Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEMAM THYPOID
A. DEFINISI
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,
dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. (Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi.
( Ovedoff, 2002).
B. ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari
seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini
merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk
spora.salmonella typhi, dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri
ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan
bersifat
spesifik spesies.
c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.
d. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding
terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang
mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 7000C dan antiseptik.. sumber penularan berasal dari tinja dan
urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:
a) Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b) Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri dan peradangan.
c) Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi
dan epistaksis.
d) Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.
D. PATOFISIOLOGI
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari
penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Selama masa inkubasi penderita tetap
dalam keadaan asimtomatis. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan
kuman kemakanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak
sehingga dapat terjadi penularan penyakit. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yangdikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan /
kuku), Fomitus(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonellathypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencucitangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orangyang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usushalus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. setelah berada dalam usus
halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat
pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem
(RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit
retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung
empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke
rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman
mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh
lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah
mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala
demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi
sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit,
kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi
maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati,
sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
Kuman Salmonella thypii
halus dan kandung empedu.Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwaendotoksemia bukan merupakan
utama
demam
pada typhoid.Endotoksemia
Masukpenyebab
tubuh melalui
mulut
bersama
makanan dan
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu
prosesinflamasi lokal pada usus halus.
minuman
Demam disebabkan karena salmonella thypi danendotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masuk sampai ke usus halus
Hati membesar
Kembung
Perut tegang
Nyeri tekan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Kurang intake cairan
Peningkatan suhu
Gangguan rasa nyaman nyeri
E. PATHWAY
Gerak kurang
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
c) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
G. TERAPI DAN PENGOBATAN
1. Perawatan.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet.
a) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
b) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan.
a) Klorampenikol
Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah,masa
toksik
lebih
singkat,
gejala
keluhan
lebih
cepat
hilang,
mengingat susunankimianya
tetapi
lebih
efektif
untuk
mengobati
karier
serta
38 410 C, muka
kemerahan.
2. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
4. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.
7. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
II. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang
(mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi,
eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
kondisi anaknya.
III. Implementasi
Dignosa 1 : Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
tidak demam
tanda-tanda vital dalam batas normal
Tujuan
Kriteria hasil
: konsistensi normal
: Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah,
anoreksia
Tujuan
Kriteria hasil :
tidak demam
mual berkurang
tidak ada muntah
porsi makan tidak dihabiskan
a) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan
hangat
R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
Tujuan
Kriteria hasil :
-
tampak rileks
Tujuan
: nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil
Tujuan
Kriteria hasil
Tujuan
Kriteria hasil :
a)
oksigen
b) Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
c) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
d) Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
e) Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
Diagnosa 9
Tujuan
Kriteria hasil
Diagnosa 10
Tujuan
Kriteria hasil
Diagnosa 11
Tujuan
Kriteria hasil
: kecemasan teratasi
:
ekspresi tenang
Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
a) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
b) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
c) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga
beban yang dirasakan berkurang
d) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
e) Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang
lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta :
FKUI
Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv Sagung Seto
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta :
Salemba Medika
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC