Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DEMAM THYPOID
A. DEFINISI
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,
dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. (Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi.
( Ovedoff, 2002).
B. ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari
seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini
merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk
spora.salmonella typhi, dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri
ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan
bersifat
spesifik spesies.
c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.
d. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding
terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang
mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 7000C dan antiseptik.. sumber penularan berasal dari tinja dan
urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:

a) Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b) Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri dan peradangan.
c) Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi
dan epistaksis.
d) Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.
D. PATOFISIOLOGI
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari
penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Selama masa inkubasi penderita tetap
dalam keadaan asimtomatis. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan
kuman kemakanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak
sehingga dapat terjadi penularan penyakit. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yangdikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan /
kuku), Fomitus(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonellathypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencucitangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orangyang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usushalus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. setelah berada dalam usus
halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat
pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem

(RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit
retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung
empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke
rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman
mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh
lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah
mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala
demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi
sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit,
kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi
maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati,
sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
Kuman Salmonella thypii
halus dan kandung empedu.Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwaendotoksemia bukan merupakan
utama
demam
pada typhoid.Endotoksemia
Masukpenyebab
tubuh melalui
mulut
bersama
makanan dan
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu
prosesinflamasi lokal pada usus halus.
minuman
Demam disebabkan karena salmonella thypi danendotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masuk sampai ke usus halus

Organ tubuh, limfe, hati, empedu

Hati membesar
Kembung
Perut tegang

Peredaran darahBakteri mengadakan multiplikasi


di usus absorbsi pada usus besar
Gangguan penurunan

Gejala mual, muntah, nafsu makan menurun


Demam
Panas
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB : konstipas
Muka merah
Kulit terasa kering
Suplai tidak adekuat

Nyeri tekan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Kurang intake cairan
Peningkatan suhu
Gangguan rasa nyaman nyeri
E. PATHWAY

Defisit volume cairan

Gerak kurang

Lemah, lesu, aktivitas dibantu


Penekanan terlalu lama di punggung
Kemurahan
Lecet
Intoleransi aktivitas
Panas

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
c) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
G. TERAPI DAN PENGOBATAN
1. Perawatan.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet.
a) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
b) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan.
a) Klorampenikol
Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah,masa

toksik

lebih

singkat,

gejala

keluhan

lebih

cepat

hilang,

menurunkankomplikasi.Indikasi penggunaan kloramfenikol adalah :


1. Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier
2. Tidak ada pensitopeni
3. Lekosit > 3000 / mm4.Wanita tidak hamil (karena dapat sebabkanGray Baby
Sindrom)Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3
dosis.Jika tidak bisa peroral maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg,
neonates
b) Tiampenikol
Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol,

mengingat susunankimianya

hampir sama, hanya komplikasi hematogen pada tiamfenikol lebih jarang


dilaporkan.Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis.Indikasi untuk pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikanlewat
empedu dalam bentuk aktif)
c) Kotrimoxazol
Efektifitasnya terhadap demam tyiphoid masih banyak yang controversial. kelebihan
kotrimoxaol antara lain dapat digunakan dapat digunakan untuk kasus yangresisten
terhadap kloramfenikol.Penyerapan di usus cukup baik, kemungkinantimbulnya
kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahan obat ini
adalah terjadinya skin rash (1-5%),Stevent Jhonson Sindrom, Agranulositosis,
Trombositopeni, Megaloblastik anemia. Hemolisiseritrosit terutama pada penderita
defesiensi G6PD. Dosis oral obat ini adalah 30-40 mg/Kg/KgBB/hari untuk
trimetroprim,diberikan dalam 2 kali pemberiaan
d) Amoxilin dan ampicillin
Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkandengan
klorampenikol,

tetapi

lebih

efektif

untuk

mengobati

karier

serta

kurngtoksik.Kelemahannya dapat terjadi skinrash(3-18%),diare (11%).Amoksisilin


mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin, tetapi penyerapan per oral
lebih baik, sehingga kadar obat yang mencapai 2 kalilebih tinggi, timbulnya
kekambuhan lebih sedikit (2-5%) dan karier (0-5%).Dosis yang dilanjutkan pada obat
ini adalah :
a) Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari
b) Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

g. Pola-pola fungsi kesehatan


1. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi
kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
3. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
6. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
7. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan
klien harus bed rest total.
8. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
h. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat

38 410 C, muka

kemerahan.
2. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
4. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.
7. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
II. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus

2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang
(mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi,
eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
kondisi anaknya.
III. Implementasi
Dignosa 1 : Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;

tidak demam
tanda-tanda vital dalam batas normal

a) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 4 jam.


R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
e) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
Diagnosa 2 : Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral
yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
tidak mual
tidak demam
muntah
suhu tubuh dalam batas normal
a) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
b) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic

R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat


d) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari
kehilangan cairan
e) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh
h) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
yang hilang.
Diagnosa 3

: Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus

Tujuan

: Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari

Kriteria hasil

: konsistensi normal

a) Kaji pola eliminasi pasien


R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b) Berikan minuman oralit
R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c) Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d) Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
e) Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h) Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
Diagnosa 4

: Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah,
anoreksia

Tujuan

: Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

tidak demam
mual berkurang
tidak ada muntah
porsi makan tidak dihabiskan

a) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan
hangat
R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya

d) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering


R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
g) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, peda
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
h) Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah
Diagnosa 5

: Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari


dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan
imobilisasi

Tujuan

: Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan

Kriteria hasil :
-

pasien mengatakan tidak lemah

tampak rileks

a) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari


R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
Diagnosa 6

: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan

: nyeri hilang/berkuran

Kriteria hasil

Tidak ada keluhan nyeri

Wajah tampak tampak rileks

TTV dalam batas normal

a) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri


R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otototot.
c) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
Diagnosa 7

: Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam

Tujuan

: Pola tidur efektif

Kriteria hasil

Melaporkan tidur nyenyak

Klien tidur 8-10 jam semalam

Klien tampak segar

a) Kaji pola tidur klien


R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan
intervensi selanjutnya
b) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
c) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
d) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
Diagnosa 8

: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai


oksigen dengan kebutuhan, dispnea.

Tujuan

: jam pola napas efektif

Kriteria hasil :

a)

Pola napas efektif


Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
Tidak ada keluhan sesak
Frekuensi pernapasan dalam batas normal
Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan

oksigen
b) Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
c) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
d) Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
e) Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
Diagnosa 9

: Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran

Tujuan

: persepsi sensori dipertahankan

Kriteria hasil

Tidak terjadi gangguan kesadaran

a) Kaji status neurologis


R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
b) Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
c) Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko
cedera
d) Kolaborasi Kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum
intervensi terapeutik dapat dimulai

Diagnosa 10

: Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring

Tujuan

: tidak terjadi kelemahan

Kriteria hasil

Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri


a) Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
b) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
c) Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
d) Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini

Diagnosa 11

: Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakit dan kondisi anaknya.

Tujuan
Kriteria hasil

: kecemasan teratasi
:

ekspresi tenang
Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
a) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
b) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
c) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga
beban yang dirasakan berkurang
d) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
e) Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang
lebih kuasa yang dapat menyembuhkan

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta :
FKUI
Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv Sagung Seto
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta :
Salemba Medika
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai