Anda di halaman 1dari 6

Zahra Nur Fadilah

180410140027
Cognitive Psychology
Mengacu buku Cognition oleh Margaret W. Matlin, pendekatan kognitif dari ilmu
psikologi telah ada sejak zaman Yunani kuno dan berkembang pada abad ke-19. Proses pada
cara berpikir manusia meningkatkan minat banyak filsuf dan teori lain. Aristoteles
mengungkapkan laws for learning and memory dan membahas mengenai the importance
of mental imagery (Matlin, 2005:4). Aristoteles juga menyatakan bahwa humans acquire
knowledge through experience and observation (Sternberg, 1999a; Matlin, 2005:4).
Aristoteles berpandangan bahwa dasar mengenai ilmu kejiwaan berdasar pada empirical
evidence or scientific evidence melalui observasi dan eksperimen. Psikologi sebagai bidang
ilmu tidak muncul sampai pertengahan 1800-an.
Tahun 1879, Wilhelm Wundt membuat laboratorium pertama sebagai lahirnya ilmu
psikologi di bidang pendidikan, terpisah dari bidang ilmu philosophy dan physiology. Wundt
mengungkapkan teori introspection sebagai teknik pembelajaran psikologi untuk proses
mental. Banyak ahli psikologi kognitif yang beranggapan teori ini bersifat subjektif. Tahun
1885-1913 Hermann Ebbinghaus, melakukan penelitian mengenai human memory(Matlin,
2005:5). Semakin lama semakin banyak para ahli psikologi yang melakukan penelitian
mengenai ingatan manusia. William James mendeskripsikan mengenai pendekatan kognitif
sebagai perception, attention, memory, reasoning, and the tip-of-the-tongue
phenomenon(James, 1890; Matlin, 2005:5). Awal abad ke-20, ada teori behaviorism yang
menekankan pada operational definition bagaimana memori dapat diukur melalui
eksperimen. Eksperimen tersebut dilakukan lebih kepada hewan daripada manusia. The
gestalt approach menekankan pada kecenderungan manusia berorganisasi.
Penelitian mengenai ilmu psikologi kognitif mulai bermunculan di pertengahan 1950an. Pada era ini, penelitian juga semakin meluas seperti pada, linguistics, human memory,
developmental psychology, dan the information-processing approach.
Sampai pada tahun 1967 istilah cognitive psychology menjadi populer dengan
diterbitkannya buku Cognitive Psychology oleh Ulric Neisser. Buku tersebut menjadikan
Neisser sebagai father of cognitive psychology. Pendekatan modern psikologi kognitif telah
berkembang seperti dikatakan Neisser the interaction between experimental psychology,
computer modelling and neuropsychology(Neisser, 1967; Groome, 1999:9). Neisser
menggabungkan antara cara berpikir manusia dengan teknologi. Neisser mengungkapkan dua
elemen penting dari psikologi kognitif, information processing dan constructive
processing (Neisser, 1967; Neisser, 2014:xvi). Neisser seperti menyatukan definisi-definisi
sebelumnya. Neisser defined cognition as all of the processes that transform, reduce,
elaborate, store, recover, and use sensory input (Neisser, 1967; Aukrust, 2011:4).
Penggabungan antara human memory dan kecanggihan komputer dapat dikaitkan dengan
teori kognitif. Neisser membuktikan penelitian tidak terbatas pada hewan maupun manusia.
Aukrust juga menyatakan bagaimana cognitive psychology dipandang oleh Neisser, how
actions and experiences are affected by perceptions, memories, and beliefs (Neisser, 1967;
Aukrust, 2011:4). Definisi cognitive psychology berkembang dari waktu ke waktu.

Cognitive psychology is the study of how information is processed by the brain. It includes
the study of perception, learning, memory, thinking and language (Groome, 1999:11).
Perkembangan definisi mengenai ilmu kognitif sejak zaman Yunani kuno tetap
mempertahankan istilah experience dan memory. Pandangan sedikit berbeda terlihat dari
pernyataan Neisser pada tahun 1967 dengan Groome pada tahun 1999. Neisser mengartikan
cognitive psychology sebagai pandangan, memori, dan keyakinan merupakan faktor krusial
dalam keberlangsungan suatu tindakan dan pembelajaran. Groome menjelaskan lebih spesifik
mengenai psikologi kognitif seperti unsur language, thinking, dan learning.
Cognition psychology is the scientific study of mental process (Henry dan c. Ellis,
2004:5). Henry dan C. Ellis memiliki pandangan yang berbeda dengan Neisser dan Groome.
Henry dan C. Ellis mengikuti pandangan Wilhelm Wundt dalam penjelasan psikologi
kognitif. Mereka menggunakan unsur mental process yang didalamnya sudah mencakup
beberapa unsur seperti, learning dan thinking.
Cognition psychology is the scientific study of human memory and mental
processes, including such activities as perceiving, remembering, using language, reasoning,
and solving problems (Achcraft, 2006:7). Achcraft menggunakan dua tipe pandangan dari
definisi-definisi sebelumnya. Dia memisahkan makna frasa human memory dengan mental
process. Hal tersebut terbukti dari pemakaian kata sambung dan. Penggabungan antara proses
penerimaan memori dan proses mental dapat dianggap sebagai definisi yang berterima pada
saat itu, tahun 2006.
Terlihat jelas disini ada dua istilah, cognitive psychology dan cognition psychology.
Merujuk Matlin dalam bukunya Cognition istilah cognitive bersinonim dengan cognition.
The term cognition refers to the acquisition, storage, transformation, and use of knowledge;
cognitive psychology is sometimes used as a synonym for cognition. Dalam penggunaannya
sebagai istilah untuk the study of mental, pendapat para ahli psikologi berbeda-beda. Ada dari
mereka yang menggunakan cognitive psychology namun tak sedikit juga yang menggunakan
cognition psychology.
Cognition psychology is the study of how people perceive, learn, remember, and
think about information (J. Sternberg dan Karin Sternberg, 2012:4). J. Sternberg dan Karin
Sternberg seakan-akan mengacu pada Groome dan Neisser. Mereka menghilangkan frasa
proses mental dalam definisi cognitive psychology. Mereka mendeskripsikan gambaran
proses mental secara lebih luas.
Penggambaran definisi yang paling sering muncul yaitu dari kutipan Neisser dan
Groome. Pada era ini, tahun 2016, istilah yang digunakan menurut APA (American
Psychological Association) adalah cognitive psychology yang artinya the study of higher
mental processes such as attention, language use, memory, perception, problem solving, and
thinking (APA, 2016). Sifat definisi lentur, berubah-ubah sesuai dengan pandangan filsuf
atau ahli filsafat. Berdasarkan sejarah dan definisi diatas, definisi suatu bidang ilmu
menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Suatu teori memiliki tahapan dalam proses
pembentukannya.

Learning Theory
Learning adalah salah satu proses mental manusia yang dilihat dari pendekatan
kognitif. Disamping pendekatan kognitif, ada pendekatan behaviourism yang muncul sebagai
awal keberadaan learning theory. it was generally agreed that the only human data that were
scientifically useful were empirical and measurable behaviour (Jarvis, Holford, dan Griffin:
2003). Paham ini juga dapat di anggap bahwa we can measure intelligence and learning by
tests and examinations, and that this will give us a clear understanding (Jarvis, Holford, dan
Griffin: 2003). Jarvis, Holford, dan Griffin (2003) juga menyatakan ada 5 behaviourist yang
melakukan penelitian mengenai learning theory.
Ivan Pavlov meneliti mengenai hubungan antara air liur anjing, makanannya, dengan
bunyi seperti lonceng. Pavlov menyeidiki bagaimana anjing belajar mengeluarkan air liur saat
lonceng dibunyikan. Serupa dengan Pavlov, Edward L Thorndike meneliti bagaimana kucing
dapat mengambil makanannya di sebuah kotak dekat pintu yang terdapat tuas untuk
membuka pintu. John B Watson menghubungkan learning theory dengan human learning. B
Frederic Skinner juga menghubungkan penelitian tikus dan makanan dengan teori ini. Clark
L Hull berbeda dengan behaviourist lainnya. Merujuk Ormrod (2012) mengutip Hull,
mengartikan learning as motivation and the strength of stimulusresponse associations, are
also important in understanding learning and behavior (Hull, 1943, 1952; Ormrod, 2012).
Hull meneliti organisme daripada hanya hewan.
Menurut cognitive theorist, ada tiga ilmuan yang menggunakan teori kognitif.
Merujuk Jarvis, Holford, dan Griffin (2003:), Jean Piaget membagi usia anak-anak sesuai
tahap perkembangan berpikir. Piaget hanya berfokus pada bagaimana pemikiran berkembang
thought patterns continue to develop (Jarvis, Holford, dan Griffin: 2003:44). Lev Vygotsky
mengkritik teori Piaget it is reality and the relations between a child and reality that are
missed in his theory (Jarvis, Holford, dan Griffin: 2003:36). Lev Vygotsky berfokus pada
mental dan potensi yang terdapat pada anak-anak. Mezirow berfokus pada adult
development. Mezirow menggambarkan proses learning yang terjadi pada orang dewasa
feelings play a part in this process (Mezirow, 2000; Jarvis, 2003:39).
Borger dan Seaborne (1966:16) seperti dikutip oleh Jarvis, Holford, dan Griffin
(2003:24) learning is any more or less permanent change in behaviour which is the result of
experience. Borger dan Seaborne mendefinisikan learning cenderung sesuai dengan para
behaviourist. Mereka menjadikan experience sebagai patokan keberhasilan perubahan
behaviour. Jarvis, Holford, dan Griffin (2003:48) mengutip Miller (1973:10) learning adalah
acquiring habitual ways of acting or habitual responses applicable to an indefinite number of
situations and particulars. Miller seakan satu pandangan dengan Hull, the strength of
stimulusresponse associations (Hull, 1943, 1952; Ormrod, 2012:33). Miller menyatakan
bagaimana kebiasaan dihubungkan dengan penerimaan tanggapan. Jarvis, Holford, dan
Griffin (2003) mengutip Jarvis (1987) learning is not just a psychological process that
happens in splendid isolation from the world in which the learner lives, but that it is
intimately related to that world and affected by. Pernyataan Jarvis pada tahun 1987 seperti
berbeda jauh dengan sejarah dari pernyataan para ahli sebelumnya. Jarvis mengatakan bahwa
learning tidak hanya terlibat dalam proses psikologi yang menyenangkan tetapi terlibat juga

dengan seluruh kerumitan dunia. Jarvis, Holford, dan Griffin (2003) mengutip Miller dan
Boud (1996:810) menjelaskan Learning is holistic. Miller dan Boud seperti merumuskan
seluruh definisi learning sebagai kesatuan unit. Antara hewan, manusia, yang kemudian
keduanya disebut organisme, experience, development, dan banyak unsur lainnya di
simpulkan sebagai holistic oleh Miller dan Boud.
Jarvis (2003) mengutip Mezirow (2000) learning is a single process rather than a
complex set of processes. Jarvis (2003) mengutip pandangan Mezirow mengenai learning
the process of using a prior interpretation to construe a new or revised interpretation of the
meaning of ones experience as a guide for future action. Mezirow mendefinisikan learning
tidak jauh berbeda dengan definisi Miller dan Boud. Definisi mereka seperti sudah
berkembang dan meluas dari sejarah learning theory terbentuk.
Jarvis sendiri mengartikan learning sebagai Learning is the process through which we
become the human beings we are, the process by which we internalize the external world and
through which we construct our experiences of that world (Jarvis, 2003). Sejak tahun 2003
learning theory sudah benar-benar terlepas dari pengaruh behaviourist. Jarvis tidak
mengaitkan learning dengan pengukuran memori atau perilaku. Pandangan Jarvis juga sudah
berkembang dari cognitive theorist. Jarvis tidak menjelaskan mengenai perkembangan anak,
proses mental, maupun perkembangan orang dewasa.
Teori suatu bidang ilmu dapat terus mengalami perubahan bahkan perluasan makna.
Seiring diadakannya eksperimen atau penelitian terhadap suatu persoalan, definisi suatu hal
dapat berbeda-beda dilihat dari sudut pandang yang berbeda pula.

The ecology of interactive learning environments: situating traditional theory


Jurnal yang ditulis oleh Genevieve Marie Johnson tahun 2014
Definisi ekologi menurut kamus Psikologi Cambridge adalah The study of biological
environments using a system level analysis which seeks to understand the interactions in
functioning of all the different individuals, species, and their social behavior, and their
physical environment. Istilah ekologi merupakan hubungan interaksi antara mahluk hidup
yang dipengaruhi oleh tingkatan dari lingkungan di sekitarnya. Ekologi yang dibahas dalam
jurnal ini hubungannya antara mahluk hidup yaitu, interaksi antara manusia. Jurnal ini
mengaitkan hubungan antara interaksi manusia dengan lingkungan pembelajaran berbasis
internet. Merujuk website virtualschool.edu An interactive learning environment is a webbased environment that supports structured interaction between a community of learners.
Bronfenbrenner menyatakan ada 5 tingkatan dalam model ekologi. Merujuk Johnson,
mengutip Bronfenbrenner, 5 tingkatan tersebut yaitu, the microsystem, the mesosystem, the
exosystem, the macrosystem, the chronosystem.
The microsystem refers to immediate environments and includes home, school and
community interactions(2014:5). Aspek microsystem secara langsung dipengaruhi oleh
Interactive Learning Eenvironment (ILE), seperti kutipan dari jurnal Johnson elements of
the microsystem (i.e. interactive learning environments). Aspek microsystem membahas
hubungan antara manusia yang interaksinya terjadi secara langsung dengan lingkungan
online. The mesosystem is comprised of connections between immediate environments (e.g.
parent-teacher interactions)(2014:5). Aspek mesosystem mencakup beberapa hubungan dari
lingkungan secara langsung atau dapat dikatakan bahwa mesosystem kumpulan atau beberapa
interaksi microsystem a mesosystem is a system of microsystems(Bronfenbrenner,1994).
The exosystem includes environmental settings that indirectly affect the developing person
(e.g. the parents workplace)(2014:5). Aspek exosystem mencakup beberapa kondisi atau
latar setting dari interaksi manusia. Merujuk Bronfenbrenner (1994), for a child, the
relation between the home and the parents workplace; for a parent, the relation between the
school and the neighborhood peer group. The macrosystem reflects overarching social
ideologies and cultural values (e.g. the rights of children)(2014:5). Aspek macrosystem
mencakup gaya hidup, kebiasaan, sistem kepercayaan, dan keseluruhan unsur yang
melibatkan micro-, meso-, dan exosystem characteristic. Merujuk Bronfenbrenner
(1994),the macrosystem may be thought of a societal blueprint for a particular culture or
subculture. The chronosystem highlights the effect of time (e.g. life transitions) on all
systems and all developmental processes(2014:5). Aspek chronosystem menyoroti
keseluruhan perjalanan kehidupan, seperti memulai masuk sekolah, masuk kuliah, masuk
dunia kerja, dan sebagainya.
Teori ekologi Bronfenbrenner mengatakan bahwa in order to understand human
development, one must consider the entire ecological system in which growth occurs.
Johnson membahas hubungan antara pembelajaran dan perkembangan manusia dengan 3
pendekatan yang mempunyai tingkatan kesuksesan berbeda dalam metode pembelajaran
seperti, behaviourism, cognitivism, dan constructivism. Struktur ekologi dari pembelajaran
dan perkembangan manusia dalam online atau internet dikemukakan. Johnson membahas 3
pendekatan dan struktur ekologi yang dikaitkan dengan interactive learning environments.

Masing-masing pandangan learning seperti, behaviourism, cognitivism, dan


constructivism tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. References
Ashcraft, Mark H. 2006. Cognition. Pearson Prentice Hall.
Aukrust, Vibeke Grver. 2011. Learning and Cognition in Education. Oxford: Elsevier.
Groome, David. 1999. An Introduction to Cognitive Psychology: Processes and Disorders.
UK: Psychology Press Taylor and Francis Group.
Jarvis, Peter, John Holford, and Colin Griffin. 2003. The Theory and Practice of Learning:
2nd Edition.
Neisser, Ulric. 2014. Cognitive Psychlogy. New York: Psychology Press Taylor and Francis
Group.
Sternberg, R.J., K. Sternberg, and J.S. Mio. 2012. Cognition. Wadsworth Cengage Learning.
Print.
Hunt, R.R., and H.C. Ellis. 2004. Fundamentals of Cognitive Psychology. McGraw Hill
Publishing Company. Print.
Matlin W, Margaret. 2005. Cognition: Sixth Edition. United States of America: John Wiley.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2012. Human Learning: Sixth Edition. United States of America:
Pearson Education, Inc.

Anda mungkin juga menyukai