BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
1)
Posisi primer
: mata melihat lurus ke depan
Posisi sekunder : mata melihat lurus ke atas, lurus ke bawah, ke kiri dan
ke kanan.
3)
Posisi tertier
: mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke bawah
kanan dan ke bawah kiri.1
Mata berada dalam posisi memandang primer (primary position of
gaze) saat keduanya memandang lurus ke depan dengan posisi kepala dan
badan yang tegak. Untuk menggerakkan mata ke arah pandangan yang lain,
otot agonis menarik mata ke arah tersebut dan otot antagonis berelaksasi.
Bidang kerja suatu otot adalah arah pandangan yang dihasilkan saat otot itu
mengeluarkan daya konsentrasinya yang terkuat sebagai suatu agonis,
misalnya otot rektus lateralis mengalami kontraksi yang terkuat saat
melakukan abduksi mata.3
Pada saat mata bekerja terdapat otot yang bekerja secara sinergis,
antagonis serta terdapat otot-otot pasangan searah. Otot-otot sinergistik adalah
otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama. Dengan demikian, untuk
pandangan arah vertikal, otot rektus superior dan obliquus inferior bersinergi
menggerakan mata ke atas. Otot-otot yang sinergistik untuk suatu fungsi
mungkin antagonistik untuk fungsi yang lain. Misalnya, otot rektus superior
dan obliquus inferior bekerja sebagai antagonis pada gerak torsi, rektus
superior menyebabkan intorsi dan obliquus inferior ekstorsi. Otot-otot
ekstraokular, seperti otot rangka, memperlihatkan peersarafan otot-otot
antagonistik yang timbal balik (Hukum Sherrington). Dengan demikian
menatap ke kanan, otot rektus lateralis medialis kanan dan lateralis kiri
mengalami inhibisi semenara otot rektus lateralis kanan dan medialis kiri
terstimulasi.3
Agar gerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot
agonis yang berkaitan harus menerima persarafan yang setara (Hukum
Hering). Pasangan otot agonis dengan kerja primer yang sama disebut
pasangan searah (yoke pair). Otot rektus lateralis kanan dan rektus medialis
kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan. Otot rektus inferior
kanan dan obliquus superior kiri adalah pasangan searah untuk memandang ke
kanan bawah.3
2)
2. Aspek Sensorik
Faal penglihatan yang normal adalah apabila bayangan benda yang
dilihat kedua mata dapat diterima dengan ketajaman yang sama dan
kemudian secara serentak dikiri kesusunan saraf pusat untuk diolah
menjadi sensasi penglihatan tunggal. Mata akan melakukan gerakan
konvergensi dan divergensi untuk dapat melihat bersama serentak pada
kedua mata.1
Fusi adalah pertumbuhan bayangan menjadi satu atau persatuan,
peleburan, dan penggabungan di otak yang berasal dari 2 bayangan mata
sehingga secara mental berdasarkan kemampuan otak didapatkan suatu
penglihatan tunggal, yang berasal dari sensasi (penghayatan) masing-
atau torsional. Besar penyimpangan adalah besar sudut mata yang menyimpang dari
penjajaran.3
C. ETIOLOGI STRABISMUS
Pada heterotropia dapat disebabkan oleh kelainan:
1.
Herediter
2.
Anatomik, kelainan otot luar, kelainan rongga orbita
3.
Kelainan refraksi
4.
Kelainan persarafan, sensori motorik, AC/A rasio tinggi, keadaan yang
menggagalkan fusi.1
Gangguan keseimbangan gerakan mata disebabkan hal berikut:
Gerakan berlebihan salah satu otot mata
Gerakan salah satu otot yang kurang
Kemungkinan penyebab terjadinya juling adalah:
Kelainan kongenital
Biasanya bentuk deviasi eso
Herediter
Hilangnya penglihatan pada satu mata (fusi terganggu) seperti pada
retinoblastoma, trauma, dan katarak
Neuroparalitik
Kelumpuhan saraf ke III, IV dan VI.
D. KLASIFIKASI STRABISMUS
Dikenal dua bentuk foria dalam strabismus yaitu ortoforia dan heteroforia.
Ortoforia merupakan kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot luar bola mata
seimbang memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun. Pada ortoforia
kedudukan bola mata ini tidak berubah walaupun refleks fusi diganggu. Ortoforia
yang sempurna sebetulnya suatu keadaan yang jarang dan kedudukan bola mata
tergeser sebesar 3-5o pada bidang horizontal atau 2o pada bidang vertikal masih
dianggap dalam batas normal. Penglihatan dengan kedua mata perlu di dalam
kehidupan sehari-hari karena dengan penglihatan binokular didapatkan persepsi
serentak dengan kedua mata, fusi dan penglihatan ruang (stereopsis).1
Heteroforia adalah keadaan kedudukan bola mata yang normal namun akan
timbul penyimpangan (deviasi) apabila refleks fusi diganggu. Deviasi hilang bila
faktor desosiasi ditiadakan akibat terjadinya pengaruh refleks fusi. Heteroforia ini
dibagi menurut arah penyimpangan sumbu penglihatan.1
1. Esoforia
Esoforia, mata berbakat juling ke dalam. Esoforia adalah suatu
penyimpangan sumbu penglihatan ke arah nasal yang tersembunyi oleh karena
adanya refleks fusi. Biasanya diakibatkan oleh suatu akomodasi yang berlebihan
pada hipermetropia yang tak dikoreksi.1
2. Eksoforia
Eksoforia atau strabismus divergen laten adalah suatu tendensi
penyimpangan sumbu penglihatan ke arah temporal. Dimana pada eksforia akan
terjadi deviai ke luar pada mata yang ditutup atau dicegah terbentuknya fusi.
10
Eksoforia kecil tanpa keluhan sering terdapat pada anak-anak. Eksforia besar
besar sering akan memberikan keluhan astenopia.1
Pada orang miopi mudah terjadi eksoforia karena mereka jarang
berakomodasi akibatnya otot-otot untuk berkonvergensi menjadi lebih lemah
dibanding seharusnya. Juga suatu perbaikan yang mendadak pada orang denan
hipermetropia dan presbiopia yang mendapat koreksi kaca mata dapat
menimbulkan eksoforia karena hilangnya ketegangan akomodasi tiba-tiba.1
3. Hiperforia
Hiperforia adalah suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan kearah
atas. Dimana pada hiperforia akan terjadi deviasi kearah atas pada mata yang
ditutup. Umumnya keadaan ini disebabkan kerja yang berlebihan atau kelemahan
otot-otot rektus inferior dan obliquus superior. Keadaan hiperforia mudah sekali
menyebabkan astenovia.1
4. Hipoforia
Hipoforia atau mata berbakat juling ke bawah. Mata akan berdeviasi ke bawah
bila ditutup.
Heterotropia adalah suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang
nyata dimana kedua sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi.
Heterotropia dimana kedudukan mata tidak normal dan tetap. Keadaan
heterotropia adalah kedudukan bola mata dalam kedudukan primer dimana
penyimpangan sudah mewujud. Pula macam-macam heterotropi bergantung
kepada bidang penyimpangan seperti pada heterofori. Besarnya sudut
penyimpangan pada semua kedudukan dapat sama besar (konkomitan) atau tidak
sama besar (inkomitan). Pada prakteknya hanya dipakai istilah inkomitan pada
keadaan yang diakibatka paresis atau paralisis otot mata.1
Heterotropia dapat dalam bentuk-bentuk berdasarkan kedudukan
penyimpangan, yaitu di bidang:
Horizontal, disebut eksotropia atau esotropia
Vertikal, disebut hipertrofia
Sagital, dusebut insiklotropia dan esiklotropia
1)
Esotropia
Juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu
penglihatan mengarah ke nasal. Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu
penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.
2)
Eksotropia
Eksotropia, juling ke luar atau strabismus divergen manifes dimana
sumbu penglihatan ke arah temporal. Eksotropia adalah suatu penyimpangan
sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju
titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya menyimpang pada
bidang horizontal ke arah lateral.
3)
Hipotropia
11
E. Diagnosa Strabismus
1) Anamnesis
Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat.
a. Riwayat keluarga
Strabismus sering ditemukan dalam hubungan keluarga.
b. Usia onset
Ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang. Semakin dini
onset strabismus, semakin buruk prognosis fungsi penglihatan binokularnya.
c. Jenis onset
Awitan dapat perlahan, mendadak, atau intermiten.
d. Jenis deviasi
Ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua arah, dapat lebih besar di
posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi primer untuk jauh dan dekat.
e. Fiksasi
Salah satu mata mungkin terus-menerus menyimpang, atau mungkin terlihat
fiksasi yang berpindah-pindah.
12
2) Ketajaman penglihatan
3) Penentuan sudut strabismus (sudut deviasi)
a. Uji tutup dan prisma
Uji tutup: sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang
lain ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya pada sasaran.
Apabila mata yang diamati bergerak untuk melakukan fiksasi pada
sasaran, terdapat deviasi yang bermanifestasi (strabismus). Arah gerakan
memperlihatkan arah penyimpangan.
Uji membuka penutup: sewaktu penutup diangkat setelah uji tutup,
dilakukan pengamatan pada mata yang sebelumnya tertutup tersebut.
Apabila posisi mata tersebut berubah, terjadi interupsi penglihatan
binokular yang menyebabkannya berdeviasi, dan terdapat heteroforia.
Arah gerakan korektif memperlihatkan jenis heteroforianya. Uji
tutup/membuka penutup dilakukan pada setiap mata.
Uji tutup bergantian: penutup ditaruh bergantian di depan mata yang
pertama dan kemudian dimata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi
total (heterotropia ditambah heteroforia bila ada juga). Penutup harus
dipindahkan dengan cepat dari satu mata ke mata yang lain untuk
mencegah refusi heteroforia.
Uji tutup bergantian plus prisma: untuk mengukur deviasi secara
kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin meningkat di
depan satu mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji tutup
bergantian.3
b. Uji objektif
Pengukuran dengan prisma dan penutup bersifat objektif karena tidak
memerlukan laporan pengamatan sensorik dari pasien. Namun, diperlukan
kerja sama dan keutuhan penglihatan kedua mata dalam kadar tertentu.
Penentuan klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik
pasien (uji objektif) dianggap kurang akurat walaupun kadang-kadang masih
bermanfaat. Dua metode yang sering digunakan tergantung pada pengamatan
posisi refleksi cahaya pada kornea.
1. Metode Hirsberg: pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya berjarak
sekitar 33 cm. Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi pantulan
cahaya.
2. Metode refleks prisma (tepatnya dikenal sebagai uji Krimsky reverse):
pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma
ditempatkan di depan mata yang dipilih, dan kekuatan prisma yang
diperlukan untuk membuat refleks cahaya terletak ditengah kornea mata
yang strabismus menentukan ukuran sudut deviasinya.
4) Pemeriksaan Sensorik
13
14