Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


ASKEP FRAKTUR TERBUKA

Dosen Pembimbing:
Ns. Miko Eka Putri, S.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok C
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Andrie Kurniawan
Amelia Theresia
Amila Amalia
Benny
Dedel Chendra
Elva Murni
Ema Elvi
Eva Yunita
Hergani
Kartini
Martinah
Rino Deni Nurkusuma
Risty Julianti
Rona Karwasih
Rossi Isnania
Trie Yoga Prio S
Tuniaty
Yuriska Dayana
Zulpa

2008 21 056
2008 21 010
2008 21 050
2008 21 046
2008 21 006
2008 21 048
2008 21 140
2008 21 120
2008 21 122
2008 21 014
2008 21 080
2008 21 022
2008 21 086
2008 21 142
2008 21 116
2008 21 052
2008 21 036
2008 21 112
2008 21 152

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI


STIKBA
PRODI S1 KEPERAWATAN
2009-2010

LAMPIRAN
Daftar Nama Kelompok C Beserta Tugasnya
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

NAMA
Andrie Kurniawan
Amelia Theresia
Amila Amalia
Benny
Dedel Chendra
Elva Murni
Ema Elvi
Eva Yunita
Hergani
Kartini
Martinah
Rino Deni Nurkusuma
Risty Julianti
Rona Karwasih
Rossi Isnania
Trie Yoga Prio S
Tuniaty
Yuriska Dayana
Zulpa

TUGAS
Koordinator
Notulen (Sekretaris)
Cari Bahan
Mencatat
Mengetik
Meringkas
Cari Bahan
Meringkas
Meringkas
Cari Bahan
Cari Bahan
Mencatat
Cari Bahan
Meringkas
Meringkas
Mengetik
Mencatat
Bendahara
Cari Bahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem Muskuloskeletal yang
berjudul Askep Fraktur Terbuka tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pengrjaan makalah ini.
Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis
dapat berbuat lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jambi, 16 Oktober 2009

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................


LAMPIRAN .................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang ...............................................................................

1.2

Rumusan Masalah ..........................................................................

1.3

Tujuan ............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Fraktur...........................................................................

2.2

Klasifikasi Fraktur..........................................................................

2.3

Pengertian Fraktur terbuka .............................................................

2.4

Etiologi ...........................................................................................

2.5

Patofisiologi....................................................................................

2.6

Klasifikasi Fraktur Terbuka............................................................

2.7

Manifestasi Klinis...........................................................................

2.8

Penatalaksanaan..............................................................................

2.9

Proses Penyembuhan Tulang.......................................................... 10

2.10 Faktor-faktor Penyembuhan Tulang .............................................. 10


2.11 Komplikasi...................................................................................... 11
2.12 Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur Terbuka....................... 13
BAB III PENUTUP
3.1

Kesimpulan .................................................................................... 28

3.2

Saran .............................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam
taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi
peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat
otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan
bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga
menambah kesemrawutan arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak
teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan
bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau
disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi
periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami
gangguan muskuloskletel, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula
berjumlah 31 orang (5,59%).
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah
dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361).
Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal,
traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang fraktur terbuka baik
dari konsep dasar fraktur terbuka serta asuhan keperawata nya.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan
masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa itu fraktur ?
2. Apa saja klsifikasi fraktur ?
3. Apa itu fraktur terbuka ?
4. Bagaimanakah Patofisiologis, manifestasi, penaggulangan pada fraktur
terbuka ?
5. Apa saja komplikasi dari faktur terbuka ?
6. Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan fraktur tebuka.

1.3

Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
Sistem Muskuloskeletal yang berjudul Askep Fraktur Terbuka . Tujuan
khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah
dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang
konse fraktur terbuka serta proses keperawatan dan pengkajiannya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung
maupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat
bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma ( Apley &
Solomon, 1993; Rasjad, 1998; Armis, 2002).

2.2

Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1).

Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara


fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2).

Fraktur Terbuka (Open/Compound),

bila terdapat hubungan

antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1).

Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang


tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2).

Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh


penampang tulang seperti:
a)

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b)

Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu


korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c)

Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi


korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme


trauma.
1).

Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.


2).

Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut


terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3).

Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral


yang disebabkan trauma rotasi.

4).

Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi


yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5).

Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan


atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1).

Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi


kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2).

Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang


yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).

Berdasarkan posisi frakur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1.

1/3 proksimal

2.

1/3 medial

3.

1/3 distal

2.3

Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar
atau rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi
bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi.
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar.

Gambar 1. Fraktur Terbuka

2.4 Etiologi
1. Trauma
Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
4. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

2.5

Trauma, Kondisi Patologis,


Degenerasi, spontan

Patofisiologis

Spasme otot

Perubahan
Jaringan Sekitar

Peningkatan
tekanan kapiler
Pelepasan
histamin
Protein plasma
hilang

Laserasi Kulit

Pergeseran
Fragmen Tulang

Fraktur Terbuka

Pergeseran
Fragmen Tulang

Diskontuinitas
fragmen tulang

Luka terbuka

Putus Vena /
Arteri

Deformitas

Lepasnya lipid
pada sum-sum
tulang

Perdarahan

Gangguan
Fungsi

Terabsorbsi
masuk
kealiran darah

Port de entri
kuman

Gg. Integritas
kulit

Nyeri

Reaksi
peradangan

Edema

Edema
Penekanan
pembuluh
darah
Penurunan
perfusi
jaringan
Gangguan
perfusi
jaringan

Kehilangan
Volume Cairan

Shock
Hipovolemik

Gangguan
Mobilitas Fisik

Emboli

Gangguan pertukaran
gas

Defisit Volume
Cairan
6

Resiko Infeksi

Oklusi arteri
paru

Penurunan laju
difusi

Penekanan pada
jaringan vaskuler
Nekrosis
Jaringan paru

Luas permukaan
paru menurun

Penurunan
aliran darah
Resiko disfungsi
neurovaskuler

2.6 Klasifikasi Fraktur Terbuka


Klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo
a. Tipe I
Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif
b. Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan
c. Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit
dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat.
Dibagi dalam 3 sub tipe:
1.

Tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang


yang patah

2.

Tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan


janingan lunak, tulang tidak dapat do cover soft tissue

3.

tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan


repair segera.

2.7 Manifestasi Klinis


Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah tersebut. Darah
yang keluar berwarna lebih kehitaman, bercampur butiran lemak dan selalu
merembes, disertai nyeri dan perdarahan.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan pada semua fraktur :
1. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting

tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan


rotasfanatomis (brunner, 2001).
3. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau,
dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler.
2.8.2 Penanggulangan fraktur terbuka:
1. Obati sebagai suatu kegawatan
2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang mungkin akan menjadi
penyebab kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan
setelah operasi
4. Segera lakukan debridement dan irigasi yang baik
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

2.8.3 Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka


1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang
melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah
tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang
lepas
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III
sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini
dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap
untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka
dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10
hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang
perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang
mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah
tindakan operasi
6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan


tetanus. pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup
dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250
unit tetanus imunoglobulin (manusia)
2.9 Proses Penyembuhan Tulang
a.Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah
yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan
otot) terjadi 1 2 x 24 jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi
fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah
fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi
setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada
fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah
menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks
fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6
-8 bulan.
2.10 Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
Menurut Chairudin Rasjad (1999), faktor-faktor yang menentukan lama
penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut :
1.

Usia penderita

2.

Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

3.

Pergeseran awal fraktur

10

4.

Vaskularisasi pada kedua fragmen

5.

Reduksi serta Imobilisasi

6.

Waktu Imobilisasi

7.

Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan


lunak.

8.

Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal

9.

Cairan Sinovial

10.

Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

2.11 Komplikasi
1)

Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.

Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

11

d.

Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkmans Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2)

Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b.

Nonunion
Nonunion

merupakan

kegagalan

fraktur

berkonsolidasi

dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9


bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.

12

c. Malunion
Malunion

merupakan

penyembuhan

tulang

ditandai

dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).


Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2.12 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur Terbuka
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a)

Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama
Pada umumnya pada fraktur terbuka pasien mengalami perdarahan
sehingga menyebabkan pasien banyak kehilangan banyak darah yang
bisa mengganggu oksigenasi, dan menyebabkan defisit volume cairan.
Keluhan yang ada pada fraktur terbuka adalah rasa nyeri yang hebat.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri klien,
perawat dapat menggunkan PQRST.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

13

buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets
yang

menyebabkan

fraktur

patologis

yang

sering

sulit

untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt


beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

14

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya


kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,
Donna D,1995).

Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan
atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).

Pola Aktivitas

15

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk


kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.


Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D,
1995).
Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan


akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D,
1995).

Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

Pola Tata Nilai dan Keyakinan

16

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah


dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1)

Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah


tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis tergantung pada keadaan klien.


Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,

sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.


Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan

baik fungsi maupun bentuk.


(2)

Secara sistemik dari kepala sampai kelamin


Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan, mengalami laserasi karena tekanan tulang yang
menyobek kulit.
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
Muka

17

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi


maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

Mata
Mungkin terjadi konjungtiva anemis (karena terjadi perdarahan)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru
(1)

Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2)

Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(3)

Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

(4)

Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
Jantung

(1)

Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.

(2)

Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

18

(3)

Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

Abdomen

(1)

Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2)

Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

(3)

Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4)

Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress
normal setelah trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

19

3. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan


aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran alveolar/kapiler.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
6. Gangguan integritas kulit berhubunan dengan fraktur terbuka
7. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
C. NCP
NO
1.

Diagnosa
Keperawatan
Defisit volume

Tujuan
Volume cairan

cairan b.d

seimbang

contoh: TD,

dapat meningkatkan

perdarahan

KH:

frekwensi jantung,

frekwensi jantung,

dan nadi.

menurunkan TD dan

Intervensi
1. Awasi tanda vital

Rasional
Kekurangan cairan

DS: pasien

arna kulit

mengurangi volume

mengatakan

normal

nadi.

lemas

DO:
-

J
umlah urine

2. Berikan cairan dalam

K normal
ulit pucat

Dengan memberikan

jumlah sedikit tetapi

cairan daalam

sering

jumlah sedikit tapi

adar Natrium

sering dapat

umlah urine

dalam darah

memenuhi volume

sedikit

normal

cairan yang hilang

Darah

J
umlah

3. Ukur atau hitung

20

Memberikan

mengalami

hematosit

pemasukan/pengeluar informasi tentang

peningkatan

normal

an dan keseimbangan

status cairan umum.

cairan

Kecendrungan

kadar Natrium
-

keseimbangan cairan

enurunan

negatif dapat

jumlah

menunjukkan

hematosit

terjadinya defisit.
4. Berikan cairan IV
melalui alat kontrol

Cairan dapat
dibutuhkan untuk
mencegah dehidrasi

2.

5. Pantau pemeriksaan

Mengevaluasi status

laboratorium sesuai

hidrasi, fungsi ginjal

indikasi, contoh :HB,

dan

HT, protein plasma,

penyebab/ketidaksei

kreatinin,elektrolit

mbangan

1. Pertahankan

Mengurangi nyeri dan

Nyeri akut b.d

Menyatakan

spasme otot,

nyeri hilang atau

imobilasasi

bagian mencegah malformasi.

gerakan

berkurang

yang

sakit

dengan

fragmen tulang,

KH:

tirah

baring,

edema, cedera

bebat dan atau traksi

- menunjukkan

jaringan lunak,

tindakan santai

pemasangan

mampu

traksi,

berpartisipasi

stress/ansietas.

dalam segala

2. Tinggikan

3. Lakukan

dan

(verbal

atau

pasif/aktif.

dengan

kode)

penggunaan

nyeri

terapeutik

awasi Mempertahankan
gerak kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi
vaskuler.

keterampilan
aktivitas

balik vena, mengurangi


edema/nyeri.

latihan

mendeskripsikan

yang

terkena.

DS : komunikasi - Menunjukkan

relaksasi dan

posisi Meningkatkan aliran

ekstremitas

aktivitas.

untuk

gips,

4. Lakukan
untuk

21

tindakan Meningkatkan sirkulasi


meningkatkan umum, menurunakan

DO :

sesuai indikasi

p untuk situasi
erilaku

hati-

kenyamanan (masase,

area tekanan lokal dan

perubahan posisi)

kelelahan otot.

individual
5. Ajarkan

hati
-

teknik

manajemen terhadap nyeri,

nyeri (latihan napas meningkatkan kontrol

elindungi
-

penggunaan Mengalihkan perhatian

b
erfokus pada

dalam,

imajinasi terhadap nyeri yang

visual,

aktivitas mungkin berlangsung

dipersional)

lama.

diri sendiri
-

6. Lakukan

kompres Menurunkan edema

okus

dingin

selama

fase dan mengurangi rasa

menyempit

akut

(24-48

jam nyeri.

pertama)

sesuai

keperluan.

erilaku
distraksi
-

7. Kolaborasi pemberian Menurunkan nyeri

m
imik

analgetik

wajah

sesuai melalui mekanisme

indikasi.

menunjukkan

penghambatan
rangsang nyeri baik

adanya nyeri.

secara sentral maupun


perifer.

3.

Risiko disfungsi

Klien akan

1. Dorong klien untuk Meningkatkan

neurovaskuler

menunjukkan

secara

perifer b.d

fungsi

melakukan

rutin sirkulasi darah dan


latihan mencegah kekakuan

penurunan aliran neurovaskuler

menggerakkan

darah (cedera

jari/sendi

baik dengan KH:

vaskuler, edema, - akral hangat


pembentukan

- tidak pucat dan

trombus)

- syanosis

sendi.
distal

cedera.
2. Hindarkan

- bisa bergerak

sirkulasi

secara aktif

restriksi Mencegah stasis


akibat vena dan sebagai

tekanan bebat/spalk petunjuk perlunya


yang terlalu ketat.

penyesuaian
keketatan

22

bebat/spalk.
3. Pertahankan
tinggi

letak Meningkatkan

ekstremitas drainase vena dan

yang cedera kecuali menurunkan edema


ada

kontraindikasi kecuali pada adanya

adanya

sindroma keadaan hambatan

kompartemen.

aliran arteri yang


menyebabkan
penurunan perfusi.

4. Berikan obat

Mungkin diberikan

antikoagulan

sebagai upaya

(warfarin) bila

profilaktik untuk

diperlukan.

menurunkan trombus
vena.

5. Pantau kualitas nadi Mengevaluasi


perifer,

aliran perkembangan

kapiler, warna kulit masalah klien dan


dan kehangatan kulit perlunya intervensi
distal

cedera, sesuai keadaan klien.

bandingkan dengan
4.

sisi yang normal.


akan 1. Instruksikan/bantu

Gangguan

Klien

pertukaran gas

menunjukkan

latihan napas dalam ventilasi alveolar

b.d perubahan

kebutuhan

dan

aliran darah,

oksigenasi

efektif.

emboli,

terpenuhi

perubahan

KH:

membran
alveolar/kapiler.

latihan

Meningkatkan

batuk dan perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan Reposisi

- klien tidak sesak


nafas

perubahan

posisi meningkatkan

yang aman sesuai drainase sekret dan

- tidak cyanosis

keadaan klien.

23

menurunkan kongesti

- analisa
darah

gas

paru.

dalam

batas normal
3. Kolaborasi

Mencegah terjadinya

pemberian

obat pembekuan darah

antikoagulan
(warvarin,
dan

pada keadaan
heparin) tromboemboli.

kortikosteroid Kortikosteroid telah

sesuai indikasi.

menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi
emboli lemak.

4. Analisa pemeriksaan Penurunan PaO2


gas

darah,

kalsium,

Hb, dan peningkatan


LED, PCO2 menunjukkan

lemak dan trombosit

gangguan pertukaran
gas; anemia,
hipokalsemia,
peningkatan LED
dan kadar lipase,
lemak darah dan
penurunan trombosit
sering berhubungan
dengan emboli
lemak.

5. Evaluasi
pernapasan
upaya
perhatikan

frekuensi Adanya takipnea,


dan dispnea dan
bernapas, perubahan mental
adanya merupakan tanda

stridor, penggunaan dini insufisiensi

24

otot

aksesori pernapasan, mungkin

pernapasan, retraksi menunjukkan


sela iga dan sianosis terjadinya emboli
5.

sentral.
1. Pertahankan

paru tahap awal.


Memfokuskan

Gangguan

Meningkatkan

mobilitas fisik

atau

pelaksanaan

berhubungan

mempertahankan

aktivitas

dengan

mobilitas pada

terapeutik

kerusakan

tingkat paling

koran,

rangka

tinggi yang

teman/keluarga)

neuromuskuler,

mungkin

sesuai keadaan klien. sosial.

nyeri, terapi

KH:

restriktif

- Meningkatkan

(imobilisasi)

perhatian,
rekreasi meningkatakan rasa
(radio, kontrol diri/harga

kunjungan diri, membantu

2. Bantu

menurunkan isolasi

latihan Meningkatkan

atau fungsi

rentang gerak pasif sirkulasi darah

yang sakit dan

aktif

pada muskuloskeletal,

mengkompensa

ekstremitas

yang mempertahankan

si bagian tubuh

sakit maupun yang tonus otot,

- Menunjukkan

sehat sesuai keadaan mempertahakan

tehnik yang

klien.

gerak sendi,

memampukan

mencegah

melakukan

kontraktur/atrofi dan

aktivitas.

mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
3. Berikan
penyangga

papan Mempertahankan
kaki, posis fungsional

gulungan

ekstremitas.

trokanter/tangan
sesuai indikasi.
4. Bantu dan dorong Meningkatkan
perawatan

25

diri kemandirian klien

(kebersihan/eliminas
i)

sesuai

dalam perawatan

keadaan diri sesuai kondisi

klien.

keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara Menurunkan insiden


periodik

sesuai komplikasi kulit dan

keadaan klien.

pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)

6. Dorong/pertahankan

Mempertahankan

asupan cairan 2000- hidrasi adekuat,


3000 ml/hari.

men-cegah
komplikasi urinarius
dan konstipasi.

7. Berikan diet TKTP.

Kalori dan protein


yang cukup
diperlukan untuk
proses penyembuhan
dan mempertahankan fungsi
fisiologis tubuh.

8. Kolaborasi
pelaksanaan
fisioterapi
indikasi.

Kerjasama dengan
fisioterapis perlu
sesuai untuk menyusun
program aktivitas
fisik secara
individual.

26

9. Evaluasi

Menilai

kemampuan

perkembangan

mobilisasi klien dan masalah klien.


6.

Gangguan
integritas

terbuka.

Menyatakan
kulit ketidaknyamanan

berhubunan
dengan

program imobilisasi.
1. Pertahankan tempat Menurunkan risiko

hilang atau

dan aman (kering, kulit yang lebih luas.

fraktur berkurang

bersih, alat tenun

KH:
-

tidur yang nyaman kerusakan/abrasi

kencang,
Menunju

bantalan

bawah siku, tumit).

kkan perilaku
atau tehnik

2. Masase

kulit Meningkatkan

untuk

terutama

daerah sirkulasi perifer dan

mencegah

penonjolan

tulang meningkatkan

kerusakan kulit

dan

atau

bebat/gips.

area

distal kelemasan kulit dan


otot terhadap

memudahkan

tekanan yang relatif

penyembuhan

konstan pada

sesuai indikasi.

imobilisasi.

Mencapai
penyembuhan

3. Lindungi kulit dan Mencegah gangguan

luka sesuai

gips pada daerah integritas kulit dan

waktu atau

perianal

jaringan akibat

penyembuhan

kontaminasi fekal.

lesi terjadi
4. Observasi keadaan Menilai
kulit,

penekanan perkembangan

gips/bebat terhadap masalah klien.


kulit,
pen/traksi.

27

insersi

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar
atau rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi
bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi.
Etilogi fraktur terbuka :
1. Trauma
2. Patologis ( penyakit pada tulang )
3. Degenerasi
4. Spontan
Pada fraktur terbuka, terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di
daerah tersebut. Darah yang keluar berwarna lebih kehitaman, bercampur
butiran lemak dan selalu merembes, disertai nyeri dan perdarahan.
Klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo
1. Tipe I
2. Tipe II
3. Tipe III
Dibagi dalam 3 sub tipe:
Tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
Tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak
dapat do cover soft tissue
tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera.

3.2

Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.

28

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol III.
Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik
Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC
Muttaqin,

Arif.

2008.

Asuhan

Keperawatan

Klien

Muskuloskletal. Jakarta : EGC


Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofsiologis. Jakarta : EGC
www.google.com

29

Gangguan

Sistem

Anda mungkin juga menyukai