Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KERANGKA TEORI
2.1 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat diukur melalui nilai harga saham di pasar,
berdasarkan terbentuknya harga saham perusahaan di pasar, yang
merupakan refleksi penilaian oleh publik terhadap kinerja perusahaan
secara riil. Dikatakan secara riil karena terbentuknya harga di pasar
merupakan titik-titik kestabilan kekuatan penawaran harga yang secara riil
terjadi transaksi jual beli surat berharga di pasar modal antara para penjual
(emiten) dan para investor (Harmono, 2009:50).
Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan
yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham
(Weston dan Bringham, 2004:5). Nilai perusahaan yang tinggi menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi
menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan
pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari
saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan
(financing), dan manajemen asset. Investor dalam melakukan keputusan
investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham.
Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai
buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic
value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten.

10

11

Nilai pasar merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik
merupakan nilai sebenarnya dari saham.
Martono dan Harjito (2005:3) mengatakan bahwa nilai perusahaan
dapat mencerminkan nilai asset yang dimiliki perusahaan seperti suratsurat berharga. Saham merupakan salah satu surat berharga yang
dikeluarkan oleh perusahaan, tinggi rendahnya harga saham banyak
dipengaruhi oleh kondisi emiten. Salah satu faktor yang mempengaruhi
harga saham adalah kemampuan perusahaan membayar dividen.
Menurut Keown (2010) nilai perusahaan merupakan nilai pasar
atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai
perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan
perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan
yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja
perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.
Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai pasar dimana nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
optimal apabila harga saham perusahaan meningkat. Harga pasar berfungsi
sebagai barometer kinerja bisnis, harga tersebut menunjukkan seberapa
baiknya kinerja manajemen sejauh ini atas nama para pemegang
sahamnya.
Dalam menentukan nilai perusahaan digunakan rasio Price Book
Value (PBV). Nilai perusahaan dikonfirmasikan melalui price book value
merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk mengukur

12

kinerja harga pasar saham terhadap

nilai bukunya. PBV mengukur nilai

yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi


perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham dan
Houston, 2011:430). Rasio PBV merupakan perbandingan antara nilai
saham menurut pasar dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Rasio PBV
menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif
terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Secara sederhana menyatakan
bahwa price book value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio) yang
digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai
bukunya. Rasio ini dihitung dengan formula sebagai berikut (Warsono,
2003: 39)

PBV =

Ps

BVS

Ps (price per share) merupakan harga pasar saham dan BVS (book
value per share) merupakan nilai buku per lembar saham. BVS digunakan
untuk mengukur nilai ekuitas atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS
dihitung dengan cara membagi total ekuitas dengan jumlah saham yang
beredar.
2.2 Struktur Modal
Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal
pinjaman yang terdiri dari utang jangka pendek yang bersifat permanen,
utang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham biasa
dan saham preferen. Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana
modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan,

13

dengan cara menentukan struktur modal antara modal utang dan modal
sendiri. Biasanya berkaitan dengan proyek proposal suatu investasi
perusahaan dan tugas manajemen keuangan adalah menentukan struktur
modal optimal untuk menunjang kegiatan investasi perusahaan. Keputusan
pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada penilaian perusahaan
yang terefleksi pada harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas
manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat
memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai
perusahaan.
Menurut Warsono (2003: 235) struktur modal menjelaskan tentang
keputusan pendanaan perusahaan dalam menentukan bauran antara utang
dan ekuitas, yang bertujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer keuangan untuk dapat
mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber dana yang
dipilih yaitu bagaimana kombinasi optimal antara pendanaan utang dan
modal sendiri (ekuitas). Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal
yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian
sehingga memaksimalkan harga saham.
Menurut Modigliani dan Miller (dalam Warsono, 2003:249)
mengenai teori struktur modal, menjelaskan bahwa perusahaan dengan
utang akan memberikan manfaat karena bunga utang dapat mengurangi
keuntungan kena pajak, sehingga pajak yang dibayarkan perusahaan
menjadi lebih kecil (tax deductible). Sedangkan dalam Brigham dan
Houston (2011:33-34) trade off theory menyatakan bahwa proporsi rasio

14

struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan


keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dari utang
perusahaan. Dalam struktur modal Trade off theory secara teoritis
menyeimbangkan keuntungan pajak dari peminjaman untuk menutup
biaya-biaya kesulitan keuangan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Myers
(dalam Utomo dan Djumahir, 2011:375), pecking order theory didasarkan
pada masalah-masalah informasi asimetris. Perusahaan-perusahaan akan
lebih menyukai pendanaan internal untuk membiayai investasi. Jika akan
menggunakan pendanaan eksternal, maka akan dipilih utang terlebih
dahulu daripada ekuitas. Model ini menjelaskan bahwa banyak perusahaan
memiliki kecenderungan untuk tidak mengeluarkan saham dan cenderung
memegang cadangan kas yang besar. Struktur modal merupakan
perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Menurut
Martono (2005:35), struktur modal merupakan perbandingan atau imbalan
pendanaan

jangka

panjang

perusahaan

yang

ditunjukkan

oleh

perbandingan struktur aktiva jangka panjang terhadap modal sendiri.


Pendanaan dalam arti luas meliputi semua aktivitas perusahaan yang
berkaitan dengan usaha mendapatkan dana yang dibutuhkan oleh
perusahaan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien
mungkin.

Untuk memperoleh modal tersebut, perusahaan harus

membayar biaya. Biaya tersebut bisa bersifat eksplisit maupun implisit.


Bagi dana yang berasal dari hubungan struktur aktiva maka biaya
modalnya mudah diidentifikasikan, yaitu biaya bunga. Sedangkan bagi
dana yang berbentuk modal sendiri, biayanya tidak tampak yang biasanya

15

berbentuk keuntungan yang disyaratkan.

Salah satu tugas manajer

keuangan adalah menentukan struktur modal yang tepat, yaitu biaya modal
(cost of capital) minimal yang dapat menghasilkan tingkat return on equity
yang tinggi.
Menurut Warsono (2003: 236-237), faktor-faktor penentu struktur
modal antara lain : stabilitas penjualan atau ukuran perusahaan, resiko
bisnis yang dihadapi perusahaan, tingkat pertumbuhan, struktur aktiva,
profitabilitas, pajak, leverage operasi, pengendalian, sikap manajemen,
sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, keadaan pasar
modal,

kondisi

internal

perusahaan,

fleksibilitas

keuangan

dan

konservatisme atau agresivisme manajerial yang dapat mempengaruhi


manajer dalam menentukan struktur modal sasaran.
Menurut Van Horne (dalam Harmono 2009:137-138), asumsi yang
dibutuhkan untuk menganalisis teori struktur modal adalah sebagai
berikut:
1. Tidak ada pajak pendapatan, dan asumsi ini pada akhirnya dalam
aplikasi yang diabaikan.
2. Perubahan rasio utang terhadap modal disebabkan oleh penerbitan
surat utang yang digunakan untuk membeli saham, dan sebaliknya
menerbitkan saham untuk membayar utang, dan tidak ada biaya
transaksi.
3. Perusahaan menetapkan kebijakan deviden sebesar 100% dari laba
dibagikan sebagai deviden.

16

4. Tingkat subjektivitas probabilitas prediksi para investor di pasar


terhadap tingkat laba operasi perusahaan yang akan datang adalah
sama.
5. Tingkat laba operasi perusahaan diprediksi konstan. Nilai distribusi
probabilitas laba operasi prediksi selama periode yang akan datang
sama dengan nilai laba operasi sekarang.
Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah
hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur
modal diukur dengan debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang)
terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Secara
matematis DER dapat dirumuskan sebagai berikut (Warsono, 2003: 239) :

DER=

Total Hutang

Total Ekuitas

Total hutang merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek


maupun jangka panjang) sedangkan total ekuitas merupakan total modal
sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang
dimiliki perusahaan. Apabila total hutang semakin besar, baik jangka
pendek maupun jangka panjang dibandingkan dengan total modal sendiri
akan mengakibatkan beban yang ditanggung perusahaan akan semakin
besar terhadap kreditur.

17

Dalam buku Sjahrial (2009:179-207), teori struktur modal terbagi


menjadi 2 (dua ) kelompok besar yaitu :
1. Teori Struktur Modal Tradisional yang dikembangkan oleh David
Durand pada tahun 1952 terdiri dari :
a. Pendekatan laba bersih (Net Income Approach)
Pendekatan

laba

bersih

mengasumsikan

bahwa

investor

mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat


kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan
jumlah utangnya dengan tingkat biaya utang yang konstan pula.
Karena kapitalisasi dan biaya utang konstan maka semakin besar
jumlah utang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata
tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan utang yang
semakin besar.
b. Pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income Approach=
NOI Approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang
konstan berapapun tingkat utang yang digunakan oleh perusahaan.
Pertama, diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti dalam
pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan utang yang semakin
besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan resiko
perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang disyaratkan
oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat
meningkatnya resiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal

18

rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan


struktur modal menjadi tidak penting.
c. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
Pendekatan ini paling banyak dianut oleh para praktisi dan para
akademisi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa suatu laverage
tertentu, resiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga
baik tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya utang relatif konstan.
Namun demikian setelah leverage atau rasio utang tertentu, biaya
utang dan biaya modal sendiri meningkat.
Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan
bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena
penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal ratarata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage
tertentu akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan mulamula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan
utang yang semakin besar. Dengan demikian menurut pendekatan
tradisional, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap
perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat
nilai

perusahaan

maksimum

atau

struktur

modal

mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang minimum.

yang

19

2. Teori Struktur Modal Modern bermula pada tahun 1958 ketika


Profesor

Franco

Modigliani

dan

Profesor

Merton

Miller,

mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang


paling berpengaruh yang pernah ditulis 1, yang terdiri dari :
a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
Dengan asumsi yang berlaku pada kondisi tanpa dan dengan pajak,
yaitu :
1) Resiko bisnis perusahaan diukur dengan EBIT (Standard
Deviation Earning Before Interst and Taxes = Deviasi Standar
Laba Sebelum Bunga dan Pajak)
2) Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT
perusahaan di masa mendatang.
3) Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang
sempurna. Adapun kriteria pasar modal yang efisien adalah :
a) Informasi selalu tersedia bagi semua investor (symmetric
information) dan dapat diperoleh tanpa biaya.
b) Tidak ada biaya transaksi dan investor bersikap rasional.
c) Investor dapat melakukan diversifikasi investasi secara
sempurna.
d) Tidak ada pajak penghasilan perseorangan maupun pajak
penghasilan perusahaan.
e) Investor baik perseorangan maupun perusahaan/institusi
dapat meminjam dengan tingkatan bunga yang sama seperti
1

Franco Modigliani dan Merton H. Miller, The Cost of Capital, Corporation Finance, and the
Theory of investment, American Economic Review, Juni 1958. Modigliani dan Miller keduanya
memenangkan Hadiah Nobel untuk hasil kerja mereka.

20

halnya perusahaan sebesar tingkat bunga bebas resiko.


Utang adalah tanpa resiko sehingga suku bunga utang
adalah suku bunga bebas resiko.
4) Seluruh aliran kas adalah perpuitas (sama jumlahnya setiap
periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain
pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.
Terdapat tiga preposisi yaitu :
Preposisi 1 :

Nilai setiap perusahaan tidak lain merupakan


kapitalisasi laba operasi bersih yang diharapkan atau
expected net operating income (NOI=EBIT) dengan
tingkat kapitalisasi konstan yang sesuai dengan
tingkat resiko perusahaan.

Preposisi 2 :

Biaya modal sendiri perusahaan yang memiliki


leverage adalah sama dengan biaya modal sendiri
perusahaan yang tidak memiliki leverage ditambah
dengan premi resiko.

Preposisi 3 :

Perusahaan seharusnya melakukan investasi proyek


baru sepanjang nilai perusahaaan meningkat paling
tidak sebesar biaya investasi.

b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak


Terdapat dua preposisi yaitu :
Preposisi 1 :

Nilai

perusahaan

yang

sama

sekali

tidak

menggunakan hutang sama dengan nilai modal


sendiri perusahaan tersebut.

21

Preposisi 2 :

Perusahaan seharusnya menggunakan hampir 100%


hutang.

c. Model Miller
Teori lain selain MM yang membahas struktur modal adalah teori
yang diajukan oleh Miller. Teori Miller menyajikan teori struktur
modal yang meliputi pajak untuk penghasilan pribadi. Pajak untuk
penghasilan pribadi itu adalah pajak penghasilan saham dan pajak
penghasilan dari obligasi.
Kesimpulan dari model Miller adalah :
1) Jika tidak ada pajak menurut Miller nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang sama dengan nilai perusahaan yang
menggunakan hutang. (VL = Vu)
2) Jika tidak ada pajak pribadi, maka menurut Miller nilai
perusahaan tidak menggunakan hutang sama dengan nilai
perusahaan yang tidak menggunakan hutang ditambah dengan
besarnya pajak dari hutang perusahaan.
3) Keuntungan dari penggunaan hutang pada model Miller
tergantung pada : pajak perusahaan, pajak pribadi pada
penghasilan saham dan obligasi serta hutang.
d. Model Financial distress and Agency Costs
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami
kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan
mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan
(Bankcruptcy Cost) yang disebabkan oleh keterpaksaan menjual

22

aktiva di bawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya


aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual dan sebagainya.
Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena
perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara
pemilik perusahaan dan kreditor.
e. Model Trade Off (Model gabungan antara Model ModiglianiMiller, Model Miller, dan Financial Distress and Agency Costs)
Salah satu kelebihan dari model ini adalah didukung oleh beberapa
studi empiris. Sebagai contoh, perusahaan yang memiliki aktiva
berwujud cukup besar cenderung untuk menggunakan utang dalam
proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki aktiva tak berwujud dalam jumlah

besar meskipun

memiliki kesempatan untuk tumbuh lebih baik. Dalam praktiknya,


rasio utang dalam struktur modal sangat bervariasi dari satu
perusahaan dengan perusahaan lain. Bagi perusahaan lebih baik
menggunakan utang secara konsisten, sesuai dengan rata-rata
industri yang memiliki tingkat resiko yang setara.
f. Teori Informasi tidak Simetris (Asymmetric Information Theory)
Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University
mengajukan

teori

tentang

informasi

yang

tidak

simetris.

Asymmetric information adalah kondisi dimana satu pihak


memiliki lebih banyak informasi dibandingkan pihak lain. Karena
asymmetrict

information,

manajemen

perusahaan

ingin

memaksimumkan nilai untuk pemegang saham saat ini (current

23

stockholder), bukan pemegang saham baru. Karena adanya


asymmetric information, Gordon Donaldson menyimpulkan bahwa
perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan : 1)
laba ditahan dan laba depresiasi, 2) utang, 3) penjualan saham
baru.

2.3 Kebijakan Dividen


Perusahaan akan tumbuh dan berkembang, kemudian pada
waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari
laba yang ditahan dan laba yang akan dibagikan. Pada tahap selanjutnya
laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting
untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Dari seluruh laba yang
diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa
dividen. Hanafi (2004:361) menyatakan pemegang saham menerima
kompenisasi berupa dividen, di samping capital gains. Mengenai
penentuan besarnya dividen untuk dibagikan kepada para pemegang
saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan ditentukan dalam rapat
umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung
kepada kebijakan pemimpin.
Van Horne dan Wachowicz (2007:496) menyatakan kebijakan
dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Kebijakan dividen pada hakekatnya adalah menentukan
berapa keuntungan yang akan diperoleh perusahaan yang akan dibagikan
dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham dan berapa banyak

24

laba yang akan ditahan di dalam perusahaan sebagai unsur pembelanjaan


internal perusahaan.
Kebijakan dividen mempunyai arti yang penting bagi perusahaan karena :
1. Kebijakan keuangan ini berpengaruh terhadap sikap para investor.
Pemotongan dividen dapat dianggap negatif oleh para investor, karena
pemotongan seperti ini sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan
yang dihadapi perusahaan.
2. Kebijakan keuangan ini berdampak pada program pendanaan dan
anggaran modal perusahaan.
3. Kebijakan keuangan ini dapat mempengaruhi arus kas perusahaan.
Perusahaan dengan likuiditas buruk dapat dipaksa untuk membatasi
pembayaran dividennya.
4. Kebijakan keuangan ini menurunkan nilai ekuitas pemegang saham
biasa karena besarnya dividen ditentukan oleh besarnya laba ditahan.
Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran
dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen. Rasio
pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber
pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang
dialokasikan untuk pembayaran dividen. Laba ditahan (retained earning)
merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan. Sedangkan dividen merupakan
aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau equity
investors. Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian
pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan

25

kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan


didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam
perusahaan.
Dalam penentuan kebijakan dividen ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kebijakan deviden suatu perusahaan antara lain :
1. Posisi likuiditas perusahaan, dimana semakin kuat posisi likuiditas
perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan.
2. Kebutuhan dana untuk membayar utang, apabila sebagian besar laba
digunakan untuk membayar utang maka sisanya yang digunakan untuk
membayar dividen makin kecil.
3. Rencana perluasan usaha, makin besar perluasan usaha perusahaan,
makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.
4. Pengawasan terhadap perusahaan, kebijakan pembiayaan untuk
ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber internal antara lain laba.
Pertimbangannya apabila dibiayai dengan penjualan saham baru ini
akan melemahkan kontrol dari kelompok pemegang saham dominan.
Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.
5. Stabilitas keuntungan dan kebangkrutan, semakin stabil keuntungan
yang diperoleh perusahaan, semakin besar kemampuan perusahaan
untuk

membayar

dividen.

Apabila

keuntungan

perusahaan

berfluktuasi, maka resiko terjadinya kebangkrutan semakin besar.


6. Biaya transaksi dan kebutuhan pemodal, dalam memenuhi kebutuhan
likuiditasnya para investor terkadang mengharapkan dari hasil
investasinya pada saham perusahaan yang dimilikinya dengan kondisi

26

ini jika perusahaan secara tiba-tiba memperkecil dividennya, para


investor dapat mengalami kesulitan pendanaan.
Dalam hal pembagian dividen, dalam Sjahrial (2009:306), ada tiga
kelompok pendapat mengenai kebijakan dividen, yaitu :
1. Kelompok satu, yang biasa disebut kelompok kanan yang mengatakan
bahwa perusahaan seharusnya membagikan dividen sebesar-besarnya.
2. Kelompok kedua, yang biasa disebut kelompok tengah (middle of
roaders, Brealey and Myers, 1991:376) yang menyatakan bahwa
kebijakan dividen adalah tidak relevan. Artinya apakah perusahaan
akan membagikan dividen yang besar atau kecil, akibatnya bagi
kemakmuran pemegang saham (pemilik perusahaan) sama saja.
3. Kelompok ketiga, yang biasa disebut kelompok kiri yang mengatakan
bahwa perusahaan seharusnya membagikan dividen sekecil-kecilnya.
Kalau perlu tidak usah membagikan dividen.
Kebijakan terhadap pembayaran dividen

merupakan keputusan

yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini melibatkan


dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak
pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri.
Kesadaran atas tanggapan pasar terhadap kebijakan tertentu sangat
membantu dalam penetapan kebijakan dividen yang sesuai.

27

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan


asumsi-asumsi yang mendasarinya dalam Sjahrial (2009:311-314) antara
lain :
1. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller
Perusahaan lebih suka menggunakan laba yang ditahan daripada
menerbitkan saham baru. Ada kemungkinan laba ditahan tidak cukup
besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru. Semakin
besar terget laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan
menerbitkan saham baru, karena biaya modal sendiri ditentukan oleh
besar-kecilnya laba ditahan. Beberapa ahli menentang pendapat
Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan
menunjukkan

bahwa

adanya

biaya

emisi

saham

baru

akan

mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya,


Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai
berikut:
a. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan
b. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi
c. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap
dividend payout ratio
d. Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang
kesempatan investasi di masa yang akan datang
e. Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak
berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh
investor

28

2. Teori The Bird In The Hand


Gordon dan Lintner, menyatakan bahwa biaya modal sendiri
perusahaan akan naik jika DPR (dividend payout ratio) rendah karena
investor lebih suka menerima dividen dibandingkan capital gain sebab
dividend yield lebih pasti. Menurut Modigliani dan Miller pendapat
Gordon dan Lintner merupakan sebuah kesalahan, karena akhirnya
investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada
perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang
hampir sama.
3. Teori Perbedaan Pajak (Tax preference theory)
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy, dimana ada
kecenderungan

para

investor

lebih

menyukai

capital

gains

dibandingkan dividen karena dapat menunda pembayaran pajak. Jika


capital gains dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak
atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi
lebih menarik. Tetapi sebaliknya jika capital gains dikenai pajak yang
sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain
menjadi berkurang. Namun demikian pajak atas dividen karena pajak
atas capital gains baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak
atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen .
4. Teori Signaling Hypothesis
Bukti empiris menyebutkan jika ada kenaikan dividen maka sering
diikuti dengan kenaikan harga saham, demikian pula sebaliknya.
Menurut Modigliani dan Miller kenaikan dividen biasanya merupakan

29

suatu signal (tanda) kepada para investor bahwa manajemen


perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa
mendatang. Sebaliknya penurunan dividen atau kenaikan dividen di
bawah normal (biasanya) diyakini investor sebagai pertanda (signal)
bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diwaktu mendatang.
Signalling theory menyatakan bahwa manajer yang memiliki informasi
yang lebih baik tentang perusahaan berupaya menyampaikan informasi
tersebut kepada calon investor. Adanya masalah asimetri informasi
menyebabkan calon investor tidak percaya begitu saja terhadap
informasi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan oleh manajer untuk
meyakinkan calon investor adalah dengan memberikan signal. Signal
tersebut menjadi sarana bagi investor untuk membedakan kinerja
perusahaan. investor akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
perusahaan yang memiliki utang yang lebih besar.
5. Teori Clientele Effect
Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki
preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat
ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi.
Sebaliknya

kelompok

pemegang

saham

yang

tidak

begitu

membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan


sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi
individu (misalnya orang lanjut usia dikenakan pajak lebih ringan)
karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang

30

jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Akan tetapi kelompok


pemegang saham yang dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital
gains demikian pula sebaliknya.

2.4 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan perbandingan dan
referensi dalam penulisan penelitian ini. Berikut beberapa penelitian
terdahulu yang relevan antara lain :
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
Peneliti

Universitas

Asbi
Rachman
Faried
(2008)

Universitas
Diponegoro

Dewa
Kadek
Oka
Kusumaja
ya (2011)

Universitas
Udayana

Judul

Metode
Penelitian
Analisis
Teknik
Pengaruh
Analisis yang
Faktor
digunakan
adalah regresi
Fundamental
dan
Nilai berganda
Kapitalisasi
Pasar
Terhadap
Return Saham
Perusahaan
Manufaktur di
BEI
Periode
2002 Sampai
Dengan 2006

Pengaruh
Struktur Modal
dan
Pertumbuhan
Perusahaan
Terhadap

Metode
penelitian yang
digunakan
adalah metode
purposive
sampling

Hasil
Hasil Penelitian
menunjukkan
bahwa
kinerja
faktor
fundamental yang
diukur
dengan
Return on Asset
(ROA), Price to
Book
Value
(PBV)
dan
kapitalisasi pasar
digunakan
oleh
investor
untuk
memprediksi
return
saham
perusahaan
Manufaktur
di
BEI pada periode
2002-2006.
Adanya pengaruh
positif
antar
struktur
modal,
profitablitas dan
pertumbuhan
perusahaan

31

Profitabilitas
dengan teknik terhadap
dan
Nilai analisis path perusahaan
analysis.
Perusahaan
Pada
Perusahaan
Manufaktur di
Bursa
Efek
Indonesia

nilai

Rika
Susanti
(2010)

Universitas
Diponegoro

Analisis
Faktor-Faktor
yang
Berpengaruh
Terhadap Nilai
Perusahaan
(Studi Kasus
Pada
Perusahaan
yang
Go
Public
yang
Listed Tahun
2005-2008)

Metode
penelitian yang
digunakan
merupakan uji
Ordinary Least
Square (OLS)
terhadap
TobinsQ

Hasil penelitian
ini menyebutkan
bahwa
terdapat
hubungan positif
dan
signifikan
antar
variabel
board size, board
intensity
(mettings), board
independence,
profitabilitas dan
invesment
opportunity
terhadap
nilai
perusahaan.

Sri
Rahayu
(2010)

Universitas
Diponegoro

Pengaruh
Kinerja
Keuangan
Terhadap Nilai
Perusahaan
dengan
Pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility
dan
Good
Corporate
Governance
Sebagai
Variabel
Pemoderasi
(Studi Empiris
Pada
Perusahaan
Manufaktur di
Bursa
Efek
Jakarta)

Analisis data
menggunakan
analisis regresi
linear
sederhana
untuk hipotesis
1 dan analisis
regresi linear
berganda
dengan
uji
Moderated
Regression
Analysis
(MRA) untuk
hipotesis 2 dan
3

Dari
hasil
penelitian
diketahui bahwa
kepemilikan
manajerial juga
bukan merupakan
variabel
moderating yang
mampu
memoderasi
hubungan antara
ROE dan nilai
perusahaan
walaupun
menunjukkan
pengaruh
yang
signifikan dengan
hubungan terbalik
(t hitung = -2,433
; Sig. = 0,017).

32

Yuliani,
Universitas
Isnurhadi
Sriwijaya
dan
Samadi
W. Bakar
(2013)

Keputusan
Investasi,
Pendanaan dan
Dividen
Terhadap Nilai
Perusahaan
dengan Resiko
Bisnis Sebagai
Variabel
Mediasi

Metode
penelitian yang
digunakan
berupa analisis
jalur
(Path
Analysis)
berjenis
explanatory
research.

Keputusan
investasi
memberikan
kontribusi
terhadap
peningkatan
terhadap
nilai
perusahaan
.
sedangkan
keputusan
pendanaan
dan
kebijakan deviden
malah sebaliknya.
Serta peran resiko
bisnis
sebagai
variabel mediasi
memberikan
kontribusi
terhadap
nilai
perusahaan. Peran
resiko
bisnis
sebagai mediasi
pengaruh
keputusan
pendanaan
terhadap
nilai
perusahaan
bersifat
full
mediation.

1. Penelitian tentang faktor-faktor fundamental, nilai kapitalisasi pasar dan


return saham pada perusahaan manufaktur di BEI yang dilakukan Asbi
Rachman Faried (2008) mulai kurun waktu 2002-2006. Dengan teknik
analisis data menggunakan regresi linear berganda dan teknik penetapan
sampel dengan purposive sampling dan menetapkan 49 perusahaan
sebagai sampel. Berdasarkan hasil penelitian secara simultan variabel
bebas berpengaruh terhadap return saham dengan nilai signifikansi F
sebesar 0,000%. Secara parsial hanya variabel Return on Asset (ROA),

33

Price to Book Value (PBV) dan nilai kapitalisasi pasar yang berpengaruh
signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur di BEI tahun
2002-2006 karena signifikansi kurang dari 5 % yaitu berturut-turut sebesar
1,2 % , 2,6 %, 0,8 % . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kinerja faktor
fundamental yang diukur dengan Return on Asset (ROA), Price to Book
Value (PBV) dan kapitalisasi pasar digunakan oleh investor untuk
memprediksi return saham perusahaan Manufaktur di BEI pada periode
2002-2006.
2. Penelitian yang dilakukan Dewa Kadek Oka Kusumajaya pada tahun 2011
menunjukkan hasil penelitian bahwa: struktur modal berpengaruh positif
dan

signifikan

terhadap

profitabilitas,

pertumbuhan

perusahaan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, struktur modal


berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, pertumbuhan
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan
dan profitabilitas berpengaruh positif dan

signifikan terhadap nilai

perusahaan. Metode penentuan sampel dengan metode purposive


sampling, yang menghasilkan 27 perusahaan manufaktur. Data penelitian
merupakan data sekunder diperoleh dari Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dengan teknik
analisis jalur (path analysis).
3. Penelitian yang dilakukan Rika Susanti (2010) menggunakan uji Ordinary
Least Square (OLS) terhadap TobinsQ dan sampel

yang digunakan

adalah perusahaan non keuangan di Bursa Efek Indonesia tahun 2005


sampai tahun 2008. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat

34

hubungan positif dan signifikan antara variabel board size, board


intensity(mettings), board independence, profitabilitas, dan

investment

opportunity terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga ditemukan variabel


struktur kepemilikan dan dividen memiliki hubungan positif dan tidak
signifikan dengan nilai perusahaan, namun terdapat hubungan negativ
antara nilai perusahaan dengan variabel cash dan finance risk, yang berarti
bahwa semakin kecil kepemilikan kas dan risiko perusahaan dalam
perusahaan yang kecil akan mengakibatkan naiknya profitabilitas dan
nilai perusahaan.
4. Penelitian yang dilakukan Sri Rahayu (2010) dengan judul Pengaruh
Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan
Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Sebagai
Variabel Pemoderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa
Efek Jakarta) menunjukkan hasil penelitian dengan analisis regresi linear
bahwa ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai
perusahaan (t hitung = 0,1362 ; Sig. = 0,177). Sedangkan analisis variabel
moderating dengan metode MRA menunjukkan bahwa pengungkapan
CSR tidak mampu memoderasi hubungan antara ROE terhadap nilai
perusahaan (t hitung = 0,192 ; Sig. = 0,848). Kepemilikan manajerial juga
bukan merupakan variabel moderating yang mampu memoderasi
hubungan antara ROE dan nilai perusahaan walaupun menunjukkan
pengaruh yang signifikan dengan hubungan terbalik (t hitung = -2,433 ;
Sig. = 0,017).

35

5. Penelitian yang dilakukan Yuliani, Isnurhadi dan Samadi W. Bakar (2013)


melakukan observasi pada tahun 2009-2011 pada 18 perusahaan yang
terdaftar di Indonesian Stock Excange (IDX) dengan teknik anlisis data
berua analisis jalur (Path Analysis) berjenis explanatory research.
Keputusan investasi memberikan kontribusi terhadap peningkatan
terhadap nilai perusahaan. sedangkan keputusan pendanaan dan kebijakan
deviden malah sebaliknya. Serta peran resiko bisnis sebagai variabel
mediasi memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan. Peran resiko
bisnis sebagai mediasi pengaruh keputusan pendanaan terhadap niali
perusahaan bersifat full mediation.

2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis


Berdasarkan landasan teori, tujuan penelitian dan hasil penelitian
empiris yang telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya serta
permasalahan yang

telah dikemukakan, maka sebagai dasar untuk

merumuskan hipotesis. Berikut disajikan kerangka pemikiran yang


dituangkan dalam model penelitian. Kerangka pemikiran tersebut,
menunjukkan pengaruh variabel independen yaitu struktur modal dan
kebijakan dividen baik secara parsial maupun simultan terhadap variabel
dependen yaitu nilai perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode
tahun 2008-2014.

36

2.5.1 Pengaruh Struktur Modal (DER) terhadap Nilai Perusahaan


Struktur modal merupakan kajian yang penting dalam manajemen
keuangan karena akan mempunyai konsekuensi tertentu terhadap
pengembalian dan resiko keuangan yang harus ditanggung oleh
perusahaan. Dengan memperbesar tingkat leverage berarti bahwa tingkat
ketidakpastian dari return yang diperoleh akan semakin tinggi, tetapi pada
saat yang sama hal tersebut juga dapat memperbesar return yang diperoleh.
Dengan dilema ini maka perlu diusahakan suatu bauran pembelanjaan
yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan dengan resiko yang dapat
diterima.
Ada beberapa teori tentang struktur modal yang dapat dijadikan
referensi dalam membantu pengambilan keputusan penelitian, yaitu teori
struktur modal tradisional yang dikembangkan oleh David Durand
(Sjahrial, 2009: 179-182) yang terdiri dari : Pertama, pendekatan laba
bersih (net income) yang menyatakan jika leverage meningkat, maka nilai
total perusahaan akan meningkat dan biaya modal keseluruhan menurun.
Kedua, pendekatan laba operasi bersih yang menyatakan jika leverage
keuangan meningkat maka nilai per lembar saham dan tingkat kapitalisasi
ekuitas perusahaan akan meningkat. Dalam pendekatan laba bersih dan
laba operasi bersih mempunyai kelemahan yakni tidak memperhatikan
resiko dan tidak ada struktur modal yang optimal. Ketiga, pendekatan
tradisional menyatakan jika leverage keuangan meningkat, maka nilai
perusahan total akan meningkat sampai titik tertentu setelah mencapai titik

37

tersebut, dengan meningkatnya leverage, justru akan menurunkan nilai


perusahaan total.
Kemudian teori struktur modal modern yang dikembangkan oleh
Mogdigliani

dan

Miller

(Sadalia,

2010:132-139),

yaitu

pertama

pendekatan Modigliani-Miller menyatakan bahwa antara perusahaan yang


menggunakan leverage dan tidak, pada akhirnya akan mempunyai nilai
yang sama karena adanya proses arbitrasi. Arbitrasi adalah proses
penjualan aktiva (saham) yang dinilai terlalu tinggi dan pembelian aktiva
yang dinilai terlalu rendah agar supaya terjadi keseimbangan dimana
semua aktiva dinilai wajar. Teori trade-off adalah teori yang menjelaskan
bahwa struktur modal yang optimal ditemukan dengan menyeimbangkan
manfaat dari pendanaan dengan hutang dengan suku bunga dan
kebangkrutan yang lebih tinggi. Trade-off theory menjelaskan bahwa jika
posisi struktur modal berada di bawah titik optimal maka setiap
penambahan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Sebaliknya,
setiap jika posisi struktur modal berada di atas titik optimal maka setiap
penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Oleh karena itu,
dengan asumsi titik target struktur modal optimal belum tercapai, maka
berdasarkan trade-off theory yang didukung oleh beberapa studi empiris
memprediksi adanya hubungan antara struktur modal yang positif terhadap
nilai perusahaan.
H1

: Struktur Modal berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan

38

2.5.2 Pengaruh Kebijakan Dividen (DPR) terhadap Nilai Perusahaan


Keputusan dividen dalam perusahaan akan menghasilkan kebijakan
dividen yang merupakan salah satu keputusan yang penting karena dapat
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen yang tepat
dapat berimplikasi terhadap kekayaan para pemegang saham perusahaan.
Ada beberapa teori mengenai kebijakan dividen seperti teori dividen tidak
relevan dari Modigliani dan Miller (Keown, et al., 2010: 202) yang
menyatakan bahwa harga saham tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh
kebijakan dividen tetapi lebih pada informasi yang terkandung di dalam
perubahan dividen yang berkaitan dengan laba yang akan datang.
Kenaikan pembanyaran dividen dilihat sebagai signal bahwa perusahaan
memiliki prospek yang baik. Sebaliknya penurunan pembayaran dividen
akan dilihat sebagai prospek perusahaan yang baru.
Sedangkan Gordon dan Lintner (Sadalia, 2010:158) menyatakan
bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika Dividend Payout
Ratio rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibandingkan
capital gain sebab dividend yield lebih pasti. Kemudian teori yang
diajukan oleh Lizenberger menyatakan adanya kecenderungan para
investor lebih menyukai capital gains dibandingkan dividen karena dapat
menunda pembayaran pajak. Dan teori yang keempat yaitu teori Clientele
Effect dimana para pemegang saham yang berbeda memiliki preferensi
yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Walaupun teori-teori
tersebut saling bertentangan, akan tetapi pada umumnya bukti empiris
menyebutkan jika ada kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan

39

harga saham, demikian pula sebaliknya. Kenaikan pembayaran dividen


dianggap sebagai signal bahwa perusahaan memiliki prospek dan kinerja
yang baik. Dengan demikian hipotesis yang dapat dibangun adalah :
H2

: Diduga kebijakan dividen berpengaruh positif dengan Nilai


Perusahaan.

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis

Struktur Modal
(DER) (X1)

Nilai Perusahaan
(PBV) (Y)

Kebijakan Dividen
(DPR) (X2)
Sumber : Peneliti, 2015.

Anda mungkin juga menyukai