Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang
kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah
(Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak
dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank
umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat
digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro
milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari uang beredar dalam arti sempit
dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum
dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan
sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat
dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang
dilakukan.
Hubungan jumlah uang beredar dengan output
Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga berubah ubah untuk menyeimbangkan
jumlah uang yang beredar. Apabila bank sentral menaikan jumlah uang yang beredar, suku bunga
turun. Sebaliknya, apabila bank sentral menurunkan jumlah uang yang beredar, suku bunga naik.
Hubungan jumlah uang beredar dengan tingkat harga
akan mempengaruhi tingkat harga, yaitu tingkat harga akan naik. Bila jumlah uang yang beredar
dalam masyarakat sedikit/dalah jumlah kecil, maka akan mempengaruhi tingkat harga, yaitu
tingkat harga akan turun.
Secara umum, teori kuantitas uang menggambarkan pengaruh jumlah uang beredar
terhadap perekonomian, dikaitkan dengan variabel harga dan output. Hubungan antara jumlah
uang beredar, output, dan harga dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut:
M x V = P xY
Dimana P adalah tingkat harga (GDP deflator), Y adalah jumlah output (real GDP),
M adalah jumlah uang beredar, PxY adalah nominal GDP, dan V adalah velocity of
money (perputaran uang). Persamaan ini disebut sebagai persamaan kuantitas (quantity
equation).
Dari berbagai kasus, dapat dilihat bahwa perputaran uang relatif stabil. Jika diasumsikan
bahwa V adalah konstan, maka persamaan kuantitas dapat dilihat sebagai teori yang menentukan
GDP nominal. Perubahan dalam kuantitas uang (M) harus menyebabkan perubahan yang
proporsional dalam GDP nominal (PY). Yaitu, jika perputaran adalah tetap, maka kuantitas uang
menentukan nilai dari output perekonomian. perubahan tersebut akan tercermin dalam tingkat
harga (P).
Jadi, teori ini menunjukkan bahwa tingkat harga adalah proporsional terhadap jumlah
uang beredar. Karena tingkat inflasi ditunjukkan oleh perubahan persentase dalam tingkat harga,
maka meningkatnya jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi.
Kesimpulan
o Apabila suku bunga ditingkatkan maka jumlah uang beredar akan menurun karena orang
cenderung menyimpan uang di bank. Harga harga menjadi rendah atau inflasi menjadi
ditekan / rendah. Dan di saat seperti ini output menjadi rendah karena kegiatan produksi
menurun.
o Sebaliknya bila suku bunga rendah, maka orang akan cenderung berproduksi dan jumlah
uang beredar meningkat. Harga harga menjadi tinggi dan output yang dihasilkan
bertambah, tetapi resikonya adalah inflasi menjadi tinggi