PENDAHULUAN
Distensi uterus merupakan masalah dalam kehamilan dimana ibu bersalin
dengan uterus lebih besar dari umur kehamilan. Volume uterus pada aterm adalah 5L,
teteapi dapat juga mencapai 20L dengan berat rata-rata 1.100gr. Pembesaran uterus
yang lebih besar pada saat kehamilan bisa disebabkan oleh unsur uterus, air ketuban,
plasenta, ataupun janinnya sendiri. Pembesaran uterus karena janin adalah
makrosomia dan kehamilan ganda, sedangkan air ketuban yang membuat pembesaran
uterus adalah polihodiroamnion.
Cairan amnion merupakan membrane yang kuat dan kokoh, tetapi fleksibel.
Fungsi dari amnion ini adalah sebagai pelindung janin dari trauma fisik, membantu
pertumbuhan paru dan memberikan penghalang terhadap infeksi. Volume cairan
ketuban yang normal bervariasi. Volume rata-rata meningkat dengan usia kehamilan,
memuncak sampai 800-1000 ml, yang bertepatan dengan usia kehamilan 36-37
minggu. Peningkatan abnormal dari cairan ketuban, polihidramnion, dapat
memperlihatkan suatu anomali janin yang mungkin terjadi. Volume cairan amniotik
tidak cukup, oligohidramnion, menjadikan perkembangan jaringan paru-paru janin
tidak sempurna dan dapat menyebabkan kematian janin.(1,2,3)
Pembesaran uterus karena makrosomia atau dari faktor janin. Makrosomia
adalah salah satu komplikasi pada kehamilan yang akan berdampak buruk pada
persalinan dan pada saat bayi lahir apabila komplikasi tersebut tidak dideteksi secara
dini dan segera ditangani. Bayi besar (makrosomia) adalah bayi yang begitu lahir
memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Pada normalnya, berat bayi baru lahir adalah
sekitar 2.500-4000 gram. Faktor risiko yang dapat menyebabkan makrosomia adalah
usia kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan makrosomia sekitar 2,5%.
Berat badan ibu yang lebih dari 90kg, multipara, diabetes gestasional. Pada panggul
normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dalam persalinan normal dapat terjadi
karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak
dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet
janin dapat meninggal akibat asfiksia. Pada disproporsi sefalopelvik (tidak seimbang
kepala panggul) karena janin besar, seksio sesarea perlu dipertimbangkan. (4,5)
1
Pembesaran uterus karena hamil ganda atau dari faktor janin Kehamilan kembar
ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I.1 Identitas Pasien (Gemelli)
Nama
: Ny. SD
Umur
: 23 tahun
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
: Matraman
No. RM
: 2104544
SLTA
I.2 Anamnesa
Seorang pasien wanita datang dengan G2P1A0 hamil 37-38 minggu, janjin
gemelli kepala-kepala hidup keduanya.
Keluhan Utama :
Mulas-mulas sejak 22.30 (3 jam SMRS)
Keluhan Tambahan :
Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil 9 bulan, HPHT lupa. Pasien mengaku ANCdi
puskesmas Rawamangun tiap bulan, dikatakan tidak ada darah tinggi selama
kehamilan. Riwayat USG:1x dikatakan bayi dalam keadaaan baik namun berat
badan bayi kecil sehingga membutuhkan NICU. Mulas-mulas ada , keluar air-air
tidak ada, tidak ada lendir darah dan keputihan disangkal. Gerak janin aktif. BAB
dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, dan alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu mengalami hipertensi, tetapi untuk diabetes mellitus, asma, penyakit jantung,
dan alergi pada keluarga pasien disangkal.
Riwayat Menstruasi :
3
Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, lama haid 5-7 hari, ganti pembalut 3-4
kali dalam 1 hari.
Riwayat Menikah:
1x, tahun 2014
Riwayat Obstetri :
G2P2A0
1. Perempuan, BB 2400gr, usia kehamilan 7 bulan, spontan dibantu dokter
2. Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi :
Kontrasepsi yang diggunakan adalah suntik per 3 bulan.
I.3 Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah : 120/80
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20kali/menit
Suhu : 36,4o C
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 72 kg; BB sebelum hamil 62kg
Status Lokalis
Mata
Jantung
Paru
Perut
Status Obstetri
TFU
Inspeksi
2/5-3/5
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi
BPD: 8,94
HC: 31,87
AC: 31,06
ICA: Sp 4
I.4 Diagnosa Kerja
-
Eklamsia
P:Obs: KU, TTV, korpus uteri, perdarahan
Observasi kejang:
-
Ceftriaxone 1x2,35 IV
Profenid 3x100 mcg supp
Ranitidine 2x159 mg IV
Ondansentron 3x8 mg IV
IVFD RL + Oxytosin 20 IU habis dalam 12 jam selama 24 jam
Lapor ke DPJP dengan permasalahan PEB menjadi eklampsi indikasi masuk ICU
O
KU: sakit berat
Kes: E4M6Vtube
TD: 150/100mmHg
N: 124x/menit
S: 36,5
RR: 12x/menit dalam
ventilator FiO2 30%,
SPO2 96%
Status Generalis:
Mata: Konjungtiva
A
Eklampsia
puerpurium pada
P1 Post SC
indikasi
Impending
Eklampsia
dengan
permasalahan
PEB TD belum
terkontrol
P
- Observasi
TTV,
perdarahan,
perburukan PEB
- Cegah
infeksi:
Ceftriaxone 1x2gr,
metronidazole
3x500mg
- Cegah
kejang
berulang
MgSo4
1gr/jam selama 24
ada,
nyeri Mata: Konjungtiva
permasalahan:
uluh hati tidak tidak anemis dan tidak - - PEB TD
ada
ikterik,
terkontrol
Paru: vesicular,
- Riwayat
wheezing tidak ada di
eklampsia
kedua paru, ronkhi
Puerpuralis
tidak ada di kedua
Anemia
paru
Mikrositik
Jantung: BJ 1-2
hipokrom ec def
reguler tanpa murmur
besi
dan gallop
Abdomen: supel, nyeri
tekan tidak ada, bisung
usus positif normal
Ekstremitas: akral
hangat, CRT< 2s,
edem tidak ada
Status obstetris:
TFU : 2 jari bawah
pusat, kontaksi baik
I : v/u tenang,
perdarahan aktif tidak
ada
20/2/2016 Tidak pusing, TD: 140/90mmHg
P1 Post SC ai
tidak
ada N: 90x/menit
impending
nyeri ulu hati, S: 36,5
eklampsi
nyeri luka op RR: 18x/menit
VAS 1-2, ASI Status Generalis:
sudah keluar, Mata: Konjungtiva
mobilisasi
tidak anemis dan tidak
baik
ikterik,
Paru: vesicular,
wheezing tidak ada di
kedua paru, ronkhi
tidak ada di kedua
paru
Jantung: BJ 1-2
reguler tanpa murmur
dan gallop
Abdomen: supel, nyeri
tekan tidak ada, bisung
usus positif normal
Ekstremitas: akral
hangat, CRT< 2s,
edem tidak ada
Status obstetris:
TFU : 2 jari bawah
pusat, kontaksi baik
I : v/u tenang
perdarahan aktif tidak
ada
- Luka operasi
tertutup kasaa
Metildopa 3x250mg
- Atasi
nyeri:
Asammefenamat
3x500mg
- Antibiotik:
Cefadroxil
2x500mg,
metronidazol
5x500mg po
- Mobilisasi aktif
- GV hari ke III
- Atasi
anemia
Hemobion 2x1 tab
- Observasi
TTV,
tanda
perburukan
PEB
- Kontrol TD: Adalat
Oros
1x30mg,
Metildopa 3x250mg
- Atasi
nyeri:
Asammefenamat
3x500mg
- Antibiotik:
Cefadroxil
2x500mg,
metronidazol
5x500mg po
- Mobilisasi aktif
- GV hari ini
- Atasi
anemia
Hemobion 2x1 tab
Diskusi dengan DPJP dr. Yuyun Sp.OG (K) pasien dengan permasalahan saat ini
trombosit 122.000, meningkat dari 102000 tanggal 18/2/16) dengan TD terkontrol
140/90 dan nadi 90x/menit, tidak ada perburukan PEB, Hb 8,9 dapat diberikan obatobat hemotinik. Pertimbangan saat ini pasien boleh dipulangkan dengan edukasidan
obat kemotinik
Hasil Lab
Hb (g/dL)
Ht (%)
MCV (fL)
MCH (pg)
MCHC (%)
RDW-CV (%)
Eritrosit (juta/uL)
Leukosit
Hitung Jenis:
- Basofil
- Eosinofil
- Netrofil
- Limfosit
- Monosit
Trombosit
(Ribu/mm3)
Hemostasis
BT
CT
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Kloridusa (Cl)
Albumin
SGOT
SGPT
Analisa Gas Darah
pH
PO2
HCO3
TCO2
Base Excess
STDHCO3
Saturasi O2
17/2/2016
11,2
34
73,4
24,5
33,3
16,2
4,58
12.82
18/2/2016
9,5
28
73,2
24,7
33,9
17
3.84
14.71
19/2/2016
8,4
24
81,8
28,3
32,3
15,27
2.97
11.60
0
0,5
79,2
14.4
5,4
225
0
0
83,3
9,2
9,2
102
0,7
1,8
82,8
11
3,8
122
3
6
78
71
145
3,90
113
3,1
19
Tidak
dilakukan
7,303
22,3
10,7
11,4
-14,5
14,1
97,6
7,426
31,4
115
21,2
-3,4
22,3
98,4
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Hipertensi Dalam Kehamilan
III.1.1 Pengertian Hipertensi Dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan sistolik > 140 mmHg atau
tekanan diastole > 90 mmHg yang dinilai pada dua kali penilaian yang berjarak 6
jam. (1)
III.1.2 Klasifikasi Perdarahan Hipertensi dalam kehamilan (1,2,8,9)
Klasifikasi klinis perdarahan hipertensi dalam kehamilan yaitu:
1.
2. Hipertensi Gestasional
yaitu
d. Kelainan Ginjal
1) Diabetic nefropati
2) Gagal ginjal akut dan kronik
3) Nekrosisi pada tubular dan cortical
4) Pielonefritis
5) Ginjal polikistik
e. Kelainan Jaringan Ikat
1) SLE
2. Preeklamspsi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
12
yaitu
13
- Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat
untuk penilaian kesehatan janin.
- Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
- Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
III.4 Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit
<100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu
III.5. Preeklampsi
Preeklampsi yaitu hipertensi setelah 20 minggu dengan tekanan darah yang
normal sebelum kehamilan. Disertai dengan proteinuri
III.5.1 Klasifikasi (10)
III.5.1.1 Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
III.5.1.2 Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
Atau disertai keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
III.5.2 Etiologi(2)
a) Implantasi plasenta dengan invasi abnormal trofoblas pada pembuluh uterin
Impantasi normal diakarteristikan dengan membuat arteriol spiralis menjadi
lebih luas ampai ke membrane desidua basalis. Trofooblas endovascular
menggantikan endothelial dan ototmenjadi pembuluh darah yang berdiameter besar.
15
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
16
akan
menmbulkan
perubahan-perubahan
yang
dapat
menjelaskan
preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.
Peningkatan permeabilitas kapilar.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat,
Peningkatan faktor koagulasi.
III.5.3 Patofisiologi(2)
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, preeklamsi
merupakan suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Pada
beberapa kasus, mikroskop cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta
akibat kelainan tersebut, seperti trombosis plasenta difus, inflamasi
vaskulopati desidua plasenta, dan invasi abnormal trofoblastik pada
endometrium. Hal-hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan plasenta yang
abnormal atau kerusakan plasenta akibat mikrotrombosis difus merupakan
pusat perkembangan kelainan ini.
Hipertensi yang terjadi pada preeklamsi adalah akibat vasospasme,
dengan konstriksi arterial dan penurunan volume intravaskular relatif
dibandingkan dengan kehamilan normal. Sistem vaskular pada wanita hamil
menunjukkan adanya penurunan respon terhadap peptida vasoaktif seperti
angiotensin II dan epinefrin. Wanita yang mengalami preeklamsi menunjukkan
hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini dan hal ini merupakan gangguan
yang dapat terlihat bahkan sebelum hipertensi tampak jelas. Pemeliharaan
tekanan darah pada level normal dalam kehamilan tergantung pada interaksi
antara curah jantung dan resistensi vaskular perifer, tetapi masing-masing
secara signifikan terganggu dalam kehamilan. Curah jantung meningkat 3050% karena peningkatan nadi dan volume sekuncup. Walaupun angiotensin
dan renin yang bersirkulasi meningkat pada trimester II, tekanan darah
cenderung untuk menurun, menunjukkan adanya reduksi resistensi vaskular
sistemik. Reduksi diakibatkan karena penurunan viskositas darah dan
sensivitas pembuluh darah terhadap angiotensin karena adanya prostaglandin
vasodilator.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun maternal
yang terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki kontribusi
18
Kerusakan endotel
janin
yang
non-reassuring,
skor
rendah
profil
biofisik,
panduan
penatalaksanaan :
a) Persalinan merupakan terapi yang paling tepat untuk ibu, tetapi tidak
demikian untuk janin. Dasar terapi di bidang obstetrik untuk
preeklamsi berdasarkan apakah janin dapat hidup tanpa komplikasi
neonatal serius baik dalam uterus maupun dalam perawatan rumah
sakit.
b) Perubahan patofisiologi pada preeklamsi berat menunjukkan bahwa
perfusi yang buruk merupakan sebab utama perubahan fisiologis
maternal dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
19
tekanan
darah
dapat
menimbulkan
perubahan
patofisiologis.
c) Perubahan patogenik pada preeklamsi telah ada jauh sebelum
diagnostik klinis timbul. Penemuan ini menunjukkan bahwa perubahan
ireversibel terhadap kesejahteraan janin dapat terjadi sebelum
diagnosis klinis. Jika ada pertimbangan konservatif daripada
persalinan, maka ditujukan untuk memperbaiki kondisi ibu agar janin
2.
20
Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari
setelahnya.
Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali
saat pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum
enzim hati, frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara
klinis dan dengan menggunakan ultrasonografi.
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehariharinya yang berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu
pula dengan pemberian sedatif. Diet harus mengandung protein dan
kalori dalam jumlah yang cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan
asal tidak berlebihan.
3. Penatalaksanaan preeklamsi
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis
ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan
dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi,
ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan
beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan
utama pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan
kelahiran janin hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih
lanjut dan lama. Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan
beratnya preeklamsi, yaitu :
Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi
perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu.
Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan
proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta.
Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang
21
untuk
mengetahui
tingkat
kematangan
janin.
Pemberian
dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu
dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita
preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu,
wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus
diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan
preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23
minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat
adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan
perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam
setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan
pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi
biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi.
Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg ,
sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125
mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126
mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105
mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada
wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV
dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit
sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan
perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti
takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg
oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi
dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain
dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan
hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek
samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi
berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal
puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran
24
25
semua
pasien
dengan
hipertensi
dengan
atau
tanpa
proteinuria/edema. Obat yang digunakan tersebut harus aman bagi ibu dan
janin. Pengalaman selama 50 tahun dengan menggunakan magnesium
sulfat membuktikan bahwa obat ini cukup aman. Obat ini dipergunakan
pada preeklamsi berat dan eklamsi. Penggunaan secara suntikan baik
intramuskular intermiten maupun intra vena. Penggunaan secara intravena
merupakan antikonvulsi tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat
baik pada ibu maupun pada janin. Obat ini dapat pula diberikan secra
intravena dengan infus kontinu. Mengingat persalinan merupakan waktu
yang paling sering untuk terjadinya konvulsi, maka wanita dengan
preeklamsi-eklamsi
biasanya
diberikan
magnesium
sulfat
selama
persalinan dan 24 jam post partum atau 24 jam setelah onset konvulsi.
Perlu diingat bahwa magnesium sulfat bukan merupakan agen untuk
mengatasi hipertensi.
Magnesium sulfat yang diberikan secara parentral hampir seluruhnya
diekskresikan lewat ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari
dengan memastikan bahwa keluaran urine adekuat, reflek patella positif,
dan tidak adanya depresi pernafasan. Konvulsi eklamsi dan kejadian
ulangannya hampir selalu dapat dicegah dengan mempertahankan kadar
26
magnesium dalam plasma sebesar 4- 7mEq/L (4.8 8.4 mg/dL atau 2.0
3.5 mmol/L). Pemberian infus intravena awal sebesar 4-6 gram dipakai
untuk membuat pemeliharaan tingkat pengobatan yang tepat dan
dilanjutkan dengan injeksi intra muskular 10 gram, diikuti 5 gram setiap 4
jam atau infus kontinu 2-3 gram per jam. Jadwal dosis pemberian seperti
ini diharapkan dapat mempertahankan tingkat plasma efektif sebesar 4-7
mEq/L.
Reflek patella akan menghilang bila kadar plasma magnesium
mencapai 10 mEq/L (sekitar 12 mg/L), hal ini dikarenakan adanya kerja
kurariformis. Magnesium bebas atau ionized magnesium merupakan bahan
yang dapat menurunkan eksitabilitas neuronal. Tanda ini merupakan
peringatan akan adanya intoksikasi magnesium karena bila pemberian terus
dilakukan maka peningkatan kadar dalam plasma yang lebih lanjut akan
menyebabkan depresi pernafasan. Kadar plasma lebih besar dari 10 mEq/L
akan menyebabkan depresi pernafasan, bila kadar plasma mencapai 12
mEq/L atau lebih, maka akan menyebabkan paralisis pernafasan dan henti
nafas. Intoksikasi magnesium dapat ditangani dengan pemberian kalsium
glukonas sebanyak 1 gram secara intravena. Namun keefektifan kerja
kalsium glukonas sendiri pendek, maka bila terdapat depresi pernafasan,
pemasangan intubasi trakea dan bantuan ventilasi mekanik merupakan
tindakan penyelamatan hidup. Jika laju filtrasi glomerulus menurun maka
akan mengganggu ekskresi magnesium sulfat. Oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan kadar plasma magnesium secara periodik.
Setelah pemberian 4 gram magnesium secara intravena selama 15
menit, akan terjadi penurunan sedikit pada MABP dan peningkatan cardiac
index sebesar 13%. Dengan demikian, magnesium menurunkan resistensi
vaskular sistemik dan tekanan darah arteri rata-rata dan pada saat yang
bersamaan meningkatkan cardiac output tanpa depresi miokardium. Hal ini
tampak pada pasien berupa mual sementara dan flushing, efek
kardiovaskular ini hanya menetap selama 15 menit.
Penelitian yang dilakukan oleh lipton dan Rosenberg menunjukkan
bahwa efek antikonvulsan adalah memblok influk neuronal kalsium
melalui saluran glutamat. Penelitian lain yang dilakukan oleh cotton dan
kawan-kawan pada tikus menunjukkan bahwa induksi konvulsi terjadi pada
27
perfusi
serebral
atau
membahayakan
aliran
darah
Kematian janin
Persalinan prematur
Solutio placenta
32
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien FB 16 tahun dari anamnesis didapatkan pasien datang rujukaan dari
puskesmas Matraman karena OS mengeluh pusing, pandangan kabur (gelap), muntah
sebanyak 4x pasien mengaku hamil 9 bulan. Diagnosa pada kasus ini ditegakkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa diketahui bahwa bahwa pasien mengalami preeklampsi berat dengan
gejala sakit kepala, pandangan kabur (gelap), muntah sebanyak 4x. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan tensi 180/120mmHg, hal ini menguatkan diagnosa Impending
Ekalmpsia pada G1 hamil 37-38 minggu, JPKTH belum inpartu dengan masalah
Cortical Blindness sebelum persalinan. Setelah persalinan seksio sesar OS mengalami
kejang hal ini merupakan perburukan dari impending eklampsia menjadi eklampsia
puerpuralis .
Terapi pada kasus ini pada prinsipnya adalah menurunkan tekanan darah
menjadi target MAP 20%nya. Dengan menggunakan MgSO 4. Pasien mengalami
kejang yang merupakan manifestasi potensial kedua. Kejang ini dikarenakan terlalu
banyak neurotransmiter yang dihasilkan terutama glutamat, secara besar-besaran akan
membuat depolarisasi dari hubungan neuron dan terjadinya letupan potensial aksi.
Kejang ini dapat menyebabkkan kerusakan pada otak dan menyebabkan dapat
menyebabkan disfungsi pada otak.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Obstetricians and Hynecologists.2013. Vol 122 No.5
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L & Wenstrom
KD, 2014. Williams Obstetrics. 24th ed. McGraw-Hill: New York.
3. Departemen Kesehatan (Depkes) RI, 2010. Kematian Ibu Menurut Provinsi di
Indonesia.
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2011/08/Analisis-Kematian-Ibu-di-IndonesiaTahun-2010.pdf
4. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Naional, 2013. Angka
Kematian
ibu
(MMR)
Nasional
http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/Pages/DataSurvey/SDKI/Mortalitas/M
MR/Nasional.aspx (20 September 2014)
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2013), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/HasilRiskesdas2013.pdf
6. WHO, 2014. Maternal mortality.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/ (12 Juli
2014)
7. Millenium Development Goals. (1990-2015). Survey Demografi Kesehatan
Indonesia Kematian Dewasa dan Maternal. Departemen Kesehatan RI
8. DeCherney and others.2007 Current Diagnosis & Treatment Obstetrics
& Gynecology, Tenth Edition . The McGraw-Hill Companies. United
States
9. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. Diagnosis, Evaluation, and
Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy:Executive Summary
No.37, May 2014
10. Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta
11. WHO.2013. Buku Saku Pelayanan Kessehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukam.
35