Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah

yang

berjudul

Pendidikan

Orang

Dewasa

dan

Dinamika

Kelompokdisusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kurikuler mata kuliah


Penyuluhan pada Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah pendidikan orang Dewasa dan
Dinamika Kelompok ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik serta saran
yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di kemudian
hari.Semoga laporan bermanfaat bagi pembaca.
Purwokerto, Mei 2013
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................
I.

PENDAHULUAN.......................................................................

1.1. Latar Belakang

...................................................................................1

1.2. Tujuan

...................................................................................2

II.

ii
1

PEMBAHASAN..........................................................................

2.1. Pendidikan Orang Dewasa......................................................................

2.1.1. Pengertian dan Hambatanya POD.........................................


2.1.2. Perilaku Yang Menghambat...................................................
2.1.3. Suasana POD.........................................................................
2.1.4. Jenis Jenis Belajar pada .....................................................
2.1.5. Cara Cara Belajar ...............................................................
2.1.6. Prinsip Prinsip Belajar .......................................................
2.1.7. Ciri Ciri Belajar .................................................................
2.1.8. Faktor Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi..................
2.2. Dinamika Kelompok........................................................................
2.2.1. Pengertian Dinamika Kelompok............................................
2.2.2. Pendekatan Sosiologis...........................................................
2.2.3. Pendekatan Psiko Sosial........................................................

3
6
6
8
10
12
14
17
20
20
21
27

III.

KESIMPULAN............................................................................

30

IV.

DAFTAR PUSTAKA...................................................................

31

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia dikenal dengan sistem pendidikan
nasional yang dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan, yaitu
pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Sebagaimana
yang terdapat dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 3 tentang sistem
Pendidikan Nasional yaitu:sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Pendidikan orang dewasa ini berorientasi pada sistem pendidikan nasional
karena selain tercakup dalam pendidikan formal juga tercakup dalam pendidikan
nonformal.Orang dewasa mengikuti pendidikan karena motivasi yang berbedabeda, yaitu untuk mencapai tujuan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan sosial,
dan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan dirinya.Kesulitan dalam
membelajarkan orang dewasa adalah ketika mereka telah mendapatkan pekerjaan
dan kebutuhan hidupnya terpenuhi atau mereka beranggapan belajar hanya
membuang-buang waktu maka orang dewasa tidak mau lagi belajar.
Ada beberapa faktor yang berhubungan erat dengan karakteristik warga
belajar dalam melakukan kegiatan belajar seperti kepribadiannya, gaya belajarnya
hingga perbedaan individual di antara mereka yang berlatar perubahan usia,
pengalaman hidup. Motivasi dan persepsi diri. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi ialah konteks pergaulan dalam masyarakat tempat berlangsungnya
kegiatan belajar serta caranya merencanakan, menyelenggarakan dan menilai
proses kegiatan belajar.

Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain membentuk kerjasama


saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup, memudahkan pekerjaan,
mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi
beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan
efisien. Salah satunya dengan membagi pekerjaan besar sesuai bagian
kelompoknya masing-masing atau sesuai keahlian serta menciptakan iklim
demokratis dalam kehidupan masyarakat dengan memungkinkan setiap individu
memberikan masukan, berinteraksi, dan memiliki peran yang sama dalam
masyarakat.Untuk mewujudkan kelompok yang dinamis guna mewujudkan fungsi
tersebut di atas, maka perlu adanya pemahaman mengenai dinamika kelompok
dan faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya.
1.2.

Tujuan
1. Dapat memahami mengenai Pendidikan Orang Dewasa
2. Dapat mengetahuitantang Dinamika Kelompok

BAB II
ISI
2.1.

Pendidikan orang dewasa

2.1.1.

Pengertian dan hambatan


a. Pengertian
Menurut

keseluruhan

Townsend(1977),

proses

pendidikan

pendidikan
yang

orang

dewasa

diorganisasikan,

apa

merupakan
pun

isi,

tingkatan,metodenya baik formal dan tidak, yang melanjutkan maupun yang


menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta latihan
kerja,

yang

membuat

orang

yang

dianggap

dewasa

oleh

masyarakat

mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan


kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap
dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan
partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan
bebas. Reevers, Fansler, dan Houle dalam Suprijanto (2007) menyatakan bahwa,
pendidikan orang dewasa adalah upaya yang dilakukan oleh individu dalam
rangka pengembangan diri, dimana dilakukan dengan tanpa paksaan (legal).
Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, dapat ditarik garis besar bahwa
pendidikan orang dewasa merupakan kegiatan pendidikan yang terorganisir baik
dari isi, metode, maupun pelaksanaannya untuk mengembangkan diri dengan
tanpa paksaan.

b. Hambatan
Pendidikan orang dewasa memiliki 2 macam hambatan yaitu hambatan
fisiologis dan hambatan psikologis. Vemer dan Davison mengidentifikasi 6 faktor
fisiologis yang dapat menghambat pendidikan orang dewasa, yaitu:
1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat pengelihatan (titik terdekat yang dapt
dilihat jelas), mulai bergerak semakin jauh.
2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh pengelihatan (titik terjauh yang dapat
dilihat dengan jelas), mulai berkurang semakin pendek.
3. Dengan bertambahnya usia, jumlah penerangan yang dibutuhkan untuk
belajar semakin besar.
4. Dengan bertambahnya usia, persepsi kontras warna cenderung kearah merah
spektrum, sehingga semakin kurang dapat membedakan warna-warna lembut.
5. Dengan bertambahnya usia, kemampuan mendengar menjadi kurang.
6. Dengan bertambahnya usia, kemampuan membedakan bunyi menjadi
semakin berkurang.
Hambatan yang kedua yaitu hambatan psikologis, untuk menghindari
hambatan ini perlu adanya pertimbangan karakteristik psikologis umum orang
dewasa dalam belajar, yaitu:
1. Orang dewasa hanya dapat (mau) diajar atau belajar kalau memang ia
menghendakinya.
2. Orang dewasa hanya akan dapat (mau) diajar atau belajar kalau terlihat
adanya: arti pribadi bagi dirinya dan sesuatu yang berhubungan dengan
kebutuhannya.
3. Belajar bagi orang dewasa sering kali dirasakan sebagai sesuatu yang
menyakitkan.
4. Hanya akan sedikit sekali hasil yang diperoleh dari menceramahi,
mengkhotbahi, menggurui orang dewasa.
5. Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual.

6. Sumber belajar terkaya bagi orang dewasa sebenarnya terdapat dalam diri
orang dewasa yang bersangkutan.
7. Belajar adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus.
8. Belajar adalah hasil kerjasama manusia.
9. Belajar adalah suatu proses evolusi.
Adapun dalam melakukan penyuluhan terdapat hambatan-hambatan yaitu:
a. Kadang-kadang pengusaha merasa ada keraguan terhadap penyuluh jika
melihat usia penyuluh jauh lebih muda dibandingkan usia pengusaha.
b. Pengusaha dan penyuluh jarang berbicara dalam bahasa yang sama, baik
secara literal maupun figuratif.
c. Penyuluh industri sering dicap sebagai mata-mata pesaing, petugas instansi
pemerintah yang mencari-cari kesalahan dan sebagainya.
d. Penyuluh industri memberikan saran pada saat pengusaha tersebut belum
mengetahui bahwa dia sebenarnya mempunyai masalah, atau sebaliknya,
penyuluh industri tidak dapat memberikan saran pada saat dibutuhkan
pengusaha.
e. Ada beberapa unsur sosial budaya yang kurang mendukung proses
penyuluhan seperti adat istiadat dan kebiasaan nilai-nilai yang dianut
2.1.2.

masyarakat.
Perilaku yang menghambat
a. Sasaran yang mengharap mendapatkan hal baru, namun yang didapat tidak
sesuai dengan harapan, sehingga menimbulkan kebosanan pada diri sasaran
b. Sasaran lebih menyukai pengalaman, apabila mendengar teori-teori terusmenerus maka akan timbul keraguan pada sasaran untuk penerapan dan
praktek
c. Harapan mendapatkan untuk mendapatkan petunjuk/ resep baru, namun
sasaran harus mencari pemecahan masalah sendiri, sehingga menghambat
pendidikan orang dewasa.
d. Seringkali materi bersifat umum, sehingga kurang spesifik pada masalah
yang dihadapi sasaran.
e. Sifat petani yang sulit berubah.

2.1.3.

Suasana pendidikan orang dewasa

a. Suasana keterbukaan
Seluruh anggota kelompok belajar maupun pembimbing perlu memiliki
sikap terbuka, terbuka untuk mengungkapkan diri, serta juga terbuka untuk
mendengarkan orang lain.Suasana keterbukaan ini, baik anggota kelompok belajar
maupun pembimbing, haruslah merasa terjamin, bahwa keterbukaannya tersebut,
tidaklah berakibat mendapat ejekan, hinaan, atu menjadikan dirinya dipermalukan.
b. Suasana mengakui kekhasan pribadi
Manusia belajar secara khas dan unik, masing-masing dengan tingkat
kecerdasan, kepercayaan diri serta perasaannya sendiri. Anggota kelompok
dbelajar dan pembimbing haruslah mengakui serta mau menerima bahwa: masingmasing adalah pribadi yang khas dan unik, pribadi yang satu tidaklah harus selalu
sama dengan pribadi yang lainnya.
c. Suasana membenarkan perbedaan
Dalam menghadapi kondisi keragaman, yang harus diupayakan adalah:
tindak pengolahan atau perlakuan terhadap berbagai latar belakang (pendidikan,
adat istiadat, budaya, pengalaman maa lamapu, dll) yang berbeda-beda tersebut
menjadi satu pelajaran yang bernilai.
d. Suasana mengakui hak untuk berbuat salah
Suasana belajar yang baik adalah bila orang-orang yang berani dan mau
mencoba perilaku baru, sikap baru dan pengetahuan baru.Segala sesuatu yang
baru

demikian

mengandung

resiko

terjadinya

kesalahan.Disamping

itu,

terungkapnya suatu kesalahan merupakan awal dari dimulainya suatu perbaikan.

Oleh karenanya, dalam suatu proses belajar, kesalahan, kekeliruan haruslah dapat
diterima sebagai sesuatu yang wajar.
e. Suasana membolehkan keraguan
Orang dewasa yang berkumpul untuk belajar bersama, sering kali
menghasilkan beberapa alternatif, beberapa teori, dan bukan jarang dua-tiga
diantaranya nampak sama baik dan sama buruknya. Pemaksaan untuk menerima
salah satu sebagai yang paling tepat, paling benar, akan dapat menghambat proses
belajar. Keraguan harus diperkenankan untuk jangka waktu yang cukup, sehingga
dengan ini dapat tercpai keputusan akhir yang memuaskan.
f. Suasana evaluasi bersama dan evaluasi diri
Orang yang belajar haruslah dipacu untuk tertarik ingin mengetahui
kekuatan dan kelemahan dirinya.Evaluasi bersama dan evaluasi diri haruslah
diupayakan untuk dapat berlangsung, kemudian setelah itu, hasil evaluasi ini
haruslah diupayakan dapat mejadi sesuatu yang sifatnya memacu perbaikan dan
penyempurnaan lebih lanjut.
2.1.4. Jenis belajar
Menurut Mardikanto (1993), setiap program pendidikan (termasuk
penyuluhan) bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran agar mampu
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang dikehendaki. Kegiatan-kegiatan
tertentu yang dikehendaki itu, pada umumnya dimaksudkan untuk mampu
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi demi terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang dirasakan. Dengan kata lain,
melalui pendidikan/penyuluhan, setiap warga belajar dididik untuk mampu
memecahkan masalah yang akan dihadapi.

Akan tetapi, sebelum seseorang mampu memecahkan masalah yang dihadapi, dia
harus terlebih dahulu melalui tahapan-tahapa:
a. Multiple discrimination, yaitu kemampuan untuk memberikan respon yang
benar terhadap beragam stimulus yang berbeda. Pada tahapan ini, individu
yang bersangkutan harus mampu memahami dam membeda-bedakan
beragam stimulus yang berbeda serta mampu memberikan respon yang
tepat (benar) kepada masing-masing stimulus (obyek) yang berbeda tadi.
Contoh: jika seorang petani menghadapi tanaman yang layu, dia harus
mampu mengidentifikasi sebab-sebab kelayuan (kekurangan air, salah
pemupukan, serangan hama/penyakit, dll.) dan memberikan respon yang
tepat untuk mengatasi kelayuan tersebut.
b. Belajar konsep (concept learning), yaitu mengabstraksikan ide atau realita
dalam pikirannya, dan berdasarkan konsep yang disusunnya itu, yang
bersangkutan akan memberikan respon yang tepat menurut konsep yang
diketahuinya. Sehubungan dengan hal ini, proses belajar merupakan proses
untuk mempelajari sebanyak mungkin konsep-konsep yang terdapat di
dalam khasanah dunia ilmu pengetahuan. Semakin luas dan mendalam
pemahaman seseorang tentang konsep dari suatu obyek atau realita yang
dihadapi, akan semakin mampu memberikan respon yang tepat. Di dalam
belajar konsep, dapat digunakan metode deduktif (menyusun konsep
khusus/konkrit atas dasar gejala umum) atau metode induktif (menyusun
konsep umum atas dasar keadaan konkrit atau gejala khusus yang
dihadapinya).
Contoh: jika seorang petani menghadapi tanaman yang layu, dia akan
berusaha mencari air (karena pada umumnya tanaman layu disebabkan
karena kekurangan air). Di lain pihak, jika petani melihat tanaman yang

dipupuk dengan pupuk urea menjadi bertambah subur, dia akan selalu
menggunakan pupuk urea untuk menyuburkan tanaman-tanaman yang
lain.
c. Belajar prinsip (principal learning), yaitu mempelajari hubungan konsepkonsep yang memiliki arti tertentu menurut aturan tertentu. Dengan kata
lain, belajar prinsip adalah mempelajari beragam prinsip atau rangkaian
konsep yang memiliki arti tertentu.
Contoh: jika seorang petani menghadapi tanaman yang layu, dan menurut
konsep yang dipahaminya disebabkan oleh serangan penyakit, maka dia
harus

mempelajari

prinsip-prinsip

perlindungan

tanaman

dengan

menggunakan fungisida yang benar, misalnya: jenis fungisida yang


digunakan, dosis fungisida, cara pelarutan fungisida, alat yang digunakan,
cara penyemprotan, waktu penyemprotan, selang waktu penyemprotan dll.
(problem solving learning)
d. Belajar memecahkan masalah, yaitu mempelajari cara-cara memecahkan
masalah yang dihadapi. Jika ternyata masalahnya tidak dapat terpecahkan
melalui penerapan prinsip-prinsip tertentu, harus mencari prinsip-prinsip
lainnya (yang sudah diketahui) atau bahkan harus mencari prinsip-prinsip
lainnya yang baru (yang belum diketahuinya).
Contoh: jika petani menghadapi serangan hama tikus, dia dapat
memberantasnya dengan cara gropyokan (mekanis). Tetapi jika cara ini
belum efektif, dia harus mencoba cara-cara pemberantasan lain
(pemasangan umpan, pengasapan lubangnya, dll). Dengan kata lain, pada
belajar memecahkan masalah ini, setiap individu harus terlebih dahulu:
mampu mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda, memahami

10

beragam konsep, memahami beragam prinsip, bahkan harus pula


memahami beragam cara pemecahan terhadap masalah tertentu.
2.1.5. Cara belajar
a. Belajar dengan kesadaran (purposeful learning)
Proses pendidikan (termasuk penyuluhan), merupakan upaya sadar dan
terencana untuk mengubahh perilaku. Karena itu, keberhasilan penyuluhan juga
sangat ditentukan oleh adanya kesadaran dari sasaran penyuluhan untuk secara
aktif mengubah perilakunya melalui usaha belajar tentang segala sesuatu yang
disuluhkan oleh penyuluh. Tanpa adanya usaha aktif dan kesadaran dari sasaran
penyuluhan untuk belajar, kegiatan penyuluhan itu akan sia-sia.
Sehubungan dengan hal tersebut, seseorang akan aktif belajar manakala ia
memiliki tujuan-tujuan tertentu atau merasakan adanya kebutuhan-kebutuhan,
keinginan-keinginan atau kemauan yang mendorong terbentuknya motivasi
untuk belajar yang merupakan perubahan strategis yang menentukan hasil belajar.
Proses belajar dengan kesadaran ini, sangat diperlukan terutama untuk
mengubah/memperbaiki pengetahuan dan keterampilan sasaran.
b. Belajar dengan peniruan (imitation learning)
Belajar dengan peniruan, pada hakekatnya adalah proses belajar yang
dilakukan melalui peniruan atas model atau contoh-contoh (baik berupa obyek
atau kegiatan) yang dapat diamatinya.
Karena warga belajar secara aktif menirukan model yang dipelajarinya,
hasil belajar seringkali justru dapat lebih baik dari modelnya sendiri, manakala
yang bersangkutan memiliki: bakat, minat, dan intelegensia yang lebih baik
dibanding modelnya.
c. Belajar dengan kondisi/kebiasaan

11

Pada proses belajar seperti ini, warga belajar dihadapkan pada kondisikondisi tertentu yang merangsang dan mendukung proses belajarnya.Contoh:
penyuluhan tentang pengenalan hama dan penyakit tanaman yang dilakukan
dengan membawa mereka kelahan yang sedang terserang hama/penyakit tertentu.
Demikian pula dengan kursus-kursus pertanian yang diselenggarakan dengan
carakerja

magang

pada

petani

yang

berhasil.

Proses

belajar

dengan

kondisi/kebiasaan ini, sangat efektif untuk mengubah sikap warga belajar


(Mardikanto, 1993).
d. Belajar dengan mengartikan
Pada proses belajar seperti ini, warga belajar diberikan sebanyak mungkin
rangsangan untuk menggunakan pikirannya guna mengartikan segala sesuatu yang
diajarkan. Karena itu, belajar dengan mengartikan sangat efektif untuk
mengubah/menambah pengetahuan warga belajarnya (Mardikanto, 1993).
2.1.6. Prinsip Belajar
Prinsip merupakan hubungan antara 2 atau lebih dari konsep ataupun
variable. Prinsip-prinsip belajar yang diterapkan oleh warga belajar (sasaran
didik) supaya mendapat hasil yang baik, antara lain:
a. Prinsip latihan
Proses belajar yang dibarengi dengan aktivitas fisik untuk lebih
merangsang kegiatan anggota badan (kaki, tangan, dan anggota badan yang lain)
melalui proses belajar sambil bekerja, atau belajar sambil melakukan kegiatan
yang dialami sendiri oleh warga belajar. Prinsip latihan dilandasi oleh pemahaman
bahwa hasil belajar akan semakin baik manakala warga belajar memiliki
pengalaman lebih-lebih jika kegiatan itu dilakukan secara berulang-ulang
(repetisi) yang mengendap didalam pikiran dan perasaannya (retensi) yang
semakin banyak.

12

Meskipun demikian, harus pula diingat bahwa kegiatan latihan dan


pengulangan itu jangan sampai berlebihan sehingga menimbulkan kejenuhan
(over learning) yang justru menurunkan mutu hasil belajar yang dicapai
(Mardikanto, 1993).
b. Prinsip menghubung-hubungkan
Proses belajar dengan cara menghubung-hubungkan perilaku lama
(terutama sikap dan pengetahuan dan perasaan, melalui perasaan dan pikiran)
dengan stimulus baru ; atau proses belajar yang dilakukan dengan cara
mengaitkan stimulus baru dengan pengalaman-pengalaman (pengetahuan dan
sikap) yang telah dimlikinya. Dalam proses belajar seperti ini, stimulus (baru)
yang memiliki kemiripan dan kaitan erat (berurutan) dengan pengalaman/perilaku
yang telah dimiliki akan semakin mudah diterima dan dipahami. Sebaliknya,
stimulus yang tidak memiliki kaitan atau bahkan bertentangan dengan pengalaman
yang telah dimiliki akan semakin sulit dipahami dan diterima (Mardikanto,1993).
Karena itu, selama proses belajar, pengajar atau penyuluh harus mampu
membantu proses belajar dari warga belajarnya dengan memberikan contohcontoh (stimulus) yang memiliki kemiripan dengan pengalaman-pengalaman yang
telah dimiliki sasaran didiknya, menyampaikan materi ajarannya dengan
memperhatikan urutan atau sistematika yang baik (Mardikanto, 1993).
c. Prinsip akibat
Pada proses pembelajaran setiap warga belajar pasti memiliki tujuan
(kebutuhan, keinginan, kemauan, atau harapan-harapan) yang bermanfaaat yang
ingin dicapai /diperoleh melalui proses belajarnya. Karena itu, hasil belajar yang
diharapkan melalui kegiatan penyuluhan akan semakin baik manakala proses

13

belajar itu akan memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi warga belajarnya, atau
memberikan sesuatu yang disenangi atau membuat warga belajar menyenanginya.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam setiap progam pendidikan
(penyuluhan), para penyuluh atau pelatih harus terlebih dahulu dapat menunjukan
tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh warga belajar setelah mengikuti program
belajar tersebut. Tanpa upaya seperti itu penyuluhan yang dilakukan seringkali
tidak mendapatkan hasil seperti yang diinginkannya (Mardikanto, 1993).
d. Prinsip kesiapan
Hasil belajar akan semakin baik manakala yang bersangkutan (warga
belajar) memang memiliki kesiapan untuk belajar baik kesiapan fisik ataupun
mental serta kemauan/keinginan untuk belajar.
Oleh sebab itu, setiap kegiatan penyuluhan hanya akan berhasil baik jika
penyuluh mampu memahami kegiatan sasarannya. Terutama yang berkaitan
dengan keadaa fisik (kenyamanan lingkungan diselenggarakannya penyuluhan,
waktu pelaksanaan, lamanya kegiatan, dll) maupun kesiapan sasarannya baik
kebutuhan, keinginan, maupun lainnya (Mardikanto, 1993).
2.1.7. Ciri-ciri belajar
Bertolak dari pemahaman tentang proses belajar yang merupakan usaha
aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku (pengetahuan,
sikap, dan ketrampilannya). Ciri-ciri belajar menurut Mardikanto (1993), antara
lain:
a. Belajar adalah proses aktif dan tidak ada kegiatan belajar tanpa aktivitas,
artinya di dalam kegiatan belajar, setiap individu yang belajar harus melakukan
aktivita, baik aktivitas yang berupa fisik (anggota badan, indera, otak) maupun
aktivitas mental (perasaan, persiapan, dll). Disamping itu, perlu dipahami
bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat ditumbuhkan atau dilaksanakan

14

oleh individu yang belajar, sampai dengan batas tertentu, akan memberikan
hasil belajar yang baik pula.
b. Belajar hanya dapat dilakukan oleh individu yang belajar. Hal tersebut berarti
bahwa, kegiatan belajar harus dilakukan sendiri oleh setiap individu yang
memiliki kemauan belajar, dan sama sekali tidak boleh atau dapat diwakilkan
kepada orang lain. Sebab setiap individu yang belajar harus menerima atau
mengalami sendiri stimulus-stimulus yang diajarkan, dan harus pula
memberikan responnya sendiri atas stimulus-stimulus (rangsangan-rangsangan)
yang diterimanya, baik melalui aktivitas otak, aktivitas fisik, maupun yang
berupa reaksi-reaksi mental atau perasaan perasaannya.
c. Kemampuan belajar setiap individu tidak sama, perlu sosialisasi dan
individualisasi.Ada beberapa penyebab perbadaan tersebut diantaranya faktor
genetis (jenis kelamin, intelegensia, bakat) maupun karena pengaruh faktor
luar/lingkungan.karena itu didalam pelaksanaan penyuluhan, ada dua cara yang
dapat ditempuh oleh seorang penyuluh untuk mengefektifkan penyuluhannya,
yaitu:
1). Melakukan sosialisasi atau mengelompokkan sasarannya dalam
kelompok-kelompok sasaran yang memiliki ciri yang relative
homogeny (kesamaan jenis kelamin, kesamaan umur, kesamaan
komoditi yang diusahakan, kesamaan pengalaman, dll).
2). Individualisasi, yaitu melakukan penyuuhan secara individual, orang
perorang.
d. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki
seseorang akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar. Contoh: petani yang

15

pernah gagal dalam mengadopsi inovasi akan sulit untuk mengadopsi inovasi
yang lain. Selain itu, pengalaman latihan yang menyenangkan akan mendorong
seseorang untuk (ingin) mengikuti latihan yang lain.
e. Proses belajar melalui panca indera, setiap stimulus yang diberikan kepada
warga belajarnya, pada umumnya diterima melalui inderanya (penglihatan,
pendengaran, gerakan, perasaan, pikiran, dll).Berkaitan dengan itu, semakin
banyak indera yan dirangsang selama penyuluhan dilaksanakan, akan semakin
memberikan hasil belajar yang semakin baik
f. Proses belajar dipengaruhi oleh kebutuhan yang dirasakan.Proses belajar seperti
halnya pernyataan Kibler, dkk (1981), hasil penelitian Mardikanto (1985)
menunjukan bahwa, motivasi seseorang untuk belajar merupakan salah satu
karakteristik individu yang merupakan peubah terpenting yang menentukan
hasil belajar. Sedang motivasi itu sendiri ditentukan oleh kebutuhan yang
dirasakan (Maslow, 1970; McClelland, 1961 dalam Mardikanto, 1993).Karena
itu, pemahaman terhadap kebutuhan sasaran, harus selalu diperhatikan dalam
setiap kegiatan penyuluhan.
g. Proses belajar dihambat atau didorong oleh hasil belajar yang pernah diraih.
Ada persamaan dengan halnya pengalaman yang pernah dimiliki,
individu-individu yang pernah memiliki hasil belajar yang baik, pada umumnya
memiliki kemauan belajar yang tinggi.Sebaliknya seseorang yang sering memiliki
hasil belajar yang kurang baik, kurang bersemangat untuk belajar.Implikasi dari
konsep ini adalah setiap kegiatan penyuluhan kegiatan penyuluhan yang
diselenggarakan harus dapat menunjukan hasil belajar yang baik.Setiap petani

16

mengalami kegagalan atau menikmati hasil belajar yang kurang menyenangkan,


mereka akan sulit dirangsang untuk mengikuti penyuluhan berikutnya.
h. Proses belajar dipengaruhi oleh lingkungan belajar.
Jiyono (1976) dalam Mardikanto (1993), mengemukakan bahwa salah satu
variable yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah lingkungan
pendidikan, baik lingkungan dalam arti tempat tinggal maupun lingkungan tempat
diselenggarakannya program pendidikan.Berkaitan dengan hal tersebut, Jusuf
(1982) dalam Mardikanto (1993), lebih lanjut mengemukakan adanya berbagai
ragam lingkungan pendidikan, baik yang berupa lingkungan fisik (keadaan
ruangan, tersedianya perlengkapan belajar, dll) maupun lingkungan non-fisik
(dorongan/dukungan keluarga, sahabat, dll).
2.1.8. Faktor Psikologis yang mempengaruhi belajar
Keberhasilan belajar sangat tergantung kepada keadaan individu yang
melakukan kegiatan belajar. Berkaitan dengan hal tersebut, Klausmeter dan
Goodwin (1966) dalam Mardikanto (1993) menyatakan bahwa, keadaan warga
belajar merupakan peubah terpenting yang mempengaruhi keberhaasilan proses
belajar. Diantara beberapa karakteristik individu yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam hubungannya dengan proses belajar adalah:
1. Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan salah satu unsur pembentuk motivasi untuk
belajar yang dilakukan oleh seseorang. Karena itu, hasil belajar akan sangat
dipengaruhi oleh tujuan belajar. Kibler, dkk (1981) mengemukakan sedikitnya tiga
macam tujuan yaitu:
a. Hanya sekadar ingin tahu

17

b. Pemenuhan kebutuhan jangka pendek yang hanya dapat dipenuhi dari hasil
belajarnya,
c. Pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang hanya dapat dipenuhi dari
hasil belajarnya,
d. Pemenuhan jangka pendek yang tidak berkaitan langsung dengan hasil
belajarnya, dan
e. Pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang tidak berkaitan langsung
dengan hasil belajarnya.
2. Tingkat apresiasi atau cita-cita
Proses belajar yang dilakukan oleh individu, juga dipengaruhi oleh aspirasi
(cita-cita) yang diharapkan oleh yang bersangkutan. Bagi warga belajar yang
memang memiliki aspirasi untuk meraih prestasi sebaik-baiknya, akan mendorong
untuk lebih aktif mengikuti kegiatan belajarnya. Sebaliknya, jika program belajar
tersebut ternyata tidak sesuai dengan aspirasi yang diinginkannya, biasanya hasil
belajarnya juga tidak seperti yang diharapkan.
3. Pengertian tentang hal yang dipelajari
Pemahaman seseorang terhadap sesuatu yang dipelajarinya

akan

mendorong atau bahkan menghambat proses belajarnya, jika ternyata dia tidak
memiliki pengertian yang cukup tentang segala sesuatu hal yang dipelajarinya.
Berkaitan dengan hal tersebut, De Coco (1968) dalam Mardikanto (1993)
menyatakan bahwa, tingkat pengertian seseorang terhadap sesuatu yang dipelajari
akan sangat menentukan tingkat kesepiannya untuk belajar.
4. Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan
Semangat belajar seseorang, juga dipengaruhi oleh pengetahuannya
tentang keberhasilan dan kegagalan. Tentang hal tersebut, jika seseorang memiliki
pengetahuan bahwa keberhasilan hanya dapat dicapai melalui proses belajar, maka

18

ia akan memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga hasil belajar yang
dicapainya juga semakin baik. Di lain pihak, jika seseorang mampu memahami
kegagalan sebagai suatu pengalaman untuk menuju keberhasilan di masa
mendatang, maka ia akan tetap memiliki semangat belajar yang tinggi dan tidak
pernah takut atau berputus asa.
5. Umur
Klautsmeier dan Gwin (1966) dalam Mardikanto (1993) menyatakan
bahwa, umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi
belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya terhadap macam pekerjaan
tertentu sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya
untuk belajar.

Sedangkan Cecco (1968) mengatakan bahwa, umur akan

berpengaruh kepada tingkat kematangan seseorang yang sangat menentukan


kesiapannya untuk belajar. Vecca dan Walker (1980) mengemukakan bahwa
selaras dengan bertambahnya umur, seseorang akan menumpuk pengalamanpengalamannya yang merupakan sumberdaya yang sangat berguna bagi
kesiapannya untuk belajar lebih lanjut.
6. Kapasitas belajar
Kapasitas belajar merupakan kemampuan atau daya tamping seseorang
untuk

menerima

rangsangan-rangsangan

atau

pengalaman-pengalaman

baru.Kapasitas belajar seseorang, dapat dipengaruhi oleh keadaan fisik (jenis


kelamin), keadaan psikis (umur, tingkat pendidikan), maupun lingkungan (social
budaya masyarakatnya). Tingkat pendidikan yang telah dimiliki seseorang, juga
akan berpengaruh terhadap kapasitas belajar seseorang, karena adanyakegiatan

19

belajar yang memerlukan tingkat pengetahuan tertentu untuk dapat memahaminya


(Mardikanto, 1993).
7. Bakat
Bakat merupakan faktor bawaan (hereditas) yang akan mempengaruhi
proses belajar seseorang, terutama untuk bidang-bidang tertentu. Seperti halnya
dengan IQ, orang berbakat hanya akan menunjukkan kelebihannya (dibanding
dengan yang tidak berbakat) jika memperoleh rangsangan yang sesuai dengan
bakat yang dimilikinya. Tetapi, jika kepadanya kurang diberikan stimulus yang
sesuai, hasil belajarnya dapat lebih rendah dibanding yang tidak berbakat tetapi
memperoleh stimulus (latihan) yang terus menerus. Dengan kata lain, potensi
(bakat) yang ada pada diri seseorang hanya akan kelihatan apabila dia
memperoleh kesempatan yang memadai.
2.2.
Dinamika Kelompok
2.2.1. Pengertian Dinamika Kelompok
Menurut Syamsu et al. (1991), dinamika kelompok adalah suatu studi yang
menganalisis berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku
kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.Tuyuwale (1990), mengatakan
bahwa dinamika kelompok adalah segala bentuk kekuatan dan tenaga yang
mewarnai kegiatan atau karakteristik suatu kelompok, baik dalam penampilannya
sehari-hari maupun dalam kaitan dengan usahanya mencapainya tujuan-tujuan.
Menurut Jetkins (1950), dinamika kelompok adalah studi terhadap
kekuatan-kekuatan yang terdapat di dalam maupun di lingkungan kelompok yang
akan menentukan perilaku perilaku anggota-anggota kelompok dan perilaku
kelompok yang bersangkutan, untuk bertindak atau melaksanakan kegiatan-

20

kegiatan demi tercapainya tujuan bersama yang merupakan tujuan kelompok


tersebut. Hal tersebut dilandasi oleh pemikiran bahwa, tercapainya

tujuan

kelompok akan sangat ditentukan oleh tindakan atau kegiatan-kegiatan yang


dilakukan oleh kelompok yang merupakan perwujudan dari perilaku kelompook
sebagai suatu kesatuan dari perilaku anggota-anggota kelompok.
2.2.2. Pendekatan sosiologis
Menurut Mardikanto (1993) pendekatan sosiologis, yaitu analisis dinamika
kelompok melalui analisis terhadap bagian-bagian atau komponen kelompok dan
analisis terhadap proses system social tersebut. Pendekatan sosiologis terbagi
dalam dua macam analisis, yakni: analisis terhadap komponen-komponen atau
bagian-bagian kelompok dan analisis terhadap proses tang terjadi di dalam
kelompok.
Analisis terhadap komponen atau bagian-bagian organisasi, pada dasarnya
merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam kelompok yang
diatur dan disediakan oleh kelompok yang bersangkutan demi berlangsungnya
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang merupakan tujuan
kelompok tersebut. Unsur-unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yakni:
1.

Tujuan kelompok (goal), yaitu hasil-akhir yang ingin dicapai, baik berupa sesuatu
obyek (materi) atau keadaan serta keinginan-keinginan lain yang diinginkan dan
dapat memuaskan semua anggota kelompok yang bersangkutan (Krech, dkk.,
1962). Adanya tujuan kelompok menggerakkan semua anggota untuk selalu
berperilaku atau melaksanakan tindakan/kegiatan demi tujuan yang diinginkan.
Karena itu, harus diupayakan secara sederhana tetapi jelas agar setiap anggota
memahami tujuan kelompoknya.

21

2.

Unsur-unsur kelompok yang menyangkut pembagian tugas dan hak serta


kewajiban anggota-anggota kelompok yang meliputi:
a. Jenjang sosial (social rank), jenjang atau pelapisan anggota-anggota
kelompok yang menunjukkan perbedaan nilai atau prestise tertentu
yang

akan

membedakan

penghargaan,

kehormatan,

dan

hak/wewenang anggota-anggotnya (Loomis dan Loomis, 1961).


Adanya jenjang social seperti ini, merupakan faktor pendorong bagi
setiap anggota untuk bekerja keras agar memperoleh tingkat
penghormatan dan kekuasaan/wewenang yang lebih tinggi di dalam
kelompoknya.
b. Peran kedudukan (status role), yakni peran yang harus dilakukan atau
ditunjukkan oleh anggota kelompok sesuai dengan kedudukan yang
diperolehnya dalam struktur system social (kelompok) yang
bersangkutan (Parson, 1951). Adanya perbedaan peran kedudukan
seperti itu, akan membuat setiap anggota harus melaksanakan
tugas/kewajiban sesuai dengan hak (prestise, penghargaan) yang
diperoleh dari kedudukannya. Dengan demikian, setiap individu akan
selalu bekerja keras untuk melaksanakan perannya sebaik-baiknya
agar tidak kehilangan kedudukan yang telah diperolehnya itu.
c. Kekuasaan (power), yaitu kewenangan yang memungkinkan
seseorang menggerakkan orang lain melaksanakan sesuatu kegiatan
demi tercapainya tujuan atau kemauannya yagn diinginkan (Herdert,
dkk.,1977). Kekuasaan, biasanya melekat dengan kedudukannya.
Karena itulah, setiap orang dalam kelompok akan berusaha
mempertahankan dan atau merebut kedudukan anggota yang lain
untuk memperoleh kekuasaan yang diinginkan.

22

3.

Unsur-unsur yang berkaitan dengan aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang harus


ditaati oleh semua anggota kelompok dalam menunjukkan perilaku, melaksanakan
peran/tindakan-tindakan demi tercapainya tujuan kelompok, yang mencakup:
a. Kepercayaan (belief)
Kepercayaan (belief)yaitu segala sesuatu yang secara akal atau perasaan
anggota kelompokk dinilai dan diterima sebagai kebenaran, yang digunakan
sebagai landasan kegiatan kelompok (dan masing-masing anggotanya) untuk
mencapai tujuan kelompok yang diinginkan. Adanya kepercayaan, setiap anggota
akan selalu berusaha menunjukkan perilaku tertentu dan di pihak lain akan saling
menjaga agar anggota lain tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang mnyimpang
dari kepercayaan mereka, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai seperti
yang diharapkan.
b. Sanksi (sanction)
Sanksi (sanction) yaitu perlakuan yang diberikan kepada setiap anggota
kelompok yang berupa ganjaran (reward) bagi yang mentaati atau melaksanakan
dengan benar, dan hukuman (penalty, punishment) bagi yang melanggar aturanaturan atau kebiasaan/kepercayaan kelompoknya. Dengan adanya sanksi di dalam
kelompok, setiap anggota diharapkan akan menunjukkan perilaku atau melakukan
kegiatan-kegiatan yang sudah disepakati dengan benar demi tercapainya tujuan
kelompok.
c. Norma (norm)
Norma yakni aturan-aturan tentang perilaku (biasanya tidak tertulis) yang
harus ditaati dan ditunjukkan oleh setiap anggota kelompok, dan bagi yang
melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang ada. Adanya norma,

23

dimaksudkan agar setiap anggota mentaatinya, sehingga tujuan kelompok dapat


dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
d. Perasaan-perasaan (sentiment)
Perasaan-perasaan

(sentiment)yaitu

tanggapan

emosional

yang

diberikan/ditunjukkan olrh setiap anggota terhadap kelompoknya. Perasaan


tersebut dapat berujud: kesenangan, kekecewaan, kesetiaan. Adanya perasaanperasaan tertentu di kalangan anggota kelompok, sebenarnya dapat dijadikan
ukuran untuk melihat kelompok tersebut telah berhasil mencapai tujuan kelompok
yang diinginkan semua anggotanya atau tidak. Dengan kata lain, setiap anggota
kelompok selalu dituntut untuk mematuhi semua aturan dan melaksanakan
kegiatan dengan benar agar dapat memuaskan semua anggota yang lain.
4.

Unsur-unsur

dalam

kelompok

yang

harus

diupayakan/disediakan

demi

terlaksananya kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yang


mencakup:
a. Kemudahan (facility), yaitu sesuatu yang memiliki nilai, yang
diperlukan oleh kelompok untuk dapat melaksanakan kegiatan demi
tercapainya tujuan kelompok. Dalam hubungan ini, yang perlu
diperhatikan bukanlah sekadar penyediaan kemudahan saja, tetapi
bagaimana kemudahan tersebut dapat tersedia tepat waktu, mudah
diperoleh/didapat, dan memnuhi persyaratan/kualifikasi tertentu untuk
dapat digunakan dengan memperoleh hasil yang baik. Sebaliknya,
setiap

anggota

harus

menggunakannya/memanfaatkan

segala

kemudahan yang tersedia semaksimal mungkin demi tercapainya tujuan


yang diinginkan.

24

b. Tegangan dan himpitan (stress and strain), yaitu adanya tegangan atau
tekanan-tekanan (baik yang berasal dari dalam maupun dari luar) yang
dapat memperkuat persatuan dan kesatuan antar sesame anggota
kelompok yang bersangkutan, demi tercapainya tujuan kelompok
(Bertrand dalam Soedjianto, 1980). Contoh, perlombaan-perlombaan.
Karena itu, di dalam kelompok perlu diciptakan danya keteganganketegangan, sepanjang tidak sampai merusak kesatuan kelompok itu
sendiri.
Ditinjau darii proses sosial, perlu dianalisis adanya beberapa kegiatan yang
perlu dilaksanakan oleh setiap kelompok yang mencakup:
1) Komunikasi (communication), yaitu interaksi antar sesame anggota dalam
pelaksanaan kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok. Komunikasi di dalam
kelompok, harus diupayakan untuk menembus setiap isolasi social yang ada di
dalam kelompok (perbedaan status, umur, pendidikan, dll) sehingga semua pihak
dapat dan mau berinteraksi untuk mencapai tujuan kelompok yang sudah
disepakati.
2) Pemeliharaan batas (boundary maintenance), yaitu pemeliharaan batas-batas
system social (kelompok) dengan lingkungannya. Pemeliharaan batas tersebut
dimaksudkan agar ada perbedaan yang jelas antara sesama anggota kelompok (ingroup) dengan yang bukan anggota kelompoknya (out-group) sehingga terpuruk
rasa kesetiakawanandalam mewujudkan identitas kelompoknya maupun untuk
menghadapi tekanan dari luar.
3) Kaitan sistemik (systemic linkage), yaitu proses terjadinya jalinan atau keterkaitan
antar sistem-sistem social atau antar kelompok satu dengan yang lainnya.
Pemahaman tentang konsep ini memberikan petunjuk agar setiap kelompok juga

25

harus menjalin hubungan dengan kelompok yang lain, karena tercapainya tujuan
kelompoknya selalu dipengaruhi dan tidak mungkin terlepas dari keterkaitannya
dengan kelompok yang lain.
4) Pelembagaan (institutionalization), yaitu proses pengembangan fungsi-fungsi
social atau hubungan-hubungan social. Konsep ini memberikan arahan bahwa,
untuk tercapainya tujuan-tujuan kelompok, perlu dikembangkan lembaga-lembaga
atau sub-kelompok yang harus menjalankan fungsi masing-masing, serta saling
terkait dengan sub-kelompok yang lain yang jelas.
5) Sosialisasi (socialization), yaitu proses pembelajaran atau pewarisan nilai-nilai
kelompok dalam rangka menyiapkan setiap anggota kelompok untuk dapat
melaksanakan perannya sesuai dengan kedudukannya dalam kelompok, sehingga
berperilaku dan dapat melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujusn krlompok.
6) Kontrol sosial (social-control) yaitu proses pengawasan terhadap perilaku atau
kegiatan setiap anggota kelompok agar tidak menyimpang dari aturan-aturan
yang telah disepakati, demi tercapainya tujuan seperti yang diharapkan. Karena
itu, dalam setiap kelompok harus selalu ada kontrol social.
2.2.3. Pendekatan psikososial
Analisis dinamika kelompok dengan pendekatan psikososial, dimaksudkan
untuk melakukan kajian terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh terhadap
perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan demi
tercapainya tujuan kelompok. Menurut Mardikanto (1993), Faktor-faktor tersebut
adalah:
1. Tujuan kelompok (group goal)
Tujuan kelompok sebagai hasil akhir atau keadaan yang diinginkan oleh
semua anggota kelompok. Berkaitan dengan hal tersebut, kejelasan tujuan
kelompok akan sangat berpengaruh terhadap perilaku atau tindakan-tindakan

26

anggota kelompok. Sehingga perlu dikaji seberapa jauh tujuan kelompok benarbenar telah dipahami dan dihayati oleh setiap anggota kelompok yang
bersangkutan.
2. Struktur kelompok (group structure)
Suatu pola yang teratur tentang bentuk tata hubungan antara individuindividu dalam kelompok yang sekaligus menggambarkan kedudukan dan peran
masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan kelompok. Ketidak jelasan
mengenai struktur kelompok, akan berpengaruh terhadap ketidakjelasan:
kedudukan, peran, hak, kewajiban, dan kekuasaan masing-masing anggotanya,
sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan kelompok.
3. Fungsi tugas (task function)
Fungsi tugas (task function)yaitu seperangkat tuga yang harus dilaksanakan
oleh setiap anggota kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing sesuai dengan
kedudukannya dalam struktur kelompok. Dengan demikian, setiap orang harus
memahami betul tugas-tugas yang harus dilaksanakannya demi tercapainya tujuan
kelompok
4. Pembinaan dan pemeliharaan kelompok (group building and maintenance)
Pembinaan dan pemeliharaan kelompok yaitu upaya kelompok untuk tetap
memelihara dan mengembangkan kehidupan kelompok atau upaya kelompok
untuk berusaha memelihara tata kerja dalam kelompok, mengatur, memperkuat,
dan mengekalkan kelompok.
5. Kekompakan kelompok (group cohesiveness)

27

Kekompakan kelompok yang diartikan sebagai rasa keterikatan anggota


kelompok terhadap kelompoknya. Rasa keterikatan itu, dapat dilihat/ditunjukkan
pada: kesamaan tindakan (intergrasi), kerjasama, kesadaran menjadi anggota,
persamaan nasib, homogenitas perilaku, kesepakatan terhadap tujuan kelompok,
dan pengakuan terhadap kepemimpinan kelompok.
6. Suasana kelompok (group atmosphere)
Suasana kelompok yaitu lingkungan fisik dan non-fisik (emosional) yanag
akan mempengaruhi perasaan setiap anggota kelompok terhadap anggota
kelompoknya. Suasana tersebut dapat berupa: keramah tamahan, kesetiakawanan,
kebebasan

bertindak,

dan

suasana

fisik

seperti

kerapihan/keberantakan,

keteraturan.
7. Tekanan kelompok (group pressure)
Tekanan kelompok yaitu tekanan-tekanan atau ketegangan dalam
kelompok yang menyebabkan kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai
tujuan kelompok.Seperti telah dikemukakan dalam pendekatan sosiologis, adanya
tekanan kelompok (baik dari dalam, maupun dari luar) memang baik untuk
mendinamiskan kelompok, tetapi jika ketegangan tersebut berlarut-larut dapat
pula membahayakan kehidupan kelompok yang bersangkutan.
8. Keefektifan kelompok (group effectiveness)
Keefektifan kelompok yaitu keberhasilan kelompok untuk mencapai
tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan
(fisik maupun non-fisik) yang memuaskan anggotanya.
9. Agenda terselubung (hidden agenda)

28

Agenda terselubung yaitu tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok


yang diketahui oleh semua anggota kelompoknya, tetapi tidak dinyatakan secara
tertulis. Meskipun demikian, seringkali agenda terselubung ini justru sangat
penting untuk mendinamiskan kelompok, missal: dalam kelompok pemberontak.

29

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik garis besar:
1. Pendidikan orang dewasa merupakan kegiatan yang terorganisir untuk
mengubah perilaku manusia, sehingga perlu untuk memahami hambatan,
perilaku yang menghambat, suasana, Jenis-jenis, cara, prinsip, ciri-ciri, dan
faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, agar terwujud pendidikan yang
sesuai dengan harapan.
2. Dinamika kelompok merupakan studi terhadap kakuatan-kekuatan yang ada
pada kelompok, yang mengarahkan perilaku-perilaku anggota-anggotanya,
perlu untuk mengetahui faktor sosiologis dan faktor psikologis yang
berpengaruh terhadap dinamika kelompok.

30

DAFTAR PUSTAKA
Hardert, R.A., 1977. Sociology and Social Issues. New York: Praenger Publishers.
Jetkins, D.H., 1950. What is Group Dinamics in L.P. Bradford (ed), Group
Development p. 5.
Kibler, R.J. 1981. Objectives for Instruction Anda Evaluation.Boston: Allyn and
Bacon, Inc.
Loomis, C.P. and Z.K. Loomis, 1961. Modern Social Theories.Selected American
Writers. New Jersey: D. Van Nostrand Company. Inc.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Press: Surakarta.
Parson, L.H., 1951. Motivation: Theory and Research California: Wadsworth
Publishing Company.
Suprijanto, H. (2007). Pendidikan
aplikasi.Jakarta : Bumi Aksara

orang

dewasa;

dari

teori

hingga

Syamsu, S. Yusril, M. Suwarto, Fx. 1991. Dinamika Kelompok dan


Kepemimpinan. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Townsend, C.E.K. 1977. Adult Education in Developing Countries. Oxford.
Perganon Press.
Tuyuwale, A. johnny.1990. Analisis Dinamika Kelompok Tani di Kabupaten
Minahasa Sulawesi Utara.Tesis.Pascasarjana.IPB.

Anda mungkin juga menyukai