2.1
Definisi
Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di praktik
umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang
pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi1.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 %
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%
pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik
umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara
seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang belum
disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah disirkumsisi
(0,11%)3.
Tabel 2.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin
Etiologi
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan ISK
simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak
laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca
kateterisasi
Gambar. 4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau pili
Sumber: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf
Patogenesis
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih. Bakteri
tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.1,3,7,8.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia. Beberapa
strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika urinaria. Strain
E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis memiliki strain yang
sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke
saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa
strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di
usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC)
yang memiliki faktor virulensi8.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai
virulence determinalis1.
Alur
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Resistensi terhadap fagositosis
Inhibisi peristalsis ureter
Proinflamatori
Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Hemolysin
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi1.
Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat pada
mukosa vesika urinaria3.
Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel saluran kemih),
maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya. Sebagian besar uropatogenik
E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk menginisiasi invasi UPEC pada
jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan
kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih
melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC
dapat lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga
mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk menginvasi sel
host sebagai patogen oportunistik intraseluler1,3,4.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin seperti haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan
enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada kromosom dan berhubungan
dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen plasmid4.
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung dari
respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi
yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup
bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal1.
2.4.2
Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor
bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri
pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah
terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis
ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal
dan sangat peka terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi
bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor
penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa
bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG
membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu
mekanisme pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan kerentanan
host terhadap ISK1,3. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter, stent
dapat
Litiasis
Nekrosis papilar
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009
Status Imunologi Pasien
Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi jaringan
dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi mekanisme
pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like receptors (TLRs) yang dapat
mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga menghasilkan mediator inflamasi. Respon
tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke
area jaringan yang terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi
dan fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler
dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan
penting dalam kejadian ISK3,4
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status secretor
mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait
dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan
fenotipe golongan darah lewis1.
2.4.3
Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya, bakteri di area
periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria dan menyebabkan
ISK1,2,3 Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung
kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO
secara ascending juga dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita
dikombinasikan dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan
predisposisi yang menyebabkan perempuan lebih sering terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4
Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada pasien
dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies Candida, dan
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan perjalanan melalui darah
untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga dapat
menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu, invasi
langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada abses
intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan ISK3.
2.5
Klasifikasi
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang
jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler
glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik 3,4.
PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada
wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat4.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder
mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri (immediate
atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi.
PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan
pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria
tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah
yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis
PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal
dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri.
Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang
peranan penting dalam patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering
ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim1.
bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan
pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi4.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi
mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh
MO anaerobik1,4.
2.6
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal, sistemik dan
perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti disuria, polakisuria,
dan urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien rawat jalan dengan ISK akut4.
Tabel 2.5 Simtomatologi ISK
Lokal
Sistemik
Disuria
Panas
badan
sampai
menggigil
Polakisuria
Hematuria
Enuresis nocturnal
Piuria
Prostatismus
Chylusuria
Inkontinesia
Pneumaturia
Nyeri uretra
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah
pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhankeluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin rutin.
Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)4.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan hematuria.
Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila disertai penyulit
PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah melakukan senggama,
dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang terselubung setelah senggama
atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis sekunder1,4.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena rangsangan
yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan nyeri tekan di
daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari hidronefrosis dan distensi vesika
urinaria4.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing1.
2.7
2.7.1
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria (albuminuria), dan
pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih segar
dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan
dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria hanya
ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan
sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik dengan
pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya
ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >10 5).
Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien
dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >10 5. Analisa ini menunjukkan
bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk >50
leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk 6-12
leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram
positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu
sebesar 10%10.
2.7.2
Uji Biokimia4
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit dari
bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya sebagai uji saring
(skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.
2.7.3
Mikrobiologi4
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi CFU
per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian
antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama
kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu
kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah
kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >105 (2x)
berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10 per ml
tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >10 5
dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >10 5 (3x) berturut-turut
dari UTK..
2.7.4
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor predisposisi ISK, yang
biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating
cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai
indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria,
hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp),
serta ISK berulang dengan interval 6 minggu.
2.8
Terapi
2.8.1
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat
inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau toleransi
terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan,
diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas
seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative
terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan
biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin
spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
2.8.2
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian antibiotik
yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan natrium
bikarbonat 16-20 gram per hari1,4
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin,
penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi tidak
ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai
pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram4.
2.9
Komplikasi1
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK tipe
berkomplikasi (complicated).
2.9.1
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada
umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat
lanjut jangka lama.
2.9.2
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien dengan diabetes
mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti
penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan
infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa
disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak
jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan
jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok
septik dan nefropati akut vasomotor.
Risiko Potensial
Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension
Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012
2.10
Prognosis4
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100%
secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila terdapat
faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat
menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat
dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat
merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila
terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang
sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila
diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan
diberantas.
BAB III
SIMPULAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen bermakna dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 105
disertai manifestasi klinik. ISK lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
karena uretra perempuan lebih pendek dibandingkan laki-laki. Adapun faktor predisposisi
ISK antara lain: litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, DM, nefropati
analgesik, senggama, kehamilan, kontrasepsi, dan kateterisasi.
Sebagian besar ISK disebabkan oleh invasi bakteri Escherichia coli secara asending
ke saluran kemih. Patogenesis ISK dipengaruhi oleh patogenisitas bakteri (perlekatan mukosa
dan faktor virulensi), faktor tuan rumah (host) dan bacterial entry.
ISK terbagi menjadi infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut dan pielonefritis
kronik) serta infeksi saluran kemih bawah (sistitis akut, sistitis kronik, sindrom uretra akut,
uretritis, epididimitis). ISK akut belum menimbulkan kelainan struktural atau radiologis
dengan gejala awitan akut seperti demam, nyeri pinggang, nyeri suprapubic, disuria,
polakisuria, stranguria, nokturia. Sedangkan ISK kronik sudah menimbulkan kelainan
struktural atau radiologis dan biasanya kurang bergejala.
Pilihan terapi untuk pasien ISK adalah antibiotik yang sensitif terhadap kuman
patogen penyebab. Penanganan yang dini dan sesuai dapat menghindari komplikasi dan
pasien dapat sembuh sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
2.
Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis, and
Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrisons Manual of Medicine16th Edition. Newyork:
Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
3.
Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. & McAninch
J.W. ed. Smiths General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing
Division. 2008: 193-195
4.
Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar E.
Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
5.
Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition. Philadelpia: FA
Davis Company. 2007: 420-432
6.
Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology. California:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16
7.
Ronald A.R & Nicoll L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed.
Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2001: 1687
8.
9.
Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential
Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189
10.
Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallachs Interpretation
of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a Wolters Kluwer
Publishers. 2011: 730-731
11.
Meyrier,
A.
Urinary
Tract
Infection.
Available
from: