Anda di halaman 1dari 18

PAPER PROSES PEMBUATAN VINYL

CHLORIDE MONOMER ( VCM )

Disusun Oleh :
Nurul Eka Ramadhini

(3335131696)

Tuti andriyani

(3335130672)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON
2016

Tinjauan Pustaka
Vinyl chloride adalah senyawa organochloride dengan rumus H2C=CHCl
yang juga disebut vinylChloride monomer, VCM or chloroethene. Senyawa ini tak
berwarna dan merupakan senyawakimia penting dalam industry terutama
digunakan untuk menghasilkan polymer poly vinyl chloride (PVC). Kira-kira 13
juta ton diproduksi setiap tahun. VCM masuk dua puluh bahan petrokimia
terbesar produksi dunia. China adalah pembuat terbesar dan juga pemakai terbesar
dari VCM. Vinyl chloride adalah gas dengan bau manis, sangat beracun, mudah
terbakar, dan karsinogenik. Vinil klorida yang dilepaskan oleh industri atau
dibentuk oleh kerusakan bahan kimia yang terklorinasi bisa masuk ke udara dan
pasokan air minum. Vinyl chloride adalah kontaminan yang umum ditemukan di
dekat tempat pembuangan sampah. Pada massa lalu VCM digunakan sebagai
refrigerant.
A.

Pohon Industri VCM

B. SIFAT KIMIA DAN FISIKA


1. VCM
a. Keadaan fisik

Gas tidak berwarna dengan bau manis yang lembut (pada

b.
c.
d.
e.

Titik lebur
Titik didih
Titik nyala
Suhu dapat

suhu kamar)
- 154C
- 14C
- 78C
472C

f.
g.
h.
i.
j.

terbakar sendiri
Tekanan uap
Kerapatan uap
Berat jenis
Ambang bau
Kelarutan

2943 mmHg pada 25C


2,2 (udara = 1)
0,9106 (air = 1)
2000 bpj
Sedikit larut dalam air ( 0,11 g/100 g pada 25C ); larut
dalam etanol, eter, karbon tetraklorida dan benzena.

1. ETILEN
a.

Rumus molekul

: C2H4

b.

Berat molekul

: 28,05 g/mol

c.

Kenampakan

: gas tidak berwarna

d.

Klasifikasi ( oleh uni eropa )

: sangat mudah terbakar

e.

Massa jenis

: 1,178 kg/m3 di 15 C, fase gas

f.

Titik lebur

: -169,2 C (104,0 K, -272,6 F)

g.

Titik didih

: -103,7 C (169,5 K, -154,7 F)

h.

Flash point

: -136 C

i.

Auto ignition temperature

: 542,8 C

j.

Kelarutan di air

: 3,5 mg/100 ml (17 C)

k.

Kelarutan di etanol

: 4,22 mg/L

l.

Kelarutan di dietil eter

: bagus

m.

Keasaman (pKa)

:4

2. ASAM CHLORIDA (HCL)

a. Bentuk

: Cair

b. Bau

: menyengat

c. Warna

: Bening sampai agak kekuningan

d. Massa jenis

: 2.13

e. Titik didih

: 85 oC

f. Titik lebur

: -20oC

g. Tekanan uap (20oC)

: 20 mbar

h. Kelarutan dalam Air (20 oC) : terlarut


i. pH (20 oC)

:1

2. CHLORIN (Cl2)

a. Nomor atom

: 17

b. Massa atom

: 35,453 g/mol

c. Titik lebur

: -101 C

d. Titik didih

: -34,6 C

e. Radius Vanderwaals

: 0,127 nm

f. Radius ionic

: 0,184 (-2) nm, 0,029 nm (+6)

g. Isotop

:4

h. Energi ionisasi pertama

: 1255,7 kJ/mol

i. Energi ionisasi kedua

: 2298 kJ/mol

j. Energi ionisasi ketiga

: 3822 kJ/mol

k. Potensial standar

: 1,36 V

Terdapat empat metode yang dapat ditempuh untuk memproduksi VCM, yaitu:
cracking etilen dikhlorida (EDC), reaksi antara acetylene (C2H2) dengan
hydrogen chloride (HCl), reaksi methyl chloride (CH3Cl) dengan methylene
chloride

(CH2CHCl)

serta

hydrodechloronation

1-1-2

trichloroethane

(C2H3Cl3). Keempat metode tersebut akan dijelaskan secara singkat di bawah ini.
1. Reaksi Acetylene (C2H2) dengan Hydrogen Chloride (HCl)
Menurut Nexants ChemSystem Process Evaluation/ Research Planning (2007),
metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene dengan HCl merupakan
metode yang pertama kali digunakan dalam memproduksi vinyl chloride
monomer (VCM). Metode ini dilakukan dengan mereaksikan acetylene yang
berada pada fasa uapnya dengan HCl. Reaksi ini berjalan dengan bantuan mercury
chloride (HgCl2) dan karbon aktif sebagai katalis. Karbon aktif yang digunakan
sebagai carrier mercury chloride ini dapat diperoleh dari batu bara atau coke
petroleum. Pada proses ini, HCl bebas air dihasilkan dari reaksi antara gas H2 dan
gas Cl2, sedangkan asetilen dikeringkan terlebih dahulu kemudian dilewatkan
tumpukan karbon dengan tujuan untuk menghilangkan zat-zat yang dapat merusak
katalis seperti sulfida. Acetylene dan HCl dicampur dengan menggunakan mixer
untuk kemudian dipanaskan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam reaktor.
Reaksi yang terjadi pada proes ini cukup sederhana dan dinilai cukup efektif
karena menghasilkan konversi yang cukup tinggi. Adapun reaksi yang terjadi pada
proses ini adalah sebagai berikut:

Reaksi di atas merupakan reaksi eksotermis dengan panas reaksi pada 25oC dan
tekanan 1 atm adalah sebesar -22.451.77 Kkal/Kgmol, sehingga panas yang
timbul akibat reaksi harus diserap agar reaktor tetap bekerja secara isothermal.
Reaksi ini berjalan pada temperature 90-140 0C dan tekanan 1,5 atm sampai 1,6
atm. Pada kondisi operasi tersebut, konversi reaktan adalah sebesar 80-85%.

Reaktor yang dipakai pada proses ini adalah fixed bed reactor dengan katalis yang
diletakkan di dalam pipa-pipanya.
2. Reaksi Metil Khlorid CH3Cl dengan Methylene Chloride CH2CHCl
Metode ini dilakukan dengan mereaksikan methyl chloride dan methylene
chloride yang berada pada fasa uap-nya untuk menghasilkan vinyl chloride
monomer dan asam klorida. Satu mol methyl chloride bereaksi dengan satu mol
methylene chloride untuk menghasilkan satu mol vinyl chloride monomer dan 2
mol asam klorida. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH3Cl + H2O

CH3OH + HCl

CH3OH + CH2Cl2

CH3OCH2Cl + HCl

CH3OCH2Cl

CH2CHCl + H2O

Reaksi di atas berjalan pada temperatur 300-5000C dan tekanan 1 atm sampai 10
atm. Selektivitas pada reaksi di atas dapat ditingkatkan dengan menggunakan
beberapa katalis antara lain alumina gel, gamma-alumina, zinc chloride, zeolite
dan silicone alumunium phosphorus (Goldfarb dkk, 1980)
3. Cracking Etilen Dikhlorid (EDC)
Vinyl chloride monomer (VCM) dapat diproduksi melalui proses cracking etilen
dikhlorida (EDC). EDC sendiri diperoleh melalui dua metode, yakni direct
chlorination

(mereaksikan

etilen

dengan

asam

klorida)

dan

metode

oxychloronation (mereaksikan etilen, oksigen dan asam khlorida). Proses


cracking etilen ini beroperasi pada temperature 480-5500C dan tekanan 3-30 bar.
Proses cracking ini dapat mendekomposisi etilen dikhlorida (EDC) menjadi vinyl
chloride monomer (VCM) dan asam klorida (HCl) sesuai dengan reaksi berikut:
C2H4Cl2

C2H3Cl + HCl - 71Kj/mol

Reaktor yang digunakan pada proses ini adalah long tubular coil yang berada di
dalam furnace. Reaktor ini terdiri dari dua bagian, yaitu pre-heat zone dan
reaction zone. Pada pre-heat zone dilakukan penyesuaian suhu hingga mencapai
480 550 oC dimana reaksi pirolisis dapat berlangsung secara optimum,
kemudian pada reaction zone terjadi reaksi pemecahan EDC menjadi VCM.

Diameter koil reaktor dirancang sedemikian rupa sehingga kecepatan gas yang
mengalir didalamnya berkisar antara 10-20 m/s dan panjang koil dirancang hingga
memungkinkan waktu tinggal selama 5-30 sekon. Pada proses ini ada banyak
impurities yang terdeteksi dalam hasil pirolisis, sehingga EDC harus dimurnikan
terlebih dahulu sebelum masuk reaktor. Pada proses ini pembentukan coke akan
sangat menganggu reaksi. Untuk mencegah terbentuknya coke, suhu reaksi harus
dijaga berada di bawah 500 0C, namun pada temperatur di bawah 5000C
kecepatan reaksi akan rendah, karena reaksi ini merupakan reaksi endotermis. Hal
ini dapat diatasi dengan penambahan aditif seperti nitromethane chloroform atau
carbon tetrachloride (Dimian and Bildea, 2008).
4. Hydrodechloronation 1-1-2 Trichloroethane (C2H2Cl3)
Menurut Choi dan Lee (2001), proses ini memanfaatkan limbah organik dari
proses pembuatan ethylene dichloride yaitu 1-1-2 trichloroethane (TCEA) untuk
membentuk vinyl chloride monomer (VCM). 1-1-2 Trichloroethane (TCEA)
direaksikan dengan H2 selama 2 jam dalam sebuah reaktor alir kontinu fixed bed
yang beroperasi pada tekanan atmosferis dan suhu 3000C. Kinetika reaksi dapat
ditingkatkan dengan menjaga perbandingan input H2 sebesar 10 kali lipat lebih
besar dari 1-1-2 trichloroethane (TCEA). Pada proses ini digunakan gas N2
sebagai pembawa gas H2. Selektivitas proses dapat ditingkatkan dengan
menggunakan Ni-

Cu/SiO2 sebagai katalis, aktivasi katalis dilakukan dengan mengalirkan gas H2


dengan gas N2 sebagai gas pembawanya selama 2 jam pada temperature 4000C.
Pada proses ini diperoleh konversi sebesar 95%. Hydrodechloronation berjalan
sesuai dengan reaksi berikut ini:

Dengan mempertimbangkan aspek kesederhanaan proses, ketersediaan bahan


baku, dan kondisi operasi, maka dipilih proses cracking ethylene dichloride
sebagai main process pada pabrik ini. Uraian keempat proses diatas dirangkum
dalam Tabel 1.1 di bawah ini.

BAB II
PEMILIHAN TEKNOLOGI
Pada pembuatan VCM ada 3 proses atau teknologi yaitu :
1. Proses wacker Chemie GmbH
Pada proses ini metode produksi VCM menggunakan pirolisis dengan
pemurnian pada temperature 400C sampai 600C, Tekanan 10-36 bar absolute.
Proses pirolisis dari gas murni untuk mendapatkan 1,2 dicloroethane pada fase
liquid panas pada temperature pemanasan dan gas buang di simpan pada generate
steam. Pendinginan campuran gas pirolisis dalam stage awal dan HCL dari
pencampuran gas pirolisis disimpan dalam HCL kolom dan VCM dari
pencampuran gas pirolisis disimpan dalam VCM kolom. Energy yang dibutuhkan
dalam proses ini adalah 0,3 g. Joule dengan produk yang dihasilkan 100 kg VCM
dengan proses pirolisis. 85% panas diambil dari preheates liquid EDC, uap panas
EDC digunakan untuk temperatur pirolisis dan untuk endothermal pirolisis proses
namun 25% nya hilang karena gas buang pada pirolisis furnace. Untuk asas
ekonomi maka pabrik ini memanfaatkan panas buang dari pirolisis furnace
tersebut pada level temperatur 270-330C. Produksi VCM dari EDC dengan
proses distilasi, oxycloronation dari etilen. Pada proses pirolisis dihasilkan
dewatered EDC dari bagian bawah produk dan 40-50% EDC yang tidak bereaksi
pada reaksi pirolisis dapat digunakan kembali pada proses yang lain. Untuk tahap
piolisis EDC menggunakan steam 0,25 t per ton sedangkan produk VCM
memerlukan 0,65 steam per ton.
Kandungan panas dari gas buang dari cracking furnace yang meninggalkan
bagian konveksi dari tungku retak pada suhu 240-540C, digunakan untuk
superheating udara pembakaran, yaitu sekitar 100 untuk cracking furnace dari
suhu 200-500C dengan pendinginan simultan dari gas buang dari suhu 140180C.
(a) Pemanasan awal 1,2 dicloroethane cair pada 125-155C, dalam
cenvection section dalam cracking furnace pada tekanan cairan 15-31 bar

absolut hampir sampai ke titik didih, dengan pemanfaatan sebagian besar


dari isi panas dari gas buang dari cracking furnace. Pemanasan awal 1,2
dicloroethane cair sampai tekanan 10-16 bar absolut setelah meninggalkan
bagian konveksi dari cracking furnace, sekitar 18-70% dari berat total 1,2
dicloroethane diuapkan.
(b) Separating 1,2 dicloroethane diperoleh sebagai uap pada langkah (a) dari
fraksi cair, kemudian menguap dari fraksi cair dalam vaporizer eksternal
pada tekanan 10-16 bar absolut dan masuk ke dalam gabungan aliran uap
dicloroethane, ke reaction zone dari cracking furnace pada tingkat
sedemikian rupa sehingga loading per jam 1100-1500 t 1,2 dicloroethane
per m dalam cracking tube cross section. Pengaturan konversi 1,2
dicloroethane 60-70% pada waktu tinggal rata-rata dari 10 sampai dengan
15 detik, berdasarkan bagian cracking dari reaction zone

dengan

menambahkan cracking furnace sehingga tingkat suhu 425C sampai


455C.
Perbaikan proses yang lebih ekonomis untuk produksi Vinyl Chloride Monomer
dengan cracking 1,2 dicloroethane (ethylene dichloride) adalah reaksi pada
temperatur sedang dan pada saat yang sama kandungan panas dari gas buang dari
pembakaran cracking furnace digunakan ekonomis untuk menghasilkan uap flash
EDC dan superheat udara pembakaran yang diperlukan untuk pembakaran dalam
cracking furnace , dan hal itu sekaligus mengurangi konsumsi utilitas untuk
penguapan EDC di cracking furnace , mengurangi EDC yang tidak terkonversi,
dan sementara mengurangi konsumsi bahan bakar spesifik untuk pembakaran
pada cracking furnace untuk meningkatkan kapasitas dan keluaran cracking
furnace, tanpa investasi besar, sampai sekitar 150% dari spesifikasi desan asli,
tanpa satu peningkatan pada formasi dari hasil samping dan tanpa penurunan
kualitas VCM yang dihasilkan, proses ini juga memberikan kontribusi yang tidak
kecil untuk perlindungan lingkungan pada umumnya, karena suhu gas buang dari
cracking furnace diturunkan oleh proses ini.

Gambar 1. Flowsheet metode Proses Wacker-Chemie GmbH


2. Teknologi Hoechst
Proses pembentukan VCM dengan teknologi Hoechst terdiri dari: Direct
Chlorination, Oxycholirination, Cracking EDC, Distilasi EDC, Distilasi VCM,
dan incinerator.
Reaksi pembentukan VCM:
2CH + Cl + O

2CHCl + HO + q

276

kj )
a. Direct Chlorination
Proses berikut bertujuan untuk memproduksi EDC dari reaksi klorinasi
etilen pada fase gas dalam reaktor yang ditunjukkan menurut reaksi
berikut:
CH + Cl

CHCl + q

180

kj )
Untuk tahap proses berikut berlangsung pada temperatur 80-120C,
atau tergantung pada kebutuhan untuk me-recovery energi yang berasal
dari reaksi eksotermik. Dalam Teknologi Hoechst direct chlorination tidak
bergantung pada operasi oxycholirination.

Kelebihan Teknologi Hoechst pada unit Direct Chlorination


adalah:

Simplifikasi teknis dengan cara pengurangan alat pencuci, tidak


diperlukan waste water treatment, dan produk EDC dapat digunakan

langsung sebagai umpan.


Reaktor terbuat dari carbon steel bukan stainless steel.
Dapat menghasilkan steam sebesar 0,7 ton per ton EDC.
Tidak ada gas buang yang masuk ke proses oxycholirination, hal ini

dapat terjadi karena gas buang langsung dibakar.


Yield yang dihasilkan tinggi.

b. Oxycholirination
Tujuan dari proses berikut adalah untuk memproduksi EDC, yang
merupakan hasil reaksi etilen, oksigen dan HCL yang berasal dari unit
cracking EDC dan incinerator.katalis yang digunakan disini adalah katalis
hidrogenasi khusus yang dikembangkan oleh Hoechst dan Degussa,
asetilen tersebut kemudian dikonversi menjadi etilen. Reaksi yeng
berlangsung merupakan reaksi eksotermik dengan menggunakan copper
chloride alumina dalam reaktor berjenis fludized bed.
Temperatur reaksi berkisar antara 200-230C. reaksi dapat
ditunjukan sebagai berikut:
CH + 2HCl + O CHCl + HO + q
( 239 kj )
Kelebihan Teknologi Hoechst pada unit Oxycholirination adalah:
- Tidak memerlukan caustic scrubber karena kandungan HCL dan CO
-

yang terdapat dalam gas buang sangat kecil.


Memiliki fleksibiitas yang tinggi.
Off gas yang dikirim ke incenerator sedikit.
Tidak diperlukan Cu-treatment dan proses tidak menghasilkan sludge
karea terdapat pemisahan katalis yang terbawa dalam aliran recycle

gas.
- Mengurangi konsumsi air segar dengan penggunaan kembali air reaksi.
c. Cracking EDC
Proses ini berlangsung pada temperatur 500C denagn konversi 60% untuk
memproduksi VCM dan HCL,

reaksi yang terjadi dapat ditunjukkan

sebagai berikut:
CHCl

CHCl + HCL + q
(-71 kj )
Umpan HCL berasal dari direct chlorination yang sebelumnya dipanaskan
di EDC superheater. Gas pembakaran di furnace adalah gas alam. Gas
yang telah di-cracking kemudian dialirkan ke quencher. Dibagian atas

quencher , panas di recovery untuk menghasilkan steam. Aliran produk


dari quencher terdiri atas VCM, HCL, dan EDC yang tidak terkonversi.
Umpan EDC untuk furnace dan HCL untuk Oxycholirination.produk
tersebut kemudian dipisahkan di proses pemurnian VCM.
d. Purifikasi EDC ( Distilasi )
EDC yang berasal dari proses Oxycholirination dan recycle EDC dari
proses pemurnian VCM di-purifikasi atau dimurnikan untuk memenuhi
spesifikasi sebagai umpan ( feed ) air dalam crude EDC diambil dikolam
dewatering. Air yang dihasilkan digunakan kembali di dalam quencher
oxychlorination.
e. Incinerator
Sekitar 2,5% buangan yang dihasilkan dari proses produksi VCM berada
dalam fasa cair maupun gas. Waste incinerator berfungsi untuk membakar
semua gas buangan serta komponen ringan maupun berat yang berasal dari
proses

pemurnian

EDC. Energi

pembakaran

di-recovery dengan

dihasilkannya steam. HCL yang tergenerasi di-recovery sebagai gas HCL


yang dapat digunakan sebagai HCL 100% di proses oxychlorination atau
sebagai larutan asam.

Gambar 2. Flowsheet metode Proses Hoechst


3. Teknologi PPG dan Mitsui
Pada teknologi ini proses terbagi atas

empat

plant

yaitu:

oxyhydrochlorination EDC palnt ( OHC-EDC plant ), liquid phase EDC plant


(LP-EDC plant), VCM plant dan incinerator plant. Pada OHC-EDC palant, proses
yang terjadi adalah reaksi oxychlorination sedangkan di LP-EDC plant proses
yang terjadi adalah direct oxychlorination dan pemurnian EDC. Di VCM plant

proses yang terjadi adalah cracking EDC menjadi VCM dan HCL,pemurnian
VCM dan recovery EDC yang tidak terkonversi. Di incinerator plant terjadi
pembakaran limbah cair organik dan gas klorin menghasilkan HCL dan
menggenerasi panas. Panas digunakan dalam menghasilkan steam dan HCL yang
terbentuk di-recovery sebagai larutan HCL 19%.
Proses secara umum reaksi sintetis produk dari bahan baku pada pabrik
unit VCM adalah sebagai berikut:
Proses di Oxy Hydro Chlorination (OHC) plant.
Proses OHC menggunakan bahan baku CH, O dan HCL untuk
membentuk EDC, Reaksi secara umum:
CH= CH + 2HCL + O CHCCHCL + HO + q
Reaksi ini mengguanakan katalis CuCl dan KCL dengan carrier-nya
berupa clay.
Proses di liquid phase (LP) EDC plant.
EDC diproduksi di LP-EDC plant dengan menghasilkan gas Cl dan CH
dalam EDC liquid dengan menggunakan bed katalis FeCl, reaksinya
adalah:
CH = CH + Cl CHClCHCl + q
Proses cracking di vinyl chloride monomer ( VCM ) plant.
VCM di produksi dari EDC yang melalui proses cracking dengan
menggunakan gas alam, reaksinya adalah sebagai berikut:
CHClCHCl + q ClCH = CH + HCL
o Pada proses ini reaksi berlangsung pada temperatur 500C, dalam
proses apabila terjadi kelebihan panas akan menyebabkan coke
pada dinding tube dalam furnace, dengan adanya coke pada
dinding tube menyebabkan kapasitas produksi VCM akan
mengalami penurunan.
o Proses di Liquid Phase (LP) EDC Plant
EDC diproduksi di LP-EDC plant dengan menghasilkan gas Cl2 dan C2H4
dalam EDC Liquid dengan menggunakan Bed katalis Fe2Cl3. Reaksinya
yaitu:
C2H4 + Cl2
CH2ClCH2Cl + q
Proses Cracking di Vinyl Chloride Monomer (VCM) Plant
VCM diproduksi dari EDC yang melalui proses cracking dengan
menggunakan gas alam, reaksinya yaitu :

CH2ClCH2Cl + q

ClCH=CH2 + HCl

Pada proses ini reaksi berlangsung pada temperature 500 oC, dalam proses
apabila terjadi kelebihan panas akan menyebabkan coke pada dinding tube
dalam furnance, dengan adanya coke pada dindig tube menyebabkan kapasitas
produksi VCM akan mengalami penurunan.
Tabel Perbandingan Proses Pembuatan VCM dengan Teknologi Mitsui,
Hoecst dan GmbH

EDC Cracker
Konversi

Teknologi GmbH
Tekanan Tinggi
70%

EDC
Purity Produk 99.99%
Keunggulan
Pemanfaatan

Teknologi Hoecst
Tekanan Tinggi
60%

Teknologi Mitsui
Tekanan Rendah
55%

99.98%
External

99.99%
Effisiensi

panas oleh pertukaran

Vaporization dan

yang

panas

Superheatod

dengan

EDC

mencegah

Cracker

Heat

Recovery

primer yang berharga,

terjadinya Scalling
Dengan

yang tersedia dalam

teknologi

jumlah terbatas, tanpa

Queench

yang

satu peningkatan pada

bersuhu

panas

formasi

dari

hasil

dapat

dihasilkan tinggi
Energy

samping

dan

tanpa

mengoptimalkan

yang

dengan

buang,

untuk

menghemat

penurunan

gas

energy

kualitas

VCM yang dihasilkan.

recovery

EDC preheating)
dan

tidak

distilasi
coke

perlu
untuk

dan

tars

dengan demikian
operation

System
Purity
produk

energy rendah

(steam dan HCl/

time-

tinggi

yang

dipakai

nya

bisa

lebih

lama
Kelemahan

Konversi

meningkat,
konsekuensi
dengan

Diperlukan

Yield

biaya tinggi untuk produksi


bahwa investasi

peningkatan

produksi

Cracking

maka

impurities

dari

EDC

menjadi

VCM

lebih

rendah

meningkat

Deskripsi Proses
Pra

rancangan

pabrik

VCM

menggunakan

bahan

baku

EDC

(Etylhenedicloride) yang akan bereaksi menjadi EDC, VCM dan HCl. Proses
reaksi ini akan terjadi melalui proses perengkahan pada suhu tinggi dan
memerlukan proses pemisahan yang mendukung proses perengkahan tersebut agar
produk yang dihasilkan sesuai keinginan dan berkualitas baik.
Pra rancangan pabrik ini, menggunakan metode GmbH. Pada proses ini
metode produksi VCM menggunakan pirolisis dengan pemurnian pada temperatur
450oC. Tekanan 30 atm. Proses diawali dari tangka penampungan EDC. Aliran
dialiri menuju reaktor furnance dengan menaikkan suhu aliran menggunakan HE
dan preheater agar beban furnace tidak begitu berat dan tidak membutuhkan
bahan bakar terlalu banyak. Setelah dari reaktor aliran menuju TLE untuk
menurunkan suhu, kemudian sebelum memasuki quencher, aliran diturunkan
tekanannya dengan expander. Aliran dari quencher menuju absorber dan aliran
dilarutkan ole H2O. Kemudian stream yang tidak larut akan dialirkan menuju
distilasi I dan distilasi II , VCM terpisahkan dengan EDC dan sisa HCl. Aliran
yang telah dipisahkan, dialiri menuju tangka penampungan. Keterangan dapat
dilihat pada blok diagram proses dan diagram alir proses berikut ini, dengan T
adalah kode tangka, R adalah reaktor, Q adalah quencher, A adalah absorber dan
D adalah distilasi

Gambar 1. Blok diagram massa Pra Rancangan Pabrik VCM Kapasitas 60,000
Ton/Tahun

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pra Rancangan Pabrik VCM Kapasitas 60,000
Ton/Tahun
Vinyl Chloride Monomer pada suhu tinggi yaitu 450OC, maka reaktor ditempatkan
pada furnance. Pada proses ini dihasilkan pada produk samping berupa Asam
Klorida (HCl).

Reaksi yang terjadi adalah :


C2H4Cl2
C2H3Cl + HCl
Produk keluar reaktor (R-01) masih dapat langsung disimpan dijual karena
belum memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan. Agar dapat memenuhi
spesifikasinya yang diinginkan maka perlu dilakukan suatu tahapan pemurnian
produk dari impuritisnya.
Arus keluar reaktor terdiri dari campuran EDC,VCM, dan HCl dalam fase
uap pada suhu 450oC. Arus keluar reaktor ini dilewatkan kedalam quench tower
(Q-01) untuk didinginkan secara mendadak, dimana produk keluran reaktor
dikontakkan langsungdengan menggunakan EDC.
Hasil atas quench tower dilewatkan kedalam absorber untuk meyerap gas
HCl, yang diumpankan dari dasar kolom. Sebagai penyerap digunakan air yang
diumpankan dari atas kolom. Hasil dari absorber tersebut berupa HCl 45% dan
produk atas diumpankan ke kolom distilasi I (D-01). Kolom distilasi I (D-01)
merupakan tempat pemurnian VCM, EDC dan HCl.

Kesimpulan
Dari beberapa metode pembuatan VCM di atas, diperoleh kesimpulan bahwa
metode GmbH adalah metode yang terbaik karena memiliki keuntungan sebagai
berikut :
Proses yang lebih sederhana
Reaksinya tidak memerlukan katalis sehingga tidak diperlukan waktu
regenerasi, karena lebih rendah dilihat dari segi investasi.
Menghasilkan produk samping HCl sehingga dari segi ekonomi lebih
menguntungkan.
Membutuhkan tekanan dan temperatur yang lebih rendah yaitu 30 atm dan
450oC. Karena jika temperatur operasi diatas

450oC, maka VCM akan

terdekomposisi parsial menghasilkan asetylene dan HCl.

Anda mungkin juga menyukai