PALPEBRA
Anatomi palpebra :
Struktur anatomi palpebra dapat kita bagi menjadi :
1.
Grey Line -> merupakan struktur penting karena membagi palpebra menjadi lamella
anterior, yang terdiri dari kulit dan musculus orbicularis oculi dengan lamella posterior yang
terdiri
dari
tarsal
plate
dan
konjungtiva
2. Glandula -> terletak pada amrgo palpebra, glandula ini dapat menjadi sumber
pembentukkan kista dan kadang kadang tumor
Glandula meibom , merupakan glandula sebaseosa modifikasi yang terletak di tarsal
plate dan berperan dalam menyeksresikan lapisan lipid yang menjadi komponen
paling luar dari air mata (precornea film tear)
Glandula zeis , merupakan glandula sebaseosa modifikasi yang beruhubungan dengan
folikel bulu mata
Glandula moll, merupakan glandula sudorifera (keringat). Duktus dari glandula ini
bermuara pada folikel bulu mata dan margo anterior palpebra diantara bulu mata
3. Bulu mata (cilium). Bulu mata mempunyai jumlah yang lebih banyak pada palpebra
superior (kira kira 100) dibandingkan palpebra inferior. Radiks dari cilium ini menempel
pada permukaan anterior tarsus pada spacium antara musculus orbicularis oculi dan musculus
riloan dan keluar dari kulit pada margo anterior palpebra. Semua cilum secara paralel
melengkung kearah luar berlawanan dengan bulbus oculi. Cilium ini tidak memiliki musculus
erector pilorum , sehingga posisi dari cilium ini dipengaruhi oleh musculus orbicularis oculi,
musculus riolan dan tarsal plate. Oleh karena itu apabilatarsus ataupun musculus orbicularis
oculi abnormal, maka posisi cilium dan arah nya juga akan terpengaruh.
4. Upper Lid Elevator.
The levator aponeurosis berfusidengan septum orbita sekitar 4 mm diatas margo
superior tarsus. Serabut posterior dari otot ini melekat pada 1/3 bawah permukaan
anterior tarsus. Cornu medial dan lateral meluas menjadi ligamentum buccalis.
Aponeurosis dapat diakses saat operasi melalui kulit ataupun konjungtiva.
Muller muscle -> terletak pada margo superor tarsus dan dapat diakses
transconjunctival
5. Lower lid retractor
Aponeurosis tarsal inferior, merupakan ekspansi kapsulopalpebral dari musculus
rectus inferior dan analog terhadap aponeurosis levator palpebra
Musculus tarsalis inferior analog dengan musculus muller
6. Drainase limfatik
Palpebra superior dan canthus lateral drainase limfatik menuju lnn. Preauricular
Palpebra inferior dan canthus medial drainase limfatik menuju limfonodi
submandibular
Gangguan Palpebra :
1. Trichiasis
Definisi
Kondisi misdireksi atau gangguan arah dari cilium yang karena pertumbuhannya yang salah
ataupun akibat fibrosis pada margo palpebra akibat blefaritis kronis, herpes zooster
ophtalmicus, dan trachoma. Trichiasi harus dapat dibedakan dengan pseudotrichisis akibat
entropion karena pada beberapa kasus entropion intermiten dan kondisi ini sering salah
diagnosis
dengan
trichiasis
dan
terapi
yang
tidak
sesuai.
Tanda
Misdireksi cilium ke posterior yang berasal dari origo normal. Trauma epitelium kornea
dapat menyebabkan erosi epitel punctata dan iritasi oculi yang diperburuk dengan
mengedipkan mata. Pada kasus yang kronis dapat terjadi ulkus kornea dan pembentukkan
pannus.
Terapi
1.Epilasi,teknikinimenggunakanforcepataupinsetepilasi.
2. Elektrolisis. Metode ini dilakukan pada cilium yang mengalami trichiasis dalam jumlah
sedikit dan terisolasi.
Metode ini dilakukan dengan menggunakan suatu
jarum
electrocautery Selanjutnya cilium diambil. Terapi ulang untuk rekurensi sering dapat
meyebabkan fibrosis.
3. Cryotherapy , metode ini sangat efektif untuk mengeliminasi banyak bulu mata. Metode ini
menggunakan cryoprobe dengan double freeze thaw cycle pada suhu 20o C. Komplikasi
yang dapat terjadi meliputinekrosis kutis, depigmentasikulit hitam, kerusakan glandula
meibom yang dapat mempengaruhilapisan air mata, dan terbentuknya takik atau cekungan
pada margo palpebra.
4. Argon laser Ablation. Berguna untuk bulu mata yang tersebar dalam jumlah sedikit,
dilakukan dengan cara
Setting awal 50um, o,2 detik, dan 1000mW
Laser diberikan pada radiks ciliumdan akan terbentuk kawah kawah kecil
Ukuran titik atau area diperluas menjadi 200 um dan kawah diperalam untuk
mencapai folikel
Metode ini diberikan 12 kali dalam satu sesi dan kebanyakan pasien sembuh dengan 2
atau 3 sesi
5. Surgical -> mencangkup reseksi dengan bentuk baji atau eksisi lamellar anterior berguna
untuk mengambil bulu mata yang resisten terhadap metode terapi lain. Kebanyakan trichiasis
membutuhkan
reposis
lamelar
anterior.
Congenital distichiasis
Definisi
Congenital distichiasis merupakan suatu kondisi dimana bulu mata baik komplit maupun
parsial keluar pada atau dibelakang dari muara glandula meibom. Kondisi ini jarang dapat
merupakan kondisi yang sporadik muncul atau bisa juga diturunkan. Pada minoritas pasien
juga memiliki manifestasi limphoedema kronis, spinal arachnoid cyst, dan congenital heart
defect (Lymphoedema-trichiasis syndrome)
Tanda
Baris kedua bulu mara baik parsial maupun komplit muncul pada atau sedikit dibelakang
pada muara glandula meibom. Bulu mata yang mengalami gangguan cenderung lebih tipis,
lebih pendek, dan kurang berpigmen dibandingkan dengan bulu mata yang normal dan sering
mengarah ke posterior
Terapi
Lamella posterior dan folikel cilium dilakukan frozen dengan double freeze thaw
cycle dengan suhu -20o C
Acquired distichiasis
Definisi
Acquired distichiasis(metaplastic lashes) disebabkan oleh metaplasia atau dediferensiasi
glandula meibom menjadi cilium. Penyebab utama adalah pada tahap lanjut sikatrik pada
konjungtivitis yang berhubungan denga trauma kimia, SJS dan pemphigoid sikatrikal oculi
Tanda -> culu mata tampak berasal dari muara glandula meibom
Terapi -> kasus yang ringan diterapi sama seperti trichiasis. Pada kasus yang berat
membutuhka lamellar eyelid division dan cryotherapy.
Phthiriasis palpebrum
Causative agent -> kutu pthriasi pubis . Pthiriasis pubis dapat tinggal pada rambut pubis.
Seseorang yang terinfeksi kutu ini, dapat mengalami keluhan yang sama pada daerah
berambut lain ditubuh meliputi rambut dada, axilla, maupun palpebra. Biasanya menginfeksi
anak anak dengan higienitas yang rendah dan dapat menyebabkan rasa gatal dan iritasi
kronis
Tanda -> Kutu akan menempel pada bulu mata. Ova dan tempurung tampak berbentuk
mutiara oval, coklat menempel pada basis cilia.
Terapi
Memangkas cillia sampe basis cillia -> berperan pada pemberantasan ova da kutu,
menghancurkan habitat untuk perlindungan dan reproduksi kutu.
Membunuh kutu dengan menggunakan obat topikal yellow mercuric oxide 1% atau
anticholinesterase agent, laser atau cryotherapy, apabila memangkas cilia tidak
memungkinkan
Menghilangkan kutu dari pasien, keluarga, baju, tempat tidur untuk mencegah
rekurensi
Edema periorbital dapat menyebar ke sisi yang lain sehingga dapat menyebabkan
misdiagnosis dengan kondisi bilateral
Terapi
1. Sistemik -> diberkan selam 7 hari dengan
valacyclovir 1 gram 3 kali sehari
Famcyclovir 250 mg 3kali sehari atau 750 mg sekali sehari
2. Topikal digunakan 3 kali sehari hingga krusta terlepas atau hilang.
Krim asiklovir atau pancyclovir
Kombinasi steroid antibiotik seperti
o
3. Blepharitis
Blepharitis merupakan peradangan atau inflamasi yang terjadi pada palpebra. Blepharitis
dapat dibagi menjadi 2, yaitu
a. Blepharitis anterior
Berkaitan dengan seborhoic dermatitis yang mencangkup daerah scalp, plica
nasolabialis, area retroauricular, dan sternum. Kondisi berkaitan dengan pemecahan
lemak yang berlebih oleh bakteri corynebacterium acne menjadi asam lemak yang
bersifat iritatif.
Berkaitan dengan causa bakteri staphylococcal
b. Blepharitis posterior -> memiliki manifestasi terhadap glandula meibom yang mengalami
disfungsi (rosacea oculi) berhubungan dengan rosacea facial.
Meibomian seborhea
Meibomianitis
Blepharitis anterior
Manifestasi klinis
1. Gejala -> margo palpebra terasa terbakar, rasa bepasir, photophobia ringan , krusta dan
kemerahan. Biasanya makin buruk pada pagi hari dan menunjukkan gejala eksaserbasi dan
remisi.
2. Tanda
Staphylococcus blepharitis -> memiliki karakteristik hyperemia dan talangectasia
pada anterior margo palpebra dengan skuama yang keras yang terletak pada basis
cilium
Seborrhoeic blepharitis -> memiliki karakteristik margo palpebra anterior hiperemis
dan berminyak disertai bulu mata terlihat lengket. Skuama halus dan terlihat pada
margo palpebra dan cilium
3. Association
Hordeolum eksternal -> dapat berkembang melalui penyebaran infeksi pada glandula
zeis moll
Terjadi ketidakstabila tear film pada 30 50% kasus
Differential diagnosis
Dry eye -> ddapat menyebabkan gejala yang serupa, namun berbeda dengan
blepharitis, iritasi ocular jarang berat pada pagi hari dan biasanya berkembang pada
kemudian hari
Infiltrating lid tumor -> harus dicurigai pada pasien dengan tampakan blepharitis
kronik yang unilateral atau asimetris, khususnya ketika berhubungan dengan
madarosis
Terapi
Hygienitas palpebrae -> membersihkan krusta dan produk toxic dengan cara
membersihkan margo palpebrae setiap hari dengan lid scrub, atau cotton bud yang
dicelupkan pada larutan shampoo bayi 25% atau larutan sodium bicarbonat lemah.
Antibiotik salep -> pemberian salep antibiotik ini dilakukan setelah melakukan
hygienitas palpebrae. Salep yang biasa digunakan yaitu sodium fusidat atau
kloramfenikol untuk mengobati foliculitis akut
Steroid topical lemah -> fluorometholone diberikan dalam jangka waktu pendek 4 kali
sehari -> berguna untuk konjungtivitis papilar dan marginal keratitis sekunder
Blepharitis posterior
Meibomian Seborrhoea
Memiliki karakteristik sekresi glandula meibom yang berlebih. Tanda klinis lain
meliputi
Pada muara glandula meibom ditutupi oleh globul minyak yang kecil. Tekanan pada
tarsus dapat menybabkan ekspresi sejumlah minyak glandula meibom
Lapisan air mata -> berminyak dan seperti sabundan pada beberapa kasus
terakumulasi pada margo palpebra atau canthus medial
Meibomianitis
Memiliki karakteristik inflamsi dan obstruksi pada glandula meibom. Tanda tanda
lain :
Margo palpebrae posterior tampak hiperemi, telangiectesia dan obstruksi muara
glandula meibom. Pada kasus yang kronis terjadi dilatasi kistik dari duktus meibom,
dengan penebalan da cekungan pada margo palpebra
Sekresi glandula meibom tampak turbid sperti plak pasta gigi, pada kasus yang kronis
tidak tampak sekresi meibom
Komplikasi
Pembentukkan khalazion, dan terjadi rekurensi
Ketidakstabilan lapisan air mata pada 30% pasien. Hal ini dapat terjadi akibat
ketidakseimbangan komponen cair dan lemak -> evaporasi dan kering
Konjungtivitis papilar dan erosi epitel kornea inferior
Terapi
1. Tetracycline sistemik -> namun tetap tidak dapat digunakan pada anak anak dibawah usia
12 tahun, ibu hamil dan menyusui karena dapat menyebabkan terdeposisi pada tulang dan
gigi yang sedang tumbuh dapat menyebabkna pewarnaan pada gigi dan hipoplasia dental.
Tetracycline 250 mg 4 kali sehari selama 1 minggu dan kemudian 2 kali sehari selama
6 12 minggu berikutnya
Doxycycline 100 mg 2 kali sehari selama 1 minggu dan kemudian 1 kai sehari selama
6 -12 minggu
4. Hordeolum
Hordeolum interna
Definisi
Hordeolum interna merupakan abses yang disebabkan oleh infeksi stafilococus pada glandula
meibom yang bersifat akut
Tanda
Palpebra bagian tarsal terasa nyeri, nyeri tekan, edema. Lesi dapat membesar dan dapat
menghasilkan discharge baik keposterior menuju konjungtiva atau ke anterior menuju kulit
Terapi
Insisi dan kuretase dibutuhkan jika nodul sisa tetap ada seteah infeksi akut hilang
External Hordeolum
Definisi
Hordeolum eksterna atau stye merupakan abses staphylococcal pada folikel bulu mata yang
bersifat akut yang berhubungan dengan glandula zeis moll yang biasanya megenai anak
anak.
Tanda
Pembengkakan disertai nyeri tekan pada margo palpebrae pada kulit. Pada kondisi ini dapat
terjadi lesi multipel dan beberapa abses dapat mencangkup seluruh palpebra.
Terapi
Kompres panas dan epilasi pada bulu mata yang berhubungna dengan infeksi nya dapat
mempercepat resolusi atau penyembuhan.
5. Chalazion
Definisi
Chalazion merupakan lesi peradangan lipogranulomatosa steril, dan kronis yang disebabkan
oleh blok muara glandula meibom dan terhentinga sekresi sebaceosa dari glandula meibom.
Pasien dengan acne rosacea atau dermatitis seborrhoic memiliki resiko lebih tinggi terjadi nya
kondisi ini , dan sering multipel dan rekuren
Manifestasi klinis
Presentasi -> pembesaran nodul yang tidak nyeri. Kadang khalazion pada palpebrae
superior dapat menekan kornea dan menginduksi astigmatism dan menyebabkan
pandangan kabur.
Tanda -> lesi kokoh, bulat, tidak nyeri, terletak pada tarsal plate dengan berbagai
ukuran, dapat multipel dan bilateral. Eversi dari palpebrae dapat menunjukkan
berhubungna dengan granuloma polypoidal jika lesi sudah ruptur pada konjungtiva
tarsalis
Terapi
Chalazion kecil kadang kadang tidak tampak secara spontan. Lesi yang menetap dapat
diobati dengan cara :
Operasi pembedahan -> palpebra di eversikan dengan klem khusus, kemudian kista di
insisi secara vertikal, dan konten didalamnya dicuretase pada tarsal plate. Sangat
penting agar tidak salah mendiagnosis dengan carcinoma glandula sebaceosa pada
recurrent chalazion. Pada kasus yang meragukan , lesi harus dibiopsi dan diperiksa
secara histopathology
Injeksi steroid pada lesi. Diberikan injeksi 0,1 0,2 ml triamcinolone diacetate
aquous di encerkan dengan lignocaine hingga konsentrasinya 5mg/ml pada
konjungtiva dengan menggunakan jarum 30 gauge. Tingkat kesuksesan 1 injeksi
mencapai 80%. Pada kasus yang tidak responsif, injeksi yang kedua dapat diberikan
dengan jarak 2 minggu.
Tetracycline sistemik -> dibutuhkan sebagai profilaksis pada pasien dengan recurent
chalazia, khususnya jika berhubungan dengan acne rosacea atau dermatitis seborhoic.
KATARAK
Katarak adalah cacat mata yang disebabkan pengapuran pada lensa mata sehingga
penglihatan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang.
JENIS-JENIS KATARAK
1. Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang
dari 1 tahun.
- Penyebab katarak kongenital :
Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata atau penyakit sistemik lain.
Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat kehamilan seperti campak jerman, cacar air,
penyakit gondong, hepatitis dan poliomyelitis.
Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada infeksi toksoplasmosis
Ibu hamil penderita diabetes melitus
Kelainan genetik seperti Trisomi 21, galaktosemia dan sindrom Lowe
2. Katarak Rubela
- Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.
- Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara
dan kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total.
- Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah
menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam vesikel lensa
dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun
3. Katarak Juvenil
- Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia tigapuluhan
- Katarak ini perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
- Jika kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang disebut katarak
koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut katarak serulea.
- Biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
seperti katarak metabolik, distrofi miotonik, katarak traumatic dan katarak komplikata.
4. Katarak Senil
- Biasanya timbul pada usia 50 tahun
- Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper matur
- Pada stadium awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah kekeruhan di bagian perifer
atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan ini bisa diperburuk dengan adanya katarak nuklear
yang merupakan lanjutan daripada sklerosis nuclear fisiologis. Dengan berlanjutnya
pertumbuhan katarak, tajam penglihatan menjadi terganggu (katarak imatur).
Katarak dikatakan matur bila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga fundus tidak dapat
dilihat lagi. Di antaranya ada stadium intemusen yaitu stadium membengkaknya lensa dan
edema lensa. Pada akhirnya katarak matur berubah menjadi stadium hipermatur, yaitu
korteksnya mencair sehingga intinya mengambang turun ke dasar kantong kapsul. Pada
stadium ini mungkin terjadi reaksi fakolitik dan glaukoma. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih
berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni.
- Katarak senile dibagi menjadi 2 jenis yakni
1. Katarak kortikal
Kekeruhan korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang dipisahkan oleh celah-celah air.
Meningkatnya cairan yang masuk ke dalam lensa mengakibatkan terjadinya separasi lamellar
dan akhirnya terjadi kekeruhan korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata.
2. Katarak nuklear
Kekeruhan inti embrional dan inti dewasa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan
posterior relative jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini bisa menyebabkan
terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak dekat tanpa memakai
kaca mata koreksi seperti seharusnya (second sight)
5. Katarak Brunesen
- Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nukleus lensa,
juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang
berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
6. Katarak diabetes
- Diakibatkan karena adanya penyakit diabetes mellitus.
- Terbagi dalam 3 bentuk :
Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi
kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali
Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada
kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular.
Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia
sama dengan katarak pasien nondiabetik.
RETINA
Anatomi Retina :
Retina manusia terdiri atas sepuluh lapis. Urutan lapisan-lapisan tersebut (ke arah kornea)
adalah:
1. Retinal pigment epithelium (RPE)
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar.(Rods/Cones)
3. Membran limitans eksterna - Lapisan yang membatasi bagian dalam fotoreseptor dari
inti selnya
4. Lapisan luar inti sel fotoreseptor
5. Lapisan luar plexiformis - Pada bagian makular, ini dikenal sebagi "Lapisan serat
Henle" (Fiber layer of Henle).
6. Lapisan dalam badan inti
7. Lapisan dalam plexiformis
8. Lapisan sel ganglion - Lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion dan merupakan asal
dari serat syaraf optik.
9. Lapisan serat syaraf - Yang mengandung akson - okson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus opticus.
10. Membran limitans interna - Tempat sel-sel Mller berpijak.
Gangguan pada Retina :
1. Retinopati Diabetikum
Biasanya retinopati baru terjadi dalam waktu 10 tahun setelah seseorang menderita diabetes.
GEJALA
Gejalanya berupa:
# Penurunan ketajaman penglihatan
# Penderita melihat bintik-bintik yang malayang-layang.
Banyak penderita yang tidak menunjukkan gejala lain sebelum terjadi perdarahan utama pada
mata.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menilai keadaan retina adalah pemeriksaan dengan
oftalmoskop dan fotografi retina.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengontrol diabetes dan tekanan darah tinggi.
Pengobatan terhadap diabetes dan tekanan darah tinggi biasanya tidak menyebabkan
perbaikan kerusakan yang telah terjadi, tetapi akan memperlambat perkembangan retinopati.
Untuk menghancurkan pembuluh darah yang baru dan menyumbat pembuluh darah yang
bocor, dilakukan fotokoagulasi laser.
Jika terjadi perdarahan hebat dari pembuluh darah yang telah mengalami kerusakan,
dilakukan vitrektomi (pembedahan untuk membuang darah dari humor vitreus).
Setealah vitrektomi, fungsi penglihatan akan menunjukkan perbaikan dan secara bertahap
mata akan membentuk humor vitreus yang baru.
PENCEGAHAN
Cara pencegahan yang terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan darah tinggi.
Penderita diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara rutin (1 kali/tahun), yang
dimulai pada tahun ke 5 setelah terdiagnosis menderita diabetes.
Akibat yang serius adalah kerusakan retina, yang kadang-kadang menetap dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan.
Retinopati Arteriosklerotik
Pada keadaan ini, arteri-arteri kecil yang membawa darah ke mata mengalami penyumbatan
parsial karena dindingnya menebal.
Dengan menggunakan oftalmoskop, bisa terlihat pembuluh darah yang menebal dan petunjuk
lainnya dari menurunnya pasokan darah ke retina.
Penebalan pembuluh darah itu sendiri biasanya tidak mengganggu penglihatan, tetapi
merupakan petunjuk bahwa pembuluh darah di mata dan bagian tubuh lainnya tidak sehat
sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan dan pengobatan.
Retinopati Hipertensif
Retinopati Hipertensif adalah kerusakan retina akibat tekanan darah tinggi (hipertensi).
Penyakit ini terjadi jika tekanan darah sangat tinggi (misalnya pada hipertensi maligna dan
toksemia gravidarum).
Hipertensi bisa menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di dalam mata.
Semakin tinggi dan semakin lama hipertensi berlangsung, maka semakin berat kerusakan
yang terjadi.
Pelebaran vena retina bisa dilakukan dengan menghirup campuran karbon dioksida dan
oksigen.
Dengan cara ini penyumbatan akan turun ke bawah sehingga mengurangi daerah retina yang
terkena.
Pelebaran vena retina bisa dilakukan dengan menghirup campuran karbon dioksida dan
oksigen.
Dengan cara ini penyumbatan akan turun ke bawah sehingga mengurangi daerah retina yang
terkena.
3. Endoftalmitis
Endoftalmitis adalah peradangan pada seluruh lapisan mata bagian dalam, cairan dalam bola
mata (humor vitreus) dan bagian putih mata (sklera).
PENYEBAB
Penyebab terjadinya infeksi adalah:
# Luka yang menusuk mata
# Pembedahan
# Bakteri yang sampai ke mata melalui aliran darah.
GEJALA
Gejalanya seringkali berat, yaitu berupa:
- nyeri mata
- kemerahan pada sklera
- fotofobia (peka terhadap cahaya)
- gangguan penglihatan.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
PENGOBATAN
Endoftalmitis merupakan suatu keadaan darurat.
Pengobatan harus segera diberikan, menunda pengobatan bisa menyebabkan kebutaan.
Diberikan antibiotik dan corticosteroid.
Untuk mengeluarkan cairan yang terinfeksi dari bola mata mungkin perlu dilakukan
pembedahan.
4. Retinitis Pigmentosa
Retinitis Pigmentosa adalah suatu kemunduran yang progresif pada retina yang
mempengaruhi penglihatan pada malam hari dan penglihatan tepi dan pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.
PENYEBAB
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi.
Beberapa bentuk penyakit ini diturunkan secara dominan, hanya memerlukan 1 gen dari salah
satu orang tua; bentuk yang lainnya diturunkan melalui kromosom X, hanya memerlukan 1
gen dari ibu.
Penyakit ini terutama menyerang sel batang retina yang berfungsi mengontrol penglihatan
pada malam hari.
Pada retina bisa ditemukan pigmentasi yang berwarna gelap.
GEJALA
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap
mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam
hari menurun.
Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkan
kebutaan.
Pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata dengan oftalmoskop.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
# Ketajaman penglihatan
# Tes refraksi
# Gangguan pengenalan warna
5. Kemunduran/Degenerasi Makula
Degenerasi Makula adalah suatu keadaan dimana makula mengalami kemunduran sehingga
terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya
fungsi penglihatan sentral.
Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina.
Makula merupakan bagian dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus
pada pusat lapang pandang.
Ada 2 macam degenerasi makula:
1. Degenerasi makula atrofik (kering) : terdapat endapan pigmen di dalam makula tanpa
disertai pembentukan jaringan parut, darah atau perembesan cairan lainnya
6. Ablasio Retina
Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya.
Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput
tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.
Jika kedua lapisan tersebut terpisah, maka retina tidak dapat berfungsi dan jika tidak kembali
disatukan bisa terjadi kerusakan permanen.
Ablasio bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati, seluruh retina bisa
terlepas.
Pada salah satu bentuk ablasio, retina betul-betul mengalami robekan. Bentuk ablasio ini
biasanya terjadi pada penderita miopia atau penderita yang telah menjalani operasi katark
atau penderita cedera mata.
Pada ablasio lainnya, retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan di bawahnya.
Pemisahan ini terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik retina atau jika cairan
yang terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya mendorong retina.
PENYEBAB
Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan yang
difokuskan di retina oleh kornea dan lensa.
Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina,
sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan
menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:
# Trauma
# Proses penuaan
# Diabetes berat
# Penyakit peradangan,
tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan.
Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas.
Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa
menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh
humor vitreus.
Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat lapang pandang.
Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah:
- Rabun dekat
- Riwayat keluarga dengan ablasio retina
- Diabetes yang tidak terkontrol
- Trauma.
GEJALA
Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk
ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi
kabur.
Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang
pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio.
Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi
kabur.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
# Oftalmoskopi direk dan indirek
# Ketajaman penglihatan
# Tes refraksi
# Respon refleks pupil
# Gangguan pengenalan warna
# Pemeriksaan slit lamp
# Tekanan intraokuler,
# USG mata
# Angiografi fluoresensi
# Elektroretinogram.
PENGOBATAN
Pembedahan laser bisa digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang
biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio.
Dengan kriopeksi (pemberian dingin dengan jarum es) akan terbentuk jaringan parut yang
melekatkan retina pada jaringan di bawahnya.
Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala
dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang
retina.
Penempelan kembali retina melalui pembedahan terdiri dari pembuatan lekukan pada sklera
(bagian putih mata) untuk mengurangi tekanan pada retina sehingga retina kembali
menempel.
PENCEGAHAN
Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata.
Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama.
Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali
8. Pelepasan Retina
Pelepasan retina adalah pemisahan retina dari lapisan dasar pada pembuluh darah.
Ketika retina lepas, terpisah dari bagian persediaan darahnya, mencegahnya berfungsi
sebagaimana mestinya. Hingga retina terpasang kembali, hal tersebut bisa rusak secar
permanent.
Pelepasan bisa dimulai pada area yang kecil, biasanya sebagai akibat robekan retina jika
bagian kecil tersebut tidak menempel kembali, seluruh retina bisa lepas. Sobekan retina yang
bisa menyebabkan pelepasan retina lebih mungkin terjadi pada orang rabun ayam parah
(miopi) atau yang telah mengalami operasi katarak. Sobekan juga lebih mungkin terjadi
setelah luka mata. Cairan atau darah dari kerusakan pembuluh darah bisa menumpuk antara
retina dan jaringan di bawahnya, lebih lanjut memperburuk penglihatan.
GEJALA
Pelepasan retina tidak terasa sakit. Orang biasanya melihat benda kecil, mengambang
(floater) atau sorotan cahaya terang yang berlangsung lebih dari satu detik. Hilangnya
penglihatan di pinggir biasanya pertama kali terjadi, dan kehilangan penglihatan menyebar
sebagaimana perkembangan pelepasan tersebut. Hilangnya penglihatan menyerupai tirai atau
kerudung yang jatuh melintangi garis penglihatan. Jika macula menjadi terlepas, penglihatan
dengan segera memburuk, dan segala sesuatu menjadi buram.
Seorang dokter meneliti retina melalui ophthalmoscope dan biasanya pelepasan bisa dilihat.
Jika pelepasan tidak terlihat, ultrasound scan pada mata bisa menunjukkannya.
PENGOBATAN
Seseorang yang mengalami hilangnya penglihatan dengan tiba-tiba harus mengunjungi ahli
mata dengan segera. Tergantung pada pelepasan tersebut, operasi laser atau operasi
pembekuan (cryopexy) kemungkinan digunakan untuk memperbaiki retina tersebut. Operasi
laser menutup lubang pada retina. Terapi pembekuan menyebabkan sebuah goresan
terbentuk, yang menahan retina tetap di tempat.
Jika retina tersebut terpasang kembali dalam 2 sampai 7 hari, kemungkinan penglihatan
biasanya akan bertambah baik. Jika retina telah terlepas untuk jangka waktu yang lama atau
jika pendarahan atau goresan telah terjadi, kemungkinan penglihatan bertambah baik akan
Berkurang.
1. Choroidal Melanoma
Choroidal melanoma adalah kanker yang berasal dari sel yang menghasilkan zat warna
(melanocytes) choroid. Choroidal melanoma adalah kanker yang paling sering berasal dari
mata. Paling sering terjadi pada orang dengan warna kulit putih dan mata biru. Pada tahap
awal, kanker biasanya tidak mengganggu pandangan. Kemudian, hal itu dapat menyebabkan
pandangan kabur atau kehilangan pandangansecar menyeluruh karena pelepasan retinal.
Metastases ke bagian badan lain mungkin terjadi.
Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur ( rabun jauh ).
Sakit kepala sering disertai juling.
Celah kelopak yang sempit.
Astemopia konvergensi.
Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos posterior fundus
matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf optik akibat tidak tertutupnya
sklera oleh koroid.
Degenerasi macula dan retina bagian perifer.
b. Hipermetropi
Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak dibelakang retina.
Etiologi:
1. Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
2. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
3. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.
Gejala:
c. Afakia
Adalah suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata tersebut menjadi
hipermetropi tinggi.
Gejala:
Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibandingm ukuran sebenarnya.
Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti melengkung.
Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan tepi kabur.
d. Astigmatisme
Adalah kelainan kelengkungan kornea mata.
Etiologi:
1.
2.
3.
4.
Gejala:
2. PRESBIOPI
Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat kelemahan otot
akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa.
Etiologi:
1. Kelemahan otot akomodasi.
2. Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis lensa.
Gejala:
Kelelahan mata.
Mata berair.
Sering terasa pedas pada mata.
2. Bedah
Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi. Radial keratotomy
merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia sedang 8 16 insisi diagonal dibuat
melalui 90% pada periperal kornea. contac cornea tidak di insisi sehingga penglihatan tidak
dipengaruhi insisi pada kornea yang mana menurunkan panjang antereposterior mata dan
membantu gambaran terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka
atau scar pada kornea jika insisi terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai kecukupan
perbaikan jika insisi terlalu dangkal.
3. Prosedur bedah
Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai kelainan refraksi yaitu
epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan kornea untuk klien kita yang mengalami
kelainan refraksi akan tetapi dalam hal ini jaringan donor yang digunakan untuk prosedur ini
tidak semua pasien dapat menerima transplantasi korne dari donor.
STRABISMUS
adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan abnormal dari letak satu mata
terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak paralel dan pada waktu yang
sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.
Etiologi:
Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata
(strabismus non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu
kelainan di otak.
Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.
Gejala:
- mata juling (bersilangan)
- mata tidak mengarah ke arah yang sama
- gerakan mata yang tidak terkoordinasi
- penglihatan ganda.
Diagnosa:
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
Terapi:
Jika sampai anak berumur 9 tahun strabismus tidak diobati, maka bisa terjadi gangguan
penglihatan yang permanen pada mata yang terkena (ambliopia).
Pada anak-anak yang lebih kecil, ambliopia lebih cepat terjadi; sedangkan pada anak-anak
yang lebih besar, penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama. Karena itu semakin dini
pengobatan dilakukan, maka gangguan penglihatan yang terjadi tidak terlalu berat dan respon
yang diberikan akan lebih baik.
Esotropia akomodatif pada anak rabun dekat bisa diatasi dengan kaca mata sehingga pada
saat melihat benda pada jarak jauh, mata tidak perlu berakomodasi.
Perlu ditentukan accomodative convergence to accomodation (AC/C) ratio, didapat lebih
kecil dari 5.
Pengobatan lainnya adalah obat tetes mata ekotiofat, yang membantu mata memfokuskan
pada benda-benda jarak dekat.
Strabismus paralitik bisa diatasi dengan kaca mata yang terdiri dari lensa prisma (yang
membiaskan cahaya sehingga kedua mata menerima gambaran yang hampir sama) atau bisa
diatasi dengan pembedahan.
Sampai umur 10 tahun, anak sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara teratur.
Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung
tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga
terjadi kerusakn pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga.
Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola
sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat
Counter Coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi
yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai
dengan makula.
a. Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan darah di bawah kulit kelopak
akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Gambaran klinis
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti
kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata.
Henatoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur
basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita
melalui fisura orbita.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan.
Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat pada
kelopak.
b. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainan
termasuk akibat trauma tumpul.
Gambaran klinis
Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga
bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.
Penatalaksanaan
Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan
di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi
sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.
c. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa
akibat dari batuk rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah
pecah.
Gambaran klinis
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan tidak terdapat robekan
di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada
setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul.
Penatalaksanaan
Pengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalh dengan kompres hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 2
minggu tanpa diobati.
d. Edema kornea
Gambaran klinis
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji
plasedo yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam
hipertonik 2 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola
mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk
menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.
e. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea.
Gambaran klinis
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai
serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media
yang keruh.
Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna
hijau.
Penatalaksanaan
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa
sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah
kerusakan epitel.
Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya
infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan
sufasetamid tetes.
Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksipendek seperti tropikamida.
Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa
diberikan bebat tekan pada pasien minimal 24 jam.
Gambaran klinis
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena
gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau
anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap
sinar.
Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat untuk
mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
h. Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul
sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien
akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah
bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Zat besi di dalam bola
mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan ftisis bulbi dan kebutaan.
Penatalaksanaan
Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat
tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada
pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan
Asetazolamida.
Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan
hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan
berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang.
i. Iridosiklitis
Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post trauma.
Gambaran klinis
Pada mata akan terlihat mata merah, akbat adanya darah yang berada di dalam bilik mata
depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus
menurun.
Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan
midriatika.
Penatalaksanaan
Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila terlihat tanda radang
berat maka dapat diberikan steroid sistemik.
Penanganan dengan cara bedah mata.
j. Subluksasi Lensa
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinn
ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan).
Gambaran klinis
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa
iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi
cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris
terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.
Penatalaksanaan
Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit
seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai.
m. Edema Retina
Edem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma
tumpul.
Gambaran klinis
Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan
edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali
setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya
daerah makula oleh sel pigmen epitel.
n. Ablasio Retina
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien
telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia
dan proses degenerasi retina lainnya.
Gambaran klinis
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput
yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina
berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
Penatalaksanaan
Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.
o. Ruptur Koroid
Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar
apil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid.
Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan
ketajaman penglihatan
p. Avulasi saraf optik
Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma
tumpul.
Gambaran klinis
Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi
kebutaan.
Penatalaksanaan
Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.
2. Trauma Tembus
Trauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainya yang
mengakibatkan terjadinya robekan jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai
dari palpebra,kornea, uvea sampai mengenai lensa..
Gambaran klinis
Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya masuk kedalam bola mata
maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata tembus seperti :
Penatalaksanaan
Bila terlihat salah satu atau beberapa tanda diatas maka dicurigai adanya trauma tembus bola
mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup tetapi jangan
terlalu kencang dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan dan
penanganan lebih lanjut.
Pembuatan foto bisa dilakukan untuk melihat adanya benda asing dalam bola mata. Benda
asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan magnet raksasa, dan benda asing yang
tidak bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan vitrektomi.
Komplikasi
Adanya benda asing intraokuler dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi
retina, perdarahn intraokuler dan ptisis bulbi.
Gambaran klinis
Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4 6 jam post trauma, pasien akan merasakn
mata sangat sakit, terasa seperti ada pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
Korne akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaanyayang kadang-kadang disetai
dengan kornea yang keruh. Pupil akan terlihat miosis.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutup
selama 2 3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan sikloplegik.
Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.
Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainya selama
15 30 menit
1. Trauma Asam
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun
penggumpalan bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian
superfisisal saja, tetapi bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi
lebih dalam.
Gambaran klinis
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman
mata biasanya menurun.
Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secara perlahan-lahan dan
selama mungkin dengan air bersih atau garam fisiologik minimal selama 15 menit.
Prognosis
Baik bila konsentrasi asam tidak nterlalu tinggi dan hanya terjadi kerusakan superfisisal saja.
2. Trauma Basa
Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata. Alkali dengan
mudah dan cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal
ini terjadi akibat terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi.
Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan menjadi :
Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis pungtata.
Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai hilangnya epitel kornea.
Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %.
Gambaran klinis
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman
mata biasanya menurun. Pengujian dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah
menunjukan suasana alkalis.
Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60
menit segera setelah trauma.
Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan kornea, katarak disertai dengan
terjadinya ftisis bola mata.
THT
FARING
Anatomi dan Fisiologi Faring :
Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium,
sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah
berhubungan esofagus.
Faring terdiri atas:
1. Nasofaring
Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting,
seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring, torus tubarius, kantong Rathke,
choanae, foramen jugulare, dan muara tuba Eustachius.
2. Orofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsilaris,
arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.
a. Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik
faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.
b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses.
c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan
ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di
dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa
makanan.
3. Laringofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa piriformis.
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara,
dan untuk artikulasi.
a. Faringitis Viral
Etiologi : Rinovirus
Gejala dan Tanda: Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, dan sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. EBV menyebabkan faringitis yang disertai
produksi eksudat pada faring yang banyak dan terdapat pembesaran kelenjar limfa seluruh
tubuh terutama retroservikal dan splenomegali. Sedangkan virus influenza tidak
menghasilkan eksudat.
Terapi: Istirahat dan minum cukup, kumur dengan air hangat, analgetika jika perlu dan tablet
isap.
b. Faringitis Bakterial
Etiologi : infeksi Streptococcus b hemolitikus grup A
Gejala dan Tanda: Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechie pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan
nyeri pada penekanan.
Terapi: a) Antibiotik: penicillin G banzatin, amoksisilin, eritromisin, b) Kortikosteroid:
deksametason, c) Analgetika, d) Kumur dengan air hangat atau antiseptik.
c. Faringitis fungal
d. Faringitis gonorea
2. Faringitis Kronik
Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi
kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, dan debu.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring menjadi tidak rata dan bergranular.
Gejala: Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang beriak.
Terapi: Pengobatan simtomatis dengan obat kumur atau hisap. Jika perlu dapat diberikan obat
batuk antitusif atau ekspektoran.
b. Faringitis kronik atrofi
Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara pernapasan tidak
diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring.
Gejala dan Tanda: Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Tampak
mukosa faring ditutupi lendir kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi: Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofi dan untuk faringitisnya ditambahkan obat
kumur dan menjaga kebersihan mulut.
LARING
Anatomi dan Fisiologi Laring :
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid, serta beberapa buah
tulang rawan, yaitu kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid,
kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan kartilago tritisea.
Laring mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
1. Proteksi, yaitu mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan
jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan.
2. Refleks batuk
3. Fungsi respirasi, yaitu mengatur besar kecilnya rima glottis
4. Membantu proses menelan
5. Mengekspresikan emosi
6. Fonasi, yaitu dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada
Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang
berat, polip hidung, atau bronkitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan
suara seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.
Gejala dan Tanda : suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga pasien
sering berdehem tanpa mengeluarkan sekret. Tampak mukosa laring menebal, permukaannya
tidak rata dan hiperemis.
Terapi : mengobati peradangan yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis tersebut,
istirahat berbicara.
3. Croup
Croup atau sesak napas adalah bentuk viral laryngitis khusus untuk anak-anak, biasanya
berusia antara enam bulan sampai enam tahun. Virus menghasilkan peradangan dan
pembengkakan laring dan struktur terkait, seperti trakea dan saluran udara menuju paru-paru.
Gejala umum termasuk:
Dalam bentuk parah dari croup, daerah-daerah tertentu (seperti mulut atau ujung jari)
mungkin membiru karena kekurangan oksigen (sianosis). Kadang-kadang, bakteri dapat
menginfeksi laring, menyebabkan penyakit yang sama tetapi mengancam jiwa yang disebut
epiglotitis. Anak biasanya akan mengalami demam tinggi dan terlihat sangat sehat. Vaksinasi
HIB secara rutin diberikan kepada bayi yang biasanya mencegah epiglotitis. Sebuah benda
asing saat inhalasi juga dapat menghasilkan penyakit seperti croup.
Terapi : parasetamol, istirahat dan mungkin inhalasi uap biasanya semua yang diperlukan.
Ketika ada kesulitan bernapas, perawatan singkat kortikosteroid dapat digunakan. Dalam
kasus yang parah kesulitan bernapas, anak mungkin perlu dirawat di rumah sakit, diberikan
adrenalin nebulised dan Kadang diintubasi (tabung ditempatkan di saluran napas untuk
mengatasi sumbatan).
4. Polip dan Nodul Laring
Benjolan kecil dan benjolan di pita suara dapat disebabkan oleh penyalahgunaan kronis suara
(seperti berteriak) atau kontaksi yang terlalu lama atau iritasi seperti asap rokok. Setiap
pertumbuhan perlu penyelidikan menyeluruh untuk memastikan mereka tidak bersifat kanker.
Terapi : dengan pembedahan. Tetapi nodul pada anak kadang-kadang dapat diobati hanya
dengan terapi suara, yang mengajarkan mereka bagaimana menggunakan suara mereka tanpa
ketegangan yang tak perlu.
5. Kanker Laring
Dua jenis utama kanker laring termasuk karsinoma sel skuamosa dan karsinoma verrucous.
Sebagian besar kasus kanker secara langsung terkait dengan merokok. Suara serak awal
diikuti oleh batuk kering dan, kadang-kadang, batuk darah. Akhirnya, orang tersebut akan
mengalami kesulitan bernapas dan menelan.
Terapi : Terapi radiasi dan operasi, termasuk penghapusan sebagian atau lengkap dari laring
(laryngectomy). Dalam rangka untuk berbicara setelah menjalani laryngectomy, orang
tersebut dapat juga belajar untuk menelan dan menghembuskan udara melalui kerongkongan
mereka, atau menggunakan perangkat elektro-laring.
TONSIL
Anatomi Tonsil :
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan
kriptus didalamnya.
Macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketigatiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya
disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan
celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil
biasanya melekat pada dasar lidah.
Gangguan pada Tonsil :
Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Penyebaran infeksi melalui udara, tangan, dan ciuman. Terjadi terutama pada anak. Jenisjenisnya:
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis viral
Gejala: Lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorok. Penyebab tersering adalah
EBV.
Terapi: Istirahat, minum cukup, analgetik, dan antivirus jika gejala berat.
b. Tonsilitis bakterial
Etiologi : kuman grup A Streptococcus hemoliticus
Gejala dan Tanda: nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, lesu, nyeri pada sendi,
otalgia. Tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus (kumpulan leukosit,
bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas yang tampak sebagai bercak kuning). Kelenjar
submandibula bengkak dan nyeri tekan.
Terapi: Antibiotik spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur
mengandung desinfeksan.
Komplikasi: Otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, dll.
2. Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri
Tonsilitis septik
Angina Plaut Vincent
Penyakit kelainan darah
3. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Gejala dan Tanda : Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan terisi detritus. Ada rasa mengganjal di tenggorok, kering, dan napas
berbau.
Terapi : Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan jalan
napas, serta kecurigaan neoplasma.
Hipertrofi Adenoid
Secara fisiologik, adenoid membesar pada anak usia 3 tahun kemudian mengecil dan hilang
pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi
hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi tersebut akan timbul gangguan tidur, tidur ngorok,
retardasi mental, pertumbuhan fisik berkurang, sumbatan koana dan sumbatan tuba
Eustachius.
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi fasies adenoid,
yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan, dan arkus faring tinggi yang
menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh. Selain itu, dapat juga
menyebabkan faringitis dan bronkitis, serta gangguan drainase sinus paranasal sehingga
menyebabkan sinusitis kronis.
Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik,
dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik.
Terapi : adenoidektomi
Otitis Eksterna
Etiologi:
Faktor alergi
Infeksi bakteri
Infeksi Parasit
Infeksi Jamur
Gambaran Klinis:
Nyeri pada telinga, di mana dapat menjadi hebat dan parah apabila bagian luar telinga
yang terinfeksi ditarik.
Nyeri tekan telinga. Telinga nyeri saat ditekan di ujung telinga atau daun telinga
tersentuh
Gejala dan tanda lain seseorang terserang Otitis Eksterna yaitu demam, cairan telinga,
terjadi gejala tuli, rasa gatal di telinga, dan rasa sakit di telinga.
Terapi :
membersihkan telinga, pengobatan topikal, biasanya terdiri dari obat telinga yang
dioleskan ke dalam telinga satu atau dua kali sehari.
pemberian steroid untuk mengurangi nyeri dan peradangan
terapi antibiotik untuk menghindari infeksi bakterial akut atau ulcerasi
terapi antifungal untuk menghindari infeksi jamur
terapi anti alergi serta ivermectin untuk parasit telinga eksternal
Otitis Media
- Otitis Media Akut
Etiologi :
Gambaran Klinis :
Terapi :
Terapi :
Otitis Interna
Peradangan telinga bagian dalam biasa disebut dengan Labirinitis
Etiologi :
Infeksi bakteri dan virus ke ruang perilimfe
Keracunan zat-zat toksik
Gejala :
Terapi :
Operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah
Diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis
Mastoiditis
adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal.
Etiologi :
infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama
dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Biasanya timbul pada anak-anak
atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah.
Gambaran Klinis:
demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara
berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya)
Pemeriksaan Fisik didapatkan:
Terapi :
Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik (sesuai kultur), anti nyeri, anti
peradangan
Pembedahan pada mastoid. (bedah terbuka), dilakukan jika dengan pengobatan tidak
dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal.
Sinusitis
Adalah peradangan, atau pembengkakan, dari jaringan yang melapisi sinus paranasal.
Biasanya sinus berisi udara, tetapi ketika sinus tersumbat dan berisi cairan, kuman (bakteri,
virus, dan jamur) dapat berkembang dan menyebabkan infeksi.
Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu
Etiologi :
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Termasuk flu biasa,
rhinitis alergi (pembengkakan pada lapisan hidung), polip hidung (pertumbuhan kecil di
lapisan hidung), atau septum menyimpang (pergeseran di rongga hidung).
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis
infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
Gambaran Klinis :
Napas berbau
Sakit kepala
Hidung tersumbat
Postnasal Drip
Batuk, biasanya akan memburuk saat malam
Rasa sakit atau adanya tekanan di daerah dahi, pipi, hidung & di antara mata
Berkurangnya daya pengecap
Hidung terus meler dengan warna hijau pekat
Demam
Berkurangnya daya penciuman
Gejala memburuk ketika malam hari
Terapi :
1. Sinusitis karena virus
Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus tidak diperlukan pemberian antibiotika.
Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah penghilang rasa nyeri seperti
parasetamol dan dekongestan.
2. Sinusitis karena bakteri
Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri apabila terdapat gejala nyeri pada wajah,
ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul lebih dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri
umumnya diobati dengan menggunakan antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis
bakteri yang paling sering menyerang sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang
benar benar pas harus menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama.
Pilihan antiobiotika seperti amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole. Jika tidak
terdapat perbaikan dalam lima hari maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan
amoxicillin plus asam klavulanat. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 10 sampai 14
hari.
Pemberian dekongestan dan mukolitik dapat membantu untuk melancarkan drainase cairan
mukus. Pada kasus kasus yang kronis, dapat dipertimbangkan melakukan drainase cairan
mukus dengan cara pembedahan.