Anda di halaman 1dari 32

BLOK XVII : NEUROPSIKIATRI

Laporan Hasil Tutorial


Skenario VII

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1 :


1. AA.LIE LHIANA M.P.
2. ADITYA AGUNG P.
3. AHIA ZAKIRA ROSMALA
4. DIMAS ADI S.
5. L.M. KAMAL ABDURROSID
6. MIMIN KURNIATI
7. RATU MISA Q.
8. SILMINA ALIFIYA
9. RISTANIA ELLYA JOHN
10. BQ. ZULHAENI APRILIA L.
11. YAUMIL AGISNA SARI
12. Lalu Sayidiman Huzaif

(H1A013001)
(H1A013002)
(H1A013003)
(H1A013019)
(H1A013034)
(H1A013039)
(H1A013054)
(H1A013059)
(H1A013055)
(H1A012012)
(H1A012063)
(H1A011039)

Tutor : dr. Rika Hastuti, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkahNyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi
tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Rika Hastuti, M.Kes sebagai
tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Tidak lupa pula ucapan
terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses
tutorial ini.
Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam
laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan
untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 27 Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... 1


Daftar Isi .. 2
Skenario.. 3
Learning Objective (LO)....

Mind Map...

BAB I :Pembahasan ........ 6


BAB II : Penutup. ...38
Kesimpulan38
Daftar Pustaka.....39

Skenario 7

Aku Sulit Tidur

Ny. L, prempuan, 48 tahun datang ke poliklinik RSJ Prov NTB dengan keluhan sulit
tidur pada malam hari. Sulit tidur sudah dirasakan hampir 5 bulan terakhir. Sulit tidur berupa
sulit untuk memulai tidur dan mudah terbangun saat tertidur. Pada pagi dan siang hari, pasien
merasa tidak bertenaga, mudah letih, dan sulit berkonsentrasi. Pasien juga sering merasa
khawatir dan sering berdebar-debar. Pasien tidak dapat menyebutkan dengan pasti hal-hal yang
membuatnya khawatir, menurutnya saat ini banyak hal yang dapat dengan mudah membuatnya
khawatir dibanding sebelumnya. Jika sedang khawatir atau sedang memikirkan sesuatu hal,
kadang pasien juga merasakan kepalanya menjadi sangat sakit seperti diikat erat. Nafsu makan
juga dirasakan menurun. Menurut anak pasien, pasien juga sering tampak melamun, menjadi
lebih sensitif dan mudah tersinggung. Pasien akhir-akhir ini juga malas beraktivitas, hampir tidak
pernah berkumpul untuk terlibat dalam kegiatan lingkungan yang sebelumnya aktif ia jalani. Saat
ini pasien hanya tinggal berdua dengan anak bungsunya di rumah setelah suami menikah lagi 5
bulan lalu.

Learning Objectives
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Fisiologi tidur
Tipe gangguan tidur
Penyebab sulit tidur pada scenario
Hubungan keluhan utama dengan keluhan melamun, lebih sensitive & tersinggung
Hubungan khawatir dengan sakit kepala
Diagnosis
- Anamnesis Psikiatri
- Anamnesis status mental
- Pemeriksaan multiaksial
7. DD : Psikosomatis
8. Tatalaksana
- Non farmakologi
- Farmakologi
9. Prognosis

Mind map

Pasien, perempuan, 48 tahun

aga, mudahlelah, sulitkonsentrasi,


khawatirtanpasebab
yang jelas, seringberdebar, sakitkepalasep
KU:SulitTidur
(memulaidanmempertahankantidur)

RIWAYAT PENYAKIT:
n yang lalu sulit tidur, ditinggalsuamisejak5 bulan yang lalu

Pemeriksaan:

Anamnesis Psikiatri & Status Mental


PemeriksaanFisik

Insomnia non organik


Pendekatan Diagnosis
Gangguan mood depresif

Diagnosis multiaksial
Diagnosis banding
Gangguancemasmenyeluruh

Prognosis

TatalaksanadanEvaluasiFarmakologi
Non farmakologi
Keadaanemergensi

BAB I
Pembahasan
1. Fisiologi tidur
1.1. Defenisi Tidur
Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur adalah
suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu. Tidur
merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan
aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras
selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang hari.
1.2. Fisiologi Tidur
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi bola dunia yang
dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam antara lain diperlihatkan
oleh menyingsing dan terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan
siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang hari dan tidurnya mereka pada
malam hari.
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan
berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja. Sistem yang
mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar
synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak.
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat
termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons.
Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat
menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian
juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada
di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR.

1.3. Tahapan Tidur

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement
(REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur
diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur
stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM. Fase NREM
dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam.
1.3.1. Tidur stadium satu
Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan
mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan
bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat.
1.3.2. Tidur stadium dua
Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu
tubuh menurun. Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti.
1.3.3. Tidur stadium tiga
Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk
dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan
sering merasa bingung selama beberapa menit.
1.3.4. Tidur stadium empat
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat.
Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik.
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat
restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di
siang hari. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak mata tetap
tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut jantung dan

nadi meningkat. Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi
dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori
jangka panjang.
1.4. Siklus Tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi
berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok
harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat
mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup,
keadaan fisik menjadi kurang gesit.
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam
kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang.
Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu.
1.5. Mekanisme Tidur
Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai
oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang
rendah. NREM adalah tahapan tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang
cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas
dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan
tonus otot dan peningkata aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi
dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks.

Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90
menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM
menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai
mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata
menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit
dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut
Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka orang
tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut
akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh
aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik.
1.5.1. Sistem serotoninergik
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan.
Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan
terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa
peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis
di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis
dengan tidur REM.
1.5.2. Sistem adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan sel nucleus
cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas
neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan keadaan jaga.

1.5.3. Sistem kolinergik

Pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan
aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang
depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak
gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
1.5.4. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
1.5.5. Sistem hormon
Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone
(ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon
(LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis
anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran
neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur
dan bangun.
1.6. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di
sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah,
sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Kualitas tidur, menurut American Psychiatric
Association, didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu
yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman
dan kepulasan tidur. Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang
dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90%. Di
sisi lain, kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada
malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur

tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,
perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur
baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.
Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG yang
merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau
permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul
dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur,
keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan
sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta.
Selain itu, kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur
dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja
tanda fisik dan psikologis yang dialami.
1.6.1. Tanda fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva
kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak
mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti
penglihatan kabur, mual dan pusing.
1.6.2. Tanda psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara,
daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,
kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

2. Tipe gangguan tidur

Klasifikasi Gangguan Tidur Menurut DSM-IV-TR

Gangguan Tidur Primer


Dissomnia
- 307.42 Insomnia Primer
- 307.44 Hipersomnia Primer
- 347 Narkolepsi
- 780.59 Ggn tidur terkait-pernapasan
- 307.45 Ggn tidur irama sirkadian
Parasomnia
- 307.47 Ggn Mimpi buruk
- 307.46 Ggn Teror tidur
- 307.46 Ggn Berjalan saat tidur
Gangguan Tidur akibat gangguan mental lain
307.42 Insomnia yang terkait... (Ggn Aksis I atau II)
307.44 Hipersomnia terkait ... ( menunjukkan ggn)
Gangguan Tidur lain
780.xx Gangguan tidur akibat (menunjukkan kondisi medis umum )
- .52 Tipe Insomnia
- .54 Tipe Hipersomnia
- .59 Tipe Parasomnia
- .59 Tipe Campuran
Gangguan tidur insomnia:
Insomnia primer: penderita bisa tidur tetapi tidak merasa tertidur, dimana
masa REMS nya berkurang sedangkan masa NREM cukup.
Insomnia sekunder akibat psikoneurosis: dimana keluhan non organiknya
sakit kepala, perut kembung, badan pegal. Keluhan makin memberat jika
mengalami ketegangan yang disebabkan oleh karena persoalan yang terjadi
pada saat ingin tidur, bahkan percekcokan yang terjadi pada pagi haripun
masih terbayang kembali pada saat akan tidur.
Insomnia sekunder akibat penyakit organik: dimana penderita tidak bisa tidur
karena pada saat ingin tidur diganggu oleh masalah organik. Misalnya: pada
orang DM akan sering terbangun karena ingin kencing, penderita ulkus
duodeni yang sering terbangun oleh mules dan lapar pada tengah malam, dan
penderita artritis reumatika yang mudah terbangun oleh nyeri yang timbul
pada setiap perubahan sikap tubuh.
3. Penyebab sulit tidur pada scenario

Neurotransmiter serotonin bila meningkat akan menyebabkan individu mengantuk, pada skenario
pasien mengalami depresi, dimana pada orang yang mengalami depresi akan menyebabkan
produksi serotoninnya menurun sehingga akan menyebabkan sulit tidur.
4. Hubungan keluhan utama dengan keluhan melamun, lebih sensitive & tersinggung
Keluhan seperti sering melamun, kemudian lebih sensitive dan mudah
tersinggung merupakan 3 diantara beberapa gejala depresi. Hubungan antara keluhan
tersebut seperti sering melamun, lebih sensitive dan mudah tersinggung (gejala depresi)
dengan keluhan sulit tidur adalah karena depresi merupakan salah satu pencetus
terjadinya gangguan tidur. Bahkan bisa sebaliknya, sulit tidur juga dapat membuat
seseorang menjadi depresi. Depresi dapat dicetuskan oleh berbegai faktor, dan apabila
depresi ini dibiarkan tidak hanya gangguan tdur yang dapat diakibatkan namun dapat juga
mengakibatkan gangguan pada kesehatan fisik bahkan orang-orang yang mengalami
depresi berat dapat membehayakan dirinya sendiri. Seseorang yang mengalami depresi
berat pada akhirnya akan dirawat di rumah sakit jiwa(RSJ) atau bahakan sampai
kehilangan nyawa.
5. Hubungan khawatir dengan sakit kepala
Ada hubungannya, sakit kepala pada skenario seperti diikat tali merupakan ciri dari Tension
headache dimana salah satu faktor pencetusnya bisa di karenakan depresi.
6. Diagnosis
- Anamnesis Psikiatri
Pada saat dilakukannya wawancara, pemeriksa haruslah mengidentifikasi psikopatologi
pada pasien, kemudian menginterpretasikan ke dalam suatu gejala atau sindroma klinik esensial
untuk menegakkan diagnosis. Hal-hal yang harus ditanyakan pada pemeriksaan psikiatri,
meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Data identifikasi; identitas pasien


Mengidentifikasi keluhan utama
Mengidentifikasi riwayat penyakit sekarang
Mengidentifikasi riwayat penyakit sebelumnya
Mengidentifikasi riwayat keluarga
Mengidentifikasi riwayat personal
Riwayat prenatal dan perinatal
Masa kanak-kanak (sejak lahir hingga usia 3 tahun)
Masa anak-anak akhir (pubertas hingga masa remaja)
- Hubungan social

Riwayat sekolah
Perkembangan kognitif dan motorik
Seksualitas

Masa dewasa
- Riwayat pekerjaan
- Riwayat perkawinan dan persahabatan
- Riwayat pendidikan
- Keagamaan
- Aktifitas social
- Riwayat hukum
Riwayat psikoseksual
Mimpi dan fantasi
Nilai-nilai
Anamnesis status mental
a. Mengidentifikasi penampilan umum
Pasien seorang perempuan berusia 35 tahun, tampak lemas dan tertekan.
b. Menidentifikasi perilaku dan aktivitas psikomotor pasien
Belum diketahui (tidak terdapat pada skenario)
c. Meningidentifikasi sikap pasien terhadap pemeriksa selama wawancara
berlangsung Kooperatif, saat wawancara pasien dapat menceritakan keluhan
kepada pemeriksa dengan lancar
d. Mengidentifikasi cara berbicara pasien (kontak)
Masih baik (dalam batas normal)
e. Mengidentifikasi kesadaran (sensorium), orientasi (tempat, waktu dan orang)
Orientasi pasien masih bagus, karena pasien masih bisa berkomunikasi dengan
baik kepada pemeriksa. Kompos mentis
f. Mengidentifikasi dan menjelaskan mood pasien
Mood tidak tergambar jelas dalam scenario (tertekan)
g. Mengidentifikasi dan menjelaskan afek pasien
Serasi dengan mood
h. Mengidentifikasi dan menjelaskan arus pikir pasien
Relevan (perlu ditanya lagi)
i. Mengidentifikasi dan menjelaskan isi pikiran paisen
Terdapat kecurigaan yang menuduh orang lain jahat, licik, dan memanfaatkan
dirinya tanpa sebab (dapat digolongkan ke dalam waham), namun harus ditanya
lagi apakah dapat dibantah atau tidak
j. Mengidentifikasi dan menjelaskan bentuk pikiran pasien
Koheren (perlu ditanya lagi)
k. Mengidentifikasi dan menjelaskan adanya gangguan persepsi pasien (halusinasi,
dll) Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi pada scenario (perlu ditanya lagi)

l. Mengidentifikasi dan menjelaskan daya ingat pasien


Daya ingat jangka panjang belum diketahui karena tidak dijelaskan pada scenario
(butuh anamnesis lebih lanjut), daya ingat jangka menengah masih baik,
sedangkan daya ingat jangka pendek juga belum diketahui (butuh anamnesis lebih

lanjut)
m. Mengidentifikasi dan menjelaskan konsentrasi dan perhatian pasien
Secara umum masih terlihat baik, namun butuh pemeriksaan lebih lanjut
n. Mengidentifikasi dan menjelaskan visuspasial pasien
Belum diketahui (butuh pemeriksaan lebih lanjut)
o. Mengidentifikasi dan menjelaskan judgement pasien
Belum diketahui (butuh pemeriksaan lebih lanjut)
p. Mengidentifikasi dan menjelaskan insight pasien
2 : sadar bahwa mereka sakit tetapi menyangkal lagi
q. Mengidentifikasi dan menjelaskan value pasien
Butuh pemeriksaan lebih lanjut
- Pemeriksaan multiaksial
Aksis I
: F32.2
F51.0

Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V

: Z03.2 tidak ada diagnosis


:
: Masalah sosial, masalah keluarga
: 70

Kriteria diagnosis PPDGJ III

F32.2 : Episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Gejala utama:
o Afek depresif
o kehilangan minat dan kegembiraan
o berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga
gejala utama depresi
Gejala lainnya:
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

o
o
o
o
o

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna


Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang.

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik


o Semua gejala utama depresi harus ada
o Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya
o Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
o Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.
o Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F51.0 : Insomnia non organik


o Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas
tidur yang buruk
o Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan.
o Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan kekhawatiran yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
o Ketidakpuasan
terhadap
kuantitas
dan
atau

kualitas

tidur

menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam


sosial dan pekerjaan
o Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas harus dicantumkan
karena membutuhkan terapi tersendiri.
o Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada transient insomnia) tidak didiagnosis di
sini, dapat dimasukkan dalam Reaksi Stres Akut (F43.0) atau Gangguan
Penyesuaian (F43.2)

Menurut DSM-IV, insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan


untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung
setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam
fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan insomnia
sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3
malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification
of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,
disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.
Etiologi insomnia:

Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat


membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur.
Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang
yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan

insomnia.
Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia

dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.


Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan

(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.


Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat

menyebabkan insomnia.
Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur,
tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di

tengah malam.
Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas
dan sering buang

air

kecil,

kemungkinan

mereka

untuk

mengalami

insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi
ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit
paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson
dan penyakit Alzheimer.

Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal,

mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.


'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang
tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh
dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur,
seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.

7. DD : Psikosomatis
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya
tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV)
istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang
mempengaruhi kondisi medis.
Gangguan psikofisiologis merupakan gangguan kesehatan yang umum dijumpai di populasi,
namun seringkali menimbulkan kesalahpahaman dibidang medis. Psikosomatis merupakan salah
satu gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai oleh bermacam-macam keluhan fisik.
Berbagai keluhan tersebut acapkali berpindah-pindah. Sebagai contoh dalam waktu beberapa
hari terjadi keluhan pada pencernaan, disusul gangguan pernafasan pada hari-hari berikutnya.
Atau kadang keluhan tersebut menetap hanya pada satu sistem saja, misal hanya pada sistem
pencernaan (gangguan lambung). Kondisi inilah yang seringkali menjadi sebab berpindahpindahnya penderita dari satu dokter ke dokter yang lain ("doctor shopping"). Ada sebagian
pasien yang kemudian jatuh pada perangkap medikalisasi, yakni upaya atau tindakan dengan
berbagai teknik dan taktik, yang membuat mereka terkondisi dalam keadaan sakit dan
memerlukan pemeriksaan maupun pengobatan.
Teori-teori dan sudut pandang mengenai psikosomatik sangat beragam. Menggunakan istilah
umum dari berbagai teori psikosomatik tersebut, psikosomatik dapat didefinisikan sebagai tidak
ada penyakit somatic (ketubuhan) tanpa didahului oleh antesenden-antesenden emosional dan

atau social. Sebaliknya, tidak ada penyakit-penyakit psikis tanpa memunculkan simtom-simtom
somatic. Jelasnya, istilah reaksi-reaksi psikosomatik berarti terjadinya reaksi tubuh yang
muncul dalam organ-organ yang berbeda sebagai konsekuensi dari reaksi emosi dan situasisituasi yang penuh tekanan (stressfull situations) seperti gangguan perut, asma bronchial, dan
lain-lainnya. Sebaliknya istilah reaksi-reaksi somato-psikis berarti keadaan psikologis
ditentukan dalam simton-simton penyakit somatic. Sebagai contoh, kemurungan dan kesedihan
yang mendalam dihubungkan penyakit kanker.
Menurut model pendekatan psikosomatik, penyakit berkembang melalui saling mempengaruhi
antara factor-faktor fisikal dan mental secara terus menerus yang saling memperkuat satu sama
lain, melalui suatu jaringan timbal balik yang kompleks. Penyembuhan dari penyakit
diasumsikan akan terjadi dengan cara yang sama juga (Tamm, 1993). Secara singkat, Kellner
(1994) mengungkapkan bahwa istilah psikosomatik menunjukkan hubungan antara jiwa dan
badan. Gangguan psikosomatik didefinisikan sebagai suatu gangguan atau penyakit fisik dimana
proses psikologis memainkan peranan penting, sedikitnya pada beberapa pasien dengan
sindroma ini.
Jurang antara aspek-aspek biologis dan psikologis dari keadaan sakit masih tetap berlanjut
sampai suatu pendekatan baru muncul dan mulai dikembangkan pada awal abad kedua puluh.
Sigmund Freud, Ivan Pavlov dan WB Cannon berjasa besar dalam hal ini. Penjelasan Freud
mengenai ketidaksadaran, penelitian Pavlov mengenai reflek yang terkondisi dan perhatian
Cannon mengenai reaksi menyerang dan menghindar menyediakan konsep-konsep psikologis
yang penting yang merangsang tumbuhnya pendekatan psikosomatik dalam bidang perawatan
kesehatan.
Istilah psikosomatik sendiri dikembangkan oleh Helen Flanders Dunbar pada sekitar tahun
1930-an yang antara tahun 1930 sampai tahun 1940-an mempublikasikan sejumlah tulisantulisan ilmiah. Buku-bukunya mengawali serangkaian perkembangan yang intensif dalam bidang
penelitian psikosomatik (Tamm, 1993).

Para penderita psikosomatik, umumnya mengeluhkan gangguan yang berkaitan dengan sistem
organ, seperti :
1.

Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah

2.

Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis

3.

Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma

4.

Dermatologi: keluhan gatal, eksim

5.

Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang

6.

Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea

7.

Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks

8.

Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi.

Selain itu, masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan gejala depresi.
Ciri-ciri Psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :
1.

Pegal-pegal

2.

Nyeri di bagian tubuh tertentu

3.

Mual,muntah, kembung dan perut tidak enak

4.

Sendawa

5.

Kulit gatal, kesemutan, mati rasa

6.

Sakit kepala

7.

Nyeri

bagian

dada,punggung

dan

tulang

belakang

Keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindahpindah tempat, dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa ke dokter.
A.

PENYEBAB GANGGUAN PSIKOSOMATIS


Permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar

dari sebagian besar gangguan psikosomatik (Kaplan, et al, 1997).


Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini bahwa sumber
sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh. Pada praktik klinik sehari-hari,
pemberi pelayanan kesehatan seringkali dihadapkan pada permintaan pasien dan keluarganya
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan (rontgen).

Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan
penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239
penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering
didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa
kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang
tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburuburu, kurang istirahat.
Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anakanak yang nakal dan menyusahkan.
Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah
dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat,
status didalam keluarga dan stres yang timbul.

8. Tatalaksana
Pengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan
mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami
gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi dan sosioterapi) serta psikofarmakoterapi
(penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi). Metode mana yang kemudian
dipilih oleh dokter sangat tergantung pada jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.
Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik). Hal
ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali dan yang lebih parah akan menurunkan
kepercayaan pasien akan kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah
kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk membedakannya dengan
gangguan psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya telah berulang. Disinilah
perlunya psikoterapi sebagai pendamping terapi somatik.

Perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat yang biasa digunakan dalam bidang
psikologi) karena mungkin gangguan psikologis yang diderita berhubungan dengan kondisi
kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.
Dewasa ini therapy dengan menggunakan metode Hipnosis sudah mulai dapat diterima di
beberapa kalangan medis. HIPNOSIS dan hipnoterapi dari hari ke hari kian banyak
penggemarnya. Bahkan, tak hanya orang dewasa yang menjalani terapi tersebut untuk
membantu penyembuhan berbagai penyakit, tetapi juga anak-anak yang mempunyai kesulitan
belajar di sekolahnya. Hipnoterapi memang merupakan salah satu cara yang sangat mudah,
cepat, efektif, dan efisien dalam menjangkau pikiran bawah sadar, melakukan reedukasi, dan
menyembuhkan pikiran yang sakit.

TERAPI INSOMNIA
A. Pendekatan non pharmacologic
Meliputi: sleep hygiene, relaxation therapy, stimulus control, dan sleep restriction. Pendekatanpendekatan ini mengacu pada terapi cognitive behaviour. Dan ada juga terapi gizi yang
dikemukakan oleh Prof. DR. Ali Khomsan.

Sleep Hygiene: meliputi beberapa langkah sederhana untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas tidur, antara lain:
Tidur secukupnya, sesuai waktu yang butuhkan untuk beristirahat; jangan tidur

berlebihan.
Berolahraga secara teratur sedikitnya 20 menit setiap hari, paling baik dilakukan

4-5 jam sebelum waktu tidur. Hindari olahraga berat sebelum tidur!
Hindari memaksakan diri untuk tidur.
Tetapkan jadwal tidur dan bangun setiap hari secara teratur (misalnya: tidur jam

10 malam dan bangun jam 5 pagi).


Jangan minum minuman berkafein setelah sore (teh, kopi, soft drink, dsb) atau
hentikan minum minuman berkafein 8 jam sebelum waktu tidur. selain itu kurangi

penggunaan kafein.
Hindari minum alkohol sebelum tidur.
Jangan merokok, terutama di malam hari. Merokok menjelang tidur dapat
memicu insomnia. Selain itu, sangat baik untuk mengurangi merokok.

Jangan pergi tidur dalam keadaan lapar namun juga hindari makanan berat dan
minum berlebihan sebelum waktu tidur - hentikan makan dan mencamil 1 jam

sebelum waktu tidur.


Sesuaikan suasana di ruangan tidur (penerangan, temperatur, bunyi-bunyian,

dsb).
Jangan pergi tidur bersama dengan kekhawatiran anda; usahakan untuk
menyelesaikannya sebelum anda pergi tidur.

Relaxation Therapy: teknik ini melatih otot-otot dan pikiran menjadi relax dengan cara
yang cukup sederhana seperti: meditasi dan relaksasi otot atau mengurangi cahaya
penerangan, dan memutar musik yang menyejukkan tepat sebelum anda pergi tidur.

Stimulus Control: meliputi beberapa langkah sederhana yang dapat membantu pasien
dengan chronic insomnia, antara lain:

Beranjak tidur ketika anda merasa mengantuk.


Jangan menonton TV, membaca, makan, mengerjakan tugas, atau memikirkan
kekhawatiran anda di tempat tidur. Tempat tidur hanya boleh digunakan untuk

tidur dan melakukan aktivitas seksual.


Jika anda tidak tertidur setelah 30 menit beranjak ke tempat tidur, maka

bangunlah dan pergi ke ruangan lain kemudian lanjutkanlah teknik relaksasi anda.
Aturlah alarm jam anda untuk bangun pada waktu yang telah anda tentukan setiap

pagi, lakukan ini bahkan ketika weekends/ akhir pekan. Jangan tidur berlebihan!
Hindari tidur terlalu lama di siang hari. Batasi tidur siang anda kurang dari 15
menit kecuali atas arahan dokter. Jika memungkinkan, pilihlah untuk menghindari
tidur siang karena ini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur anda di
malam hari. Kecuali untuk kasus ganguan tidur tertentu yang justru bisa
mendapatkan keuntungan dari tidur siang - diskusikan issue ini bersama dokter

anda.
Sleep Restriction: membatasi waktu anda di tempat tidur hanya untuk tidur dapat
meningkatkan kualitas tidur anda. Atur waktu tidur dan bangun secara rigid dan paksakan
diri untuk bangun ketika sudah waktunya sekalipun anda masih mengantuk. Ini akan

membuat anda tidur dengan lebih baik di malam sesudahnya sebagai ganti gangguan tidur
yang anda alami di malam sebelumnya.
Penanganan sederhana lainnya yang dapat dilakukan, antara lain: Terapi Gizi. Makanan
dan minuman yang dianjurkan dalam rangka menangani insomnia adalah:
Asupan gizi magnesium dan kalsium cukup dapat menangkal imsonia dan

mengurangi kecemasan atau stres.


Konsumsi karbohidrat kompleks seperti crackers, atau bagel dapat merangsang rasa

kantuk dan membantu anda tidur.


Segelas susu hangat dan madu dapat membuat tidur menjadi lelap.
Makan lettuce atau selada di malam hari dapat mempercepat kantuk.
B. Pendekatan pharmacologic
Pendekatan pharmacologic / medical berarti penanganan insomnia dengan menggunaan obatobatan dan terapi medis. Beberapa jenis obat yang digunakan dalam menangani insomnia antara
lain:

Benzodiazepine sedatives - dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur selama

menggunakan pengobatan ini.


Nonbenzodiazepine sedatives; Ramelteon (Rozerem) - obat yang digunakan untuk
menstimulasi Melatonin receptors. melatonin - dikeluarkan oleh kelenjar pineal dalam
tubuh dan mulai mengalir ketika sinar matahari / cahaya meredup / gelap, fungsinya

adalah untuk memerintahkan tubuh untuk istirahat.


Beberapa antidepressant - secara umum tidak terlalu membantu untuk insomnia tanpa

depresi.
Antihistamines - menyebabkan kantuk tapi tidak meningkatkan tidur dan tidak tidak
dapat digunakan untuk menangani chronic insomnia.

TERAPI DEPRESI
1. Strategi terapi
Tujuan terapi depresi adalah menurunkan gejala depresi dan memfasilitasi pasien untuk
kembali ke kondisi normal. Strategi untuk mencapai tujuan tersebut ialah menggunakan terapi
non farmakologi atau farmakologi dengan antidepresan yang dapat memodulasi kadar serotonin
dan norepinefrin di otak.
2.

Fase pengobatan

Fase akut, berlangsung dari 6 10 minggu di mana tujuannya adalah

menghilangkan gejala
Fase lanjut, berlangsung selama 4-9 bulan setelah remisis tercapai, di mana

tujuannya adalah untuk menghilangkan gejala sisa atau mencegah kekambuhan


Fase pemeliharaan, berlangsung setidaknya 12-36 bulan, yang tujuannya adalah
untuk mencegah terulangnya episode depresi

FARMAKOLOGIS
1. Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi

dengan mekanisme mencegah

reuptake dari norephinefrin dan serotonin di sinaps atau dengan cara megubah reseptor-reseptor
dari neurotransmitter norephinefrin dan seroonin. Obat ini sangat efektif, terutama dalam
mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada individu yang mengalami depresi.
Tricyclic antidepressants yang sering digunakan adalah imipramine dengan dosis 25 mg/hari,
dan amitryiptilene dengan dosis yang sama.
2. Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah Monoamine Oxidase
Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan ketersediaan neurotransmitter dengan cara menghambat
aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi
neurotransmitter dalam sambungan sinaptik. MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic
Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena secara potensial lebih berbahaya . Contoh
obat golongan ini adalah fenelzin dengan dosis 15 mg/hari.
3. Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related Drugs
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic Antidepressants, tetapi
SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI
lebih cepat mengobati gangguan depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien
yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang signifikan dalam penyembuhan dengan
obat ini.
Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan
lainnya. Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman digunakan

dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam
pengobatan gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan
panik, binge eating, gejala-gejala pramenstrual. Contoh obat dalam golongan ini adalah
Fluoksetin dengan dosis 20 mg/hari dan Citalopram dengan dosis yang sama.
Tabel

Efek

samping

Efek samping
Efek kardiovaskuler
Aritmia

obat

antidepresan

dan

pengatasannya

Jenis antidepresan

Pengatasan

TCA

Hindarkan pada pasien


dengan

innstabilitas

jantung atau iskemia


Hipotensi ortostatik

TCA, MAOI

Tambahkan
fludrokortison,
tambahkan garam pada
dietnya

Antikolinergik
konstipasi

TCA

Sarankan minum air yang


banyak,

Delirium

TCA

tambahkan

laksatif bila perlu


Evaluasi kemungkinan
lain penyebab delirium

Mulut kering

Gangguan visual

TCA

TCA

yang lain
Sarankan

penggunaan

permen

karet

atau

permen
Berikan

tetes

mata

pilokarpin
Gangguan neurologis
Sakit kepala

SSRI

Cek

kejang

TCA, SSRI

penyebab lain
Cek
kemungkinan

kemungkinan

penyebab lainnnya, dan


tambahkan antikonvulsan

bila diperlukan
Gangguan seksual
Disfungsi ereksi

TCA, SSRI,

Tambahkan

sildenafil,

tadanafil, busprion, atau


Disfungsi orgasme

TCA, SSRI, MAOI

bupropion
Tambahkan

sildenafil,

tadanafil, busprion, atau


bupropion
Lain lain
Insomnia

SSRI,

Gunakan obat pada pagi


hari, tambahkan sedatif
malam
tidur,

Mual muntah
Osteopenia

hari

sebelum

berikan

terapi

SSRI

perilaku kognitif
Gunakan setelah makan

SSRI

atau dalam dosis terbagi


Jika perlu, sarankan
pemantauan

densitas

tulang dan terapi untuk


mencegah pengeroposan
tulang,

tambahkan

suplemen
Sedasi

TCA

vitamin D, bifosfonat
Gunakan sebelum tidur,
tambahkan

Peningkatan berat badan

SSRI, TCA, MAOI

kalsium,

modafinil

atau metilfedinat
Sarankan olah raga dan
rujuk ke ahli nutrisi, jika
akan

mengubah

antidepresan,
pertimbangkan
antidepresan yang kurang
menyebabkan

kenaikan

Serotonin sindrom

MAOI

berat badan
Lakukan evaluasi darurat,
bawa ke ICU

NON FARMAKOLOGIS
1. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time

limited yang berfokus pada

penanganan struktur mental seorang pasien. Struktur mental tersebut terdiri ; cognitive triad,
cognitive schemas, dan cognitive errors.

Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif

Terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala.
Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas:
1.

2.

Fase awal (sesi 1-4)


a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap
emosi dan fisik.
c. Menentukan tujuan terapi.
d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
Fase pertegahan (sesi 5-12)
a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan
keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan
memodifikasinya.

3.

Fase akhir (13-16)


a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang

relevan untuk terjadinya kekambuhan.


b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
2. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien dengan gangguan depresi dengan cara
membantu pasien untuk mengubah cara pikir dalam berinteraksi denga lingkungan sekitar dan
orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, sekitar 12
minggu.

3. Terapi Interpersonal
Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal seorang individu,
yang dapat memicu terjadinya gangguan mood .
Terapi ini berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami gangguan, dan para
terapis dan pasien saling bekerja sama untuk menangani masalah interpersonal tersebut.
9. Prognosis
A. Tanpa pengobatan
- Bila episode berlangsung 6 bulan / lebih, biasanya terjadi remisi lengkap gejala dan fungsi
kembali ke tingkat premorbid
- Pasien engan episode baru, 5% mengalami manik (bipolar)
- Bunuh diri 1% depresi akut dan 25% depresi kronis.
B. Dengan terapi
- Dengan antidepresan mulai resolusi bebrapa gejala setelah 4-6 minggu
- Penggunaan yang adekuat 6-8 bulan mengurangi kekambuhan.

BAB II
PENUTUPAN
Kesimpulan
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam mempertahankan
tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres,
kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi
medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita,
pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis,
aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat disertai dengan cemas ataupun episode depresi. Pada skenario pasien
mengalami insomnia dan juga depresi sedang. Tatalaksana yang dilakukan adalah mengatasi
depresi terlebih dahulu karena depresi sesuai PDGJ III lebih didahulukan dibandingkan insomnia
non organik. Tatalaksana dapat berupa farmako yaitu antidepresan golongan SSRI. Psikoterapi
untuk mengatasi insomnia dilakukan dengan terapi CBT, terutama sleep hygiene.

DAFTAR PUSTAKA
Teter, CJ, Kando, JC, Wells, BG, Hayes, PE, 2008, Depressive disorrder, in DiPiro
(eds): Pharmacotherapy, A Pathophsyological Approach, 7th edition, McGraw Hill, New
York, 1101
Aminoff MJ, et al. 2005. Clinical Neurology sixth edition. Mc-Graw-Hill: New York.
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC.
Mansjoer A. dkk. 2013.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius: Jakarta.
Othmer E, Othmer SC. 1994. The Clinical Interview Using DSM IV. Volume I : Fundamentals.
Washington : American Psychiatric Press. Inc.
Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatri. 9th ed.
Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.
Sadock BJ, Kaplan HI. 2010.Kaplan Sadock. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai