Anda di halaman 1dari 12

Trichoderma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Trichoderma

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:

Fungi

Divisi:

Ascomycota

Upadivisi:

Pezizomycotina

Kelas:

Sordariomycetes

Ordo:

Hypocreales

Famili:

Hypocreaceae

Genus:

Trichoderma
Persoon

Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan / fungi yang termasuk


kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak
ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu[1].
Daftar isi
[sembunyikan]

1Kondisi optimum

2Karakteristik

3Reproduksi

4Mekanisme antifungal
o

4.1Trichoderma harzianum

5Fungsi Ekologis

6Referensi

Kondisi optimum[sunting | sunting sumber]


Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma berbeda-beda setiap spesiesnya.[2] Ada beberapa
spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada temperatur
cukup tinggi,kisarannya sekitar 7 C 41 C.[2] Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat
pada suhu 25-30 C, namun pada suhu 35 C cendawan ini tidak dapat tumbuh.[3] Perbedaan
suhu memengaruhi produksi beberapa enzim seperti karboksimetilselulase danxilanase.[3]
Kemampuan merespon kondisi pH dan kandungan CO2 juga bervariasi.[2] Namun secara umum
apabila kandungan CO2meningkat maka kondisi pH untuk pertumbuhan akan bergeser menjadi
semakin basa.[2] Di udara, pH optimum bagiTrichoderma berkisar antara 3-7.[2] Faktor lain yang
memengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah kelembaban, sedangkan
kandungan garam tidak terlalu memengaruhi Trichoderma.[2] Penambahan HCO3- dapat
menghambat mekanisme kerja Trichoderma[2].
Melalui uji biokimia diketahui bahwa dibandingkan sukrosa, glukosa merupakan
sumber karbon utama bagi Trichoderma, sedangkan pada beberapa spesies sumber nitrogennya
berasal dari ekstrak khamir dan tripton.[3]

Karakteristik[sunting | sunting sumber]


Pada Trichoderma yang dikultur, Morfologi koloninya bergantung pada media tempat bertumbuh.
[1]
Pada media yang nutrisinya terbatas, koloni tampak transparan, sedangkan pada media yang
nutrisinya lebih banyak, koloni dapat terlihat lebih putih.[1] Konidia dapat terbentuk dalam satu
minggu, warnanya dapat kuning, hijau atau putih.[1] Pada beberapa spesies dapat diproduksi
semacam bau seperti permen atau kacang.[1]

Reproduksi[sunting | sunting sumber]


Reproduksi aseksual Trichoderma menggunakan konidia.[1] Konidia terdapat pada
struktur konidiofor.[1] Konidiofor ini memiliki banyak cabang.[1] Cabang utama akan
membentuk cabang.[1] Ada yang berpasangan ada yang tidak.[1] Cabang tersebut kemudian akan
bercabang lagi, pada ujung cabang terdapatfialid.[1] Fialid dapat berbentuk silindris, lebarnya
dapat sama dengan batang utama ataupun lebih kecil. [1] Fialid dapat terletak pada ujung cabang
konidiofor ataupun pada cabang utama.[1]
Konidia secara umum kering, namun pada beberapa spesies dapat berwujud cairan yang
berwarna hijau bening atau kuning.[1] Bentuknya secara umun adalah elips, jarang ditemukan
bentuk globosa.[1] Secara umum konidia bertekstur halus.[1]
Pada Trichoderma juga ditemukan struktur klamidospora. Klamidospora ini diproduksi oleh
semua spesies Trichoderma. Bentuknya secara umumsubglobosa uniseluler dan berhifa, pada
beberapa spesies, klamidosporanya berbentuk multiseluler.[1] Kemampuan Trichoderma dalam
memproduksiklamidospora merupakan aspek penting dalam proses sporulasi.[1]

Mekanisme antifungal[sunting | sunting sumber]

Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa Trichoderma merupakan salah satu jamur yang dapat
menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis bagijamur lainnya, terutama yang
bersifat patogen.[4] Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi
persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukkantoksin seperti antibiotik.[4] Untuk
keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk
menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. [4]
Kemampuan dan mekanisme Trichoderma dalam menghambat pertumbuhan patogen secara
rinci bervariasi pada setiap spesiesnya.[5] Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh
faktor ekologi yang membuat produksi bahan metabolit yang bervariasi pula.
Trichoderma memproduksi metabolit yang bersifat volatil dan non volatil.[4] Metabolit non volatil
lebih efektif dibandingkan dengan yang volatil.[4]Metabolit yang dihasilkan Trichoderma dapat
berdifusi melalui membran dialisis yang kemudian dapat menghambat pertumbuhan beberapa
patogen.[4]Salah satu contoh metabolit tersebut adalah monooksigenase yang muncul saat
adanya kontak antar jenis Trichoderma, dan semakin optimal pada pH 4.[4]Ketiadaan metabolit ini
tidak akan mengubah morfologi dari Trichoderma namun hanya akan menurunkan kemampuan
penghambatan patogen.[4]

Trichoderma harzianum[sunting | sunting sumber]

Trichoderma harzianum merupakan salah satu jenis yang memiliki aktivitas antifungal yang tinggi

Trichoderma harzianum merupakan salah satu contoh yang paling banyak dipelajari karena
memiliki aktivitas antifungal yang tinggi.[5] T. harzianum dapat memproduksi enzim litik
dan antibiotik antifungal.[2] Selain itu T. harzianum juga dapat berkompetisi dengan patogen dan
dapat membantu pertumbuhan tanaman.[2] T. harzianum memiliki kisaran penghambatan yang
luas karena dapat menghambat berbagai jenis fungi. [2]
Trichoderma harzianum memproduksi metabolit seperti asam sitrat, etanol, dan
berbagai enzim seperti urease, selulase,glukanase, dan kitinase.[2] Hasil metabolit ini dipengaruhi
kandungan nutrisi yang terdapat dalam media.[2] T. harzianum dapat memproduksi
beberapa pigmen yang bervariasi pada media tertentu seperti pigmen ungu yang dihasilkan
pada media yang mengandung amonium oksalat, dan pigmen jingga yang dihasilkan pada
media yang mengandung gelatin atau glukosa, sertapigmen merah pada medium cair yang
mengandung glisin dan urea.[2]
Saat berada pada kondisi yang kaya akan kitin, Trichoderma harzianum memproduksi protein
kitinolitik dan enzim kitinase.[2]Enzim ini berguna untuk meningkatkan efisiensi
aktivitas biokontrol terhadap patogen yang mengandung kitin.[2]

Fungsi Ekologis[sunting | sunting sumber]


Sebagai agens hayati, Trichoderma berpotensi menjaga sistem ketahanan tanaman misalnya
dari serangan patogen seperti cendawan patogen. Pada pertanaman sengon yang rentan yang
terserang penyakit busuk akar ('Ganoderma' sp.), pertanaman kubis yang rentan penyakit akar
gada, penggunaan 'Trichoderma' sebagai agen antagonis merupakan salah satu alternatif
pengendalian yang direkomendasikan.[6][7]

https://id.wikipedia.org/wiki/Trichoderma

MengenalJenisJenisAgensiaHayatiDanManfaatnya
Beberapa minggu yang lalu saya telah memposting apa sihagensia
hayati dan jenis-jenisnya. Nah kali ini saya menulis jenis-jenis tersebut beserta manfaatnya dalam
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman. Sekedar mengingat kembaliMenurut Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995, definisi agen hayati yaitu setiap organisme yang meliputi
spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri,
virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat
dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses
produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya. Atau kalau boleh dengan
bahasa yang mudah pengertian agen hayati adalah Jasad renik yang dalam melangsungkan
kehidupannya menghambat, mempengaruhi dan atau membunuh makhluk lain.

Berikut beberapa jenis agensia hayati dan manfaatnya dalam pengendalian hama penyakit pada
tanaman:

1. Jamur Trichoderma sp
dapat mengendalikan penyakit layu atau bercak daun yang biasa meyerang tanaman pangan dan
hortikultura. Trichoderma sp bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah seperti
Fusarium moniliforme dan Sclerotium rolfsii. Trichoderma sp juga mempunyai kemampuan sebagai
dekomposer dalam pembuatan pupuk organik

2. Bakteri Corynebacterium sp
Bakteri Corynebacterium sp. merupakan salah satu agens hayati bersifat antagonis, yang dapat
mengendalikan beberapa jenis OPT diantaranya penyakit kresek pada tanaman padi yang
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas sp, plasmodiophora brassicae (akar gada) pada kubis, bercak
daun pada tanaman jagung, layu bakteri pada tanaman pisang.

3. Bacillus thuringiensis (Bt)


Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk
spora yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga yang menjadi hama pada tanaman
pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena
mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan sasaran dan mudah
terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan.

4. Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan
penyakit pada serangga, lebih dari 175 jenis serangga hama menjadi inang jamur ini, terutama efektif
mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata
lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran dan buah.

5. Pseudomonas Fluorescens
Bakteri P. fluorescens dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan dan
pertumbuhan tanaman, yaitu sebagai "Plant Growth Promoting Rhizobacteria" (PGPR). Menghasilkan
antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan patogen, terutama patogen tular tanah dan
mempunyai kemampuam mengoloni akar tanaman, dapat menghambat patogen layu Verticilium
dahliae pada tanaman kentang dan terong. Agensia hayati ini efektif untuk mengendalikan penyakit
layu fusarium pada tanaman tomat serta mampu menekan intensitas penyakit moler pada tanaman
bawang merah.

6. Metarhizium anisopliea
M. anisopliae adalah salah satu cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi
Deuteromycotina: Hyphomycetes. Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan
tersebar luas di seluruh dunia. Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan
bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman. Cendawan M. anisopliae
mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap, yaitu Riptortus
linearis baik stadia nimfa maupun imago. Selain itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama
yang mempunyai tipe mulut menggigit seperti S. litura.

7. Verticillium lecanii
Verticillium lecanii sangat berguna untuk membasmi kutu kebul pada tanaman hortikultura. Kutu kebul
adalah hama utama yang membonceng masuknya virus gemini yang menyebabkan tanaman
kehilangan klorofil hingga tanaman menjadi kerdil dan hasil panen menurun. Verticillium lecanii dapat
juga membasmi wereng pada tanaman padi.

Demikian beberapa agen si hayati dan manfaatnya. Semoga dengan agen hayati tanaman kita dapat
terhindar dari hama penyakit sehingga hasil panen meningkat.

Jamur Trichoderma Sebagai Agen Pengendali Hama


Jamur Trichoderma sp. merupakan satu dari sekian banyak agen pengendali hayati yang telah dikembangkan
dan

diaplikasikan

secara

luas.

Keberhasilan penggunaan agen hayati ini telah banyak dilaporkan di berbagai penelitian diantaranya untuk
mengendalikan

penyakit

akar

putih

Rigidoporus

micropus

di

perkebunan

karet

dan

teh.

Jamur ini juga sebagai agen hayati untuk mengendailkan patogen penyebab rebah kecambah Rhizoctania
solani, busuk batang Fusarium sp., akar gada Plasmodiophora brassicae, dan patogen Pythium yang merupakan
patogen tular tanah yang dapat menyebabkan penyakit rebah kecambah (Dumping off) pada kacang-kacangan.
Jamur ini selain bersifat hiperparasitik terhadap beberapa patogen, diketahui pula dapat menghasilkan antibiotik
yang

dapat

mematikan

dan

menghambat

pertumbuhan

jamur

lain.

Mekanisme penekanan patogen oleh Trichoderma terjadi melalui proses kompetisi, parasitisme, antibiosis, atau
mekanisme lain yang merugikan bagi patogen. Selain itu, jamur ini mempunyai sifat-sifat mudah didapat,
penyebarannya luas, toleran terhadap zat penghambat pertumbuhan, tumbuh cepat, kompetitif dan
menghasilkan spora yang berlimpah, sehingga mempermudah penyediaan jamur sebagai bahan pengendali
hayati

dalam

proses

produksi

massal.

Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka
kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman
menjadi

lebih

resisten

terhadap

kekeringan,

seperti

pada

tanaman

jagung

dan

tanaman

hias.

Trichorderma sp. merupakan jamur yang paling banyak terdapat di dalam tanah dan bersifat antagonistik
terhadap jamur lain. Selain daya adaptasinya luas, Trichorderma mempunyai daya antagonis tinggi dan dapat
mengeluarkan

racun,

sehingga

dapat

menghambat

bahkan

mematikam

patogen

lain.

PT. Prosper Biotech Indonesia telah berhasil memproduksi Pupuk Hayati EvaGROW yang mengandung jamur
Trichoderma sp. dalam bentuk powder. Mekanisme kerja jamur Trichoderma dalam mengendalikan mikroba
patogen

pada

tanah

adalah

- Terjadinya kompetisi bahan makanan antara jamur patogen dengan jamur Trichoderma EvaGROW di dalam
tanah.
pesat

Adanya
dalam

pertumbuhan

tanah

akan

jamur

mendesak

Trichoderma

pertumbuhan

patogen

yang
pada

akar.

- Mikoparasitisme, jamur Trichoderma merupakan jamur yang bersifat mikoparasit, artinya jamur ini dapat
menghambat

pertumbuhan

patogen

dengan

parasitisme.

Mekanisme yang terjadi Trichoderma dapat melilit hifa mikroba patogen, dan jamur ini juga mengeluarkan
enzim

yang

mampu

merombak

dinding

sel

mikroba

patogen, sehingga patogen mati. Beberapa jenis enzim pelisis yang telah diketahui dihasilkan adalah ensim
kitinase

dan

-1,3

glucanase.

- Antibiosis, Trichoderma juga menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon yang dapat

menghambat

pertumbuhan

spora

dan

hifa

mikroba

patogen,

diidentifikasikan dengan rumus kimia 3-2-hydoxyprophyl-4-2-hexadienyl)-2-5(5H)-furanon.

Trichoderma sp.
Pengertian, Kondisi Optimum, dan Karakteristik Trichoderma
Trichoderma spp. merupakan cendawan antagonis yang banyak terdapat
di tanah dan digunakan untuk mengendalikan patogen tanah. Trichoderma spp.
mempunyai sifat mikroparasitik yaitu kemampuan untuk menjadi parasit
cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenisjenis cendawan fitopatogen. Trichoderma spp. merupakan sejenis cendawan
yang termasuk kelas ascomycetes, dan memiliki aktivitas antifugal yang
tinggi. Trichoderma spp. dapat memproduksi enzim litik dan antibiotik antifugal.
Selain itu Trichoderma spp. juga dapat berkompetisi dengan patogen dan dapat
membantu pertumbuhan tanaman, serta memiliki kisaran penghambatan yang
luas karena dapat menghambat berbagai jenis fungi. Trichoderma spp.
memproduksi metabolit seperti asam sitrat, etanol dan berbagai enzim seperti
urease, selulase, glukanase dan kitinase. Hasil metabolit ini dipengaruhi
kandungan nutrisi yang terdapat dalam media. Trichoderma spp. dapat
memproduksi beberapa pigmen yang bervariasi pada media tertentu seperti
pigmen ungu yang dihasilkan pada media yang mengandung amonium oksalat,
dan pigmen jingga yang dihasilkan pada media yang mengandung gelatin atau
glukosa, serta pigmen merah pada medium cair yang mengandung glisin dan
urea. Saat berada pada kondisi yang kaya akan kitin, Trichoderma spp.
memproduksi protein kitinolitik dan enzim kitinase. Enzim ini berguna untuk
meningkatkan efisiensi aktivitas biokontrol terhadap patogen yang mengandung
kitin.
Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma spp. berbeda-beda setiap
spesiesnya. Ada beberapa spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah
ada pula yang tumbuh pad temperatur cukup tinggi, kisarannya sekitar 7 0C-410C.
Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30 0C, namun
pada suhu 350C cendawan ini tidak dapat tumbuh. Perbedaan suhu
mempengaruhi produksi beberapa enzim seperti karboksimetilselulase dan
xilanase. Kemampuan merespon kondisi pH dan kandungan CO 2 juga bervariasi.
Namun secara umum apabila kandungan CO2 meningkat maka kondisi pH untuk
pertumbuhan akan bergeser menjadi semakin basa. Di udara, pH optimum
bagi Trichoderma spp. berkisar antara 3-7. Faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhanTrichoderma spp. adalah kelembaban, sedangkan kandungan
garam tidak terlalu mempengaruhi. Penambahan HCO3- dapat menghambat
mekanisme kerja Trichoderma spp. Melalui uji biokimia diketahui bahwa
dibandingkan
sukrosa,
glukosa
merupakan
sumber
karbon
utama
bagi Trichoderma spp., sedangkan pada beberapa spesies sumber nitrogennya
berasal dari ekstrak khamir dan tripton.

Pada Trichoderma spp. yang dikultur, morfologi koloninya bergantung


pada media tempat bertumbuh. Pada media yang nutrisinya terbatas, koloninya
tampak transparan, sedangkan pada media yang nutrisinya lebih banyak
koloninya dapat terlihat lebih putih. Konidia dapat terbentuk dalam satu minggu,
warnanya dapat kuning, hijau atau putih. Pada beberapa spesies dapat
diproduksi
semacam
bau
seperti
permen
atau
kacang.
Klasifikasi Trichoderma spp. secara alami adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Fungi
Divisi

: Ascomycota

Upadivisi : Pezizomycotina
Kelas

: Sordariomycetes

Ordo

: Hypocreales

Famili

: Hypocreaceae

Genus

: Trichoderma

Cendawan marga Trichoderma spp. terdapat lima jenis yang mempunyai


kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen yaituTrichoderma
harzianum, Trichoderma koningii, Trichoderma viride, Trichoderma hamatum dan
Trichoderma polysporum. Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabangcabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam
kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau
biru. Trichoderma spp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid
tunggal dan berkelompok.

Reproduksi dan Mekanisme Antifugal pada Trichoderma


Reproduksi aseksual Trichoderma spp. menggunakan konidia. Konidia
terdapat pada struktur konidiofor. Konidiofor ini memiliki banyak cabang. Cabang
utama akan membentuk cabang. Ada yang berpasangan ada yang tidak. Cabang
tersebut kemudian akan bercabang lagi, pada ujung cabang terdapat fialid. Fialid
dapat berbentuk silindris, lebarnya dapat sama dengan batang utama ataupun
lebih kecil. Fialid dapat terletak pada ujung konidiofor ataupun pada cabang
utama. Konidia secara umum kering, namun pada beberapa spesies dapat
berwujud cairan yang berwarna hijau bening atau kuning. Bentuknya secara
umum adalah elips, jarang ditemukan bentuk globosa. Secara umum konidia
bertekstur halus. Pada Trichoderma spp. juga ditemukan struktur klamidospora.
Klamidospora ini diproduksi oleh semua spesies Trichoderma spp. Bentuknya
secara umum subglobosa uniseluler dan berhifa. Pada beberapa spesies,
klamidosporanya berbentuk multiseluler. Kemampuan Trichoderma spp. dalam
memproduksi klamidospora merupakan aspek penting dalam proses sporulasi.
Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa Trichoderma spp. merupakan
salah satu jamur yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis
bagi jamur lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang

dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan


toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat
diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan
tanaman akibat patogen. Kemampuan dan mekanismeTrichoderma spp. dalam
menghambat pertumbuhan patogen secara rinci bervariasi pada setiap
spesiesnya. Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh faktor ekologi yang
membuat produksi bahan metabolit yang bervariasi pula. Trichoderma spp.
memproduksi metabolit yang bersifat volatil dan non volatil. Metabolit non volatil
lebih
efektif
dibandingkan
dengan
yang
volatil.
Metabolit
yang
dihasilkan Trichoderma spp. dapat berdifusi melalui membran dialisis yang
kemudian dapat menghambat pertumbuhan beberapa patogen. Salah satu
contoh metabolit tersebut adalah monooksigenase yang muncul saat adanya
kontak antar jenis Trichoderma spp., dan semakin optimal pada pH 4. Ketiadaan
metabolit ini tidak akan mengubah morfologi dari Trichoderma namun hanya
akan menurunkan kemampuan penghambatan patogen.

Peranan Trichoderma sebagai Pengendali Penyakit pada Tanaman


Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk
biologis tanah dan biofungisida adalah jamurTrichoderma spp. Mikroorganisme
ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman
lapangan. SpesiesTrichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat
pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman.
Beberapa spesies Trichoderma spp. telah dilaporkan sebagai agensia hayati
seperti Trichoderma
Harzianum,
Trichoderma
Viridae,
dan Trichoderma
Koningii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan
jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal
pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah
organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu.
Serta dapat berlaku sebagai biofungisida. Trichoderma spp. dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara
lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium
rolfsii, dan lain-lain.
Sifat antagonis Trichoderma spp. meliputi tiga tipe :
1. Trichoderma menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler beta (1,3) glukonase
dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel patogen.
2. Beberapa anggota Trichoderma spp. menghasilkan toksin trichodermin. Toksin
tersebut dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora
patogen disekitarnya.
3. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang
dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah.
Seringkali penyakit layu dan busuk pangkal batang pada tanaman
disebabkan oleh jamur fusarium dan sulit dikendalikan dengan fungisida kimia.

http://fatandwiputra.blogspot.co.id/2012/12/trichoderma-sp.html

POTENSI Trichoderma spp. SEBAGAI AGENS HAYATI


Penggunaan agens hayati kini mulai dikembangkan guna mengurangi penggunaan fungisida sintetik dalam
mengendalikan patogen yang memiliki banyak kelemahan. Pengertian agens hayati menurut FAO (1988)
adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa,
maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms)

yang digunakan untuk

mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang kemudian dilengkapi lagi dengan kriteria
yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda
pemakan

tumbuhan

dan

patogen

(FAO,

1988:

FAO,

1997,

dalam

Supriadi

2006).

Potensi utama dari Trichoderma spp. adalah sebagai agens pengendali hayati jamur patogen pada
tanaman. Jamur ini secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab
penyakit tanaman (spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma sp. dapat menjadi hiperparasit
pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak
menjadi

penyakit

untuk

tanaman

tingkat

tinggi

(Purwantisari

dan

Hastuti,

2009).

Jamur Trichoderma spp. dapat menghasilkan enzim kitinase. Menurut Habazar dan Yaherwandi (2006),
Trichoderma harzianum menghasilkan enzim kitinase yang mengkatalisatori hidrolisis kitin dari dinding
hifa jamur patogen sehingga menyebabkan lisis. Enzim ini terdiri dari eksokitinase, endokitinase dan
chitobiosidase.
Rogis et al (2007) juga menyatakan bahwa kitinase merupakan enzim yang penting dalam pengendalian
patogen karena aktifitas enzim ini dapat menyebabkan terurainya dinding sel hifa serta perubahan
komposisi sitoplasma sel jamur patogenik yang menginfeksi tanaman dan meransang respon resistensi
dari tanaman. Enzim kitinase produksi genus Trichoderma spp. lebih efektif dari enzim kitinase yang
dihasilkan oleh organisme lain untuk menghambat berbagai fungi patogen tanaman (Nugroho et al,
2003).
Elfina et al (2001) mengemukakan bahwa aplikasi isolat-isolat Trichoderma spp. dapat memperlambat
masa inkubasi Sclerotium rolfsii pada bibit cabai dibandingkan control (tanpa aplikasi isolat Trichoderma
spp.). Menurut Nugroho et al (2001), Trichoderma sp. Juga berpotensi untuk mengendalikan jamur
patogen Ustulina zonata, penyebab penyakit charcoal base rot pada tanaman kelapa sawit. Jamur
Trichoderma viride memiliki pertumbuhan yang agresif, dapat menutupi koloni jamur lain, menghambat
pertumbuhan jamur Fusarium moniliforme, bahkan dapat melisis dinding hifanya dengan enzim yang
dihasilkannya,

cell

wall

degrading

enzymes/CWDE

(Gholib

dan

Kusumaningtyas,

2006).

Aplikasi Trichoderma asperellum sepanjang baris bibit tomat menyebabkan busuknya sklerotia jamur dan
dapat melindungi sebagian terhadap Sclerotium rolfsii. Trichoderma asperellum dan Trichoderma
hamatum berfungsi sebagai mikoparasit pada R. solani dan S. rolfsii, dan menghasilkan enzim (1-3)
glukanase dan kitinase penyebab eksolisis dari hifa inangnya (Habazar dan Yuherwandi, 2006).
Menurut Purwantisari dan Hastuti (2009), Trichoderma spp. selain mampu mengkoloni rhizosfer dengan
cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, jamur ini juga dapat mempercepat
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman yang menjadi keunggulan lain sebagai
agen pengendali hayati. Selain itu, menurut Natawigena (1994) penggunaan agen hayati ini relatif aman

karena tidak menimbulkan efek samping, baik bagi organisme bukan sasaran maupun lingkungan, tidak
menimbulkan

resistensi

pada

patogen

dan

lebih

ekonomis.

Potensi lain yang dimiliki Trichoderma spp ini adalah dalam keadaan lingkungan yang kurang baik, miskin
hara atau kekeringan, jamur ini akan tetap dapat bertahan dengan membentuk klamidospora. Propagul
tersebut akan tumbuh dan berkembang kembali apabila lingkungan kembali normal. Hal itu berarti
dengan sekali aplikasi saja, Trichoderma akan tetap tinggal dalam tanah untuk selamanya.
http://bemfapertaunri.blogspot.co.id/2011/09/potensi-trichoderma-spp-sebagai-agens.html

Anda mungkin juga menyukai