkan dengan kurangnnya kemampuan koordinasi abdominal, rectoanal, dan otot pelvic floor selama proses buang air besar. Jika konstipasi disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit endokrin atau metabolisme, kelainan saraf, kondisi psikologi, kehamilan, dan kelainan structural, maka disebut konstipasi sekunder. Pemakaian medikasi tertentu dapat dikaitkan dengan konstipasi sekunder, kata Dadang. Obat-obatan tersebut misalnya antasid, antikolinergik, antidepresan, antihistamin, calcium channel blockers (CCB), diuretik, iron, narkotik, opioid, atau obat-obat yang tergolong psikotropika. Konstipasi, Ari menjelaskan, dibagi menjadi dua bagian, yakni konstipasi primer dan konstipasi sekunder. Konstipasi primer merupakan konstipasi fungsional yang tidak ditemukan kelainan organik maupun biokimiawi di dalam tubuh setelah pemeriksaan seksama. Konstipasi jenis ini dibagi menjadi tiga, yakni normal transit constipation, slow transit constipation, dan gangguan anorektal (kelainan di ujung anus). Konstipasi sekunder disebabkan penyakit sistemik atau kronik lain, seperti kencing manis, hipertiroid. hipotiroid, uremia, penyakit saraf, dan kanker usus besar, serta berbagai penyakit lainnya.Untuk konstipasi sekunder penanganan tidak
sekadar menghilangkan gejala konstipasinya tetapi juga penyakit
penyebabnya," jelasnya. Penyebab penyakit konstipasi, menurut Dadang, karena ada perubahan pola makan, fast food, kesehatan saluran cerna kurang baik, kurang bergerak, kurang minum, kurang makan, kurang serat, serta sering menunda buang air besar. Selain itu juga bisa disebabkan oleh dampak psikologis, seperti gelisah, depresi, dan somatisasi. Ketidaknormalan struktur seperti gangguan pada lubang anus, striktur, wasir striktur usus, penyakit inflamasi usus, usus alami kerusakan atau terganggu, dubur terganggu juga berpengaruh. Kehamilan juga mempengaruhi konstipasi ditambah lagi sindrom iritasi usus. Kebiasaan menggunakan obat pencahar juga berpengaruh. Kalau dibiarkan berlarut dan konsumsi obat pencahar yang tidak semestinya, sembelit kelak menjadi kanker usus besar karena terlalu lama kontak dengan dinding usus dan mukosa biasa menjadi ganas," jelasnya. Obat-obatan yang berpengaruh pada konstipasi sekunder, yakni antasida, anticholinergics, antidepressants, antihistamin, calcium channel blockers, clonidine (catapres), diuretics irons, lev-odopa flarodopa). narcotics, non-steroidal anti-inflammatory drugs, opioids psychotropics, sympathomi-metics. KONSTIPASI Konstipasi berhubungan dengan jalan yagn kecil, kering, kotoran yang keras, atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk
beberapa waktu. Ini terjadi ketika pergerakan feses melalui usus
besar lambat, hal ini ditambah lagi dengan reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi Ada banyak penyebab konstipasi Penggunaan laxative yang berlebihan Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terusmenerus (toleransi obat). Ketidaksesuaian diet Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut. Obat-obatan Banya obat menyebabkan efek samping kponstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.