Anda di halaman 1dari 6

PERTEMUAN V

VARIASI BAHASA
Jenis dan Sumber Variasi Bahasa
1. Kajian variasi bahasa terbagi atas variasi yang berdasar pada linguistik dan variasi yang
berdasar pada variasi sosiolinguistik. Variasi bahasa pada linguistik lazim disebut variasi
internal atau variasi sistemik, sedangkan variasi bahasa yang berdasar pada sosiolinguistik
lazim disebut variasi eksternal atau variasi ekstrasistemik.
2. Kehadiran variasi internal disebabkan oleh faktor-faktor internal bahasa itu sendiri atau
dalam lingkungan kebahasaan (linguistic environment). Variasi internal cenderung
dipandang sebagai variasi bahasa yang lebih hakiki, lebih mendalam dan lebih mendasar
sebagai ciri alamiah sebuah sistem atau struktur bahasa.
3. Para linguis historis komparatif cenderung memandang bahwa variasi internal merupakan
landasan dasar untuk menentukan kekerabatan bahasa, pencarian bahasa purba (protolanguage), pengelompokan bahasa (subgrouping), asal bahasa dan migrasi bahasa serta
bangsa pemiliknya, dan pengaruh timbal balik bahasa sekitarnya dari kesempurnan
bahasa.
4. Dalam dikotomi de Saussure dan Pike variasi internal dapat terjadi pada langue atau emik
(misalnya dengan dimanfaatkan istilah fonem, morfem, leksem) dan parole atau etik
(misalnya dengan dimanfaatkan istilah alofon, alomorf) dalam linguistik umum (general
linguistics).
5. Kehadiran variasi eksternal disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dan pranata sosial
dan kemajemukan masyarakat-khususnya masyarakat perkotaan baik bersifat
horizontal maupun bersifat vertikal. Kemajemukan horizontal dapat diamati dari faktor:
(a) etnik dan ras atau asal usul keturunan, (b) bahasa daerah,
(c) adat istiadat/perilaku,
(d) agama, dan (e) pakaian/makanan, dan budaya material lainnya. Adapun kemajemukan
vertikal dapat diamati dari faktor: (a) penghasilan/ ekonomi, (b) pendidikan, (c)
pemukiman, (d) pekerjaan, dan (e) kedudukan sosio-olitik.
6. Faktor kemajemukan horizontal lazim diterima manusia sebagai warisan (ascibed factors),
sedangkan faktor kemajemukan vertikal lazim diperoleh dengan usaha manusia
(achievement faktors).
7. Ada tiga variasi yang bersumber dari variasi eksternal. Ketiga variasi itu adalah: (a)
variasi interpersonal, (b) variasi intrapersonal, dan (c) variasi bawaan (inheren). Variasi
interpesonal lazim disebut variasi bebas. Ia secara konsisten dikaji dan diperikan oleh para
dialektolog sosial, karena ia dapat menyajikan pilihan kode yang berkorelasi dengan
karakteristik individu pemakainya. Dengan demikian dapat-lah diramalkan pilihan kode
tersebut oleh pemakai bahasa baik berdasar pada usia, jenis kelamin, asal usul pemakai
bahasa secara geografis maupun karakteristik sosial lainnya.
8. Pernyataan para sosiolinguis perihal variasi interpersonal itu bukanlah berasal dari dialek
kelas sosial atau daerah tertentu yang seakan-akan bersifat monolitik dan homogin,
melainkan para sosiolinguis cenderung memberikan pernyataan probabilistik bahwa bila
ada pemakai bahasa dengan ciri-ciri tertentu (misalnya: usia, jenis kelamin, asal daerah,
dan sebagainya) maka ada kemungkinan x% pemaki bahasa itu akan memanfaatkan
pilihan kode tertentu pula.
9. Ada beberapa petunjuk eksternal yang lain yang dapat membantu hadirnya variasi
interpersonal misalnya: deskripsi verbal, proksemik, kinesik, paralinguistik, dan
artifaktual. Deskripsi verbal berkaitan dengan konotasi positif atau negatif terhadap fonem

dan gramatika. Proksemik berkaitan dengan pemanfaatan jarak dalam inter-aksi, misalnya
jarak publik, jarak sosial, jarak personal dan jarak akrab. Kenesik berkaitan dengan
gerakan-gerakan yang digunakan dalam interaksi, misalnya: membusungkan dada
(sombong), menundukkan kepala (merendah), berdiri tegak (berani), bertopang dagu
(sedih), menadahkan tangan (memohon) dan sebagainya. Paralinguistik berkaitan dengan
cara seseorang mengucapkan lambang-lambang verbal. Artifaktual berkaitan dengan
penampilan (appearance).
10. Variasi intrapersonal adalah variasi yang tidak dapat diramalkan sebelumnya baik dari
struktur internal bahasa (linguistik) maupun dari karakteristik individu pemakainya.
Variasi yang tidak dapat diramalkan tersebut bukan diakibatkan oleh faktor linguistik
dan kategori statis para demografer melainkan berdasar pada aspek-aspek dinamik
penggunaan bahasa yang diakibatkan oleh situasi tertentu dalam interaksi, karena proses
interaksi berkaitan dengan sensasi, persepsi, memori dan berfikir. Sensasi adalah proses
menangkap stimuli. Persepsi adalah proses memberi makna terhadap sensasi sehingga
manusia menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan
memanggilnya kembali. Berfikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk
memenuhi kebutuhan atau memberikan respon.
11. Seseorang akan menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan
menghasilkannya kembali, maka ia harus memperhatikan simbol-simbol verbal (fonem,
leksikon, dan gramatika bahasa) dalam interaksi karena adanya tuntutan latar sistuasi
yang berdasar pada tingkat keformalan, misalnya. Berdasar pada tingkat keformalan
situasi yang dihadapi oleh individu pemakai bahasa, maka pemakai bahasa dihadapkan
variasi bahasa pada lima gaya (style): gaya beku (frozen), gaya resmi (formal), gaya
usaha (consultative), gaya santai (casual), dan gaya akrab (intimate). Oleh sebab itu
variasi interpersonal cenderung bersifat stylistis dan bukan bersifat dialektal.
12. Variasi inheren mengganggap bahwa dalam bahasa seorang anggota masyarakat tutur
terdapat satu sistem dasar, sedangkan variasi yang ada itu pada hakikatnya hanyalah
representasi permukaan yang berbeda-beda kemunculannya akibat pengaruh kendala
(baik merintangi maupun mendorong berlakunya kaidah) linguistik dan non-linguistik.
13. Variasi inheren dapat berbentuk variasi bebas, misalnya pilihan /i:/ atau /e/ sebagai vokal
awal pada kata economics secara bergantian diucapkan oleh pemakai bahasa yang sama
dan dalam situasi yang sama pula. Variasi seperti itu merupakan hikmah tersendiri dan
berperan penting dalam evolusi (perubahan) bahasa, karana: pertama, tanpa adanya
variasi inheren berarti tidak ada kebebasan individu dalam memilih berarti setiap bentuk
bahasa akan terbelenggu oleh faktor internal dan eksternal yang tidak memungkinkan
perubahan bahasa terjadi.
Kriteria dan Wujud Variasi Bahasa
1. Variasi bahasa memiliki kriteria: (a) berdasar penutur, (b) berdasar bidang pemakaian
bahasa, (c) berdasar tingkat keformalan, dan (d) berdasar sarana.
2. Ada dua macam variasi bahasa jika diamati dari penutur bahasa, yaitu variasi bahasa
bersifat perorangan yang lazim disebut idiolek, dan variasi bahasa bersifat kelompok.
Variasi bahasa bersifat kelompok ini antara lain meliputi: (a) variasi bahasa berdasar pada
wilayah atau area tempat tinggal, lazim disebut dialek areal atau dialek regional, dialek
geografi, dan atau dialek saja; (b) variasi bahasa berdasar pada waktu atau masa tertentu,
lazim disebut dialek temporal atau kronolek; (c) variasi bahasa berdasar pada status sosial,
2

golongan atau kelas sosial, lazim disebut dialek sosial atau sosiolek. Berdasar pada status,
golongan dan kelas sosial ini variasi bahasa terbagi atas akrolek, basilek, vulgar, slang,
kolokial, jorgon, dan prokem.
3. Akrolek merupakan salah satu wujud variasi dialek sosial yang dianggap ting-gi atau
bergengsi dari pada variasi dialek sosial yang lain. Bahasa Indonesia dialek Jakarta,
misalnya, cenderung dianggap bergengsi sebagai ciri kota metropolitan bagi para remaja
daerah yang pernah berkunjung atau bertinggal di Jakarta, mereka bangga bertutur dengan
bahasa tersebut.
4. Basilek merupakan variasi dialek sosial yang cenderung dianggap kurang bergengsi dan
bahkan dianggap rendah. Bahasa sopir, abang becak, wanita penghibur, dan sebagainya.
Oleh masyarakat kita cenderung dianggap rendah dan kurang bergengsi.
5. Variasi dialek sosial yang digunakan oleh sekelompoak sosial yang kurang terpelajar atau
tidak berpendidikan, lazim disebut vulgar. Sebagian besar orang cenderung menganggap
bahwa bahasa anak jalan yang tidak berpendidikan dianggap vulgar.
6. Variasi dialek sosial yang lazim digunakan oleh sekelompok sosial untuk keperluan
tertentu yang bersifat khusus dan rahasia, lazim disebut slang. Oleh sebab itu slang lazim
digunakan oleh kelompok-kelompok sosial yang terbatas, misalnya bahasa kawula muda,
bahasa rahasia antarsopir untuk mengelabui polisi, dan sebagainya. Slang lebih
memusatkan diri pada kosakata daripada fonologi dan sintaksis.
7. Kolokial merupakan variasi dialek sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Kolokial bukan bahasa tulis, bukan bersifat kampungan, dan bukan bahasa kelas bawah.
Kolokial lebih memusatkan pada konteks dan pemakaian varian tersebut. Dalam
pembicaraan lisan sehari-hari Anda tidak asing dengan sebutan let (letnan), kep (kapten),
dok (dokter), prof (profesor), namun dalam tuturan atau tulisan formal atau resmi tentunya
Anda tidak menjumpai atau mendengarkan sebutan seperti itu, bahkan Anda harus
menghindarinya.
8. Jargon merupakan variasi dialek sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok
profesi tertentu dan lingkungan tertentu pula. Orang yang bukan kelom-poknya tidak
mengerti dan memahami terhadap ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam interaksi
antaranggota dalam kelompok tersebut, meskipun ungkapan-ungkapan itu bukan rahasia,
jargon-jargon mahasiswa pendidikan, mahasiswa kedokteran, mahasiswa teknik mesin,
dan sebagainya.
9. Adapun argot adalah variasi dialek sosial yang digunakan oleh kelompok sosial atau
profesi-profesi tertentu dan cenderung bersifat rahasia. Argot cenderung digunakan oleh
para penjahat atau narapidanan. Ada kesamaan antara slang dan argot yaitu pada
kekhususan kosakata, sedangkan perbedaannya adalah kosakata slang sering berubahubah dan kosakata argot relatif tetap. Misalnya kata barang berarti mangsa kacamata
bararti polisi, gemuk berarti mangsa gede dan begitulah seterusnya dalam argot.
10. Variasi bahasa yang berdasar pemakaian bahasa lazim disebut fungsiolek. Variasi bahasa
ini terbagi atas bidang, tingkat formalitas, dan sarana pemakaian bahasa tersebut.
Berdasarkan bidang pemakian bahasa, variasi bahasa antara lain meliputi bahasa
jurnalistik, bahasa militer, bahasa ilmiah, dan sebagainya. Bahasa jurnalistik cenderung
bersifat, antara lain: sederhana, karena mudah dipahami; komunikatif, karena berita yang
disampaikan sesuai dengan pembacanya; dan selanjutnya ringkas, karena adanya
berbagai keterbatasan ruang dan waktu. Bahasa militer bersifat ringkas dan tegas sesuai
dengan tugas dan kehidupan militer yang memerlukan disiplin tinggi dan cenderung
3

11.

12.

13.

14.

instruktif. Ragam ilmiah cenderung bersifat lugas, jelas, bebas dari ketaksaan yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran. Variasi bahasa yang demikian ini lazim disebut
register. Dalam bahasa lisan, sifat khas seperti itu, misalnya dapat Anda jumpai dalam
bahasa khotbah, bahasa doa, bahasa lawak, dan sebagainya.
Berdasarkan pada tingkat keformalan pemakaian bahasa, variasi bahasa hadir melalui
bahasa tertentu yang dianggap sebagai bahasa baku (high dialect) untuk tujuan tertentu
atau dianggap sebagai bahasa tidak baku (low dialect) untuk tujuan yang lain pula.
Bahasa Jawa baku (high dialect) cenderung digunakan untuk kegiatan-kegiatan formal,
misalnya upacara adat, selamatan, dan sebagainya., sedangkan bahasa Jawa tidak baku
(low dialect) kegiatan nonformal, misalnya komunikasi antara suami dengan istri, bapak
dengan anak, jual-beli di pasar, dan sebagainya. Demikian juga bahasa Indonesia dapat
digunakan baik kegiatan yang formal maupun informal. Pemakaian dua bahasa atau
lebih sesuai dengan fungsi sosial dalam masyarakat bilingual atau multilingual tersebut
di atas lazim disebut diglosia.
Berdasar pada tingkat keformalan bahasa, ada lima variasi bahasa. Kelima macam
variasi bahasa adalah variasi beku (frozen), resmi (formal), usaha (consultative), santai
(casual), dan variasi akrab (intimate).
Variasi bahasa beku merupakan variasi bahasa yang paling formal, lazim digunakan
dalam situasi-situasi khitmat dan upacara-upacara resmi, misalnya kenegaraan,
keagamaan, sumpah jabatan, perjanjian jual-beli, surat keputusan, dan sebagainya.
Variasi bahasa beku menggunakan pola dan kaidah bahasa yang mantap, tetap, baku dan
tidak boleh diubah-ubah. Variasi bahasa resmi atau formal merupakan varisi bahasa yang
lazim dipakai dalam pidato-pidato resmi, rapat dinas, surat menyurat dinas, dan
sebagainya. Variasi bahasa usaha merupakan variasi bahasa yang lazim digunakan dalam
pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat perusahaan atau pembicaraan yang
berorientasi pada hasil atau produksi. Variasi bahasa santai merupakan variasi bahasa
yang digunakan dalam situasi tidak resmi seperti dalam keluarga, atau teman akrab pada
waktu rekreasi, istirahat makan siang, kerjabakti, dan sebagainya. Adapun variasi bahasa
akrab merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh penutur-mitratutur yang sudah
akrab hubungannya, seperti antaranggota keluarga, antarteman, dan sebagainya. Variasi
bahasa ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak perlu lengkap, kalimatnya
pendek-pendek, dan artikulasinya tidak jelas.
Berdasar pada sarana yang digunakan dalam berinteraksi, variasi bahasa terbagi atas
variasi bahasa lisan dan tulis. Variasi bahasa lisan dapat berupa antara lain: pidato tanpa
teks dalam upacara perkawinan, upacara pembukaan olahraga, diskusi, penjual jamu di
pasar-pasar, para salesman yang menjual produknya kepada ibu-ibu rumah tangga, dan
sebagainya. Variasi bahasa tulis dapat berupa antara lain: skripsi, tesis, disertasi, surat
kabar, surat keputusan, surat permohonan pekerjaan, surat cinta antarremaja, katabelece,
dan sebagainya.

Tipologi Variasi Bahasa


1. Tipologi variasi bahasa dalam sosiolinguistik memusatkan diri pada tipologi fungsional.
Tipologi fungsional didasari atas asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibedakan
berdasarkan pada atribut yang memiliki kecenderungan tetap yang berhubungan dengan
sikap-sikap sosial terhadap bahasa-bahasa tersebut. Selanjutnya, dengan atribut-atribut
yang menghasilkan bahasa-bahasa yang memiliki prestise sosial. Atribut-atribut yang
4

dimaksud adalah parameter untuk menentukan tipe variasi bahasa. Parameter yang
dimaksud adalah parameter Stewart, paramater sikap politik, dan parameter pemerolehan
bahasa.
2. Parameter model Stewart ini menggunakan atribut standardisasi, vitalitas, historitas, dan
otonomi dalam membedakan tipe-tipe bahasa yang ada. Standardisasi merupakan ukuran
normatif yang harus dimiliki, dihimpun, dan diterima serta dipakai sebagai basis dalam
pengajaran bahasa secara formal oleh masyarakat tuturnya. Vitalitas adalah pemakaian
sistem bahasa oleh masyarakat tutur asli yang tidak terisolasi. Historitas atau kesejarahan
sistem bahasa merupakan sebagai hasil perkem-bangan normal pada masa yang lalu.
Otonomi atau kemandirian sistem bahasa disebut otonomi.
Atribut
Standardisasi
+
+
+

Vitalitas
+
+
+
+
-

Tipe Bahasa
Historitas
+
+
+
+

Otonomi
+
+
+
+

Standar
Klasik
Vernankular
Dialek
Kreol
Pijin (Pidgin)
Artifisial

3. Bahasa standar adalah bahasa yang memiliki atribut standardisasi, vitalitas, historitas,dan
otonomi, misalnya: bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan sebagainya.
Bahasa klasik adalah bahasa yang memiliki atribut standardisasi, historitas, dan otonomi,
tetapi tidak memiliki vitalitas, misalnya bahasa Sansekerta, Latin, dan sebagainya. Bahasa
vernankular adalah bahasa yang memiliki atribut vitalitas, historitas, dan otonomi, tetapi
tidak memiliki atribut standardisasi, misalnya bahasa pribumi Eropa pada abad
pertengahan yang dipakai sebagai lingua franca di seluruh Eropa, dan bahasa-bahasa
daerah di Indonesia yang belum dikofikasikan. Dialek memiliki atribut vitalitas dan
historitas, tetapi tidak memiliki atribut standard-isasi dan otonomi sebab dialek merupakan
bawahan langue bahasa induknya, missal-nya: bahasa Jawa Malang, Surabaya,
Trenggalek dan sebagainya. Bahasa kreol adalah bahasa yang tidak memiliki atribut
standardisasi dan otonomi, memiliki atribut vitalitas, serta memiliki atau tidak memiliki
historitas. Kreol merupakan perkembang-an dari pijin. Pijin merupakan bahasa yang tidak
memiliki atribut standardisasi, vitalitas, historitas, dan otonomi. Pijin terbentuk secara
alami dalam suatu kontak sosial antara penutur-mitratutur yang masing-masing memiliki
bahasa ibu. Adapun yang terakhir adalah bahasa artifisial, yaitu bahasa yang memiliki
atribut standardisasi dan otonomi, tetapi tidak memiliki atribut dan historitas, misalnya
bahasa Esperanto, Solresol, Volapuk, Interlangua dan Novial.
4. Berdasar pada parameter sikap politik atau sosial politik, tipe variasi dapat berupa bahasa
nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Keempat tipe variasi bahasa
itu dapat mengacu pada sistem bahasa yang sama - misalnya bahasa Indonesia yang terjadi
sekarang ini di Indonesia - atau pada sistem bahasa yang berbeda, seperti yang terjadi di
India, Filipina, dan Singapura.
5. Berdasar pada parameter pemerolehan bahasa dapat dibedakan atas tipe bahasa: bahasa
ibu, bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Baik bahasa ibu maupun bahasa
5

pertama mengacu pada satu sistem bahasa yang sama. Oleh karena itu, bahasa ibu lazim
disebut bahasa pertama. Dengan demikian sistem bahasa pertama yang dipelajari secara
alamiah dari orang tua kepada anak dalam kehidupan berkeluarga lazim disebut bahasa
ibu dan sekaligus bahasa pertama. Setelah itu, jika anak itu mempelajari bahasa lain selain
bahasa ibunya disebut bahasa kedua, ketiga dan seterusnya.
Rujukan
Alwasilah, A.Ch. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Holmes, J. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Harlow, England: Pearson Education
Limited.
Ibrahim, A.S. 2001. Pengantar Sosiolinguistik: Sajian Bungan Rampai. Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai