Anda di halaman 1dari 4

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis frakur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal, dan perubahan warna (Smeeltzer, 2002) . Gejala umum
fraktur menurut reeves adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)bukannya tetap rigid seperti nampak
pada normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas

(terlihat

maupun

teraba)

ekstremitas

yang

bisadiketahui

dengan

membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi, karena fungsi


normal otot bergantung pada integritas dari tulang tempat otot itu melekat.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarna terjadi karena
kontraksi otot yang melekat pada atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan akan teraba krepitasi yang terjadi akibat dari
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitasi dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
DIAGNOSIS
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang
yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri,
putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara
klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan
(Lakatos ,2011). Namun secara lebih lengkap, diagnosis fraktur terbuka dapat ditegakkan dengan

riwayat penderita, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis (Rasjad C, 2008).

Riwayat Penderita

Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan tinggi sangat penting dalam
menentukan klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu
sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, luka tembak dengan
kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan prognosis jelek
dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas
mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma dan derajat nyeri. Umur dan kondisi
penderita sebelum kejadian seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus dan sebagainya
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan juga. Kalau fraktur terjadi akibat cedera ringan,
curigailah lesi patologi. Nyeri, memar, dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan,
tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak. Deformitas jauh lebih
mendukung.
Selalu tanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang berkaitan, seperti baal atau
hilangnya gerakan, kulit yang pucat/ sianosis, darah dalam urin, nyeri perut, hilangnya kesadaran
untuk sementara. Tanyakan juga tentang cedera sebelumnya.

Pemeriksaan fisik
Jaringan yang mengalami cedera juga harus ditangani dengan hati-hati. Untuk

menimbulkan krepitus atau gerakan yang abnormal tidak perlu menimbulkan nyeri, diagnosis
dengan foto rontgen lebih dapat diandalkan. Namun butir-butir pemeriksaan klinik yang biasa
harus selalu dipertimbangkan, kalau tidak kerusakan pada arteri dan saraf dapat terlewatkan.
Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah identisifikasi luka secara jelas dan gangguan
neurovaskular bagian distal dan lesi tersebut. Pulsasi arteri bagian distal penderita hipotensi akan
melemah dan dapat menghilangkan sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular
tersebut.bila disertai trauma kepala dan tulang belakang maka akan terjadi kelainan sensasi
nervus perifer di distal lesi tersebut. Pemeriksaan kulit seperti kontaminasi dan tanda-tanda lain
perlu dicatat.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Look (inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh atau tidak. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
2. Feel (palpasi)

Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah
keadaad darurat yang memerulkan pembedahan.
3. Movement (gerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting untuk menanyakan
apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal dari cedera.

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang dan

jaringn lunak yang berhubungn dengan derajat energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di
jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam
melakukan debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungandengan daerah fraktur
maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat
bayangan benda asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi
disamping melihat kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan tandatanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan radiologis tetap diperlukan
untuk konfirmasi untuk melengkapi deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan
dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala
kalsik dalam menentukan diagnosa harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standart.
Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu ;
1. Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film rontgentunggal, dan sekurangkurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (anteroposterior dan lateral).
2. Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur dan angulasi. Tetapi,
angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi
mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan
pada foto rontgen.
3. Dua tungkai
Pada rontgen tulang anak-anak epifisis yang normal dapat mengacaukan diagnosis
fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
4. Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat. Karena itu,
bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu juga diambil foto rontgen pada pelvis
dan tulang belakang.
5. Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur (skafoid karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau raguragu, sebagai akibat resorpsi tulang, pemeriksaanlebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada foto rontgen biasa. Tomografi
mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan
satu-satunya cara untuk menunjukkan apakah fraktur vertebra mengancam akan menekan medula
spinalis, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat
pada tempat yang sukar misalnya kalkaneus atau asetabulum, dan potret rekonstruksi tiga
dimensi bahkan lebih baik. Scanning radioisotop berguna untuk mendiagnosis fraktur tekanan
yang dicurigai atau fraktur tidak bergeser yang lain (John C, 2012).
Daftar Pustaka
1. Jonathan .Open Fracture. Orthopeadics Surgeons ( Update 2012, may 27).
www.othopeadics.about. com/cs/brokenbones/g/openfracture.html. Accessed on April 20
2016
2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur fungsi Tulang, Edisi 3 Jakarta : PT
yarsif Watampone 2008;6-11
3. Smeeltzer SC & Bare BG ,2002. Buku ajar medical bedah edisi 8 volume 2 , alih bahasa
kuncara; Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai