OLEH :
NAMA
STAMBUK
KELAS
: 69
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal
keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang
telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki
fungsi biofarmaka yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang
memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals,
baik untuk manusia, hewan maupun tanaman.
Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk
menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan
kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang
pasarnya pun cukup besar.
Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka,
fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat
berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan
kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang
dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan
alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun,
teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan
persyaratan bahan baku yang diinginkan industri, yaitu bebas bahan
kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
dapat
disejajarkan
dengan
obat
modern
karena
proses
bahan
berkhasiat
dan
bahan
tambahan
yang
aktinomisin, biomisin, dan daun orubisin yang diisolasi dari jamur dan
bakteri.
Dalam belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di
pasaran dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat
kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature). Faktor
yang mendorong masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alam
antara lain mahalnya harga obat modern / sintetis dan banyaknya efek
samping. Selain itu faktor promosi melalui media masa juga ikut berperan
dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena itu obat
bahan alam menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat
tidak saja di negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga
pada negara maju misalnya Jerman dan Amerika Serikat. Tahun 2000
pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku mencapai 43.000 juta
dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat dua kali lipat antara tahun
1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.
Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, didapatkan
15,6% masyarakat menggunakan obat tradisional untuk pengobatan
sendiri dan jumlah tersebut meningkat menjadi 31,7% pada tahun 2001.10
jenis obat tradisional yang digunakan dapat berupa obat tradisional buatan
sendiri, jamu gendong maupun obat tradisional industri pabrik.
Pada tanaman obat, kandungan kimia yang memiliki kerja
terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnya
metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme
pertahanan
terhadap
berbagai
predator
seperti
serangga
dan
6
disetarakan
dengan
obat-obatan
modern.
Ini
disebabkan
fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan obatobatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi
mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk,
sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat.
Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam
pengujian yaitu uji praklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan lai-lain
7
survailence,
untuk
melihat
dengan
alokasi
acak
dan
tersamar
ganda
untuk
dapat
menimbulkan
efek
yang
terulangkan
(reproducible).
D. Contoh Sediaan Fitofarmaka
Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia :
Rheumaneer Nyonya Meneer
Stimuno Dexa Medica
Nodiar Kimia Farma
Tensigard Phapros
X-Gra Phapros
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
1.
2.
3.
4.
5.
10
Beberapa
contoh fitofarmaka
yang
beredar
di
indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.
Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives
and policies in Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.
11