yang
berjudul
Pendidikan
Orang
Dewasa
dan
Dinamika
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................
I.
PENDAHULUAN.......................................................................
...................................................................................1
1.2. Tujuan
...................................................................................2
II.
ii
1
PEMBAHASAN..........................................................................
3
6
6
8
10
12
14
17
20
20
21
27
III.
KESIMPULAN............................................................................
30
IV.
DAFTAR PUSTAKA...................................................................
31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia dikenal dengan sistem pendidikan
nasional yang dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan, yaitu
pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Sebagaimana
yang terdapat dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 3 tentang sistem
Pendidikan Nasional yaitu:sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Pendidikan orang dewasa ini berorientasi pada sistem pendidikan nasional
karena selain tercakup dalam pendidikan formal juga tercakup dalam pendidikan
nonformal.Orang dewasa mengikuti pendidikan karena motivasi yang berbedabeda, yaitu untuk mencapai tujuan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan sosial,
dan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan dirinya.Kesulitan dalam
membelajarkan orang dewasa adalah ketika mereka telah mendapatkan pekerjaan
dan kebutuhan hidupnya terpenuhi atau mereka beranggapan belajar hanya
membuang-buang waktu maka orang dewasa tidak mau lagi belajar.
Ada beberapa faktor yang berhubungan erat dengan karakteristik warga
belajar dalam melakukan kegiatan belajar seperti kepribadiannya, gaya belajarnya
hingga perbedaan individual di antara mereka yang berlatar perubahan usia,
pengalaman hidup. Motivasi dan persepsi diri. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi ialah konteks pergaulan dalam masyarakat tempat berlangsungnya
kegiatan belajar serta caranya merencanakan, menyelenggarakan dan menilai
proses kegiatan belajar.
Tujuan
1. Dapat memahami mengenai Pendidikan Orang Dewasa
2. Dapat mengetahuitantang Dinamika Kelompok
BAB II
ISI
2.1.
2.1.1.
keseluruhan
Townsend(1977),
proses
pendidikan
pendidikan
yang
orang
dewasa
diorganisasikan,
apa
merupakan
pun
isi,
yang
membuat
orang
yang
dianggap
dewasa
oleh
masyarakat
b. Hambatan
Pendidikan orang dewasa memiliki 2 macam hambatan yaitu hambatan
fisiologis dan hambatan psikologis. Vemer dan Davison mengidentifikasi 6 faktor
fisiologis yang dapat menghambat pendidikan orang dewasa, yaitu:
1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat pengelihatan (titik terdekat yang dapt
dilihat jelas), mulai bergerak semakin jauh.
2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh pengelihatan (titik terjauh yang dapat
dilihat dengan jelas), mulai berkurang semakin pendek.
3. Dengan bertambahnya usia, jumlah penerangan yang dibutuhkan untuk
belajar semakin besar.
4. Dengan bertambahnya usia, persepsi kontras warna cenderung kearah merah
spektrum, sehingga semakin kurang dapat membedakan warna-warna lembut.
5. Dengan bertambahnya usia, kemampuan mendengar menjadi kurang.
6. Dengan bertambahnya usia, kemampuan membedakan bunyi menjadi
semakin berkurang.
Hambatan yang kedua yaitu hambatan psikologis, untuk menghindari
hambatan ini perlu adanya pertimbangan karakteristik psikologis umum orang
dewasa dalam belajar, yaitu:
1. Orang dewasa hanya dapat (mau) diajar atau belajar kalau memang ia
menghendakinya.
2. Orang dewasa hanya akan dapat (mau) diajar atau belajar kalau terlihat
adanya: arti pribadi bagi dirinya dan sesuatu yang berhubungan dengan
kebutuhannya.
3. Belajar bagi orang dewasa sering kali dirasakan sebagai sesuatu yang
menyakitkan.
4. Hanya akan sedikit sekali hasil yang diperoleh dari menceramahi,
mengkhotbahi, menggurui orang dewasa.
5. Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual.
6. Sumber belajar terkaya bagi orang dewasa sebenarnya terdapat dalam diri
orang dewasa yang bersangkutan.
7. Belajar adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus.
8. Belajar adalah hasil kerjasama manusia.
9. Belajar adalah suatu proses evolusi.
Adapun dalam melakukan penyuluhan terdapat hambatan-hambatan yaitu:
a. Kadang-kadang pengusaha merasa ada keraguan terhadap penyuluh jika
melihat usia penyuluh jauh lebih muda dibandingkan usia pengusaha.
b. Pengusaha dan penyuluh jarang berbicara dalam bahasa yang sama, baik
secara literal maupun figuratif.
c. Penyuluh industri sering dicap sebagai mata-mata pesaing, petugas instansi
pemerintah yang mencari-cari kesalahan dan sebagainya.
d. Penyuluh industri memberikan saran pada saat pengusaha tersebut belum
mengetahui bahwa dia sebenarnya mempunyai masalah, atau sebaliknya,
penyuluh industri tidak dapat memberikan saran pada saat dibutuhkan
pengusaha.
e. Ada beberapa unsur sosial budaya yang kurang mendukung proses
penyuluhan seperti adat istiadat dan kebiasaan nilai-nilai yang dianut
2.1.2.
masyarakat.
Perilaku yang menghambat
a. Sasaran yang mengharap mendapatkan hal baru, namun yang didapat tidak
sesuai dengan harapan, sehingga menimbulkan kebosanan pada diri sasaran
b. Sasaran lebih menyukai pengalaman, apabila mendengar teori-teori terusmenerus maka akan timbul keraguan pada sasaran untuk penerapan dan
praktek
c. Harapan mendapatkan untuk mendapatkan petunjuk/ resep baru, namun
sasaran harus mencari pemecahan masalah sendiri, sehingga menghambat
pendidikan orang dewasa.
d. Seringkali materi bersifat umum, sehingga kurang spesifik pada masalah
yang dihadapi sasaran.
e. Sifat petani yang sulit berubah.
2.1.3.
a. Suasana keterbukaan
Seluruh anggota kelompok belajar maupun pembimbing perlu memiliki
sikap terbuka, terbuka untuk mengungkapkan diri, serta juga terbuka untuk
mendengarkan orang lain.Suasana keterbukaan ini, baik anggota kelompok belajar
maupun pembimbing, haruslah merasa terjamin, bahwa keterbukaannya tersebut,
tidaklah berakibat mendapat ejekan, hinaan, atu menjadikan dirinya dipermalukan.
b. Suasana mengakui kekhasan pribadi
Manusia belajar secara khas dan unik, masing-masing dengan tingkat
kecerdasan, kepercayaan diri serta perasaannya sendiri. Anggota kelompok
dbelajar dan pembimbing haruslah mengakui serta mau menerima bahwa: masingmasing adalah pribadi yang khas dan unik, pribadi yang satu tidaklah harus selalu
sama dengan pribadi yang lainnya.
c. Suasana membenarkan perbedaan
Dalam menghadapi kondisi keragaman, yang harus diupayakan adalah:
tindak pengolahan atau perlakuan terhadap berbagai latar belakang (pendidikan,
adat istiadat, budaya, pengalaman maa lamapu, dll) yang berbeda-beda tersebut
menjadi satu pelajaran yang bernilai.
d. Suasana mengakui hak untuk berbuat salah
Suasana belajar yang baik adalah bila orang-orang yang berani dan mau
mencoba perilaku baru, sikap baru dan pengetahuan baru.Segala sesuatu yang
baru
demikian
mengandung
resiko
terjadinya
kesalahan.Disamping
itu,
Oleh karenanya, dalam suatu proses belajar, kesalahan, kekeliruan haruslah dapat
diterima sebagai sesuatu yang wajar.
e. Suasana membolehkan keraguan
Orang dewasa yang berkumpul untuk belajar bersama, sering kali
menghasilkan beberapa alternatif, beberapa teori, dan bukan jarang dua-tiga
diantaranya nampak sama baik dan sama buruknya. Pemaksaan untuk menerima
salah satu sebagai yang paling tepat, paling benar, akan dapat menghambat proses
belajar. Keraguan harus diperkenankan untuk jangka waktu yang cukup, sehingga
dengan ini dapat tercpai keputusan akhir yang memuaskan.
f. Suasana evaluasi bersama dan evaluasi diri
Orang yang belajar haruslah dipacu untuk tertarik ingin mengetahui
kekuatan dan kelemahan dirinya.Evaluasi bersama dan evaluasi diri haruslah
diupayakan untuk dapat berlangsung, kemudian setelah itu, hasil evaluasi ini
haruslah diupayakan dapat mejadi sesuatu yang sifatnya memacu perbaikan dan
penyempurnaan lebih lanjut.
2.1.4. Jenis belajar
Menurut Mardikanto (1993), setiap program pendidikan (termasuk
penyuluhan) bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran agar mampu
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang dikehendaki. Kegiatan-kegiatan
tertentu yang dikehendaki itu, pada umumnya dimaksudkan untuk mampu
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi demi terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang dirasakan. Dengan kata lain,
melalui pendidikan/penyuluhan, setiap warga belajar dididik untuk mampu
memecahkan masalah yang akan dihadapi.
Akan tetapi, sebelum seseorang mampu memecahkan masalah yang dihadapi, dia
harus terlebih dahulu melalui tahapan-tahapa:
a. Multiple discrimination, yaitu kemampuan untuk memberikan respon yang
benar terhadap beragam stimulus yang berbeda. Pada tahapan ini, individu
yang bersangkutan harus mampu memahami dam membeda-bedakan
beragam stimulus yang berbeda serta mampu memberikan respon yang
tepat (benar) kepada masing-masing stimulus (obyek) yang berbeda tadi.
Contoh: jika seorang petani menghadapi tanaman yang layu, dia harus
mampu mengidentifikasi sebab-sebab kelayuan (kekurangan air, salah
pemupukan, serangan hama/penyakit, dll.) dan memberikan respon yang
tepat untuk mengatasi kelayuan tersebut.
b. Belajar konsep (concept learning), yaitu mengabstraksikan ide atau realita
dalam pikirannya, dan berdasarkan konsep yang disusunnya itu, yang
bersangkutan akan memberikan respon yang tepat menurut konsep yang
diketahuinya. Sehubungan dengan hal ini, proses belajar merupakan proses
untuk mempelajari sebanyak mungkin konsep-konsep yang terdapat di
dalam khasanah dunia ilmu pengetahuan. Semakin luas dan mendalam
pemahaman seseorang tentang konsep dari suatu obyek atau realita yang
dihadapi, akan semakin mampu memberikan respon yang tepat. Di dalam
belajar konsep, dapat digunakan metode deduktif (menyusun konsep
khusus/konkrit atas dasar gejala umum) atau metode induktif (menyusun
konsep umum atas dasar keadaan konkrit atau gejala khusus yang
dihadapinya).
Contoh: jika seorang petani menghadapi tanaman yang layu, dia akan
berusaha mencari air (karena pada umumnya tanaman layu disebabkan
karena kekurangan air). Di lain pihak, jika petani melihat tanaman yang
dipupuk dengan pupuk urea menjadi bertambah subur, dia akan selalu
menggunakan pupuk urea untuk menyuburkan tanaman-tanaman yang
lain.
c. Belajar prinsip (principal learning), yaitu mempelajari hubungan konsepkonsep yang memiliki arti tertentu menurut aturan tertentu. Dengan kata
lain, belajar prinsip adalah mempelajari beragam prinsip atau rangkaian
konsep yang memiliki arti tertentu.
Contoh: jika seorang petani menghadapi tanaman yang layu, dan menurut
konsep yang dipahaminya disebabkan oleh serangan penyakit, maka dia
harus
mempelajari
prinsip-prinsip
perlindungan
tanaman
dengan
10
11
Pada proses belajar seperti ini, warga belajar dihadapkan pada kondisikondisi tertentu yang merangsang dan mendukung proses belajarnya.Contoh:
penyuluhan tentang pengenalan hama dan penyakit tanaman yang dilakukan
dengan membawa mereka kelahan yang sedang terserang hama/penyakit tertentu.
Demikian pula dengan kursus-kursus pertanian yang diselenggarakan dengan
carakerja
magang
pada
petani
yang
berhasil.
Proses
belajar
dengan
12
13
belajar itu akan memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi warga belajarnya, atau
memberikan sesuatu yang disenangi atau membuat warga belajar menyenanginya.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam setiap progam pendidikan
(penyuluhan), para penyuluh atau pelatih harus terlebih dahulu dapat menunjukan
tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh warga belajar setelah mengikuti program
belajar tersebut. Tanpa upaya seperti itu penyuluhan yang dilakukan seringkali
tidak mendapatkan hasil seperti yang diinginkannya (Mardikanto, 1993).
d. Prinsip kesiapan
Hasil belajar akan semakin baik manakala yang bersangkutan (warga
belajar) memang memiliki kesiapan untuk belajar baik kesiapan fisik ataupun
mental serta kemauan/keinginan untuk belajar.
Oleh sebab itu, setiap kegiatan penyuluhan hanya akan berhasil baik jika
penyuluh mampu memahami kegiatan sasarannya. Terutama yang berkaitan
dengan keadaa fisik (kenyamanan lingkungan diselenggarakannya penyuluhan,
waktu pelaksanaan, lamanya kegiatan, dll) maupun kesiapan sasarannya baik
kebutuhan, keinginan, maupun lainnya (Mardikanto, 1993).
2.1.7. Ciri-ciri belajar
Bertolak dari pemahaman tentang proses belajar yang merupakan usaha
aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku (pengetahuan,
sikap, dan ketrampilannya). Ciri-ciri belajar menurut Mardikanto (1993), antara
lain:
a. Belajar adalah proses aktif dan tidak ada kegiatan belajar tanpa aktivitas,
artinya di dalam kegiatan belajar, setiap individu yang belajar harus melakukan
aktivita, baik aktivitas yang berupa fisik (anggota badan, indera, otak) maupun
aktivitas mental (perasaan, persiapan, dll). Disamping itu, perlu dipahami
bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat ditumbuhkan atau dilaksanakan
14
oleh individu yang belajar, sampai dengan batas tertentu, akan memberikan
hasil belajar yang baik pula.
b. Belajar hanya dapat dilakukan oleh individu yang belajar. Hal tersebut berarti
bahwa, kegiatan belajar harus dilakukan sendiri oleh setiap individu yang
memiliki kemauan belajar, dan sama sekali tidak boleh atau dapat diwakilkan
kepada orang lain. Sebab setiap individu yang belajar harus menerima atau
mengalami sendiri stimulus-stimulus yang diajarkan, dan harus pula
memberikan responnya sendiri atas stimulus-stimulus (rangsangan-rangsangan)
yang diterimanya, baik melalui aktivitas otak, aktivitas fisik, maupun yang
berupa reaksi-reaksi mental atau perasaan perasaannya.
c. Kemampuan belajar setiap individu tidak sama, perlu sosialisasi dan
individualisasi.Ada beberapa penyebab perbadaan tersebut diantaranya faktor
genetis (jenis kelamin, intelegensia, bakat) maupun karena pengaruh faktor
luar/lingkungan.karena itu didalam pelaksanaan penyuluhan, ada dua cara yang
dapat ditempuh oleh seorang penyuluh untuk mengefektifkan penyuluhannya,
yaitu:
1). Melakukan sosialisasi atau mengelompokkan sasarannya dalam
kelompok-kelompok sasaran yang memiliki ciri yang relative
homogeny (kesamaan jenis kelamin, kesamaan umur, kesamaan
komoditi yang diusahakan, kesamaan pengalaman, dll).
2). Individualisasi, yaitu melakukan penyuuhan secara individual, orang
perorang.
d. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki
seseorang akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar. Contoh: petani yang
15
pernah gagal dalam mengadopsi inovasi akan sulit untuk mengadopsi inovasi
yang lain. Selain itu, pengalaman latihan yang menyenangkan akan mendorong
seseorang untuk (ingin) mengikuti latihan yang lain.
e. Proses belajar melalui panca indera, setiap stimulus yang diberikan kepada
warga belajarnya, pada umumnya diterima melalui inderanya (penglihatan,
pendengaran, gerakan, perasaan, pikiran, dll).Berkaitan dengan itu, semakin
banyak indera yan dirangsang selama penyuluhan dilaksanakan, akan semakin
memberikan hasil belajar yang semakin baik
f. Proses belajar dipengaruhi oleh kebutuhan yang dirasakan.Proses belajar seperti
halnya pernyataan Kibler, dkk (1981), hasil penelitian Mardikanto (1985)
menunjukan bahwa, motivasi seseorang untuk belajar merupakan salah satu
karakteristik individu yang merupakan peubah terpenting yang menentukan
hasil belajar. Sedang motivasi itu sendiri ditentukan oleh kebutuhan yang
dirasakan (Maslow, 1970; McClelland, 1961 dalam Mardikanto, 1993).Karena
itu, pemahaman terhadap kebutuhan sasaran, harus selalu diperhatikan dalam
setiap kegiatan penyuluhan.
g. Proses belajar dihambat atau didorong oleh hasil belajar yang pernah diraih.
Ada persamaan dengan halnya pengalaman yang pernah dimiliki,
individu-individu yang pernah memiliki hasil belajar yang baik, pada umumnya
memiliki kemauan belajar yang tinggi.Sebaliknya seseorang yang sering memiliki
hasil belajar yang kurang baik, kurang bersemangat untuk belajar.Implikasi dari
konsep ini adalah setiap kegiatan penyuluhan kegiatan penyuluhan yang
diselenggarakan harus dapat menunjukan hasil belajar yang baik.Setiap petani
16
17
b. Pemenuhan kebutuhan jangka pendek yang hanya dapat dipenuhi dari hasil
belajarnya,
c. Pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang hanya dapat dipenuhi dari
hasil belajarnya,
d. Pemenuhan jangka pendek yang tidak berkaitan langsung dengan hasil
belajarnya, dan
e. Pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang tidak berkaitan langsung
dengan hasil belajarnya.
2. Tingkat apresiasi atau cita-cita
Proses belajar yang dilakukan oleh individu, juga dipengaruhi oleh aspirasi
(cita-cita) yang diharapkan oleh yang bersangkutan. Bagi warga belajar yang
memang memiliki aspirasi untuk meraih prestasi sebaik-baiknya, akan mendorong
untuk lebih aktif mengikuti kegiatan belajarnya. Sebaliknya, jika program belajar
tersebut ternyata tidak sesuai dengan aspirasi yang diinginkannya, biasanya hasil
belajarnya juga tidak seperti yang diharapkan.
3. Pengertian tentang hal yang dipelajari
Pemahaman seseorang terhadap sesuatu yang dipelajarinya
akan
mendorong atau bahkan menghambat proses belajarnya, jika ternyata dia tidak
memiliki pengertian yang cukup tentang segala sesuatu hal yang dipelajarinya.
Berkaitan dengan hal tersebut, De Coco (1968) dalam Mardikanto (1993)
menyatakan bahwa, tingkat pengertian seseorang terhadap sesuatu yang dipelajari
akan sangat menentukan tingkat kesepiannya untuk belajar.
4. Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan
Semangat belajar seseorang, juga dipengaruhi oleh pengetahuannya
tentang keberhasilan dan kegagalan. Tentang hal tersebut, jika seseorang memiliki
pengetahuan bahwa keberhasilan hanya dapat dicapai melalui proses belajar, maka
18
ia akan memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga hasil belajar yang
dicapainya juga semakin baik. Di lain pihak, jika seseorang mampu memahami
kegagalan sebagai suatu pengalaman untuk menuju keberhasilan di masa
mendatang, maka ia akan tetap memiliki semangat belajar yang tinggi dan tidak
pernah takut atau berputus asa.
5. Umur
Klautsmeier dan Gwin (1966) dalam Mardikanto (1993) menyatakan
bahwa, umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi
belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya terhadap macam pekerjaan
tertentu sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya
untuk belajar.
menerima
rangsangan-rangsangan
atau
pengalaman-pengalaman
19
20
tujuan
Tujuan kelompok (goal), yaitu hasil-akhir yang ingin dicapai, baik berupa sesuatu
obyek (materi) atau keadaan serta keinginan-keinginan lain yang diinginkan dan
dapat memuaskan semua anggota kelompok yang bersangkutan (Krech, dkk.,
1962). Adanya tujuan kelompok menggerakkan semua anggota untuk selalu
berperilaku atau melaksanakan tindakan/kegiatan demi tujuan yang diinginkan.
Karena itu, harus diupayakan secara sederhana tetapi jelas agar setiap anggota
memahami tujuan kelompoknya.
21
2.
akan
membedakan
penghargaan,
kehormatan,
dan
22
3.
23
(sentiment)yaitu
tanggapan
emosional
yang
Unsur-unsur
dalam
kelompok
yang
harus
diupayakan/disediakan
demi
anggota
harus
menggunakannya/memanfaatkan
segala
24
b. Tegangan dan himpitan (stress and strain), yaitu adanya tegangan atau
tekanan-tekanan (baik yang berasal dari dalam maupun dari luar) yang
dapat memperkuat persatuan dan kesatuan antar sesame anggota
kelompok yang bersangkutan, demi tercapainya tujuan kelompok
(Bertrand dalam Soedjianto, 1980). Contoh, perlombaan-perlombaan.
Karena itu, di dalam kelompok perlu diciptakan danya keteganganketegangan, sepanjang tidak sampai merusak kesatuan kelompok itu
sendiri.
Ditinjau darii proses sosial, perlu dianalisis adanya beberapa kegiatan yang
perlu dilaksanakan oleh setiap kelompok yang mencakup:
1) Komunikasi (communication), yaitu interaksi antar sesame anggota dalam
pelaksanaan kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok. Komunikasi di dalam
kelompok, harus diupayakan untuk menembus setiap isolasi social yang ada di
dalam kelompok (perbedaan status, umur, pendidikan, dll) sehingga semua pihak
dapat dan mau berinteraksi untuk mencapai tujuan kelompok yang sudah
disepakati.
2) Pemeliharaan batas (boundary maintenance), yaitu pemeliharaan batas-batas
system social (kelompok) dengan lingkungannya. Pemeliharaan batas tersebut
dimaksudkan agar ada perbedaan yang jelas antara sesama anggota kelompok (ingroup) dengan yang bukan anggota kelompoknya (out-group) sehingga terpuruk
rasa kesetiakawanandalam mewujudkan identitas kelompoknya maupun untuk
menghadapi tekanan dari luar.
3) Kaitan sistemik (systemic linkage), yaitu proses terjadinya jalinan atau keterkaitan
antar sistem-sistem social atau antar kelompok satu dengan yang lainnya.
Pemahaman tentang konsep ini memberikan petunjuk agar setiap kelompok juga
25
harus menjalin hubungan dengan kelompok yang lain, karena tercapainya tujuan
kelompoknya selalu dipengaruhi dan tidak mungkin terlepas dari keterkaitannya
dengan kelompok yang lain.
4) Pelembagaan (institutionalization), yaitu proses pengembangan fungsi-fungsi
social atau hubungan-hubungan social. Konsep ini memberikan arahan bahwa,
untuk tercapainya tujuan-tujuan kelompok, perlu dikembangkan lembaga-lembaga
atau sub-kelompok yang harus menjalankan fungsi masing-masing, serta saling
terkait dengan sub-kelompok yang lain yang jelas.
5) Sosialisasi (socialization), yaitu proses pembelajaran atau pewarisan nilai-nilai
kelompok dalam rangka menyiapkan setiap anggota kelompok untuk dapat
melaksanakan perannya sesuai dengan kedudukannya dalam kelompok, sehingga
berperilaku dan dapat melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujusn krlompok.
6) Kontrol sosial (social-control) yaitu proses pengawasan terhadap perilaku atau
kegiatan setiap anggota kelompok agar tidak menyimpang dari aturan-aturan
yang telah disepakati, demi tercapainya tujuan seperti yang diharapkan. Karena
itu, dalam setiap kelompok harus selalu ada kontrol social.
2.2.3. Pendekatan psikososial
Analisis dinamika kelompok dengan pendekatan psikososial, dimaksudkan
untuk melakukan kajian terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh terhadap
perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan demi
tercapainya tujuan kelompok. Menurut Mardikanto (1993), Faktor-faktor tersebut
adalah:
1. Tujuan kelompok (group goal)
Tujuan kelompok sebagai hasil akhir atau keadaan yang diinginkan oleh
semua anggota kelompok. Berkaitan dengan hal tersebut, kejelasan tujuan
kelompok akan sangat berpengaruh terhadap perilaku atau tindakan-tindakan
26
anggota kelompok. Sehingga perlu dikaji seberapa jauh tujuan kelompok benarbenar telah dipahami dan dihayati oleh setiap anggota kelompok yang
bersangkutan.
2. Struktur kelompok (group structure)
Suatu pola yang teratur tentang bentuk tata hubungan antara individuindividu dalam kelompok yang sekaligus menggambarkan kedudukan dan peran
masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan kelompok. Ketidak jelasan
mengenai struktur kelompok, akan berpengaruh terhadap ketidakjelasan:
kedudukan, peran, hak, kewajiban, dan kekuasaan masing-masing anggotanya,
sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan kelompok.
3. Fungsi tugas (task function)
Fungsi tugas (task function)yaitu seperangkat tuga yang harus dilaksanakan
oleh setiap anggota kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing sesuai dengan
kedudukannya dalam struktur kelompok. Dengan demikian, setiap orang harus
memahami betul tugas-tugas yang harus dilaksanakannya demi tercapainya tujuan
kelompok
4. Pembinaan dan pemeliharaan kelompok (group building and maintenance)
Pembinaan dan pemeliharaan kelompok yaitu upaya kelompok untuk tetap
memelihara dan mengembangkan kehidupan kelompok atau upaya kelompok
untuk berusaha memelihara tata kerja dalam kelompok, mengatur, memperkuat,
dan mengekalkan kelompok.
5. Kekompakan kelompok (group cohesiveness)
27
bertindak,
dan
suasana
fisik
seperti
kerapihan/keberantakan,
keteraturan.
7. Tekanan kelompok (group pressure)
Tekanan kelompok yaitu tekanan-tekanan atau ketegangan dalam
kelompok yang menyebabkan kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai
tujuan kelompok.Seperti telah dikemukakan dalam pendekatan sosiologis, adanya
tekanan kelompok (baik dari dalam, maupun dari luar) memang baik untuk
mendinamiskan kelompok, tetapi jika ketegangan tersebut berlarut-larut dapat
pula membahayakan kehidupan kelompok yang bersangkutan.
8. Keefektifan kelompok (group effectiveness)
Keefektifan kelompok yaitu keberhasilan kelompok untuk mencapai
tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan
(fisik maupun non-fisik) yang memuaskan anggotanya.
9. Agenda terselubung (hidden agenda)
28
29
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik garis besar:
1. Pendidikan orang dewasa merupakan kegiatan yang terorganisir untuk
mengubah perilaku manusia, sehingga perlu untuk memahami hambatan,
perilaku yang menghambat, suasana, Jenis-jenis, cara, prinsip, ciri-ciri, dan
faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, agar terwujud pendidikan yang
sesuai dengan harapan.
2. Dinamika kelompok merupakan studi terhadap kakuatan-kekuatan yang ada
pada kelompok, yang mengarahkan perilaku-perilaku anggota-anggotanya,
perlu untuk mengetahui faktor sosiologis dan faktor psikologis yang
berpengaruh terhadap dinamika kelompok.
30
DAFTAR PUSTAKA
Hardert, R.A., 1977. Sociology and Social Issues. New York: Praenger Publishers.
Jetkins, D.H., 1950. What is Group Dinamics in L.P. Bradford (ed), Group
Development p. 5.
Kibler, R.J. 1981. Objectives for Instruction Anda Evaluation.Boston: Allyn and
Bacon, Inc.
Loomis, C.P. and Z.K. Loomis, 1961. Modern Social Theories.Selected American
Writers. New Jersey: D. Van Nostrand Company. Inc.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Press: Surakarta.
Parson, L.H., 1951. Motivation: Theory and Research California: Wadsworth
Publishing Company.
Suprijanto, H. (2007). Pendidikan
aplikasi.Jakarta : Bumi Aksara
orang
dewasa;
dari
teori
hingga